Morfin
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklikdan terdapat
di tetumbuhan (tetapi ini tidak mengecualikan senyawa yang berasal darihewan). Asam amino, peptida,
protein, nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan sebagai alkaloid.
Dan dengan prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik berhubungan dengan alkaloid
termasuk digolongan ini.[1]
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Kategori
3 Referensi
4 Daftar pustaka
Kategori[sunting | sunting sumber]
Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut kesamaan sumber asal molekulnya (precursors), didasari dengan
metabolisme pathway (metabolic pathway) yang dipakai untuk membentuk molekul itu. Kalau biosintesis
dari sebuah alkaloid tidak diketahui, alkaloid digolongkan menurut nama senyawanya, termasuk nama
senyawa yang tidak mengandung nitrogen (karena struktur molekulnya terdapat dalam produk akhir. sebagai
contoh: alkaloid opium kadang disebut "phenanthrenes"), atau menurut nama tumbuhan atau binatang
dimana senyawa itu diisolasi. Jika setelah alkaloid itu dikaji, penggolongan sebuah alkaloid diubah menurut
hasil pengkajian itu, biasanya mengambil nama amine penting-secara-biologi yang mencolok dalam proses
sintesisnya.
Golongan Piridina: piperine, coniine, trigonelline, arecoline, arecaidine, guvacine, cytisine, lobeline,
nikotina, anabasine, sparteine,pelletierine.
Golongan Isokuinolina: alkaloidalkaloid opium (papaverine, narcotine, narceine), sanguinarine, hydrastine, berberine, emetine, berbamine,
oxyacanthine
Golongan Indola:
Golongan Purine:
Xantina: Kafein, teobromina, theophylline
Golongan Terpenoid:
Alkaloid Steroid (yang bertulang punggung steroid pada struktur yang bernitrogen):
lainnya: conessine
Fungsi alkaloid dalam tanaman saat ini belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa dugaan fungsi alkaloid,
yaitu sebagai metabolit sekunder yang berguna melindungi tanaman dari predator, sebagai metabolit akhir
yaitu limbah yang tidak berfungsi sebagai substansi simpanan atau sebagai regulator pertumbuhan. Alkaloid
banyak dimanfaatkan oleh manusia karena memiliki efek farmakologi, diantaranya :
Depresan saraf pusat, yaitu morfin dan skopolamin
Simulan saraf pusat, yaitu strihnin dan kafein
Simpatomimetik, yaitu efedrin
Simpatolitik, yaitu yohimbin dan alkaloid ergot
Parasimpatomimetik, yaitu eserin dan pilokarpin
Antikolinergik, yaitu atoprin dan hiosiamin
Ganglioplegik, yaitu spartein dan nikotin
Anestesi lokal, yaitu kokain
Mengobati fibrilasi, yaitu quinidin
Antitumor, yaitu vinblastin dan eliptisin
Antibakteri, yaitu berberin
Amoebasida, yaitu emetin
Selain pada tumbuhan, alkaloid juga ditemukan pada bakteri seperti pyosianin yang dihasilkan oleh
Pseudomonas aeruginosa. Sementara pada fungi, terdapat alkaloid psilosin dari jamur halusinogen dan
ergomin dari Claviceps sp.
Alkaloid jarang ditemukan pada gymnospermae atau pteridophyta. Alkaloid banyak ditemukan pada
angiospermae (10-15%). Pada tanaman monokotil, alkaloid dapat ditemukan pada tanaman dari famili
Amaryllidaceae dan Liliaceae. Pada tanaman dikotil, alkaloid dapat ditemukan pada famili Annonaceae,
Apocynaceae, Fumariaceae, Lauraceae, Loganiceae, Magnoliaceae, Menispermaceae, Papaveraceae,
Ranunculaceae, Rubiaceae, Rutaceae, dan Solanaceae.
Alkaloid juga ditemukan pada beberapa binatang, dalam beberapa kasus karena hewan tersebut
mengkonsumsi tanaman yang mengandung alkaloid, misalnya castoramin dari lili air yang ditemukan pada
berang-berang. Alkaloid sebagai produk metabolisme pada hewan seperti pada salamander atau amfibi
seperti bufo, phyllobates, dan dendrobates. Alkaloid sebagai sekret dari kelenjar eksokrin banyak ditemukan
pada arthropoda seperti Hymenoptera, Neuroptera, Miriapoda, dan Coleoptera.
Pada tanaman, alkaloid ditemukan dalam bentuk garam larut air seperti sitrat, malat, mekonat, tartrat,
isobutirat, benzoat, atau kadang-kadang kombinasi dengan tanin. Secara mikrokimia, ditemukan bahwa
alkaloid banyak ditemukan pada jaringan perifer dari batang atau akar. Alkaloid disintesis padatempat yang
spesifik seperti pada akar yang sedang tumbuh, kloroplas, dan sel laktiferus.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).
Penggolongan alkaloid berdasarkan struktur cincin atau inti yang dimiliki, yaitu :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin
Pada proses reduksi, basa tersier piridin dikonversi menjadi basa piperidin. Alkaloid dengan struktur inti dari
kelompok ini terbagi menjadi 3 sub kelompok, yaitu :
Derivat piperidin, contohnya lobelin dan lobelia
Derivat asam nikotinat, contohnya arekolin dari areca
Derivat piridin dan piperidin, contohnya nikotin dari tembakau
Contoh dari alkaloid ini adalah nikotin dari tembakau, areca dari tanaman areca catechu, dan lobelia dari
tanaman lobelia inflata.
2. Alkaloid Tropan
Alkaloid tropan memiliki struktur inti bisiklik, mengandung nitrogen yaitu azabisiklo [3,2,1] oktan atau 8metil-8-azabisiklo [3,2,1] oktan. Alkaloid tropan ditemukan pada angiospermae, yaitu famili Solanaceae
(Atropa, Brugmansia, Datura, Scopolia, Physalis), Erythroxylaceae (Erythroxylem), Proteaceae (Belladena
dan Darlingia) dan Convoovulaceae (Convovulus dan Calystegia). Alkaloid tropan secara sporadis
ditemukan pada tanaman Bruguiera, Phyllanthus, dan Cochlearia. Karakter alkaloid yang mengandung inti
tropan adalah jika direaksikan dengan asam nitrat, kemudian residunya dilarutkan dalam aseton maka akan
muncul warna ungu gelap. Hal ini disebabkan karena munculnya larutan etanol dalam KOH ( Reaksi Vitalli
Morin). Contoh alkaloid tropan adalah dihasilkan oleh Atropa belladone dan kokain yang dihasilkan oleh
Erythroxylem coca.
3. Alkaloid Quinolin
Alkaloid yang memiliki struktur inti quinolin dihasilkan dari tanaman cinchona (kina). Alkaloid yang
tergolong quinolin diantaranya quinin, quinidin, cinchonin, dan cinchonidin. Alkaloid cinchona saat ini
merupakan satu-satunya kelompok alkaloid quinolin yang memiliki efek terapeutik. Cinchonin yang
merupakan isomer dari cinchonidin merupakan alkaloid orang tua dari semua seri alkaloid quinin. Quinin
dan isomernya yaitu quinidin merupakan 6-metoksicinchonin.
4. Alkaloid Isoquinolin
Obat-obat penting yang berasal dari alkaloid isoquinolin adalah ipekak, emetin, hidrastin, sanguinaria,
kurare, tubokurarin, berberin, dan opium. Meskipun alkaloid isoquinolin memiliki struktur yang kompleks
tetapi biosintetsisnya sangat sederhana. Alkaloid isoquinolin merupakan hasil kondensasi derivat
feniletilamin dengan derivat fenilasetaldehid dimana kedua senyawa ini merupakan derivat dari fenilalanin
dan tirosin.
5. Alkaloid Indol
Obat-obat penting yang mengandung gugus indol adalah rauwolfia (reserpin), catharanthus atau vinca
(vinblastin dan vincristin ), nux vomica (strihnin dan brusin), physostigma (fisostigmin), dan ergot
(ergotamin dan ergonovin). Terdapat tiga kerangka monoterpenoid yang membentuk kompleks indol yaitu
kerangka tipe Aspidosperma, Corynanthe, dan Iboga. Penamaan tipe kerangka ini berdasarkan tanaman yang
banyak mengandung alkaloid dengan inti monoterpen.
6. Alkaloid Imidazol
Cincin imidazol (glioxalin) adalah cincin utama dari pilokarpin yang dihasilkan oleh tanaman Pilocarpus
jaborandi. Pilokarpin adalah basa tersier yang mengandung gugus lakton dan imidazol. Ditinjau dari
strukturnya, alkaloid ini mungkin dibentuk dari histidin atau suatu metabolit yang ekivalen.
7. Alkaloid steroid
Alkaloid steroid dikarakterisasi dengan adanya inti siklopentanofenantren. Alkaloid ini biasanya dibentuk
dari kolesterol dan memiliki prekursor yang sama dengan kolesterol. Alkaloid steroid yang penting adalah
veratrum.
8. Alkaloid Amin
Alkaloid dalam kelompok ini tidak memiliki atom nitrogen dalam cincin heterosiklik. Kebanyakan
merupakan derivat dari feniletilamin dan asam amino umum seperti fenilalanin dan tirosin. Contoh alkaloid
ini adalah efedrin dan kolkisin.
9. Basa Purin
Purin adalah inti heterosiklik yang mengandung anggota 6 cincin pirimidin yang bergabung dengan anggota
5 cincin imidazol. Purin sendiri tidak ada di alam tetapi derivatnya signifikan secara biologis. Alkaloid basa
purin yang penting adalah kafein, teobromin, dan teofilin.
(Swastini, Dewa Ayu.2007).
1.2.2 Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan
penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau
gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar.
Kromatografi yang sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis
tipis, dan kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas digunakan juga zat penyerap berpori,
misalnya aluminiumoksida yang diaktifkan, asam silikat atau silika gel kiselgur dan harsa sintetik. Bahan
tersebut dapat digunakan sebagai penyerap tunggal atau campurannya atau sebagai penyangga bahan lain.
Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk percobaan identifikais
karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan jumLah sedikit. Kromatografi gas memerlikan
alat yang lebih rumit, tetapi cara tersebut sangat berguan untuk percobaan identifikasi dan penetapan kadar.
(Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 523)
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi Penyerapan
Zat penyerap ( misalnya aluminium oksida yang telah diaktifakan, silika gel, kiselgut terkalsinasi, dan
kiselgur kromatografi murni ) dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumLah cairan
dimapatkan kedalam tabung kaca atau tabung kuarsa denan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir
keluar dengan ukuran tertentu.
SejumLah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan
dibiarkan mengalir dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara
sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau
tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan
dalam kolom yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
misalnya daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistem komatografi.
Kromatografi Pembagian
Pada kromatografi pembagian, zat yang harus dipisahkan terbagia atas dua cairan yang tidak bercampur.
Salah satu cairannya yaitu fase tidak gerak atau fase yang lebih polar biasanya diserap oleh zat penyerap
padat, karena itu memberikan daerah permukaan yang sangat luas keada pelarut yang mengalir atau fase
gerak atau fase yang kurang polar dan menghasilkan pemisahan yang baik yang tidak dapat dicapai pada
pengocokan. Kromatografi pembagian dilakuakn dengan cara mirip dengan kromatografi penyerapan.
Dalam hal tertentu lebih baik zat yang diperiksa yang telah dilarutkan dalam fase tidak bergerak
ditambahkan pada sedikit zat penyerap, kemudian campuran ini dipindahkan pada puncak kolom. (Materia
Medika Indonesia Jilid V, hal 523).
2. Kromatografi Kertas
Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut atau tebal yang
cocok. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut tunggal dengan proses yang analog dengan
kromatografi penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan proses analaog
dengan kromatografi pembagian. Pada kromatografi pembagian fase bergerak merambat perlahan-lahan
melalui fase tidak bergerak yang membungkus serabut kertas atau yang membentuk kompleks dengan
serabut kertas. Perbandingan jarak perambatan suatu zat terhadap jarak perambatan fase bergerak dihitung
dari titik penetesan larutan zat dinyatakan sebagai Rf zat tersebut. Perbandingan jarak perambatan suatu zat
dengan jarak perambatan zat pembanding kimia dinyatakan sebagai Rr. Letak bercak yang diperoleh dari zat
yang dikromatografi dapat ditetapkan dengan cara berikut :
a. Pengamaatan langsung, jika tampak dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultra violet
b. Pengamatan dengan cahaya biasa atau dengan sinar ultraviolet setelah kertas disemprot dengan pereaksi
yang dapat memberikan warna pada bercak.
c. menggunakan pencacah geiger-muler atau otora diografik jika ada zat radioaktif.
d. menempatkan pita atau potongan kertas pada medium perbiakan yang telah ditanami untuk melihat hasil
stimulasi atau pertumbuahan bakteri.
Alat yang digunakan berupa bejana kromatogarfi raltahan korosi , bak pelarut, batang kaca anti sifon dan
kertas kromatografi. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 525).
3. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat dengan menggunakan zat penyerap
berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap
sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau
gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau gabungannya tergantung dari jenis zat
penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika
dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada lempeng yang sama
disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia lebih
baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan
harga Rf dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar. Penetapan kadar yang lebih teliti dapat digunakan dengan cara densito metri atau
dengan mengambil bercak dengan hati-hati dari lempeng, kemudian disari dengan pelarut yang cocok, dan
ditetapkan dengan cara spektrofotometri. Pada KLT 2 dimensi lempeng yang telah dievaluasi diputar 900
dan dievaluasi lagi umumnya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain. Alat yang digunakan adalah
lempeng kaca, baki lempeng, rak penyimpanan, zat penyerap, alat pembuat lapisan, bejana kromatografi,
sablon, pipet mikro, alat penyemprot pereaksi, pelarut, dan lampu ultraviolet. (Materia Medika Indonesia
Jilid V, hal 528).
4. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah satu cara pemisahan kromatografi dimana sebagai fase bergerak digunakan gas
yang disebut gas pembawa. Jika sebagai fase tidak bergerak digunakan zat padat yang disebut kromatografi
gas padat dan jika sebagai fase tidak bergerak digunakan cairan disebut kromatografi gas cairan. Alat yang
digunakan antara lain : tempat penyuntikan yang terletak dimuka kolom kromatografi, kolom kromatografi
dari kaca atau baja tahan karat berisi bahan padat penyangga halus yang cocok dan dilapisi dengan fase tidak
bergerak, detektor yang dihubungkan dengan alat pencatat. (Materia Medika Indonesia Jilid V, hal 531).
1.2.3 Alat dan Bahan.
A. Identifikasi Umum dan Kimia Alkaloida
Alat :
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Gelas ukur
4. Batang pengaduk
5. Sendok tanduk
6. Corong pisah
7. Tabung reaksi
8. Pipet tetes
9. Penangas air
10. Kertas perkamen
11. Kertas saring
12. Penjepit kayu
Bahan :
1. Simplisia Coffea Semen, Cacica papaya Flos, Nicotiana tabacum Folium, Chinae Cortex, dan Piperis nigri
Fructus.
2. HCL 2N
3. Amonia P
4. Eter P
5. Kloroform
6. Natrium Sulfat Anhidrat P
7. Mayer LP
8. Wagner LP
9. Dragendroff LP
10. Marme LP
11. Harger LP
12. Asam Sulfat P
13. Asam Nitrat P
14. Erdman LP
15. Kristal Kadminium Sulfat
16. Asam Sulfat Encer
17. Air
18. Arang jerap
B. Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Alat :
1. Chamber
2. Plat KLT silica gel GF 254
3. Pipet Kapiler
4. Kertas saring
Bahan :
1. Chinae Cortex
2. Toluena-eter-dietilamina (55:35:10) v/v
3. 35 mg Kinina
4. Amoni 25 %
5. Kloroform
6. Metanol
7. Asam Sulfat pekat
I.
PEMBAHASAN
Berdasarkan jenis cicin heterosiklik nitrogen yang merupakan baian dari struktur molekul. Berdasarkan
Golongan Isokuinolina:
alkaloidberbamine,
oxyacanthine.
ine, cevadine.
Golongan Indola:
3.
Berdasarkan asal-usul biogenetic. Berdasarkna hal ini alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama
yaitu :
a.
Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.
b.
Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenilalanin, tirosin dan 3,4 dihidrofenilalanin.
c.
Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima adalah menurut Hegnauer, dimana alkaloida dikelompokkan
atas :
1.
Alkaloida sesungguhnya, alkaloida ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas
fisiologis yang luas, hamper tanpa kecuali bersifat basa. Umumnya mengandung nitrogen dalam cicin
heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik.
Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolkhoat yang bersifat bukan
basa dan tidak memiliki cicin heterosiklik dan alkaloida quartener yang bersifat agak asam daripada bersifat
basa.
2.
Protoalkaloida, merupakan amin yang relative sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat
dalam cicin heterosiklik. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat
basa. Pengeertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
3.
Pseudoalkaloida, tidak diturunkan dari precursor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat basa. Ada
dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu alkaloida steroidal dan purin.
C. Sifat Senyawa Alkaloid
Kebanyakan alkaloida berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran
dekomposisinya. Dapat juga berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin dan konini berupa cairan.
Kebanyakan alkaloida tak berwarna, tetapi beberapa senyawa kompleks spesies aromatik berwarna. Pada
umumnya basa bebas alkaloida hanya larut dalam pelarut organik meskipun beberapa pseudoalakaloid dan
protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida dan alkaloida quaterner sangat larut dalam air.
Alkaloida bersifat basa yang tergantung pada pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang
berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan
senyawa lebih bersifat menarik elektron maka ketersediaan pasangan electron berkurang dan pengaruh yang
ditimbulkan alkaloida dapat bersifat netral atau bahkan bersifat sedikit asam.
Kebasaan alkaloida menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah mengalami dekomposisi terutama oleh
panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi olakloida
selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam
waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
D. Reaksi Senyawa Fenolik
Reaksi umum untuk alkaloid
1. Reaksi pengendapan untuk alkaloid
Reaksi Mayer : HgI2
Cara : zat + pereaksi Mayer timbul endapan kuning atau larutan kuning bening + alakohol
endapannya larut. Reaksi dilakukan di objek glass lalu Kristal dapat dilihat di mikroskop. Jika dilakukan di
tabung reaksi lalu dipindahkan, Kristal dapat rusak. Tidak semua alkaloid mengendap dengan reaksi mayer.
Pengendapan yang terjadi akibat reaksi mayer bergantung pada rumus bangun alkoloidnya.
Reaksi Bouchardat
Cara : sampel zat + pereaksi Bouchardat coklat merah, + alkohol endapan larut.
2. Reaksi warna
Dengan asam kuat : H2SO4 pekat dan HNO3 pekat (umumnya menghasilkan warna kuning atau
merah)
Pereaksi Marquis
Zat + 4 tetes formalin + 1 ml H2SO4 pekat (melalui dinding tabung, pelan-pelan) warna.
Reaksi Nelzer Larutan zat dalam alkohol absolut + 1 tetes CuSO 4 dan CS2 warna coklat seperti
minyak.
Reaksi Mandelin : zat + H2SO4 + FeCl3warna
Reaksi Roux: 1 tts NaOH + 1 tts KMnO4 + 20 tts Na nitroprusid kocok larutan dan endapan, larutan
diambil.
Reaksi Serulas & Lefort : larutan zat dalam H 2SO4 encer + KI + CHCl3 dikocok; lapisan CHCl3 akan
berwarna.
Reaksi Huseman : zat + H2SO4 pekat dipanaskan di atas api sehingga dihasilkan apomorfin +
HNO3 65% + KNO3padat warna.
Reaksi Bosman: larutan zat dalam H2SO4 encer + KMNO4 dikocok dengan CHCl3; lapisan CHCl3
akan berwarna violet kemudian terbentuk endapan coklat.
Reaksi Zwikker : Zat +1 ml Pyridin 10% + CuSO4 batang panjang tidak berwarna, Kristal tidak
spesifik dan dibuat di objek glass.
Reaksi Mandelin amonium vanadat % dalam air + H2SO4 pekat.
Reaksi Murexide : Zat + 1 tetes H2O2 3 % atau KClO3 padat + 1 tetes HCl 25%, panaskan di water
bath hingga kering agak Jingga; + NH4OH warna Ungu
Reaksi Parri : Zat + Co(NO3)2, lalu + uap NH4OH warna ungu.
Reaksi Vitally : zat + HNO3 berasap, diuapkan di atas water bath sampai
kering, + spir/alkali ungu, tahan dalam aseton
Apomorfin : merah
1.
2.
2. Reaksi Fe-complex & Cu-complex:
Pada objek glass, gas ditetesi dengan Fe-compleks dan Cu-complex lalu tutup dengan cover glass panaskan
sebentar, lalu lihat Kristal yang terbentuk.
1. Pada objek glass, zat + asam lalu ditaburkan serbuk sublimat dengan spatel, sedikit saja digoyangkan di
atasnya Kristal terlihat.
2. Reaksi Iodoform : zat ditetesi NaOH sampai alkali + sol. Iodii lalu dipanaskan hingga berwarna kuning
(terbentuk iodoform), lalu lihat Kristal bunga sakura di mikroskop.
3. Reaksi Herapatiet. (reagen : air + spirtus + asam cuka biang + sedikit H2SO4 dan aqua iod sampai agak
kuning pada objek glass). Zat + 1 tetes reagen kristal lempeng (coklat/violet)
E. Identifikasi Senyawa Alkaloid
1. Alkaloid Derivat Fenil Alanin
1.1 Alkaloid Amin
1.1.1 Efedrin HCl
Asal (efedrin) : Ephedra vulgaris
Organoleptis : serbuk putih halus, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan
: larut dalam lebih kurang 4 bagian air
Reaksi Identifikasi:
1. Larutan zat dalam air + PbSO4 + NaOH violet.
2. Larutan zat dalam air +NaOH 0,1 N + 3 ml CCl 4 dikocok , dibiarkan pisahkan lapisan organik + sedikit
tembaga kocok keruh lalu terbentuk endapan.
3. Reaksi oksidasi oleh KMnO4 bau benzaldehid.
4. Reaksi iodoform (+)
5. Reaksi Nelzer: Larutan zat dalam alkohol absolut + 1 tetes CuSO4 dan CS2 coklat minyak.
6. Zat + sulfanilat + NaOH merah.
7. Larutan zat dalam air + HCl, + H2O2 + NaCl + 6 tetes NaOH merah violet.
8. Larutan zat dalam air + AgNO 3 endapan (AgCl), dicuci dengan air, + NH4OH endapan akan larut
kembali.
1.2 Alkaloid Benzil Isokuinolon
1.2.1 Morfin
Asal: Papaver somniferum
Sinonim
: Dionin
Organoleptis : kristal putih
Kelarutan
: larut dalam 12 bagian air
Reaksi Identifikasi:
1. Reaksi KING, SANCHEZ, dan FESEZ (+)
2. Zat + H2SO4 + FeCl3 dipanaskan dalam air mendidih berwrna biru + HNO3 berwarna merah/coklat
merah tua.
1.
Reaksi iodoform (+)
2.
Reaksi FROHDE: kuning hijau.
3.
Reaksi MANDELIN: kuning hijau.
4.
Reaksi MARQUIS: ungu dalam waktu lama.
5.
Larutan zat dalam HCl + I2 endapan yang larut dalam spiritus.
F. Kegunaan Senyawa Alkaloid Dalam Kehidupan Sehari-hari
Berikut adalah beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi :
Senyawa Alkaloid
Aktivitas Biologi
(Nama Trivial)
Nikotin
Morfin
Analgesik
Kodein
Atropin
Skopolamin
Kokain
Analgesik
Piperin
Antifeedant (bioinsektisida)
Quinin
Obat malaria
Vinkristin
Obat kanker
Ergotamin
Reserpin
Mitraginin
Vinblastin
Saponin
Antibakteri