Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

IDENTIFIKASI KOMPONEN JAMU

DISUSUN OLEH :
Feni Amalia Firdausi (G1F013040)
M. Imadudin Siddiq

(G1F013042)

Rafael Ega Gilchrist

(G1F013044)

Sukmawati Marjuki

(G1F013046)

Nandya Ardya Gharini

(G1F013048)

KELOMPOK

: FRUCTUS

KELAS

:B

Asisten

: Erna

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PURWOKERTO
2014

IDENTIFIKASI KOMPONEN JAMU


A. Tujuan
Mengidentifikasi komponen penyusun jamu secara organoleptik,
makroskopik, dan mikroskopik.
B. Pendahuluan
Sesuai

Pasal

Peraturan

Kepala

Badan

POM

No.

HK.00.05.4.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana


Pendaftaran

Obat

Tradisional,

Obat

Herbal

Terstandar

dan

Fitofarmaka, ditetapkan bahwa :


a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.
b. Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia.
c. Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.
d. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandardisasi.
e. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
Analisis suatu obat tradisional/ jamu harus menyertakan uji
subyektif, meskipun uji ini memerlukan praktek dan pengalaman
yang luas. Hal ini perlu dilakukan untuk membandingkan kesan
subyektif dengan sifat khas yang disimpan dan diklasifikasikan
sebelumnya. Penentuan identifikasi sebagai sifat yang demikian
merupakan suatu langkah yang penting pada identifikasi. Untuk
menjamin

kebenaran

dari

dilakukan

pemeriksaan

simplisia

awal

penyusun

secara

sediaan

makroskopik

jamu

dengan

mengamati bentuk organoleptik simplisia penyusun. Pemeriksaan

organoleptik

dilakukan

menggunakan

pancaindra

dengan

mendeskripksikan bentuk warna, bau dan rasa sebagai berikut :


1. Bentuk

: padat, serbuk, kering, kental dan cair

2. Warna

: warna dari ciri luar dan warna bagian dalam

3. Bau

: aromatik, tidak berbau dan lain-lain

4. Rasa

: pahit, manis, khelat dan lain-lain

5. Ukuran

: panjang, lebar
(Dirjen POM, 2000)

Agar dapat mendukung hasil pemeriksaan maka simplisia


yang telah diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan jenisnya dan
khasiatnya.Seperti halnya pemeriksaan makroskopik sediaan jamu,
pemeriksaan

mikroskopik

juga

digunakan

untuk

menjamin

kebenaran dari simplisia penyusun sediaan jamu dengan mengamati


bentuk

fragmen

mikroskipik

spesifik

dilakukan

penyusun

dengan

pada

sediaan

menggunakan

jamu.

mikroskop

Uji

yang

derajat pembesdarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia


yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal
maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari
unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan
diketahui jenis simplisia berdasrkan fragmen pengenalan yang
spesifik bagi masing-masing simplisia. Pemeriksaan anatomi serbuk
dari suatu simplisia memiliki karateristik tersendiri dan merupakan
pemeriksaan spesifik suatu simplisia atau penyusun jamu. Sebelum
melakukan

pemeriksaan

mikroskopik

harus

dipahami

masing-

masing jaringan tanaman berbeda bentuknya (Egon, 1985).


Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang
umumnya memeliki jaringan penyusun primer yang hampir sama
yaitu epidermis, korteks, endodermis, jari-jari emplur dan bentuk

berkas pengangkutannya. Tipe berkas pengangkutan umumnya


mengacu pada kelas tanaman seperti monokotil tipe berkas
pengangkutan terpusat dan pada dikotil tersebar (Egon, 1985).
Sedangkan jaringan sekunder pada organ batang, akar dan
rimpang berupa perinderm dan ritidom. Rambut penutup dan
stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tie sel
idioblas seringkali menunjukkan ciri spesifik suatu bahan nabati
(Egon, 1985).

C. Alat dan Bahan


alat-alat yang digunakan adalah kaca pembesar, mikroskop, gelas
objek, kaca penutup, lampu spiritus, pipet tetes, spatula, tisu. Bahan
yang digunakan adalah campuran jamu yang berupa rajangan dan
bentuk serbuk, larutan kloralhidrat 70% LP, akuades.
D. Cara Kerja

Jamu
Dipisahkan dan dikelompokkan berdasarkan simplisia
rajangan

penyusun
Dilakukan uji makroskopik dan organoleptik
Ditentukan nama penyusunnya
Jamu campuran
serbuk

Diuji mikroskopik
Ditentukan fragmen khas
Ditentukan simplisia penyusunnya
Data

E. Hasil pengamatan
V.1 Uji Organoleptis
No
1

Simplisia
Rajangan

Rasa
Agak

Bau
Bau Khas

Pedas
2

Serbuk

Pahit

Bau Khas

Warna
Putih,

Tekstur
Berserat

putih

dan Halus

kecoklatan
Orange

Serbuk

pucat

kasar

V.2 Uji Mikroskopik


No
1

Jamu
Sebuk

Gambar Fragmen Pengenal

Keterangan
Parenkim berisi
bahan berwarna
kuning

Serbuk

Parenkim berisi
kelenjar minyak

F. Pembahasan
Percobaan

acara

identifikasi

komponen

jamu

diawali

dengan

memisahkan bentuk jamu antara yang rajangan dengan yang serbuk,


hal ini dimaksudkan untuk memudahkan langkah selanjutnya dalam uji
makroskopik dan uji mikroskopik. Kemudian jamu yang berbentuk
rajangan diuji makroskopik dan organoleptik unutuk mendapatkan
spesifikasi simplisia sehingga dapat ditentukan nama simplisianya.

Jamu

berbentuk

mikroskop.

serbuk

Pemeriksaan

diuji

secara

mikroskopik,
mikroskopik

diamati

simplisia

dibawah
dilakukan

dengan melihat anatomi jaringan dari serbuk simplisia yang ditetesi


aquades dan larutan kloralhidrat kemudian dipanaskan di atas lampu
spiritus (jangan sampai mendidih). Kemudian pengamatan dilakukan di
bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (12,5x10) dan perbesaran
kuat (12,5x40). Sedangkan khusus untuk uji amilum hanya ditetesi
dengan aquadest. Hal ini disebabkan karena penetesan kloralhidrat
pada amilum dapat menghilangkan butir-butir amilum. Kloralhidrat
juga dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan sel seperti
protein (Harborne, 1987).
Hasil uji organoleptis simplisia berbentuk rajangan. Berasa agak
pedas, berbau khas, berwarna putih agak kecoklatan, dan bertekstur
berserat halus. Dan setelah di cocokkan dengan literatur yang ada
pada Farmakope Herbal Indonesia Edisi I (2008) hasil identifikasi
simplisia

rajangan

merupakan

campuran

dari

Alpinia

rizhome

(Rimpang lengkuas), Zingiber officinale rizhome (Rimpang jahe),


Kaempferia rizhome (Rimpang kencur).
Setelah diketahui fragmen pengenal yang teramati dari simplisia
serbuk,

diidentifikasi simplisia

penyusunya.

Didapatkan fragmen

pengenalnya dari parenkim berisi bahan berwarna kuning dan


parenkim berisi kelenjar minyak dan hasil identifikasi simplisia serbuk
kemudian dibandingkan dengan Farmakope Herbal Indonesia Edisi I
(2008) hasil identifikasi simplisa serbuk merupakan campuran dari
Citri aurantifoliae pericarpium (kulit buah jeruk) dan Curcumae
domestica rizhome (kunyit).
Sesuai pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384
Tahun 2005 tentang kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka, ditetapkan
bahwa :
1. Obat Tradisional

Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan


hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari
bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Obat Herbal Terstandar
Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah
distandardisasi.
3. Fitofarmaka
Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan klinik, bahan baku
dan produk jadinya telah distandardisasi.
(BPOM, 2011)

Gambar 1
Logo jamu, logo herbal, logo
fitofarmaka (BPOM, 2011)

Syarat-Syarat Jamu yang Baik :


1. Rajangan
i. Kadar Air
Tidak lebih dari 10% (BPOM, 1995)
ii.
Angka Lempeng Total (ALT)
Tidak lebih dari 107untuk rajangan menggunakan cara pendidihan
; tidak lebih dari 106 untuk rajangan yang penggunaanya dengan
iii.
iv.
v.
vi.

cara penyeduhan (BPOM, 1987)


Angka Kapang dan Khamir
Tidak lebih dari 104 (BPOM, 1987)
Mikroba Pantogen
Tidak ada mikroba pantogen atau negatif (BPOM, 19787)
Aflatoksin
Tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj) (BPOM, 1987)
Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah yang tertutup baik ; disimpan pada suhu kamar

ditempat kering dan terlindung dari sinar matahari.


2. Serbuk
i. Keseragaman Bobot

Tidak lebih dari 2 bungkus serbuk yang masing masing bobot


isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga
yang ditatapkan dalam kolom A dan tidak satu bungkusan harga
yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada kolom berikut
Bobot rata-rata isi
serbuk
5 gr sampai dengan

Penyimpanan terhadap bobot isi rata-rata


A
B
8%

10%

10 gr
Timbang isi tiap bungkus serbuk. Timbang seluruh isi 20 bungkus
serbuk, hitung bobot isi serbuk rata-rata.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.

Kadar Air
Kadar air tidak lebih dari 10% (BPOM, 1995)
Angka Lempeng Total (ALT)
Angka lempeng total tidak lebih dari 106 (BPOM, 1987)
Angka Kapang dan Khamir (AKK)
Angka kapang dan Khamir tidak lebih dari 104 (BPOM, 1987)
Mikroba Pantogen
Mikroba pantogen tidak ada alias negatif (BPOM, 1987)
Aflatoksin
Jumlah aflatoksin tidak lebih dari 30 bpj (BPOM, 1987)

Bahan Kimia Obat (BKO)


Bahan Kimia Obat (BKO) adalah senyawa kimia yang sengaja
ditambahkan pada obat tradisional atau obat herbal. BPOM sendiri sudah
mengeluarkan warning terkait beredarnya obat herbal yang mengandung
bahan kimia obat (BPOM,2009)
Berikut beberapa contoh Bahan Kimia Obat (BKO) yang sering
digunakan, serta efek samping yang ditimbulkannya :
1. Chlorpeniramin maleat (CTM) Efek samping : Sedasi, gangguan saluran
cerna, efek anti muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinitus, euphoria,
nyeri kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dankelainan darah.
2. Parasetamol
Efek samping : Jarang, kecuali ruam kulit, kelainan darah, pankreatitis
akut dan kerusakan hati setelah over dosis.
3. Diclofenac sodium
Efek samping :
Gangguan terhadap lambung, sakit kepala, gugup, kulit kemerahan,
bengkak, depresi, ngantuk tapi tidak bias tidur, pandangan kabur,

gangguan mata, tinitus, pruritus. Untuk hipersensitif : menimbulkan


gangguan ginjal, gangguan darah.
(BPOM, 2009)

Hasil vs literature
Jamu
Serbuk

Foto Pengamatan

literatur

Keterangan
Parenkim berisi
kelenjar minyak

Parenkim berisi
bahan berwarna
kuning

(Depkes,
2008)
G. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah :


1. Untuk uji organoleptis yang diuji adalah yang berbentuk rajangan
dan serbuk.
2. Uji Organoleptis rajangan berasa agak pedas, berbau khas,
berwarna putih-putih kecoklatan, dan bertekstur berserat halus.
3. Uji Organoleptis serbuk berasa pahit, berbau khas, berwarna
orange puat, berterkstur serbuk kasar.
4. Untuk uji mikroskopik didapat fragmen pengenal nya yaitu
parenkim yang berisi bahan berwarna kuning dan parenkim berisi
kelenjar minyak
5. Hasil identifikasi rajangan merupakan campuran dari Alpinia
rizhome (Rimpang lengkuas), Zingiber officinale rizhome
(Rimpang jahe), Kaempferia rizhome (Rimpang kencur).
6. Hasil identifikasi serbuk merupakan campuran dari Citri
aurantifoliae pericarpium (kulit buah jeruk) dan Curcumae
domestica rizhome (kunyit).
H. Daftar pustaka
BPOM,

Public

warning/peringatan

nomor

HK.00.01.1.43.2397

2009

tentang Obat tradisional dan suplemen makanan mengadung bahan kimia


obat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta/
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Cetakan Pertama. Jakarta : Depkes RI
Depkes RI, 2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI, 1987. Analisis Obat Tradisional jilid I. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta
Harborne,

J.B.,

1987,

Metode

Fitokimia,

Penuntun

Cara

Modern

Mengekstraksi Tumbuhan, ITB, Bandung.


Stahl Egon, (1985), Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, ITB,
Bandung. Underwood.

TUGAS
Tugas
1. Seduhan bentuknya berupa rajangan halus dan cara penggunaannya
dengan cukup diseduh dengan air hangat, sedangkan rebusan berupa
rajangan kasar dan penggunaanya dengan cara direbus.
2. BKO yang sering dicampurkan ke dalam obat tradisional dan bahayanya
adalah sebagai berikut :
a. Fenilbutazon
Efek samping :Timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual,
diare,

kadang

pendarahan

dan

tukak,

reaksi

hipersensifitas

terutama angio edema dan bronkospasme, sakit kepala, pusing,


vertigo,

gangguan

pendengaran,

fotosensifitas

dan

hematuria.Paroritis, stomatitis, gondong, panareatitis, hepatitis,


nefritis, gangguan penglihatan, leukopenia jarang, trombositopenia,
agranulositosis, anemia aplastik, eritema multifoema 9 syndroma
Steven Johnson, nekrolisis epidermal toksis (lyll), toksis paru-paru.
b. Antalgin (Metampiron)
Efek samping : Pada pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan
agranulositosis.
c. Deksametason
Efek Samping :Glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis
yang berbahaya bagi usia lanjut. Dapat terjadi gangguan mental,
euphoria dan myopagh. Pada anak-anak kortikosteroid dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan, sedangkan pada wanita
hamil

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan

adrenal

anak.

Mineralokortikoid adalah hipertensi, pretensi Natrium dan cairan


serta hypokalemia.
d. Prednison
Efek samping :Gejala saluran cerna : mual, cegukan, dyspepsia,
tukak peptic, perut kembang, pancreatitis akut, tukak oesofagus,
candidiasis.Gejala musculoskeletal : miopatiproximal, osteoporosis,
osteonekrosis

avaskuler.

Gejala

endokrin

gangguan

haid,

gangguan keseimbangan Nitrogen dan kalsium, kepekaan terhadap


dan beratnya infeksi bertambah. Gejala neuropsikiatri : euphoria,
ketergantungan psikis, depresi, insomnia, psikosis, memberatnya

shizoprenia dan epilepsy. Gejala pada mata : glaucoma, penipisan


kornea dan sclera, kambuhnya infeksi virus atau jamur di mata.
Gejala lainnya : gangguan penyembuhan, atrofi kulit, lebam, acne,
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, leukositosis, reaksi
hipersensitif (termasuk anafilaksis), tromboemboli, lesu.
e. Teofilin
Efek samping : Takikardia, palpitasi, mual, gangguan saluran cerna,
sakit kepala, insomnia dan aritmia.
f. Hidroklortiazid (HCT)
Efek samping : Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang
ringan, impotensi (reversible bila obat dihentikan), hipokalimia,
hipomagnesemia,

hipoatremia,

hiperkalsemia,

alkalosis,

hipokloremik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia dan peningkat


kadar kolesterol plasma.
g. Furosemid
Efek samping : Hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesia, alkalosis,
hipokloremik, ekskresi kalsium meningkat, hipotensi, gangguan
saluran cerna, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, kadar kolesterol
dan trigliserida plasma meningkat sementara.
h. Glibenklamid
Efek samping :Umumnya ringan dan frekuensinya
diantaranya

gejala

saluran

cerna

dan

sakit

rendah

kepala.Gejala

hematology trombositopeni dan agranulositosis.


i. Siproheptadin
Efek samping : Mual, muntah, mulut kering, diare, anemia hemolitik,
leukopenia, agranulositosis dan trombositopenia.
j. Chlorpeniramin maleat (CTM)
Efek samping : Sedasi, gangguan saluran cerna,

efek

anti

muskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinitus, euphoria, nyeri


kepala, stimulasi SSP, reaksi alergi dankelainan darah.
k. Parasetamol
Efek samping : Jarang, kecuali ruam kulit, kelainan

darah,

pankreatitis akut dan kerusakan hati setelah over dosis.


l. Diclofenac sodium
Efek samping :Gangguan terhadap lambung, sakit kepala, gugup,
kulit kemerahan, bengkak, depresi, ngantuk tapi tidak bias tidur,
pandangan

kabur,

gangguan

mata,

tinitus,

pruritus.

hipersensitif : menimbulkan gangguan ginjal, gangguan darah.


m. Sildenafil Sitrat

Untuk

Efek samping : Dyspepsia, sakit kepala, flushing, pusing, gangguan


penglihatan, kongesti hidung, priapisme dan jantung.
n. Sibutramin Hidroklorida
Efek samping: Dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung serta sulit tidur.
3. Jahe serbuk manfaatnya jahe sebagai penghangat badan dan dipercaya
dapat digunakan sebagai obat batuk

Anda mungkin juga menyukai