Anda di halaman 1dari 200

DIAGNOSA NANDA

1.

Risiko terhadap perubahan suhu tubuh


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu gagal mempertahankan suhu tubuh dalam batasan
normal 36-37,5C.
Faktor yang berhubungan :
Patofisiologis
Berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu tubuh :
Koma/peningkatan tekanan intrakranial
Tumor otak/trauma kepala
Cedera Serebrovaskular
Infeksi/inflamasi
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Anemia
Penyakit neurivaskular/penyakit vaskular perifer
Vasodilatasi/syok
Berhubungan dengan penurunan kemampuan berkeringat :
Tindakan
Berhubungan dengan efek pendinginan :
Infus cairan parenteral/transfusi darah
Dialisis
Selimut pendingin
Ruangan operasi
Situasional
Berhubungan dengan pemajanan terhadap hujan, angin, pemajanan terhadap panas
matahari
Berhubungan dengan kelembaban yang berlebihan
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai
Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol
Berhubungan dengan dehidrasi/malnutrisi
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif :
Bayi baru lahir
Bayi prematur
Lanjut usia

2.

Hipotermia
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penurunan
suhu tubuh terus-menerus dibawah 35, 5C per rektal karena peningkatan kerentanan
terhadap faktor-faktor eksternal.
Faktor yang berhubungan :
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan panas, hujan, angin
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Berat badan yang ekstrim
Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol
Berhubungan dengan dehidrasi
Berhubungan dengan inaktivitas
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu takefektif :
Bayi baru lahir
Lansia
Data mayor :
Suhu dibawah 35,5C per rektal
Kulit dingin
Pucat (sedang)
Menggigil (ringan)
Data minor :
Kekacauan mental/ngantuk/gelisah
Penurunan nadi dan pernapasan
Kakeksia/malnutrisi
Kriteria hasil :
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipotermia.
2. Menghubungkan metoda mempertahankan kehangatan/pencegahan kehilangan
panas.
3. mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.

Intervensi :
1. Ajarkan klien untuk mengurangi pemajanan terhadap lingkungan dingin yang lama.
2. Jelaskan pada anggota keluarga bahwa neonatus, bayi dan lanjut usia lebih rentan
terhadap kehilangan panas.
3. Ajarkan tanda-tanda awal hipotermia : kulit dingin, pucat, menggigil.
4. Jelaskan perlunya minum air 8-10 gelas setiap hari
5. Jelaskan perlunya menghindari alkohol pada cuaca yang sangat dingin.
6. Ajarkan untuk mengenakan pakaian ekstra.
3.

Hipertermia :
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan
suhu tubuh terus-menerus diatas 37,8 per oral atau 38,8C per rektal karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.
Faktor yang berhubungan :
Tindakan
Berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk berkeringat :
(Pengobatan khusus)
Situasional
Berhubungan dengan pemajanan pada panas (matahari)
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Berat badan yang ekstrim
Dehidrasi
Berhubungan dengan insufisiensi hidrasi untuk aktivitas yang berat
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif :
Bayi baru lahir
Bayi prematur
Lanjut usia
Data mayor :
Suhu lebih tinggi 37,8 per oral atau 38,8C per rektal
Data minor :
Kulit kemerahan
Hangat bila disentuh
Frekwensi pernapasan meningkat

Takikardi
Merinding
Dehidrasi
Nyeri atau sakit yang spesifik atau umum (mis; sakit kepala, pegal-pegal)
Malaise/keletihan/kelemahan
Kehilangan nafsu makan
Kriteria hasil :
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipertermia.
2. Menghubungkan metoda pencegahan hipertermia.
3. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi :
1. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekuat
(sedikitnya 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal)
untuk mencegah dehidrasi
2. Pantau masukan dan haluaran.
3. Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau aktivitas
yang direncanakan.
4. Ajarkan pentingnya peningkatan masukan cairan selama cuaca panas dan latihan
5. Jelaskan mengapa anak-anak dan lansia lebih berisiko terhadap hipertermia.
6. Jelaskan perlunya menghindari alkohol, kafein, dan makan banyak dan makanan
berat selama cuaca panas.
7. Jelaskan pentingnya mengenakan pakaian longgar, tipis dan menyerap keringat
8. Ajarkan tanda-tanda awal hipertermia atau serangan panas : Kulit kemerahan,
keletihan, sakit kepala, kehilangan nafsu makan.
4.

Takefektif termoregulasi
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif dengan
adanya ketidaksesuaian atau perubahan faktor-faktor eksternal.
Faktor yang berhubungan
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan
Berhubungan dengan benda-benda yang basah dan dingin (pakaian, tempat tidur)
Berhubungan dengan permukaan tubuh yang basah
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan cuaca
Maturisional
Berhubungan dengan terbatasnya regulasi kompensasi metabolik

Usia lanjut
Bayi baru lahir
Kriteria hasil :
Bayi akan
1. Mempunyai suhu antara 36,4-37,5C.
Orang tua akan
1. Menjelaskan teknik untuk menghindari kehilangan panas dirumah.
Intervensi :
1. Kurangi atau hilangkan sumber-sumber kehilangan panas pada bayi
a. Evaporasi
- Saat mandi, siapkan lingkungan yang hangat.
- Basuh dan keringkan setiap bagian untuk mengurangi evaporasi
- Batasi waktu kontak dengan pakaian atau selimut basah
b. Konveksi
- Hindari aliran udara (pendingin udara, kipas angin, lubang angin terbuka)
c. Konduksi
- Hangatkan seluruh barang-barang untuk perawatan (stetoskop, timbangan, tangan
pemberi perawatan, baju, sprei)
d. Radiasi
- Kurangi benda-benda yang menyerap panas (logam)
- Tempatkan ayunan bayi tempat tidur jauh dari tembok (diluar) atau jendela jika
mungkin.
2. Pantau suhu tubuh bayi
a. Jika suhu dibawah normal
- Selimuti dengan dua selimut
- Pasang tutup kepala
- Kaji sumber-sumber lingkungan untuk kehilangan panas
- Jika hipotermia menetap lebih dari 1 jam, rujuk kepada yang lebih ahli.
- Kaji terhadap komplikasi stres dingin, hipoksia, asidosis respiratorik, hipoglikemi,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penurunan berat badan
b. Jika suhu diatas normal
- Lepaskan selimut
- Lepaskan tutup kepala, jika dikenakan
- Kaji suhu lingkungan sekali lagi
- Jika suhu hipertermia menetap lebih dari 1 jam, laporkan dokter.
3. Ajarkan pemberi perawatan mengapa bayi rentan terhadap suhu (panas dan dingin)
a. Peragakan cara untuk penghematan panas selama mandi.
b. Intruksikan bahwa tidak perlu mengukur suhu secara rutin dirumah
c. Ajarkan untuk mengukur suhu jika bayi panas, sakit, atau peka rangsang
4. Ajarkan lanjut usia mengapa mereka rentan terhadap cuaca panas dan dingin
5. Rujuk ke hipotermia dan hipertermia untuk pencegahan

5.

Kerusakan pertukaran gas


Definisi
Keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan jalannya gas (O2 dan CO2)
yang aktual atau risiko antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
Faktor yang berhubungan
Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan.
Data mayor
Dispnea saat melakukan aktivitas
Data minor
Bingung/agitasi.
Kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik (duduk, 1 tangan pada setiap lutut,
condong kedepan).
Bernapas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama.
Letargi dan keletihan.
Peningkatan tahanan vaskular pulmonal.
Penurunan motilitas lambung.
Penurunan isi oksigen, penurunan saturasi O2, penurunan PCO2 seperti yang
diperlihatkan oleh hasil analisa gas darah.
Sianosis.

6.

Ketidakmampuan meneruskan ventilasi spontan


Definisi
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mempertahankan pernapasan yang
adekuat untuk mendukung kehidupannya. Ini dilakukan karena penurunan gas arteri,
peningkatan kerja pernapasan, dan penurunan energi.
Data mayor
Dispnea
Peningkatan laju metabolik
Data minor
Peningkatan kegelisahan
Ketakutan

Peningkatan penggunaan otot-otot tambahan pernapasan


Penurunan tidal volume
Peningkatan frekuensi jantung
Penurunan PO2
Penurunan SatO2
Catatan :
Diagnosa ini menggambarkan ketidakcukupan pernapasan dengan penyesuaian
perubahan metabolik yang bertentangan dengan kehidupan. Situasi ini memerlukan
penatalaksanaan keperawatan dan medis yang cepat. Ketidakmampuan untuk
bernapas spontan secara terus-menerus merupakan masalah kolaboratif yaitu
hipoksemia. Tanggung gugat keperawatan adalah untuk terus-menerus mamantau
status dan untuk mengatasi perubahan dalam status dengan intervensi yang sesuai
menggunakan protokol.
7.

Ketidakefektifan pola pernapasan


Definisi
Keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual atau
risiko yang berhubungan dengan perubahan pola pernapasan.
Faktor yang berhubungan
Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan.
Data mayor
Perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan (dari nilai dasar)
Perubahan pada nadi
Data minor
Ortopnea, takipnea, hiperpnea, hiperventilasi.
Pernapasan disritmik
Pernapasan sukar/berhati-hati.
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami pertukaran gas
pada paru-paru.
2. Menyatakan faktor-faktor penyebab, jika diketahui dan menyatakan cara-cara
adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut.

Intervensi
1. Pastikan individu bahwa tindakan tersebutu dilakukan untuk menjamin keamanan.
2. Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan
meminta individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, Sekarang
perhatikan saya dan bernapaslah perlahan-lahan bersama saya seperti ini.
3. Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali
ekspirasi udara.
4. tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih
efektif.
5. Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol
pernapasan secara sadar apabila penyebabnya tidak diketahui.
6. Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda
penanganan yang efektif.
8.

Ketidakefektifan bersihan jalan napas


Definisi
Suatu keadaan dimana individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau risiko
pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan batuk secara efektif.
Faktor yang berhubungan
Lihat Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan.
Data mayor
Batuk tidak efektif atau tidak ada batuk
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas.
Data minor
Bunyi napas abnormal
Frekwensi, irama kedalaman pernapasan abnormal
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Tidak mengalami aspirasi
2. Menunjukkan batuk efektif dan peningkatan pertukaran gas dalam paru-paru.

Intevensi
1. Instruksikan individu untuk melakukan metode batuk terkontrol yang tepat
a. Napas dalam dan selambat mungkin dengan posisi duduk setegak mungkin.
b. Gunakan pernapasan diafragma.
c. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan sebanyak
pernapasan ini jika mungkin melalui mulut (rangka iga bawah dan abdomen harus
turun)
d. Ambil napas kedua, tahan, batukkan dengan kuat dari dada (bukan dari
belakang mulut atau tenggorokan), gunakan dua batuk pendek yang benar-benar
kuat.
2. Kaji adanya program analgesik.
a. Kaji apakah individu terlalu lesu.
b. Kaji apakah individu masih merasa nyeri.
3. Lakukan batuk apabila individu tampak mempunyai tingkat penyembuhan nyeri
terbaik dengan tingkat kewaspadaan dan penampilan fisik yang optimal.
4. Bebat insisi abdomen atau dada dengan tangan, bantal atau keduanya.
5. Pertahankan hidrasi yang adekuat.
6. Pertahankan kelembaban udara inspirasi adekuat.
7. Rencanakan periode istirahat (setelah batuk, sebelum makan)
8. Latih dengan semangat dan anjurkan batuk, menggunakan penguatan yang positif.
9. Lanjutkan dengan penyuluhan kesehatan dengan penguatan hal-hal yang penting
dalam perawatan. Hargai dan anjurkan usaha dan kemajuan individu yang baik.
9.

Risiko terhadap perubahan fungsi pernapasan


Definisi
Keadaan dimana individu berisiko mengalami suatu ancaman pada jalannya udara
yang melalui saluran pernapasan dan pada pertukaran gas (O2-CO2) antara paru-paru
dan sistem vaskular.
Faktor yang berhubungan
Patifisiologis
Berhubungan dengan sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan
Infeksi
Fibrosis kistik
Influensa

Berhubungan dengan imobilitas, sekresi statis, dan batuk tidak efektif


Penyakit persarafan (Sindrom guillain barre, miastenia gravis)
Depresi sistem saraf pusat/trauma kepala
Cedera serebrovaskular (stroke)
Quadriplegia
Tindakan
Berhubungan dengan imobilitas
Efek sedasi dari medikasi
Anestesia umum atau spinal
Berhubungan dengan supresi refleks batuk
Berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi.
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan imobilitas
Pembedahan atau trauma
Nyeri, ketakutan, ansietas
Keletihan
Kerusakan persepsi/kognitif
Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau rendah
Berhubungan dengan hilangnya mekanisme pembersiha siliar, respons inflamasi, dan
peningkatan pembentukan lendir.
Merokok
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan perubahan fungsi pernapasan
Lihat faktor yang berhubungan
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Melakukan latihan napas dalam setiap jam (menghela napas panjang) dan latihan
batuk sesuai kebutuhan.
2. Mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.
3. Mengutarakan pentingnya latihan paru-paru setiap hari.
Intervensi
1. Kaji terhadap adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau
depresi pernapasan yang minimal.
2. Beri semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah konsisten dengan rencana
perawatan medis.
3. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tidur duduk dikursi
beberapa kali sehari.
4. Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan
meningkat dan dispneu akan menurun dengan melakukan latihan.
5. Bantu untuk reposisi, mengubah-ubah posisi tubuh dengan sering dari satu sisi ke
sisi yang lainnya.
6. Beri semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk yang

terkontrol 5 kali setiap jam.


7. Ajarkan individu untuk menggunakan botol tiup atau spirometer setiap jam saat
bangun.
8. Auskultasi bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan bunyi
napas.
10.

Risiko terhadap risiko penularan infeksi


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu berisiko untuk menyebarkan agen-agen pathogen
atau oportunistik kepada orang lain.
Faktor-faktor risiko
Lihat faktor yang berhubungan
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Berhubungan dengan
Kolonisasi organisme yang sangat resisten antibiotik
Pemajanan penularan melalui udara
Pemajanan penularan kontak (langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet)
Pemajanan penularan melalui sarana angkutan
Pemajanan penularan melalui vektor
Tindakan
Berhubungan dengan material yang menimbulkan infeksi berbahaya
Berhubungan dengan kondisi tempat tinggal yang tidak bersih (pembuangan limbah,
higiene pribadi)
Berhubungan dengan area dipertimbangkan berisiko tinggi terhadap penyakit yang
menular melalui vektor (malaria, rabies).
Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sumber-sumber atau pencegahan
infeksi.
Berhubungan dengan penggunaan obat intravena.
Berhubungan dengan pola-pola seksual multiple
Maturisional
Bayi baru lahir
Berhubungan dengan lahir di luar lingkungan pelayanan kesehatan
Berhubungan dengan pemajanan ibu terhadap penyakit menular selama periode
prenatal atau perinatal.

Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi.
2. Menggambarkan cara penularan penyakit.
3. memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit.
Intervensi
1. Identifikasi penjamu yang rentan berdasarkan pada fokus pengkajian terhadap
faktor-faktor risiko dan riwayat pemajanan.
2. Identifikasi cara penularan berdasarkan pada agen-agen penginfeksi.
a. Melalui udara
b. Kontak
- Langsung
- Tidak langsung.
- Kontak dengan droplet.
c. Penularan melalui media makanan, air, darah.
d. Penularan melalui vektor (serangga, hewan)
3. Lakukan tingkat kewaspadaan isolasi yang sesuai. Konsulkan dengan praktisioner
pengendalian infeksi.
4. Amankan ruangan yang digunakan, tergantung pada jenis infeksi dan praktek
higiene dari orang yang terinfeksi.
5. Mengikuti Tingkat Kewaspadaan Pencegahan Infeksi Universal.
6. Rujuk pada praktisioner pengendalian infeksi untuk tindak lanjut.
7. Ajarkan klien mengenai rantai infeksi dan tanggung jawab pasien baik di rumah
sakit maupun di rumah.
11.

Risiko terhadap infeksi


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan
oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber
eksternal, sumber-sumber eksogen dan endogen.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan tubuh penjamu
Penyakit kronis
Kanker
Gagal ginjal
Artritis
Gangguan hematologi

Diabetes mellitus
Gangguan hepatik
Gangguan pernapasan
Penyakit kolagen
Gangguan yang diturunkan
Alkoholisme
Imunosupresi
Imunodefisiensi
Perubahan atau insufisiensi leukosit
Diskrasia darah
Perubahan sistem integumen
Penyakit periodontal
Berhubungan dengan melemahnya sirkulasi
Limfaedema
Obesitas
Penyakit vaskuler perifer
Tindakan
Berhubungan dengan tempat masuknya organisme
Pembedahan
Dialisis
Nutrisi parenteral total
Adanya saluran invasif
Intubasi
Pemberian makan enteral
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu
Terapi radiasi
Transplan organ
Terapi obat-obatan (mis; kemoterapi, imunosupresan)
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu
Immobilisasi berkepanjangan
Masa tinggal di rumah sakit meningkat
Malnutrisi
Stres
Merokok
Riwayat infeksi
Berhubungan dengan masuknya organisme
Trauma
Periode postpartum
Gigitan (hewan, manusia, serangga)
Cedera termal
Lingkungan hangat, lembab, gelap (lipatan kulit, bidai)
Berhubungan dengan kontak agen-agen menular (nosokomial atau yang didapat dari
komunitas)
Maturisional
(Bayi baru lahir)

Berhubungan dengan peningkatan kerentanan bayi


Kurangnya antibodi maternal
Kurangnya flora normal
Luka terbuka (umbilikus, sirkumsisi)
(Bayi/anak)
Berhubungan dengan kerentanan
Kurang imunisasi
(Lansia)
Berhubungan dengan kerentanan lansia
Kondisi yang melemah
Penurunan respons imun
Penyakit kronis multiple
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Memperlihat teknik cuci tangan yang sangat cermat.
2. Bebas dari proses infeksi nosokomial selama perawatan di rumah sakit
3. Memperlihatkan kemampuan tentang faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan
infeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi
Intervensi
1. Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial
a. Kaji terhadap prediktor
- Infeksi (prabedah)
- Operasi abdomen atau thoraks
- Operasi lebih dari 2 jam
- Prosedur genitouranius
- Instrumentasi (ventilator, pengisap, kateter, nebulizer, trakeostomi, alat pemantau
invasif)
- Aestesia
b. Kaji terhadap faktor-faktor yang mengacaukan
- Usia lebih muda dari 1 tahun, atau lebih tua dari 65 tahun
- Obesitas
- Kondisi-kondisi penyakit yang mendasari (PPOK, DM, penyakit kardiovaskuler)
- Penyalahgunaan obat terlarang
- Status nutrisi
- Perokok
2. Kurangi organisme-organisme yang masuk ke dalam tubuh
a. Cuci tangan dengan cermat
b. Teknik antiseptik
c. Tindakan isolasi
d. Diagnostik yang perlu atau prosedur terapeutik
e. Pengurangan mikroorganisme yang dapat ditularkan melalui udara
3. Lindungi individu yang defisit imun dari infeksi

a. Instruksikan individu untuk meminta kepada seluruh pengunjung dan personil


untuk mencuci tangan sebelum mendekati individu.
b. Batasi pengunjung bila memungkinkan
c. Batasi alat-alat invasif (IV, spesimen laboratorium) untuk yang benar-benar perlu
saja.
d. Ajarkan individu dan anggota keluarga tanda dan gejala infeksi
4. Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
a. Dorong dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diet (lihat Perubahan
nutrisi).
b. Pantau penggunaan atau penggunaan berlebihan terapi antimikroba.
c. Berikan terapi antimikroba yang telah diresepkan dalam 15 menit dari waktu yang
dijadwalkan
d. Minimalkan lamanya tinggal di rumah sakit
5. Amati terhadap manifestasi klinik infeksi (mis; demam, urine keruh, drainase
purulen)
6. Instruksikan individu dan keluarga mengenal penyebab, risiko-risiko dan kekuatan
penularan infeksi.
7. Laporkan penyakit-penyakit menular.
12.

Perubahan perfusi jaringan perifer


Definisi
Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan
dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam
suplai darah kapiler.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan perlemahan aliran darah
(Gangguan vaskuler)
Arteriosklerosis
Hipertensi
Aneurisma
Trombosis arteri
Trombosis vena dalam
Penyakit vaskuler kolagen
Artritis reumatoid
Diabetes mellitus
Diskariasis darah (gangguan trombosit)
Gagal ginjal
Kanker/tumor
Varises
Penyakit burgers

Krisis sel sabit


Sirosis alkoholisme
Tindakan
Berhubungan dengan imobilisasi
Berhubungan dengan adanya aliran invasif
Berhubungan dengan tekanan pada tempat/konstriksi (balutan, stocking)
Berhubungan dengan trauma pembuluh darah
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tekanan dari uterus yang membesar pada sirkulasi perifer
Berhubungan dengan tekanan dari abdomen yang membesar pada pelvik dan sirkulasi
perifer
Berhubungan dengan pengumpulan venosa yang tergantung
Berhubungan dengan hipotermia
Berhubungan dengan efek vasokonstriksi dari tembakau
Berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi : dehidrasi
Data mayor
Penurunan atau tidak adanya denyut nadi
Perubahan warna kulit
Pucat (arteri)
Sianosis (Vena)
Hiperemi reaktif (arteri)
Perubahan suhu kulit
Lebih dingin (arteri)
Lebih hangat (vena)
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktro yang meningkatkan sirkulasi perifer
2. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu
3. Mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan
vasodilatasi
4. Melaporkan penurunan dalam nyeri
5. Menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan
Intervensi
1. Ajarkan individu untuk
a. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung
b. Mempertahankan ekstremitas yang hangat (jangan mengunakan bantalan pemanas
atau botolair panas, karena individu dengan penyakit vaskuler perifer dapat
mengalami gangguan sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas
merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan
kebutuhan metabolis dari jaringan melewati batas kapasitasnya.

c. Kurangi risiko trauma


- Ubah posisi sedikitnya setiap jam
- Hindari menyilangkan kaki
- Kurangi penekanan eksternal (mis; sepatu sempit)
- Hindari pelundung tumut dari kulit
- Dorong latihan rentang gerak
2. Rencanakan suatu program berjalan setiap hari
a. Instruksikan individu dalam alasan untuk program
b. Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan
c. Instruksikan untuk menghindari peningkatan dalam latihan sampai dikaji oleh
dokter terhadap masalah jantung
d. Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot.
3. Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena
a. Tinggikan ekstremitas diatas jantung, kecuali ada kontraindikasi mis; penyakit
jantung, gangguan pernapasan.
b. Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah tergantung untuk jangka waktu
lama.
c. Pertimbangkan penggunaan balutan atau stocking elastis dibawah lutut untuk
mencegah statis vena.
d. Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena.
- Hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur.
- Hindari penyilangan tungkai bawah
- Ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam
- Hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stocking tipis diatas lutut.
4. Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu berisiko trombosis vena
dalam atau jika hal ini dicurigai
5. Ajarkan individu untuk
a. Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat, bila tidak bisa
dihindari bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam.
b. Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik
terhadap infeksi)
c. Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin
d. Gunakan kaos kaki katun atau wol
e. Hindari dehidrasi dalam cuaca panas
f. Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki.
- Cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari
- Tidak merandam kedua kaki
- Hindari sabun keras atau kimia termasuk iodine pada kaki
- Pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus
g. Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan
h. Gunakan kaus kaki bersih
i. Gunakan sepatu yang menopang, cocok, dan nyaman
j. Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar.
6. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko
a. Diet :
- Hindari makanan tinggi kolesterol

- Modifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi


- Rujuk ke ahli gizi
b. Teknik relaksasi untuk mengurangi efek strs
c. Berhenti merokok
d. Program latihan
13.

Perubahan pada pola eliminasi urinarius


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami disfungsi
eliminasi urine
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Berhubungan dengan inkompeten outlet kandung kemih
Anomali saluran kemih kongenital
Berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung kemih atau iritasi kandung kemih
Infeksi
Trauma
Uretritis
Glikosuri
Karsinoma
Berhubungan dengan penurunan isyarat kandung kemih atau kerusakan kemampuan
untuk mengenali isyarat kandung kemih
Infeksi/trauma/cedera medulla spinalis
Infeksi/trauma/cedera otak
Cedera serebrovaskular
Penyakit demielinisasi
Multiple sklerosis
Neuropati alkohol
Parkinsonisme
Tindakan yang berhubungan
Berhubungan dengan efek pembedahan pada sfingter kandung kemih
Pasca Prostatektomi
Diseksi pelvik ekstensif
Berhubungan dengan instrumentasi diagnostik
Berhubungan dengan penurunan tonus kandung kemih
Anastesi umum atau spinal
Terapi obat
Antihistamin
Epinefrin
Antikolinergik
Sedatif
Tranqulizer

Relaksan otot
Kateter pasca indwelling
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan kelemahan otot dasar panggul
Obesitas
Penuaan
Penurunan berat badan yang baru dialami
Kelahiran anak
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan
Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih
Impaksi fekal/konstipasi kronis
Berhubungan dengan penurunan tonus otot kandung kemih
Depresi
Supresi intensional (dekondisi yang disebabkan diri sendiri)
Kekacauan mental
Dellirium
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi pada saat yang
diperlukan
Kerusakan mobilitas
Penggunaan kafein/alkohol
Maturisional
(Anak-anak)
Berhubungan dengan kapasitas kandung kemih yang kecil
Berhubungan dengan kurang motivasi
Data mayor
Melaporkan atau mengalami masalah eliminasi urine, seperti
Dorongan berkemih
Sering berkemih
Keragu-raguan
Nokturia
Enuresis
Menetes
Distensi kandung kemih
Inkontinens
Volume urine residu yang banyak
Kriteria hasil
Individu akan
1. Menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam)
2. Mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan

Intervensi
1. Pertahankan hidrasi optimal
a. Tingkatkan hidrasi 2000-3000 ml/hari, kecuali ada kontraindikasi.
b. Bagi jarak cairan setiap 2 jam
c. Kurangi masukan cairan setelah jam 19.00
d. Kurangi masukan kopi, teh, cola pekat, alkohol, dan jus grapefruit
e. Hindari jumlah masukan jus tomat dan jus jeruk yang besar karena cairan tersebut
cenderung membuat urine menjadi basa
2. Pertahankan nutrisi yang adekuat untuk menjamin eliminasi usus sedikitnya sekali
setiap 3 hari
3. Tingkatkan berkemih
a. Pastikan privasi dan rasa nyaman.
b. Gunakan fasilitas toilet, jika mungkin, daripada bedpan
c. Berikan klien pria kesempatan berdiri.
d. Bantu individu dengan bedpan untuk memfleksikan lututnya.
e. Ajarkan evaluasi postural (membungkuk ke depan saat duduk diatas toilet)
4. Tingkatkan integritas personal dan berikan motivasi untuk meningkatkan kontrol
kandung kemih.
5. Tunjukkan pada individu bahwa inkontinens dapat disembuhkan atau sedikitnya
dikontrol untuk mempertahankan martabat.
6. Harapkan pada individu untuk menjadi kontinen (mis; sarankan menggunakan
pakaian ketat, jangan sarankan menggunakan bedpan)
7. Tingkatkan integritas kulit
a. Identifikasi individu yang berisiko mengalami ulkus akibat tekanan.
b. Cuci area, bilas, dan keringkan dengan baik setelah episiode inkontinens.
c. Gunakan salep pelindung, jika diperlukan.
8. Kaji pola berkemih
a. Waktu dan jumlah masukan cairan
b. Tipe cairan
c. Jumlah inkontinen
d. Jumlah berkemih, apakan volunter atau involunter
e. Adanya sensasi keinginan untuk berkemih
f. Jumlah retensi
g. Jumlah residual
h. Jumlah urine yang dikeluarkan
i. Identifikasi aktivitas tertentu yang mengawali berkemih (mis;gelisah, berteriak,
latihan)
9. Jadwalkan masukan cairan dan waktu berkemih.
10. Jadwalkan program keteterisasi intermitten
a. Jelaskan alasan untuk program kateterisasi
b. Jelaskan hubungan masukan cairan dan frekwensi kateterisasi
c. Jelaskan pentingnya pengosongan kandung kemih pada waktu yang telah
dijadwalkan.

11. Ajarkan pencegahan infeksi saluran kemih (ISK)


a. Beri dorongan pengosongan kandung kemih secara teratur.
b. Pastikan masukan cairan yang adekuat.
c. Jaga keasaman urine, hindari jus jeruk nipis, cola pekat, kopi.
12. Ajarkan individu untuk memantau tanda-tanda dan gejala-gejala ISK
a. Peningkatan mukus dan sedimen
b. Darah dalam urine
c. Perubahan dalam warna
d. Peningkatan suhu, menggigil, gemeteran
e. Perubahan sifat urine
f. Nyeri supra pubik
g. Nyeri berkemih
h. Dorongan berkemih
i. Nyeripunggung bawah dan atau nyeri panggul
14.

Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh


Definisi
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penambahan
berat badan yang berhubungan dengan masukan yang melebihi kebutuhan metabolik.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Berhubungan dengan perubahan pola kepuasan
Obat-obatan (Kortikosteroid, antihistamin)
Radiasi (penurunan indera pengecapan dan penciuman)
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan risiko kenaikan berat badan lebih dari 25-39 pon saat hamil
Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan nutrisi dasar
Maturisional
(Orang dewasa/lansia)
Berhubungan dengan penurunan pola aktivitas dan penurunan kebutuhan metabolik.
Data mayor
Kelebihan berat badan (10% lebih tinggi dari standar tubuh ideal)
Obesitas (20% lebih tinggi dari standar tubuh ideal)
Lipatan kulit trisep lebih besar dari 15 mm pada pria, dan 25 mm pada wanita
Data minor
Melaporkan adanya pola makan yang tidak diinginkan
Masukan melebihi kebutuhan metabolik
Pola aktivitas monoton

Kriteria hasil
Individu akan
1. Mengalami peningkatan penggunaan aktivitas dengan penurunan berat badan.
2. Menjelaskan hubungan antara aktivitas dengan berat badan.
3. Mengidentifikasi pola makan yang menunjang penambahan berat badan
4. Penurunan berat badan
Intervensi
1. Tingkatkan kesadaran individu tentang tipe/jumlah makanan yang dikonsumsi
a. Instruksikan individu untuk menyimpan buku harian diet selama satu minggu.
- Apa, kapan, dimana, dan mengapa dimakan?
- Apakah melakukan hal lain (mis; menonton TV, persiapan makan malam)
- Emosi tepat sebelum makan
- Keberadaan orang lain
b. Tinjau ulang buku harian diet dengan individu untuk menunjukkan pola (mis;
waktu, tempat, orang-orang, emosi, makanan)
c. Tinjau ulang item-item makanan yang tinggi dan rendah kalori.
2. Bantu individu untuk menetapkan tujuan yang realistis (mis; dengan menurunkan
masukan oral 500 kalori akan mengakibatkan penurunan berat badan 1-2 pon setiap
minggu)
3. Ajarkan teknik-teknik modifikasi perilaku
a. Makan hanya pada tempat khusus di rumah (mis;meja makan)
b. Jangan makan saat melakukan aktivitas lain seperti membaca atau menonton TV,
makan hanya apabila duduk.
c. Minum 240 cc air sebelum makan.
d. Gunakan piring kecil, sehingga porsi kelihatan lebih banyak.
e. Siapkan porsi kecil, hanya cukup untuk makan dan kelebihan sisa disingkirkan.
f. Jangan pernah makan dari piring orang lain.
g. Makan pelan-pelan dan kunyah dengan seksama.
h. Letakkan peralatan makan dan tunggu 15 detik antara gigitan.
i. Makan kudapan rendah kalori yang perlu dikunyah untuk kepuasan kebutuhan oral
(wortel, seledri, apel)
j. Kurangi cairan berkalori; minum diet soda atau air.
4. Rencanakan program berjalan harian dan secara bertahap tingkatkan kecepatan dan
jarak berjalan.
a. Mulai dengan 500 m sampai 1 km/hari; tambahkan 100m/minggu.
b. Tingkatkan dengan perlahan
c. Hindari menahan atau mendorong terlalu keras dan menjadi terlalu letih.
d. Hentikan segera jika tanda berikut ini terjadi:
- Rasa sesak atau nyeri dada.
- Sangat sukar bernapas.
- Sakit terasa melayang.
- Pening.
- Kehilangan kontrol otot.

- Mual.
e. Tetapkan waktu teratur dalam sehari untuk latihan, dengan tujuan 3-5 kali
seminggu dengan durasi 15-45 menit dan dengan frekuensi jantung 80% dari tes
stress atau penghitungan kasar (170x/menit untuk usia 20-29 tahun; 160x/menit untuk
usia 30-39 tahun; 150x/menit untuk usia 40-49 tahun; 140x/menit untuk usia 50-59
tahun).
15.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


Definisi
Suatu keadaan dimana individu yang tidak mengalami puasa atau yang berisiko
mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak
adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna
kalori yang mencukupi
Luka bakar
Infeksi
Ketergantungan bahan-bahan kimia
Kanker
Trauma
Berhubungan dengan disfagia
Cedera serebrovaskular
Sklerosis amiotrofik lateral
Serebral palsi
Parkinsons
Kelainan neurovaskuler
Distrofi otot
Berhubungan dengan penurunan penyerapan nutrien
Penyakit Crohns
Fibrosis kistik
Intoleransi laktosa
Berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan
Pernurunan tingkat kesadaran
Berhubungan dengan muntah yang dirangsang sendiri, menolak untuk makan
Anoreksia nervosa
Berhubungan dengan keengganan untuk makan karena takut akan keracunan
Perilaku paranoid
Berhubungan dengan anoreksia, agitasi fisik berlebihan
Kelainan bipolar
Berhubungan dengan anoreksia dan diare
Infeksi protozoa

Berhubungan dengan muntah, anoreksia, kerusakan pencernaan


Pankreatitis
Berhubungan dengan anoreksia, kerusakan metabolisme lemak dan protein, dan
kerusakan penyimpanan vitamin
Sirosis
Tindakan
Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk
penyembuhan luka
Pembedahan
Medikasi
Rekonstruksi bedah mulut
Kawat rahang
Terapi radiasi
Berhubungan dengan ketidakadekuatan absorpsi sebagai efek dari
Kolkisin
Piremetamin
Antasida
Neomisin
Asam para-Aminosalisilat
Berhubungan dengan penurunan masukan oral, ketidaknyamanan mulut, mual,
muntah
Terapi radiasi
Kemoterapi
Tonsilektomi
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan
Anoreksia
Depresi
Stres
Isolasi sosial
Mual dan muntah
alergi
Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang nutrisi yang adekuat
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengunyah
Kerusakan gigi atau tidak punya gigi
Pemasangan gigi palsu tidak kuat
Maturisional
Berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan
Kurang stimulasi emosional/sensori
Kurang pengetahuan tentang pemberi asuhan
Berhubungan dengan malabsorpsi, batasan diet, dan anoreksi
Penyakit seliaka
Intoleransi laktosa
Fibrosis kistik
Berhubungan dengan kesulitan menghisap (bayi) dan disfagia
Serebral palsi

Bibir sumbing atau palatum


Berhubungan dengan ketidakadekuatan menelan, keletihan, dan dispnea
Penyakit jantung kongenital
Prematuritas
Data mayor
Melaporkan ketidakadekuatan masukan makanan kurang dari masukan makanan yang
dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan
Kebutuhan-kebutuhan metabolik aktual atau risiko dalam masukan nutrisi yang
berlebihan.
Data minor
Berat badan 10%-20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi badan
Lipatan kulit trisep, lingkar lengan tengah kurang dari 60% standar pengukuran
Kelemahan otot dan nyeri tekan
Peka rangsang mental dan kekacauan mental
Penurunan albumun serum
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Meningkatkan masukan oral
2. Menjelaskan faktor-faktor penyebab bila diketahui
3. Menjelaskan rasional dan prosedur untuk pengobatan
Intervensi
1. Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat. Konsulkan pada ahli
gizi.
2. Timbang berat badan setiap hari, pantau hasil pemeriksaan laboratorium
3. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.
4. Ajarkan individu untuk menggunakan penyedap rasa untuk membantu
meningkatkan rasa dan aroma makanan (lemon, mint, cengkeh, kayu manis,
rosemary)
5. Beri dorongan individu untuk makan dengan orang lain (makanan disajikan di
ruang keluarga atau kelompok)
6. Rencanakan perawatan sehingga prosedur yang tidak menyenangkan atau
menyakitkan tidak dilakukan sebelum makan.
7. Berikan kesenangan, suasana yang rileks (tidak terlihat pispot, jangan ramai)
8. Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan bau yang
menyebabkan ingin muntah atau prosedur yang dilakukan mendekati waktu makan.
9. Ajarkan atau bantu individu untuk istirahat sebelum makan.
10. Ajarkan individu untuk menghindari bau masakan-makan yang digoreng, kopi
yang dimasak-jika mungkin.

11. Pertahankan kebersihan mulut sebelum dan sesudah mengunyah.


12. Tawarkan makan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada
lambung (enam kali perhari dengan makanan kecil)
13. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/kalori sangat tinggi yang
disajikan pada individu saat ingin makan. (mis; jika kemoterapi dilakukan pagi hari,
sajikan makan pada sore hari menjelang makan).
14. Instruksikan individu yang mengalami penurunan napsu makan untuk :
a. Makan makanan kering saat bangun tidur.
b. Makan makanan asin jika tidak ada pantangan.
c. Hindari makanan yang terlalu manis, menggemukkan, berminyak.
d. Cobalah minuman bening, yang hangat.
e. Minum sedikit-sedikit melalui sedotan.
f. Makan kapan saja bila dapat ditoleransi.
g. Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan lebih sering.
15. Coba suplemen komersial yang tersedia dalam banyak bentuk (bubuk, pudding,
cair)
16. Jika individu mengalami kelainan makan (Townsend, 1994)
a. Tetapkan tujuan-tujuan masukan bersama klien, dokter, dan ahli gizi.
b. Bicarakan tentang keuntungan-keuntungan dari kepatuhan dan konsekuensi dari
ketidakpatuhan.
c. Jika masukan makanan yang harus ditolak, ingatkan dokter.
d. Duduk temani individu selama makan, batasi waktu makan sampai 30 menit.
e. Amati sedikitnya 1 jam sebelum. Temani klien ketika ke kamar mandi.
f. Timbang badan klien saat ia bangun dan setelah berkemih pertama.
g. Berikan dorongan untuk perbaikan, tetapi jangan fokuskan pembicaraan pada
makanan atau cara makan.
h. Sejalan makin membaiknya individu, gali isu-isu tentang citra diri, timbang
kembali, dan awasi.
17. Untuk individu yang hiperaktif
a. Berikan makanan dan minuman yang tinggi protein, tinggi kalori.
b. Tawarkan lebih sering makanan kecil. Hindari makanan yang tidak mengandung
kalori (mis; soda)
c. Berjalan-jalan bersama individu saat diberikan makanan kecil.

16.

Perubahan Kenyamanan : Nyeri


Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam
berespons terhadap suatu rangsangan yang berbahaya.
Faktor yang berhubungan :
Bio-patofisiologis
(Kehamilan)
Berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
Berhubungan dengan trauma pada perineum selama persalinan dan
kelahiran
Berhubungan dengan involusi uterus dan pembengkakan payudara
Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot :
(Gangguan muskuloskeletal)
Fraktur
Kontraktur
Spasme
Artritis
Gangguan medula spinalis
(Gangguan viseral)
Jantung
Hati
Hepatik
Usus
Pulmoner
Kanker
Gangguan vaskuler
Vasospasme
Oklusi
Flebitis
Vasodilatasi (sakit kepala)
Berhubungan dengan inflamasi
Saraf
Tendon
Sendi
Otot
Berhubungan dengan keletihan, malaise dan atau pruritus
Penyakit menular (rubela, cacar air)
Hepatitis
Pankreatitis
Berhubungan dengan pengaruh dari kanker
Berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah-muntah
Berhubungan dengan inflamasi dan otot polos

Batu ginjal
Infeksi gastrointestinal
Tindakan
Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot :
Operasi
Kecelakaan
Luka bakar
Diagnostik : Pungsi vena, skan invasif, biopsi
Berhubungan dengan mual-mual dan muntah-muntah
Kemoterapi
Anestesia
Situasional
Berhubungan dengan demam
Berhubungan dengan imobilisasi/posisi yang tidak tepat
Berhubungan dengan aktivitas yang berlebihan
Berhubungan dengan titik tekanan (bidai yang ketat, balutan elastik)
Berhubungan dengan respons alergi
Berhubungan dengan iritan kimia
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan akan kemandirian tidak terpenuhi
Maturisional
Bayi : kolik
Bayi dan masa anak-anak awal : tumbuh gigi
Masa kanak-kanak : cedera, bertumbuh kembang
Remaja : Sakit kepala, nyeri dada, dismenorea

17.

Nyeri akut
Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan
yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6 bulan atau kurang.
Faktor yang berhubungan :
Rujuk pada Perubahan kenyamanan
Data
Subjektif :
Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan.
Objektif :
Perilaku yang sangat hati-hati, perlindungan.
Memusatkan diri.
Mempersempit fokus (perubahan persepsi waktu, gangguan proses berpikir).
Perilaku distraksi (mengerang, menangis, mondar-mandir, mencari orang lagi,
gelisah).
Raut wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, meringis)
Perubahan tonus otot (tidak bergairah sampai kaku)
Respons-respons autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi), dilatasi
pupil, perubahan frekwensi napas.
Kriteria hasil :
Individu akan
1. Memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan nyeri itu ada.
2. Memperlihatkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan penurunan rasa
nyeri yang memuaskan.
Anak-anak akan, berdasarkan usia dan kemampuannya :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber nyeri.
2. Mengidentifikasi aktivitas yang akan meningkatkan dan menurunkan nyeri.
3. Menggambarkan rasa nyaman dari orang-orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi :
1. Tingkatkan pengetahuan
a. Jelaskan sebab-sebab nyeri kepada individu, jika diketahui.
b. Menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung, jika diketahui.
c. Jelaskan pemeriksaan diagnostik dan prosedur secara detail dengan
menghubungkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan, dan perkiraan
lamanya terjadi nyeri.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut.
3. Hubungkan penerimaan anda tentang respons individu terhadap nyeri.
a. Mengenali adanya rasa nyeri.

b. Mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai nyeri.


c. Memperlihatkan bahwa anda sedang mengkaji nyeri karena anda ingin mengerti
lebih baik (bukan untuk menentukan apakah nyeri tersebut benar-benar ada).
4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau
penanganannya.
5. Bicarakan alasan-alasan mengapa individu dapat mengalami peningkatan atau
penurunan nyeri (mis; keletihan meningkatkan nyeri, distraksi menurunkan nyeri).
a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya
secara pribadi.
b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada
individu yang mengalami nyeri.
c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak
diperlihatkan.
6. Berikan kesempatan kepada individu untuk istirahat selama siang dan waktu tidur
yang tidak terganggu pada malam hari.
7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan
dengan metode lain untuk menurunkan nyeri.
8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur.
9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif
a. Relaksasi
- Intruksikan teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri.
- Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masase, atau mandi air hangat.
- Ajarkan teknik relaksasi khusus (mis; bernapas perlahan, teratur, dan napas dalamkepalkan tinju-menguap)
b. Stimulasi kutan
- Bicarakan dengan individu berbagai metoda stimulasi kulit dan efek-efeknya pada
nyeri.
- Bicarakan setiap metoda berikut ini dan tindakan kewaspadaannya:
Botol air panas
Bantalan pemanas listrik
Mandi rendam air hangat
Kantung panas lembab
Hangatnya sinar matahari
Selimut dari plastik diatas area yang sakit untuk menahan panas tubuh (mis;lutut,
siku)
- Bicarakan setiap metoda berikut dan tindakan kewaspadaannya:
Handuk dingin (diperas)
Rendaman air dingin
Kantung es
Kantung jeli dingin
Masase es
- Jelaskan manfaat terapeutik dari preparat mentol dan masase/pijat punggung.
10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk
mengkaji efektifitasnya.

12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
(mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).
13. Berikan individu kesempatan untuk membicarakan ketakutan, marah, dan rasa
frustrasinya di tempat tersendiri, pahami kesukaran situasi.
14. Berikan dorongan individu untuk membicarakan pengalaman nyerinya.
15. Untuk anak-anak :
a. Kaji pengalaman nyeri anak
- Tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri, jika mungkin
- Mintalah anak untuk menunjukkan area nyeri.
- Untuk anak-anak dibawah 4-5 tahun gunakan skala Oucher lima wajah dari sangat
senang (1) sampai menangis (5).
- Untuk anak-anak diatas 4 tahun, minta anak untuk membuat peringkat nyeri dengan
menggunakan skala nyeri 0-5 (0=tidak nyeri dan 5=nyeri sekali)
- Tanyakan pada anak apa yang memperingan nyeri dan apa yang membuatnya lebih
buruk.
- Kaji jika takut atau kesepian mempunyai andil terhadap nyeri.
b. Tingkatkan rasa nyaman dengan penjelasan yang jujur dan kesempatan untuk
memilih :
- Katakan sebenarnya, jelaskan
Berapa besar hal itu akan menyebabkan nyeri.
Berapa lama hal itu akan berlangsung.
Apa yang dapat membantu menguranginya.
- Jangan mengancam (mis; jika kamu tetap tidak dapat menahan maka kamu tidak
boleh pulang).
- Jelaskan secara eksplisit dan tekanan pada anak bahwa nyeri bukan merupakan
hukuman.
- Jelaskan pada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada,
tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
- Jelaskan pada anak bahwa prosedur tersebut diperlukan agar dia menjadi lebih
sehat, dan adalah penting untuk menahan sehingga dapat dilakukan dengan cepat.
- Bicarakan dengan orang tua pentingnya menceritakan yang sebenarnya; instruksikan
pada orang tua untuk :
Mengatakan kepada anak kapan mereka pergi dan kapan mereka kembali.
Mengatakan pada anak bahwa mereka tidak dapat menghilangkan nyeri, tetapi bahwa
mereka menemani (kecuali dalam keadaan bila orang tua tidak diijinkan untuk
tinggal)
- Berikan kesempatan pada orang tua untuk berbagi perasaan mereka tentang nyeri
yang dialami oleh anak dan ketidakberdayaan.
c. Persiapankan anak untuk yang menimbulkan nyeri.
- Diskusi prosedur dengan orang tua; pastikan apa yang telah mereka katakan pada
anak.
- Jelaskan prosedur dengan kata-kata yang sesuai usia anak dan tingkat
perkembangannya.
- Katakan ketidaknyamanan yang akan dirasakan (mis; apa yang akan anak rasakan,
kecap, lihat, atau cium).
- Berikan dorongan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum dan

selama prosedur; minta anak menceritakan pada anda apa yang ia pikir akan terjadi
dan mengapa.
- Bicaralah dengan anak (yang cukup besar-diatas 3,5 tahun) bahwa
Anda berharap anak akan dapat menahan bahwa perilaku tersebut membuat anda
senang.
Tidak apa-apa untuk menangis atau meremas tangan anda jika terasa nyeri.
- Agar orang tua dapat hadir menyaksikan prosedur ( terutama untuk anak-anak 18
bulan sampai 5 tahun)
d. Jelaskan pada anak bahwa dia dapat dialihkan perhatiannya dari prosedur jika hal
itu adalah keinginannya (penggunaan distraksi tanpa sepengetahuan anak tentang
ketidaknyamanan yang akan terjadi adalah tidak dianjurkan karena anak akan belajar
untuk tidak percaya)
- Ceritakan sebuah dongeng menggunakan boneka.
- Mintalah anak untuk memberikan nama atau menghitung objek-objek dalam sebuah
gambar.
- Mintalah anak untuk melihat gambar dan menunjuk objek-objek tertentu (Dimana
anjing?)
- Mintalah pada anak untuk bercerita kepada anda tentang binatang kesayangan.
- Mintalah pada anak untuk menghitung kedipan mata anda.
e. Berikan anak privasi selama prosedur yang menyakitkan; gunakan ruang tindakan
daripada tempat tidur anak.
f. Bantulah anak mengatasi akibat nyeri :
- Katakan pada anak kapan prosedur menyakitkan berakhir.
- Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah berakhir.
- Berikan dorongan pada anak untuk membicarakan pengalaman nyeri (menggambar
atau menunjukkannya dengan boneka)
- Berikan dorongan pada anak untuk melakukan prosedur yang menyakitkan dengan
menggunakan peralatan yang sama pada boneka dengan pengawasan.
- Berikan pujian pada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah
ditangani dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku anak (kecuali anak mengamuk
kepada orang lain).
- Beri anak cindera mata tentang nyeri (plester, lencana atas keberhasilannya)

18.

Nyeri kronis
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau intermitten
dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
Faktor yang berhubungan :
Rujuk pada Perubahan kenyamanan.
Data mayor :
Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan (mungkin satu-satunya
pengkajian data yang ada)
Data minor :
Ketidaknyamanan.
Marah, frustrasi, depresi karena situasi.
Raut wajah kesakitan.
Anoreksia, penurunan berat badan.
Insomnia.
Gerakan yang sangat hati-hati.
Spasme otot.
Kemerahan, bengkak, panas.
Perubahan warna pada area yang terganggu.
Abnormalitas refleks.
Kriteria hasil :
Individu akan
1. Mengungkapkan bahwa orang lain mengesahkan bahwa nyeri itu ada.
2. Melakukan tindakan penurun nyeri noninvasif yang dipilih untuk menangani nyeri.
3. Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari.
Intervensi :
1. Kaji pengalaman nyeri individu; tentukan intensitas nyeri pada saat terburuk dan
terbaik.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi ketakutan.
3. Ungkapkan penerimaan anda tentang respons terhadap nyeri
a. Mengakui adanya nyeri.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada keprihatinan terhadap nyeri
individual.
c. Perlihatkan bahwa anda mengkaji nyeri karena anda ingin lebih mengerti.

4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau
penanganannya.
5. Bicarakan alasan-alasan mengapa seorang individu mengalami peningkatan atau
penurunan nyeri.
a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya
secara pribadi.
b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada
individu yang mengalami nyeri.
c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak
diperlihatkan.
6. Berikan individu kesempatan untuk istirahan selama siang dan dengan waktu tidur
yang tidak terganggu pada malam hari.
7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan
dengan metode lain untuk menurunkan nyeri.
8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur.
9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif (rujuk ke intervensi nyeri akut)
10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk
mengkaji efektifitasnya.
12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
(mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).
13. Kaji pengaruh nyeri kronis pada kehidupan individu, melalui individu dan
keluarga.
a. Kinerja (pekerjaan, tanggung jawab peran)
b. Interaksi sosial.
c. Finansial.
d. Kegiatan sehari-hari (tidur, makan, mobilitas, seksual)
e. Kognitif/suasana hati (konsentrasi, depresi)
f. Unit keluarga (respons-respons dari anggota keluarga)
14. Jelaskan hubungan antara nyeri kronis dan depresi.
15. Bicarakan dengan individu dan keluarga berbagai modalitas tindakan yang
tersedia (terapi keluarga, terapi kelompok, modifikasi perilaku, hipnosis,akupuntur,
program latihan).

19.

Perubahan eliminasi usus : Konstipasi


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis
pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan kelainan inervasi, otot- otot dasar pelvis lemah, dan
imobilisasi :
Lesi medula spinalis
Cedera medula spinal
Spina bipida
Demensia
Cedera serebrovaskular (CSV, stroke)
Penyakit neurologis
Berhubungan dengan penurunan kecepatan metabolisme :
Obesitas
Diabetik neuropatik
Uremia
Hipotiroidisme
Hiperparatiroidisme
Berhubungan dengan penurunan peristaltik :
Hipoksia (jantung, pulmoner)
Tindakan
Berhubungan dengan efek samping (khusus) :
Antasida Alumunium
Anestetik Aspirin
Zat besi Fenotiasine
Barium Kalsium
Antikolinergik Diuretik
Narkotik Agen Antiparkinson
Situasional
Berhubungan dengan penurunan peristaltis
Imobilisasi
Kehamilan
Stress
Kurang latihan
Berhubungan dengan ketitakteraturan pola eliminasi
Berhubungan dengan takut akan nyeri
Berhubungan dengan masukan cairan takadekuat

20.

Data mayor
Frekwensi menurun
Feses keras, kering
Mengejan saat mengeluarkan feses
Distensi abdomen
Data minor
Tekanan pada rektal
Sakit kepala, nafsu makan menurun
Nyeri abdomen
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Menjelaskan program terapeutik defekasi
2. melaporkan atau memperlihatkan peningkatan eliminasi usus
3. menjelaskan rasional dari intervensi
Intervensi
1. Ajarkan pentingnya keseimbangan diet
a. Tinjau daftar makanan yang banyak mengandung bulk
- Buah-buahan segar berkulit
- Sekam
- Kacang-kacangan
- Roti dan sereal
- Buah-buahan dan sayuran yang dimasak
- Jus buah
b. Termasuk hampir 800 gr buah-buahan dan sayuran untuk defekasi normal setiap
hari
c. Secara bertahap tingkatkan makanan berserat
d. Anjurkan masukan cairan 2 liter (8-10 gelas) kecuali terdapat kontraindikasi
e. Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi yang dapat
merangsang pengeluaran feses.
f. Tetapkan waktu eliminasi yang teratur
g. Bantu individu untuk berposisi normal agak jongkok untuk memungkinkan
penggunaan optimum otot-otot abdomen dan efek gaya gravitasi.
h. Ajarkan cara untuk memasase dengan ringan di abdomen bagian bawah ketika
sedang di toilet
i. Jika terjadi pengerasan feses, masukan minyak mineral hangat dan biarkan selama
20-30 menit. Gunakan sarung tangan yang diberi pelumas dengan baik, pecahkan
feses yang keras dan buang pecahan-pecahannya. Pantau terhadap stimulasi vagal
(pening, nadi melemah)
j. Jelaskan bahaya penggunaan laksatif dan enema.

21.

Perubahan eliminasi usus : Diare


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami defekasi
sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk.
Faktor yang berhubungan :
Patofisiologis :
Berhubungan dengan malabsorpsi, atau inflamasi
Kwarsiorkor
Gastritis
Ulkus peptikum
Penyakit Crohns
Kanker kolon
Spastis kolon
Diverkulitis
Kolitis ulserativa
Berhubungan dengan defisiensi laksatase
Berhubungan dengan peningkatan peristaltis
Kecepatan metabolik (hipertiroidisme)
Berhubungan dengan proses infeksi
Disentri
Kolera
Malaria
Typhoid
Hepatitis infeksiosa
Berhubungan dengan sekresi lemak yang berlebihan dalam feses :
Disfungsi hepar
Berhubungan dengan inflamasi dan ulserasi dari mukosa gastrointestinal :
Tingginya pembuangan tingginya kadar pembuangan
Tindakan :
Berhubungan dengan malabsorpsi atau inflamasi
Intervensi operasi pada usus
Berhubungan dengan efek samping dari
(khusus) :
Agen tiroid
Antasida
Laksatif
Pelunak feses
Antibiotik
Agen kemoterapi kanker
Berhubungan dengan tingginya pelarut dalam makanan enteral
Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan stres atau ansietas

Berhubungan dengan makanan yang mengiritasi (buah-buahan, sereal)


Berhubungan dengan perjalanan jauh
Berhubungan dengan perubahan bakteri dalam air
Berhubungan dengan bakteri, virus, atau parasit yang tidak ada daya imunnya
Berhubungan dengan peningkatan konsumsi kafein
Maturisional
Bayi
Berhubungan dengan air susu (ibu, formula)
Data mayor :
Feses lunak, cair dan atau
Peningkatan frekwensi defekasi
Data minor :
Dorongan
Nyeri abdomen
Frekwensi bising usus meningkat
Peningkatan dalam keenceran atau volume feses
Kriteria hasil :
Klien akan :
1. Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi jika mengetahuinya.
2. Menjelaskan rasional dari intervensi
3. melaporkan diare berkurang
Intervensi :
1. Kaji faktor-faktor penyebab/yang mempengaruhi : makanan perselang, makanan
terkontaminasi, perjalanan keluar negeri.
2. Kurangi diare
a. Hentikan makanan padat
b. Hentikan pemberian susu formula
c. Hindari produk susu, lemak, buah-buahan, sayur-sayuran.
3. Tingkatkan masukan oral untuk mempertahankan berat jenis normal urine.
4. Perbanyak cairan tinggi kalium dan natrium (air daging)
5. hati-hati terhadap penggunaan cairan yang sangat panas atau dingin.
6. Jelaskan pada klien dan orang terdekat tentang intervensi yang perlu dilakukan
untuk pencegahan mendatang.
7. Jika berhubungan dengan makanan perselang :
a. Ganti selang pada pemberian selanjutnya.
b. Berikan lebih lambat bila terjadi tanda-tanda intoleransi
c. Jika diinginkan, hangatkan didalam air hangat sampai mencapai suhu ruang.
d. Encerkan makanan bila terlalu kental.

e. Ikuti makanan perselang dengan jumlah air yang telah ditentukan untuk menjamin
rehidrasi.
8. Ajarkan tindakan pencegahan yang harus dilakukan bila melakukan perjalanan
keluar negeri.
a. Hindari makanan yang disajikan dingin, salad, susu, keju.
b. Minum-minuman yang mengandung karbonat atau minuman botol.
c. Kupas buah-buahan dan sayuran segar.
9. Jelaskan cara untuk mencegah penyebaran infeksi (cuci tangan, penyimpanan yang
tepat, memasak, dan menangani makanan).

22.

Kurang perawatan diri : mandi/hygiene


Definisi
Keadaan dimana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk melaksanakan
atau menyelesaikan mandi/aktivitas kebersihan diri
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan kurang koordinasi
Berhubungan dengan spastisitas
Berhubungan dengan kelemahan otot
Berhubungan dengan paralisis
Berhubungan dengan atrofi
Berhubungan dengan kontraktur otot
Berhubungan dengan status koma
Berhubungan dengan kelainan visual
Berhubungan dengan tidak berfungsinya atau kehilangan anggota gerak
Berhubungan dengan regresi pada tingkat perkembangan sebelumnya
Berhubungan dengan perilaku ritualistik yang berlebihan
Tindakan
Berhubungan dengan alat eksternal
Berhubungan dengan keletihan pasca operatif dan nyeri
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan defisit kognitif
Berhubungan dengan nyeri
Berhubungan dengan kurang motivasi
Berhubungan dengan keletihan
Berhubungan dengan kebingungan
Berhubungan dengan ansietas ketidakmampuan
Maturisional
Berhubungan dengan penurunan kemampuan visual dan motorik, kelemahan otot

Data
Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri (termasuk membasuh keseluruhan
badan, menyisir rambut, menggosok gigi, melakukan perawatan kulit, dan kuku serta
menggunakan rias wajah)
a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk membasuh tubuh atau bagian-bagian
tubuh
b. Tidak dapat menggunakan sumber air
c. Ketidakmampuan merasakan kebutuhan terhadap tindakan kebersihan
Kurangnya kemampuan mengenakan pakaian sendiri (termasuk pakaian rutin atau
pakaian khusus, bukan pakaian malam)
a. Kegagalan kemampuan untuk memakai atau melepaskan pakaian
b. Ketidakmampuan untuk mengancingkan pakaian
c. Ketidakmampuan untuk berdandan diri yang memuaskan
Kriteria hasil
Individu akan
1. Mengidentifikasi kesukaan akan aktivitas perawatan diri
2. Mendemostrasikan kebersihan yang optimal setelah bantuan dalam perawatan
diberikan
3. Berpartisipasi secara fisik dan atau verbal dalam aktivitas perawatan diri
a. Melaksanakan aktivitas mandi pada tingkat yang optimal
b. Melaporkan rasa puas dengan pencapaian meskipun dalam keterbatasan
c. Menghubungkan perasaan kenyamanan dan kepuasan dengan kebersihan tubuh
d. Mendemonstrasikan kemampuan untuk menggunakan alat-alat bantu adaptif
e. Menggambarkan faktor-faktor penyebab dari kurangnya kemampuan untuk mandi
Intervensi
1. Dorong individu untuk menggunakan lensa atau alat bantu korektif yang ditentukan
2. Pertahankan kehangatan suhu kamar mandi; pastikan suhu air yang disukai
individu
3. Berikan privasi selama mandi rutin
4. Berikan seluruh perlengkapan mandi dalam batas yang mudah dicapai
5. Berikan pengamanan dalam kamar mandi (mis; lantai tidak licin, batang pegangan,
bel)
6. Jika individu mampu secara fisik, dorong menggunakan bak mandi atau pancuran,
tergantung pada fasilitas rumah sakit dalam persiapan pulang ke rumah.
7. Berikan peralatan adaptif jika dibutuhkan
a. Kursi atau tempat duduk tidak ada sandaran sewaktu mandi
b. Pemegang spon yang panjang mencapai punggung atau ekstremitas bawah
c. Tempat pegangan pada dinding kamar mandi
d. Papan mandi untuk pindah ke kursi
e. Alas atau keset yang tidak licin
f. Sarung tangan pencuci dengan kantung untuk sabun

g. Sikat gigi yang sudah teradaptasi


h. Alat pencukur
i. Pegangan semprotan pancuran
8. Untuk individu kekurangan penglihatan
a. Tempatkan perlengkapan mandi dalam lokasi paling sesuai untuk individu
b. Pertahankan bel pemanggil dalam jarak yang mudah dijangkau
c. Berikan derajat privasi yang sama
d. Secara verbal beritahukan diri anda sebelum memasuki atau meninggalkan area
pemandian
e. Observasi kemampuan individu untuk menempatkan seluruh peralatan mandi
f. Observasi kemampuan individu untuk melaksanakan perawatan mulut, menyisir
rambut.
g. Berikan tempat untuk pakaian bersih yang mudah dijangkau.
9. Untuk individu dengan anggota tubuh hilang atau sakit
a. Mandikan pada pagi awal atau sebelum tidur pada malam hari.
b. Dorong individu untuk mengunakan cermin selama mandi untuk mengamati area
kulit yang mengalami paralise
c. Dorong individu yang mengalami amputasi untuk mengamati anggota gerak yang
tersisa untuk keutuhan kulit yang baik.
d. Berikan hanya beberapa pengawasan atau bantuan yang diperlukan untuk belajar
kembali penggunaan ekstremitas atau adaptasi terhadap kecacatan
10. Untuk individu dengan kemunduran kognitif
a. Berikan waktu konsisten untuk mandi rutin sebagai bagian dari suatu program
terstruktur untuk membantu menurunkan ansietas
b. Pertahankan instruksi-instruksi sederhana dan hindari pengalihan-pengalihan;
orientasi tujuan adanya perlengkapan mandi.
c. Jika individu tidak dapat memandikan keseluruhan tubuh, biarkan individu
memandikan suatu bagian tubuhnya sampai benar; berikan umpan balik positif
terhadap keberhasilan
d. Aktivitas pengawasan dilakukan sampai individu dapat dengan aman melaksanakan
tugas yang tidak dibantu
e. Dorong perhatian terhadap tugas, tetapi waspada terhadap kelelahan yang dapat
meningkatkan ansietas
11. Pastikan bahwa fasilitas mandi di rumah tersedia dan bantu dalam menentukan
jika ada berbagai kebutuhan untuk adaptasi.
12. rujuk kepada terapi okupasi atau pelayanan sosial untuk membantu dalam
mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan.

23.

Kurang pengetahuan
Definisi
Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi
pengetahuan kognitif atau keterampilan-keterampilan psikomotor berkenaan dengan
kondisi atau rencana pengobatan.
Data mayor :
Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan
informasi.
Mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan.
Melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang
diinginkan.
Data minor :
Kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari-hari.
Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis (mis; ansietas, depresi)
mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi.
Catatan :
Kurang pengetahuan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau pola disfungsi
manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang (Jenny, 1987).
Kurang pengetahuan dapat menambah suatu variasi respons-respons (mis; ansietas,
kurang perawatan diri). Semua diagnosa keperawatan mempunyai hubungan dengan
penyuluhan klien/keluarga sebagai bagian dari keperawatan (mis; perubahan
eliminasi usus, kerusakan komunikasi verbal). Apabila penyuluhan secara langsung
berhubungan dengan suatu diagnosa keperawatan yang khusus, maka cakupkan
penyuluhan dalam perencanaan. Apabila penyuluhan diperlukan sebelum melakukan
suatu prosedur, maka dapat digunakan diagnosa keperawatan ansietas yang
berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal. Apabila pemberian informasi
diarahkan untuk membantu individu atau keluarga dengan perawatan diri di rumah,
maka diagnosa ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik dapat
diindikasikan

24.

Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik


Definisi :
Suatu pola dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami kesukaran
berintegrasi ke dalam suatu program kehidupan sehari-hari terhadap pengobatan
penyakit dan akibat dari penyakit yang memenuhi tujuan-tujuan kesehatan khusus.
Faktor yang berhubungan
Tindakan
Berhubungan dengan kompleksitas aturan terapeutik
Berhubungan dengan biaya finansial dari aturan
Berhubungan dengan kompleksitas sistem perawatan kesehatan
Berhubungan dengan efek samping terapi
Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan konflik pengambilan keputusan
Berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan
Berhubungan dengan konflik keluarga
Berhubungan dengan tidak mempercayai aturan
Berhubungan dengan tidak mempercayai petugas pelayanan kesehatan
Berhubungan dengan konflik keyakinan tintang kesehatan
Berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang keseriusan masalah
Berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang kerentanan
Berhubungan dengan kekurangan kepercayaan diri
Berhubungan dengan pengalaman tidak berhasilnya sebelumnya
Berhubungan dengan hambatan pada komprehensif :
Defisit kognitif
Kerusakan pendengaran
Ansietas
Keletihan
Motivasi
Masalah-masalah ingatan
Maturisional
(Anak-anak, remaja)
Berhubungan dengan ketakutan karena merasa berbeda
Data mayor
Mengungkapkan keinginan untuk mengatasi pengobatan penyakit dan pencegahan
akibat penyakit tersebut.
Mengungkapkan kesulitan dengan pengaturan/integrasi salah satu atau lebih aturan
yang diharuskan untuk pengobatan penyakit dan efek-efeknya atau pencegahan
komplikasi-komplikasi.

Data minor
Percepatan (yang diharapkan atau yang tidak diharapkan) dari gejala penyakit.
Mengungkapkan bahwa tidak melakukan tindakan untuk mencakupkan aturan
pengobatan dalam rutinitas sehari-hari.
Mengungkapkan bahwa tidak melakukan tindakan mengurangi faktor-faktor risiko
kemajuan penyakit dan gejala sisanya.
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan akan ketidaktahuan,
ketakutan akan kehilangan kontrol, atau kesalahan konsepsi.
2. Menggambarkan proses penyakit, penyebab-penyebab dan faktor-faktor penunjang
pada gejala, dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala.
3. Mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan
atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau
komplikasi.
Intervensi
1. Identifikasi faktor-faktor penyebab atau penunjang yang menghalangi
penatalaksanaan yang efektif :
a. Kurang percaya
b. Kekurangan percaya diri
c. Kekurangan pengetahuan
d. Kekurangan sumber-sumber
2. Bangun rasa percaya dan kekuatan (Zerwich, 1992)
a. Dapatkan jalan masuk ke dalam sistem keluarga, jangan mengambil alih
b. Hindari impresi yang dipaksakan
c. Dengarkan untuk mendapatkan keprihatinan tentang pengharapan yang terlalu
berlebihan.
d. Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan yang
diungkapkan dengan layanan-layanan yang diberikan perawat
e. Temukan kekuatan-kekuatan yang dimiliki keluarga dan perkuat
f. Terima individu sebagaimana adanya
g. Perlihatkan secara menetap, namun bertahap secara perlahan.
h. Perlihatkan kejujuran, konsistensi, kestabilan.
i. Pertahankan kontak yang telah terbina dengan individu atau dengan hubungan
telepon.
3. Tingkatkan percaya diri dan kemajuan diri yang positif (Bandura, 1982)
a. Gali dengan individu penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada masa lalu.
b. Ceritakan kisah tentang keberhasilan orang lain.
c. Jika memungkinkan, beri dorongan kesempatan untuk menyaksikan orang lain
yang telah secara berhasil mengatasi situasi yang serupa.
d. Beri dorongan keikutsertaan dalam kelompok penolong diri sendiri.

e. Jika respons autonom tinggi (mis; nadi cepat, diaforesis) akan mengurangi rasa
percaya diri, ajarkan pengalihan ansietas jangka pendek (Graiger, 1990)
- Melihat keatas.
- Kontrol pernapasan
- Rendahkan bahu
- Ubah intonasi suara
- Beri arahan diri (berteriak jika mungkin)
- Latihan
- Tutupi wajah anda ubah ekspresi wajah anda
- Ubah perspektif; bayangkan menonton situasi tersebut dari jarak jauh.
4. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
a. Persepsi tentang keseriusan
b. Kerentanan terhadap komplikasi
c. Prognosis
d. Persepsi tentang kemajuan kontrol
e. Tingkat ansietas
f. Status finansial
g. Sistem pendukung
h. Pengalaman-pengalaman masa lalu
i. Status fisik
j. Status emosional
k. Kemampuan kognitif
5. Tingkatkan sikap positif dan keikutsertaan secara aktif individu dan keluarga
a. Kumpulksn ekspresi-ekspresi tentang perasaan, keprihatinan, dan pertanyaanpertanyaan dari individu dan keluarga.
b. Beri dorongan individu/keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan
yang diinformasikan
c. Jelaskan tanggung jawab individu/keluarga dan bagaimana hal ini dapat
diselesaikan.
6. Jelaskan dan bicarakan (Rakel, 1992):
a. Proses penyakit
b. Aturan pengobatan (Pengobatan, diet, prosedur-prosedur, peralatan yang
digunakan)
c. Rasional aturan.
d. Pengharapan (individu,keluarga) akan aturan
e. Efek samping aturan
f. Perubahan gaya hidup yang diperlukan
g. Metoda untuk memantau kondisi
h. Sumber-sumber dukungan yang tersedia.
i. Perubahan-perubahan lingkungan rumah yang diperlukan
7. Jelaskan bahwa perubahan gaya hidup dan kebutuhan belajar akan membutuhkan
waktu untuk terintegrasi.
a. Berikan dengan materi-materi tercetak
b. Jelaskan siapa yang harus dihubungi untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
8. Identifikasi rujukan atau layanan-layanan komunitas yang diperlukan untuk tindak
lanjut.

25.

Kerusakan komunikasi verbal


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami, atau dapat mengalami kemunduran
kemampuan untuk mengirim atau menerima pesan (mis; mempunyai kesukaran
pertukaran pikiran, ide-ide, atau keinginan)
Faktor yang berhubungan :
Patofisiologis
Berhubungan dengan kekacauan mental, pikiran yang tidak realistis
Gangguan skizofrenik
Gangguan delusi
Gangguan psikotik
Gangguan paranoid
Berhubungan dengan kerusakan fungsi motoris dari otot-otot bicara
Berhubungan dengan iskemik lobus temporal atau frontal
(Kerusakan serebral)
Afasia ekspresif atau reseptif
Cedera serebrovaskular
Kerusakan otak (mis; kelahiran, trauma)
Depresi sistem saraf pusat/peningkatan tekanan intra kranial
Tumor (kepala, leher, atau medula spinalis)
Retardasi mental
Hipoksia kronis serebral
(Kerusakan neurologis)
Quadriplegia
Penyakit sistem saraf (miastenia, multiple sklerosis, distrofi otot)
Paralisis pita suara
Berhubungan dengan kerusakan kemampuan menghasilkan suara
Kerusakan pernapasan (napas pendek)
Edema laring/infeksi
Deformitas oral
Bibir sumbing atau palatum
Maloklusi atau fraktur rahang
Kehilangan gigi
Disatria
Berhubungan dengan kerusakan pendengaran
Tindakan
Berhubungan dengan kerusakan kemampuan menghasilkan suara
Intubasi trakea
Trakeostomi/trakeotomi/laringektomi
Operasi kepala, wajah, leher, atau mulut
Nyeri (tenggorokan atau mulut)

Letargi efek anestesia


Situasional
Berhubungan dengan penurunan perhatian
Keletihan
Kemarahan
Ansietas (berat/panik)
Nyeri
Berhubungan dengan barier psikologis (mis; ketakutan, malu)
Berhubungan dengan kurang privasi
Berhubungan dengan kehilangan memori terbaru
Maturisional
Berhubungan dengan rangsang sensori takadekuat
(Usia lanjut)
Berhubungan dengan kerusakan pendengaran
Data mayor :
Menolak untuk berbicara.
Kerusakan kemampuan untuk berbicara.
Berbicara tidak sesuai atau tidak bicara atau tidak berespons.
Data minor :
Ketidakmampuan untuk bicara bahasa dominan.
Gagap.
Disatria.
Afasia.
Masalah dalam menemukan kata-kata yang tepat.
Pernyataan tidak mengerti atau salah mengerti.
Kriteria hasil :
Individu akan
1. Mengenakan alat bantu dengar (bila sesuai)
2. Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis, bahasa
isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
3. Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
4. Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.
5. Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
Intervensi :
1. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pengertian.
a. Bicara dengan terang dan jelas, menghadap kearah klien.
b. Kurangi suara-suara dalam ruangan yang tidak pelu
- Hanya satu orang yang bicara

- Waspada pada latar belakang suara-suara berisik (mis; menutup pintu, mematikan
TV atau radio).
c. Ulangi, kemudian persingkat, bila klien kelihatan tidak mengerti semua maksud.
d. Gunakan sentuhan dan gerakan untuk meningkatkan komunikasi.
e. Jika klien hanya dapat mengerti bahasa isyarat, hadirkan interpreter/penerjemah
sesering mungkin.
f. Jika klien berada dalam kelompok, tempatkan klien dibarisan terdepan.
g. Dekati klien dari sisi dimana fungsi pendengaran lebih baik.
h. Jika klien bisa membaca gerak bibir, berhadapan dengan klien dan bicara secara
perlahan-lahan dan jelas.
2. Berikan metoda alternatif komunikasi yang lain
a. Gunakan kertas dan pensil, huruf alfabet, isyarat tangan, kedipan mata, anggukan
tangan, bel isyarat.
b. Buat kartu-kartu dengan gambar-gambar atau kata-kata ungkapan yang biasa
digunakan. (mis; basahi bibir saya, pindahkan kaki saya, segelas air pispot)
c. Anjurkan klien untuk menunjuk, gunakan gerakan dan phantomim.
d. Konsulkan ke ahli patologi wicara untuk bantuan dalam mendapatkan kartu yang
berisi kata-kata atau gambar-gambar.
3. Berikan lingkungan tenang.
a. Gunakan suara yang normal dan bicara tidak terburu-buru dengan frase singkat.
b. Anjurkan orang untuk menggunakan waktu bicara yang cukup dam menggunakan
kata secara hati-hati dengan gerakan bibir yang jelas.
c. Kurangi gangguan eksternal.
d. Tunda percakapan jika klien lelah.
4. Gunakan teknik-teknik untuk meningkatkan pengertian.
a. Tatap wajah individu dan pertahankan kontak mata, jika mungkin.
b. Gunakan perintah satu tahap yang tidak rumit dan langsung.
c. Pastikan hanya satu orang yang bicara.
d. Anjurkan penggunaan gerakan dan phantomim.
e. Cocokan kata-kata dengan gerakan, gunakan gambar-gambar.
f. Akhiri percakapan dengan catatan sukses (mis; kembali pada pokok yang lebih
mudah)
g. Gunakan kata-kata yang dama untuk tugas-tugas yang sama.
5. Buat suatu upaya bersama untuk mengerti saat individu tersebut berbicara.
a. Berikan waktu yang cukup untuk mendengar jika individu berbicara perlahan.
b. Ulang pesan individu dengan keras untuk memastikan.
c. Berikan respons pada semua upaya untuk bicara meskipun tidak dapat dipahami.
(mis; Saya benar-benar tidak tahu apa yang anda katakan, dapatkah anda mencoba
mengatakannya sekali lagi?)
d. Abaikan kesalahan dan kata-kata tidak sopan.
e. Jangan pura-pura mengerti jija anda tidak mengerti.
f. Berikan individu untuk berespons, jangan memotong, berikan kata-kata hanya
kadang-kadang.
6. Ajarkan teknik-teknik untuk memperbaiki bicara.
a. Minta individu untuk memperlambat bicara, dan ucapkan setiap kata dengan jelas,
sementara memberikan contoh.

b. Anjurkan individu untuk bicara dengan frase yang singkat.


c. Anjurkan untuk berbicara dengan kecepatan lebih lambat atau bernapas sebelum
bicara.
d. Anjurkan individu untuk mengambil waktu dan berkonsentrasi pada pembentukan
kata.
e. Mintalah individu untuk menulis pesan-pesan atau membuat gambar jika sukar
melakukan komunikasi verbal.
f. Anjurkan individu untuk berbicara dalam kalimat pendek.
g. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dengan ya atau tidak.
h. Fokuskan pada saat sekarang; hindari topik-topik kontroversial, emosional, abstrak,
atau terlalu panjang.
7. Ungkapkan masalah frustrasi terhadap ketidakmampuan untuk berkomunikasi,
jelaskan bahwa kesabaran diperlukan oleh perawat maupun individu yang sedang
mencoba berbicara.
8. berikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang perawatan (mis; Apakah
anda lebih menyukai jus jeruk atau jus apel?)
9. Ajarkan teknik-teknik kepada orang terdekat dan pendekatan berulang untuk
meningkatkan komunikasi.
10. jika perlu seorang penerjemah, coba rencanakan kunjungan rutin seseorang
mengerti bahasa individu tersebut.
26.

Kerusakan integritas jaringan


Definisi
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko untuk mengalami
kerusakan integument, kornea, atau jaringan membrane mukosa.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal
Psoriasis
Eksim
Lupus eritematosus
Skleroderma
(Perubahan-perubahan metabolik dan endokrin)
DM
Hepatitis
Sirosis
Gagal ginjal
Ikterik
Kanker
Disfungsi tiroid
(Bakterial)

Impetigo
Folukulitis
Selulitis
(Virus)
Herper
Ginggivitis
AIDS
(Jamur)
Dermatofitosis
Kaki atlet
Vaginitis
Berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi ke jaringan
DM
Penyakit ginjal
Obesitas
Dehidrasi
Perubahan vaskular perifer
Statis vena
Arteriosklerosis
Anemia
Kelainan kardiopulmonal
Anoreksia nervosa
Tindakan
Berhubungan dengan penurunan aliran darah dan nutrisi ke jaringan
Status puasa
Pembedahan
Berhubungan dengan imobilisasi : efek sedasi
Berhubungan dengan trauma mekanik
Kawat rahang
Traksi
Gips
Alat ortopedik
Berhubungan dengan efek-efek radiasi pada sel-sel basal dan epitelium
Berhubungan dengan efek-efek iritan mekanika atau tekanan
Torniket
Papan kaki
Restrein
Balutan, plester, larutan
Kateter urine
Selang nasogastrik
Selang endotrakeal
Bidai/prostese oral
Lensa kontak
Situasional (Personal, situasional)
Berhubungan dengan trauma kimia
Ekskresi

Sekresi
Bahan-bahan berbahaya
Berhubungan dengan iritan lingkungan
Iritasi-luka bakar sinar matahari
Suhu
Kelembaban
Parasit
Sengatan serangga
Inhalas
Berhubungan dengan efek-efek tekanan atau imobilisasi
Maturisional
Berhubungan dengan kulit kering, tipis, penurunan vaskularitas dermal : efek penuaan
Data mayor
Gangguan kornea, integumen, atau jaringan membran mukosa atau invasi struktur
tubuh (insisi, ulkus dermal, ulkus kornea, lesi oral)
Data minor
Lesi
Edema
Eritema
Kekeringan membran mukosa
Leukoplakia
Lidah kotor
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi penyebab kerusakan jaringan mekanik.
2. Berpartisipasi dalam perencanaan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3. Memperlihatkan kemajuan penyembuhan luka jaringan.
Intervensi
1. Anjurkan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi untuk menghindari periode
tekanan yang lama.
2. Untuk kerusakan neuromuskular
a. Ajarkan klien/orang terdekat tindakan yang tepat untuk mencegah tekanan,
robekan, gesekan, maserasi.
b. Ajarkan untuk mengenali tanda-tanda awal kerusakan jaringan
c. Ubah posisi sedikitnya setiap 2 jam.
d. Dengan sering tingkatkan perputaran tubuh dengan pengangkatan minor dalam
berat badan.
3. Jaga kulit tetap bersih dan kering.

4. Hindari pengelupasan epidermis saat melepas plester.


5. Gunakan alat yang menyebarkan tekanan jika diperlukan
6. Batasi posisi kepala pada klien berisiko tinggi sampai kurang dari 30. Hindari
penggunaan tempat tidur yang bagian lututnya dapat terlipat.
7. Gunakan metoda untuk menampung inkontinensia usus atau kandung kemih.
8. Ajarkan aplikasi yang tepat dari kantong stoma.
9. Gunakan teknik kantong stoma untuk menahan drainase dari fistula/ulkus.
10. Anjurkan sabun ringan yang tidak merubah pH kulit.
11. Ajarkan menggunakan sarung tangan/baju pelindung apabila menggunakan
produk kimia dalam lingkungan pekerjaan.
27.

Kelebihan volume cairan


Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan
cairan intraseluler atau interstisial.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulator
Gagal ginjal, akut atau kronik
Berhubungan dengan peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, dan penurunan
curah jantung
Infark miokard
Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kiri
Penyakit katup
Takikardi/aritmia
Berhubungan dengan hipertensi porta, tekanan osmotik koloid plasma rendah, retensi
natrium
Penyakit hepar : Sirosis, Asites, Kanker
Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena
Varikose vena
Penyakit vaskuler perifer
Flebitis kronis
Imobilitas
Tindakan
Berhubungan dengan retensi natrium dan air
Pemberian terapi kortikosteroid
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan kelebihan masukan natrium/cairan
Berhubungan dengan rendahnya masukan protein
Diet
Malnutrisi

Berhubungan dengan venostatis/pengumpulan venosa


Imobilitas
Bidai atau balutan yang kuat
Berdiri atau dududk dalam waktu yang lama
Berhubungan dengan kompresi vena oleh uterus pada ibu hamil
Berhubungan dengan drainase limfatik yang tidak adekuat
Mastektomi
Maturisional
(Lansia)
Berhubungan dengan kerusakan arus balik vena
Peningkatan resistensi dan penurunan efisiensi katup
Data mayor
Edema
Kulit menegang, mengkilap
Data minor
Masukan lebih banyak daripada haluaran
Sesak napas
Kenaikan berat badan
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema
2. memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakral.
Intervensi
1. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan
2. Anjurkan individu untuk menurunkan masukan garam
3. Ajarkan individu untuk
a. Membaca label untuk kandungan natrium
b. Hindari makanan yang menyenangkan, makanan kaleng, dan makanan beku.
c. Masak tanpa garam dan gunakan bumbu-bumbu untuk menambah rasa (lemon,
kemangi, mint)
d. Gunakan cuka mengganti garam untuk rasa sop, rebusan, dan lain-lain
4. Kaji adanya bukti-bukti venostatis pada bagian tergantung.
5. Jaga ekstremitas yang mengalami edema setinggi diatas jantung apabila mungkin
(kecuali jika terdapat kontraindikasi oleh gagal jantung)
6. Instruksikan individu untuk menghindari celana yang terbuat dari kaos/korset,
celana setinggi lutut, dan menyilangkan tungkai bawah dan latihan tetap meninggikan
tungkai bila mungkin.
7. Untuk drainase yang tidak adekuat :

a. Jaga ekstremitas ditinggikan diatas bantal


b. Ukur tekanan darah pada lengan yang tidak sakit
c. Jangan memberi suntikan atau memasukan cairan intravena pada lengan yang sakit.
d. Lindungi lengan yang sakit dari cedera.
e. Anjurkan individu untuk menghindari deterjen yang kuat, membawa kantong yang
berat, merokok, mencederai kulit ari atau bintil pada kuku, meraih kedalam oven
yang panas, menggunakan perhiasan atau jam tangan, atau menggunakan bando.
f. Peringatkan individu untuk menemui dokter jika lengan menjadi merah, bengkak,
atau keras lain dari biasa.
8. Lindungi lengan yang edema dari cedera.
28.

Kekurangan volume cairan


Definisi
Keadaan dimana seorang individu yang tidak menjalani masa puasa atau berisiko
mengalami dehidrasi vaskular, interstisial, atau intravaskular.
Faktor yang berhubungan :
Patofisiologi
Berhubungan dengan haluaran urine yang berlebihan
Diabetes yang tak terkontrol.
Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan dengan jalan
evaporatif karena luka bakar
Berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
Demam
Drainase abnormal
Peritonitis
Diare
Situasional
Berhubungan dengan mual/muntah
Berhubungan dengan menurunnya motivasi untuk minum cairan
Depresi
Keletihan
Berhubungan dengan masalah diet
Berhubungan dengan makanan melalui selang dengan terlarut yang tinggi
Berhubungan dengan kesulitan menelan atau makan sendiri
Nyeri mulut, nyeri tenggorokan
Berhubungan dengan panas/sinar matahari yang berlebihan, kekeringan.
Berhubungan dengan kehilangan melalui :
Kateter indwelling
Drein

Berhubungan dengan ketidakcukupan cairan untuk upaya olahraga atau kondisi


cuaca.
Berhubungan dengan penggunaan yang berlebihan dari:
Laksatif atau enema
Diuretik atau alkohol.
Maturisional
(Bayi/anak)
Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
Penurunan penerimaan cairan
Penurunan pemekatan urine
(Lansia)
Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
Penurunan penerimaan cairan
Penurunan sensasi haus
Data mayor
Ketidakcukupan masukan cairan oral
Keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran
Penurunan berat badan
Kulit/membran mukosa kering
Data minor
Peningkatan natriun serum
Penurunan haluaran urine atau haluaran berlebihan
Urine memekat atau sering berkemih
Penurunan turgor kulit
Haus/mual/anokresia
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada
kontraindikasi)
2. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau
panas
3. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
4. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi
Intervensi
1. Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman kesukaan dalam batas diet
2. Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis; 1000 ml selama
pagi, 800 ml sore, dan 200 ml malam hari)
3. Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang

adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan.


4. Untuk anak-anak, tawarkan :
a. Bentuk-bentuk cairan yang menarik (es krim bertangkai, jus dingin, es berbentuk
kerucut)
b. Wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan)
c. Sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak)
5. Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan
haluaran urine, jika perlu.
6. Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24 jam.
7. Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24 jam.
8. Pantau berat jenis urine
9. Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, kehilangan berat
badan 2%-4% menunjukan dehidrasi ringan, 5%-9% dehidrasi sedang.
10. Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapt
menambah kehilangan cairan.
11. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah,
diare, demam, selang drein.
12. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas,
kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin.
13. Untuk drainase luka :
a. Pertahankan catatan yang cermat tentang jumlah dan jenis drainase.
b. Timbang balutan, jika perlu, untuk memperkirakan kehilangan cairan.
c. Balut luka untuk meminimalkan kehilangan cairan.
29.

Kekacauan mental akut


Definisi
Keadaan dimana terjadi awitan tiba-tiba dari sekelompok global, gangguan kesadaran
yang berfluktuatif, perhatian, persepsi, memori, orientasi, berpikir, siklus tidurbangun, dan perilaku psikomotor (APA, 1987)
Faktor yang berhubungan
Berhubungan dengan hipoksia serebral dan atau gangguan dalam metabolisme
(Gangguan cairan dan elektrolit)
Dehidrasi.
Deplesi volume.
Asidosis/alkalosis.
Hiperkalsemia.
Hiperkalemia.
Hipo/hipernatremia.
Hipo/hiperglikemia.
(Defisiensi nutrisi)
Defisiensi folat/vitamin B12
Anemia.

Defisiensi niasin.
Defisiensi magnesium.
(Gangguan kardiovaskular)
Infark miokard
Gagal Jantung Kongestif
Disritmia.
Blok Jantung
(Gangguan pernapasan)
PPOK
Emboli paru
Tuberkulosis.
Pneumonia.
(Infeksi)
Sepsis
Meningitis
Infeksi Saluran Kemih
(Gangguan metabolisme dan endokrin)
Hipo/hipertiroidisme
Hipo/hiperpituitarisme
Gangguan paratiroid
Hipotensi postural
Hipo/hipertermia
Gagal ginjal atau hepar
(Gangguan system saraf pusat)
Trauma kepala
Tumor
Kejang dan keadaan pascakonvulsif
Tekanan hidrosefalus
(Penyakit kolagen dan reumatoid)
Artritis temporal.
Nodosa periartritis.
Lupus eritematosa.
Tindakan
Berhubungan dengan gangguan dalam metabolisme serebral
Operasi
Obat terapeutik (narkotik, narkoleptik).
Anestesi umum
Efek samping obat ( Diuretik, digitalis, fenitoin, dll).
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan ganguan metabolisme serebral
Reaksi putus obat dari alkohol, sedatif, hipnotis
Intoksikasi logam berat
Berhubungan dengan nyeri
Berhubungan dengan sumbatan usus
Berhubungan dengan imobilitas
Berhubungan dengan intoksikasi kimiawi:

Alkohol
Kokain
Ampetamin
Opiat
Barbiturat
Halusinogen
Data mayor
Awitan tiba-tiba dari gangguan yang berfluktuasi dari :
Kesadaran
Perhatian
Persepsi
Memori
Orientasi
Berpikir
Siklus bangun-tidur
Perilaku psikomotor (waktu reaksi, kecepatan gerak, alur pembicaraan, gerakan
involunter, tulisan tangan)
Data minor
Terlalu berjaga-jaga
Halusinasi
Ilusi
Kriteria hasil
Episode kekacauan mentalnya menghilang
Intervensi
1. Kaji terhadap faktor-faktor penyebab dan yang mempengaruhi.
Pastikan bahwa keseluruhan diagnostik kerja telah dilengkapi
- Laboratorium
HSD dan elektrolit.
B12 dan folat, tiamin
VDRL
SGOT, SGPT, dan bilirubin
Urinalisis
Serum tiroksin dan serum bebas tiroksin
Kalsium dan fosfat
Kreatinin dan BUN
Glukosa

Diagnostik
EEG
EKG
X-Ray
CT Scan
- Evaluasi psikiatrik
2. Tingkatkan komunikasi yang mempengaruhi rasa integritas individu
a. Periksa sikap-sikap tentang kekacauan mental (dalam diri, orang terdekat, pemberi
asuhan)
- Memberi penyuluhan kepada keluarga, orang terdekat, dan pemberi asuhan
mengenai situasi dan metoda koping.
b. Pertahankan standar empati, perawatan dengan rasa hormat.
c. Berupaya untuk mendapatkan informasi yang akan memberikan topik-topik yang
berguna dan berarti untuk pembicaraan (hal-hal yang disukai, yang tidak disukai,
minat, hobi, riwayat pekerjaan). Wawancara di pagi hari.
d. Berikan dorongan pada orang terdekat dan pemberi asuhan untuk bicara lambat
dengan suara yang pelan dan pada volume rata-rata (kecuali terdapat defisit
pendengaran), seperti pada orang dewasa ke orang lain, kontak mata, dan seperti jika
seseorang mengharapkan untuk mengerti.
e. Berikan rasa hormat dan tingkatkan rasa berbagi.
- perhatikan pada apa yang sedang dikatakan individu.
- Pilih komentar-komentar yang berguna dan lanjutkan berbicara.
- Panggil individu dengan namanya dan perkenalkan diri anda setiap kali kontak;
gunakan sentuhan bila diterima dengan baik.
- Perlihatkan pada individu bahwa anda memperhatikan dan bersahabat (melalui
senyum, tindakan yang tenang, humor dan pujian, jangan membantah).
- Fokuskan pada perasaan yang terdapat dibalik kata-kata atau tindakan.
f. Gunakan bantuan memori, bila sesuai.
3. Berikan asupan sensori yang mencukupi dan berarti
a. Pertahankan agar individu tetap terorientasi terhadap tempat dan waktu.
b. Anjurkan keluarga untuk membawa benda-benda yang dikenal dengan baik dari
rumah (mis;photo dengan kaca yang tidak memantul, syal)
c. Bicarakan peristiwa-peristiwa terbaru .
4. Jangan menyokong kekacauan mental individu.
5. Cegah cedera pada individu.
6. Tingkatkan keamanan klien.
7. Jangan anjurkan penggunaan restrein, eksplorasi alternatif lain.
a. Evaluasi apakah kegelisahan individu berhubungan dengan nyeri, jika digunakan
analgesik sesuaikan dosisnya.
b. Buatkan daftar dari keluarga atau teman-teman untuk mengawasi inividu selama
periode kekacauan mental.

30.

Askep Intoleransi Aktivitas


Definisi:
Penurunan dalam kapasitas fisiologi seseorang untuk melakukan aktivitas sampai
tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan (Magnan,1987)
Faktor yang berhubungan
Berhubungan dengan gangguan sistem transpor oksigen :
(Jantung) (Pernapasan)
Penyakit jantung kongenital PPOK
Kardiomiopati Atelektasis
Gagal jantung kongestif
Angina (Sirkulasi)
Infark miokard Anemia
Disritmia Hipovolemia
Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme :
(Infeksi) (Tindakan)
Infeksi virus Operasi
Hepatitis Pemeriksaan diagnostik
(Penyakit kronis) Tirah baring lama
Ginjal
Hepar
(Lingkungan)
Stress ekstrim
Nyeri
Berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber energi :
Obesitas
Malnutrisi
Ketidakadekuatan diet
Berhubungan dengan ketidakaktifan :
Depresi
Kurang motivasi
Gaya hidup monoton
Data yang harus ada
Perubahan respons terhadap aktivitas
Pernapasan :
Dispnoe
Takipnoe
Sesak napas
Nadi
Lemah
Frekwensi menurun
Frekwensi meningkat

Tekanan darah
Gagal meningkat dengan aktivitas
Diastolik meningkat 15 mmHg
Data yang mungkin ada :
Pucat atau sianosis
Kekacauan mental
Kelemahan
Keletihan
Vertigo
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas
2. Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang
mungkin)
3. Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas (nadi, tekanan
darah, pernapasan)
4. Melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas
Intervensi
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas
a. Ukur nadi, tekanan darah, pernapasan saat istirahat
b. Ukur tanda vital segera dan 3 menit setelah istirahat.
c. Hentikan aktivitas klien bila :
- Keluhan nyeri dada, dispnoe, vertigo, kekacauan mental
- Frekwensi nadi menurun
- Tekanan sistolik menurun
- Tekanan diastolik meningkat 15 mmHg
- Frekwensi pernapasan menurun
d. Kurangi intensitas, frekwensi, lamanya aktivitas bila
- Frekwensi nadi lebih dari 3 menit untuk kembali frekwensi awal (atau 6 denyut
lebih cepat dari frekwensi awal).
- Frekwensi pernapasan meningkat berlebihan setelah aktivitas.
- Terdapat tanda-tanda hipoksia.
2. Meningkatkan aktivitas secara bertahap
a. Untuk klien yang pernah tirah baring lama, mulai melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
b. Rencanakan waktu istirahat sesuai dengan jadwal sehari-hari klien.
c. Berikan kepercayaan kepada klien bahwa mereka dapat meningkatkan status
mobilitasnya.
d. Beri penghargaan pada kemajuan yang dicapai.
e. Beri kesempatan klien membuat jadwal aktivitas dan sasaran pencapaian.
f. Tingkatkan toleransi dengan membiarkan klien melakukan aktivitas yang lebih

lambat, lebih banyak istirahat, atau dengan banyak bantuan.


g. Secara bertahap tingkatkan aktivitas diluar tempat tidur 15 menit setiap hari, tiga
kali sehari.
h. Izinkan klien untuk mengatur frekwensi ambulasi.
i. Anjurkan klien untuk memakai alas kaki yang nyaman.
3. Ajarkan klien metoda penghematan energi untuk aktivitas.
a. Luangkan waktu untuk istirahat.
b. Lebih baik duduk daripada berdiri saat melakukan aktivitas, kecuali hal ini
memungkinkan.
c. Saat melakukan suatu aktivitas, istirahat setiap 3 menit selama 5 menit untuk
membiarkan jantung pulih.
d. Hentikan aktivitas jika keletihan atau terlihat tanda-tanda hipoksia.
4. Instruksikan klien untuk konsulasi kepada dokter atau ahli terapi fisik untuk
program latihan jangka panjang.
5. Rujuk kepada perawat komunitas untuk tindak lanjut jika diperlukan.
31.

Askep Gangguan Pola Tidur


Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan
dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman
atau menggangu gaya hidup yang diinginkan.
Faktor yang berhubungan :
Patofisiologi
Berhubungan sering terbangun :
(Kerusakan transport oksigen)
Angina
Arteriosklerosis
Gangguan pernapasan
Gangguan sirkulasi
(Kerusakan eliminasi usus dan urine)
Diare
Konstipasi
Retensi Urine
Disuria
Frekuensi
(Kerusakan metabolisme)
Hipertiroidisme
Ulkus gastrikum
Gangguan hepatik
Tindakan
Berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa

Bidai, traksi
Nyeri
Terapi IV
Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan :
(Obat-obatan)
Tranquilizer
Sedatif
Hipnotik
Antidepresan
Antihipertensif
Amfetamin
Kortikosteroid
Soporifik
Barbiturat
Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan hiperaktivitas yang berlebihan
Ansietas panik
Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan
Berhubungan dengan ketidakadekuatan aktivitas pada siang hari.
Berhubungan dengan depresi
Berhubungan dengan respons ansietas
Berhubungan dengan rasa tak nyaman
Berhubungan dengan gangguan gaya hidup
Emosional
Sosial
Berhubungan dengan perubahan irama sirkadian
Berhubungan dengan ketakutan
Maturisional
(Anak)
Berhubungan dengan ketakutan pada kegelapan
(Wanita dewasa)
Berhubungan dengan perubahan hormonal (mis; pramenopause)
Data mayor :
Kesukaran untuk tertidur dan tetap tidur
Data minor :
Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari
Tidur sejenak atau sepanjang hari
Agitasi
Perubahan suasana hati

Kriteria hasil
Individu akan :
1. Menggambarkan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
2. Mengidentifikasi teknik untuk menginduksi tidur.
3. melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas.
Intervensi :
1. Kurangi kebisingan.
2. Organisasi prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode
tidur (mis; sewaktu individu bangun untuk pengobatan juga berikan penanganan dan
pengukuran tanda vital)
3. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu malam
dan berkemih sebelum berbaring.
4. Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang waktu
(jalan, terapi fisik)
5. Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan (mis; lebih dari 1 jam)
6. Kaji bersama individu, keluarga, atau orang tua terhadap waktu tidur rutin waktu
praktik kebersihan, ritual (membaca, mainan) dan patuhi sedekat mungkin jika
memungkinkan.
7. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein
8. Untuk anak-anak :
a. Jelaskan waktu malam pada anak (bulan, bintang)
b. Diskusikan bagaimana beberapa orang (perawat, pekerja pabrik) bekerja pada
malam hari.
c. Bandingkan kebalikan bahwa jika malam datang di tempat mereka, maka akan
terjadi siang hari bagi orang-orang di tempat lain.
d. Jika terjadi mimpi buruk, dorong anak untuk bicara mengenai hal ini jika mungkin.
Yakinkan pada anak bahwa ini merupakan suatu mimpi meskipun kelihatannya sangat
nyata. Berbagi perasaan dengan anak bahwa anda juga pernah bermimpi.
e. Berikan anak lampu malam dan/atau senter untuk digunakan, agar anak dapat
mengontrol kegelapan.
f. Yakinkan anak bahwa anda akan berada didekatnya sepenjang malam.
9. Jelaskan kepada individu dan orang terdekat lainnya penyebab gangguan
tidur/istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.

32.

Askep ansietas
Definisi :
Keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau
opini) dan aktivasi system syaraf autonom dalam berespons terhadap ancaman tidak
jelas, non spesifik.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Setiap faktor yang mengganggu kebutuhan dasar manusia akan makanan, air,
kenyamanan, dan keamanan.
Situasional
Berhubungan dengan ancaman aktual atau yang dirasakan terhadap konsep diri :
Kehilangan benda-benda yang dimiliki
Kegagalan (atau keberhasilan)
Perubahan dalam status atau prestise
Kurang penghargaan dari orang lain
Dilema etik
Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat (aktual atau risti) :
Kematian
Perceraian
Tekanan budaya
Perpindahan
Perpisahan sementara atau permanen
Berhubungan dengan ancaman integritas biologis (aktual atau risti) :
Menjelang kematian
Serangan
Penyakit
Prosedur invasif
Berhubungan dengan perubahan dalam lingkungan (aktual atau risti) :
Perawatan rumah sakit
Perpindahan
Pensiun
Bahaya terhadap keamanan
Polutan lingkungan
Berhubungan dengan perubahan status sosioekonomi (aktual atau risti) :
Pengangguran
Pekerjaan baru
Promosi
Berhubungan dengan transmisi ansietas orang lain terhadap individu.
Maturasional
Bayi/anak
Berhubungan dengan perpisahan
Berhubungan dengan lingkungan atau orang asing

Berhubungan dengan perubahan hubungan sebaya


Remaja
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
Perkembangan seksual
Perubahan hubungan dengan teman sebaya
Dewasa
Berhubungan dengan konsep diri :
Kehamilan
Menjadi orang tua
Perubahan karir
Efek penuaan
Lansia
Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
Kehilangan sensori
Kehilangan motorik
Masalah finansial
Perubahan pensiun
Data yang harus ada :
Fisiologi
Peningkatan frekwensi denyut jantung
Insomnia
Kenaikan tekanan darah
Keletihan dan kelamahan
Peningkatan frekwensi pernapasan
Semburat merah atau pucat
Diaforesis
Mulut kering
Dilatasi pupil
Pegal-pegal dan nyeri
Perubahan tinggi suara/suara tremor
Gemetar
Kegelisahan
Palpitasi
Pingsan/pusing
Mual-mual atau muntah
Parestesia
Sering berkemih
Bercak kemerahan
Diare

Emosional
Klien mengaku tentang
Keprihatinan
Ketidak-berdayaan
Kehilangan kontrol
Kegelisahan
Ketegangan atau menjadi sangat gembira
Ketidakmampuan untuk rileks
Ketidakberuntungan yang diantisipasi
Klien memperlihatkan
Peka rangsang/tidak sabar
Mengkritik diri sendiri dan orang lain
Marah meledak-ledak
Menarik diri
Menangis
Kurang inisiatif
Kecenderungan menyalahkan orang lain
Mencela diri sendiri
Reaksi terkejut
Kognitif
Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
Kurang waspada terhadap lingkungan sekitar
Pelupa
Melamun
Berorientasi pada masa lalu
Pikiran buntu
Terlalu perhatian
Kriteria hasil
Seseorang akan :
1. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya
2. Menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis
3. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas

Intervensi
1. Kaji ansietas : ringan, sedang, berat
2. Memberikan ketentraman dan kenyamanan hati
a. Tinggal bersama klien
b. Jangan atau meminta klien untuk membuat keputusan
c. Berbicara dengan tenang dan perlahan, menggunakan kalimat yang pendak dan
sederhana
d. Waspada terhadap perhatian anda sendiri dan hindari ansietas yang timbal balik
e. Perlihatkan rasa empati (mis ; datang dengan tenang, menyentuh, membiarkan
menangis, berbicara)
3. Singkirkan stimulasi yang berlebih (mis; tempatkan klien di ruangan yang lebih
tenang); batasi kontak dengan orang lain
4. Apabila ansietas telah berkurang, bantu klien untuk mengenali ansietas dengan
tujuan untuk mulai memahami atau memecahkan masalah
a. Berikan dorongan klien untuk mengingat dan menganalisa peristiwa ansietas
serupa.
b. Gali perilaku alternatif apa yang mungkin telah digunakan jika kopingnya
maladaptif.
5. Bantu klien yang sedang marah
a. identifikasi adanya marah (mis; perasaan frustasi, ansietas, ketidakberdayaan,
adanya peka rangsang, berbicara meledak-ledak)
b. Kenali reaksi anda terhadap perilaku klien; waspadai perasaan anda sendiri dalam
bekerja dengan individu yang sedang marah.
c. Bantu dalam membuat hubungan antara frustasi dengan perasaan selanjutnya.
d. Sebutkan batasan-batasan dengan jelas; katakan pada individu apa yang benarbenar diharapkan (mis; Saya tidak dapat membiarkan anda berteriak[melempar
benda-benda, dsb]).
e. Ketika menyebutkan perilaku yang tidak dapat diterima, berikan suatu alternatif
(mis; beri ruangan yang tenang, aktifitas fisik, kesempatan untuk berkomunikasi dari
hati ke hati)
f. Kembangkan strategi modifikasi perilaku; bicarakan dengan seluruh personil yang
terlibat agar konsisten
g. Lakukan interaksi dengan klien apabila dia tidak banyak menuntut atau manipulatif
6. Bila berkenan, berikan aktifitas yang dapat mengurangi ketegangan (mis; aktivitas
fisik, permainan-permainan)
7. Bantu anak yang sedang marah
a. Berikan dorongan pada anak untuk mengungkapkan kemarahannya (mis; Apa
yang kamu rasakan ketika disuntik?, Bagaimana perasaanmu jika Mimin tidak mau
bermain denganmu?)

b. Katakan pada anak bahwa marah adalah hal yang biasa (mis;Saya kadang-kadang
marah jika saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan.)
c. Berikan dorongan dan biarkan anak untuk mengekspresikan marah dalam cara yang
dapat diterima (mis; berbicara keras-keras, memukul mainan, berlari keluar
mengelilingi rumah)
8. Untuk orang-orang yang diidentifikasi mengalami ansietas kronis dan mekanisme
koping maladaptif, rujuk untuk penanganan psikiatrik berkelanjutan
33.

Perubahan perfusi jaringan perifer


Definisi
Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan
dalam nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler perifer suatu penurunan dalam
suplai darah kapiler.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologis
Berhubungan dengan perlemahan aliran darah
(Gangguan vaskuler)
Arteriosklerosis
Hipertensi
Aneurisma
Trombosis arteri
Trombosis vena dalam
Penyakit vaskuler kolagen
Artritis reumatoid
Diabetes mellitus
Diskariasis darah (gangguan trombosit)
Gagal ginjal
Kanker/tumor
Varises
Penyakit burgers
Krisis sel sabit
Sirosis alkoholisme
Tindakan
Berhubungan dengan imobilisasi
Berhubungan dengan adanya aliran invasif
Berhubungan dengan tekanan pada tempat/konstriksi (balutan, stocking)
Berhubungan dengana trauma pembuluh darah
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tekanan dari uterus yang membesar pada sirkulasi perifer
Berhubungan dengan tekanan dari abdomen yang membesar pada pelvik dan sirkulasi
perifer

Berhubungan dengan pengumpulan venosa yang tergantung


Berhubungan dengan hipotermia
Berhubungan dengan efek vasokonstriksi dari tembakau
Berhubungan dengan penurunan volume yang bersirkulasi : dehidrasi
Data mayor
Penurunan atau tidak adanya denyut nadi
Perubahan warna kulit
Pucat (arteri)
Sianosis (Vena)
Hiperemi reaktif (arteri)
Perubahan suhu kulit
Lebih dingin (arteri)
Lebih hangat (vena)
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktro yang meningkatkan sirkulasi perifer
2. Mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu
3. Mengidentifikasi cara medis, diet, pengobatan, aktivitas yang meningkatkan
vasodilatasi
4. Melaporkan penurunan dalam nyeri
5. Menggambarkan kapan saat menghubungi dokter/tenaga kesehatan
Intervensi
1. Ajarkan individu untuk
a. Mempertahankan ekstremitas dalam posisi tergantung
b. Mempertahankan ekstremitas yang hangat (jangan mengunakan bantalan pemanas
atau botolair panas, karena individu dengan penyakit vaskuler perifer dapat
mengalami gangguan sensasi dan tidak akan dapat menentukan jika suhu panas
merusak jaringan, penggunaan pemanas eksternal juga dapat meningkatkan
kebutuhan metabolis dari jaringan melewati batas kapasitasnya.
c. Kurangi risiko trauma
- Ubah posisi sedikitnya setiap jam
- Hindari menyilangkan kaki
- Kurangi penekanan eksternal (mis; sepatu sempit)
- Hindari pelundung tumut dari kulit
- Dorong latihan rentang gerak
2. Rencanakan suatu program berjalan setiap hari
a. Instruksikan individu dalam alasan untuk program
b. Ajarkan individu untuk menghindari kelelahan
c. Instruksikan untuk menghindari peningkatan dalam latihan sampai dikaji oleh

dokter terhadap masalah jantung


d. Pastikan kembali individu yang berjalan tidak melukai pembuluh darah atau otot.
3. Ajarkan faktor yang meningkatkan aliran darah vena
a. Tinggikan ekstremitas diatas jantung, kecuali ada kontraindikasi mis; penyakit
jantung, gangguan pernapasan.
b. Hindari berdiri atau duduk dengan tungkai bawah tergantung untuk jangka waktu
lama.
c. Pertimbangkan penggunaan balutan atau stocking elastis dibawah lutut untuk
mencegah statis vena.
d. Kurangi atau lepaskan kompresi vena eksternal yang mengganggu aliran vena.
- Hindari bantal di belakang lutut atau penyangga lutut tempat tidur.
- Hindari penyilangan tungkai bawah
- Ubah posisi, gerakkan ekstremitas atau menggoyangkan jari tangan kaki setiap jam
- Hindari penggunaan ikat kaos kaki dan stocking tipis diatas lutut.
4. Ukur lingkaran dasar dari betis dan paha jika individu berisiko trombosis vena
dalam atau jika hal ini dicurigai
5. Ajarkan individu untuk
a. Hindari perjalanan panjang menggunakan mobil atau pesawat, bila tidak bisa
dihindari bangun dan berjalan sedikitnya setiap jam.
b. Pertahankan kekeringan kulit terlumasi (kulit pecah menghilangkan hambatan fisik
terhadap infeksi)
c. Gunakan pakaian hangat selama cuaca dingin
d. Gunakan kaos kaki katun atau wol
e. Hindari dehidrasi dalam cuaca panas
f. Berikan perhatian khusus terhadap kaki dan jari-jari kaki.
- Cuci kaki dan keringkan secara seksama setiap hari
- Tidak merandam kedua kaki
- Hindari sabun keras atau kimia termasuk iodine pada kaki
- Pertahankan kuku dalam keadaan terpotong dan halus
g. Amati kaki dan kedua tungkai bawah terhadap cedera dan penekanan
h. Gunakan kaus kaki bersih
i. Gunakan sepatu yang menopang, cocok, dan nyaman
j. Amati sepatu bagian dalam setiap hari terhadap garis kasar.
6. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor risiko
a. Diet :
- Hindari makanan tinggi kolesterol
- Modifikasi masukan natrium untuk mengontrol hipertensi
- Rujuk ke ahli gizi
b. Teknik relaksasi untuk mengurangi efek strs
c. Berhenti merokok
d. Program latihan

Askep Klien Dengan Trauma Abdomen


KONSEP DASAR
A. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi
1) Trauma penetrasi
a.Luka tembak
b. Luka tusuk
2) Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi
eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi,
jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di
eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji

kemampuan diagnostik ahli bedah.


3. Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
Luka akibat terkena tembakan
Luka akibat tikaman benda tajam
Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-peneterasi
Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
Hancur (tertabrak mobil)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila
suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi
peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri
tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi
peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan
suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
(Sjamsuhidayat, 1997)
D. Manifestasi Klinis
KlinisKasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen,
demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri
spontan.Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat
adanya
Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
Terjadi perdarahan intra abdominal.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak

normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan
BAB hitam (melena)
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
Terdapat luka robekan pada abdomen
Luka tusuk sampai menembus abdomen
Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak Biasanya organ yang terkena
penetrasiperdarahan/memperparah keadaan bisa keluar dari dalam andomen
E. Pathways
TraumaOperasiTerjadi perforasiLapisan abdomen(kontusio,laserasiMenekan Syaraf
Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jarLunak dan rongga abdomenNyeriMotilitas usus
Dilakukan tindakandrainDisfungsi usus resiko tinggi infeksiRefluks usus output cairan
lebihPeningkatan Gg keseimbangan elektrolitmetabolismeDefisit vol Cairan dan
elektrolitintake nutrisikurangKelemahanfisikGangg. Mobilitas (atur sendiri yaa..peace)
F. Penanganan Awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan
teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan
apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan HebatJika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas
1) Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

a. Stop makanan dan minuman


b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakitd.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah
untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL,
antara lain:(http://www.primarytraumacare.org/)
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang)
Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar
anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan
apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi
(trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic
Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB.
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm dari 500
sel/mm, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk
cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
2) Penanganan awal trauma
3) Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.

d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit
G. Penanganan di Rumah Sakit
1) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT ScanningIni di lakukan untuk mengetauhi jenis
cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
d. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya
pada
1)fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin,
dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap,
potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan RongtenPemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma,
mungkin berguna untuk mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras Urologi dan GastrointestinalDilakukan pada cedera yang meliputi daerah
duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian Data
DasarPemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh
dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera (trauma)
2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll),
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenangatau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi.5.
Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.6. Neurosensori.Data Subyektif :
Kehilangan kesadaran sementara, vertigoData Obyektif : Perubahan kesadaran bisa
sampai koma,perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya
lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. PernafasanData Subyektif : Perubahan pola nafas.
9. KeamananData Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangg kognitif.Gangguan rentang gerak.
II. Focus intervensi

1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan


Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
(Doenges, 2000)
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka

R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu
R/ koopong yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan
penanganan
R/ mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk
memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti
dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien

d. Bantu kebutuhan pasien


R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta.
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC,
Jakarta.Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6, EGC ; Jakarta.Mansjoer, Arif. 2001.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.UI : Media
Aesculapiushttp://health.groups.yahoo.com/group/indofirstaid/24,04,2008
12.29amhttp://indofirstaid.tk/04,24,2008 12.30amhttp://titik-awal.blogspot.com/
04,24,2008
13.00amhttp://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/
04,24,2008 13.10am
Posted by cres at 1:07 AM 0 comments

Askep Klien Stroke


A. KONSEP DASAR
1.Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)
2.Anatomi fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil),
brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masingmasing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer
yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls

pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,


menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
b Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris
terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk

sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini


jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organorgan vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena
emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter
mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriolarteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabangcabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif
yang sama. Kenaikan darah yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4 Dampak masalah

a Pada individu
1) Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral,
edema otak
2) Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler,
kelemahan otot wajah
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu
makan yang menurun
5) Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6) Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot,
menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan
tidak berdaya dan putus asa.
8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan


Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti
obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3
minggu

(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis


(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara
nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach,
1999)
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges,
2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)
b Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.
c Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien
dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper
motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)

2 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan
keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan,
penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 1620 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel

b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia


1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan
c Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan
penglihatan
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi
setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien

c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi


d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya
atau tidak
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau

keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan
yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan
dari luar

f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,


menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria,
enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen
dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa
feses dan membantu eliminasi
h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas

e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas


f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus
kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
3) Rencana tindakan :
a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila
tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang
berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.
3 Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan
keperawatan yang diberikan pada klien.
4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan
yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
(Lismidar, 1990)

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi
FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A
Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF
Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Saraf Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Posted by cres at 12:47 AM 0 comments

Saturday, August 9, 2008


Askep Klien Dengan Cidera Kepala
KONSEP DASAR
1. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
2. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
a. Ringan
GCS 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
3. Etiologi
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.


Cedera akibat kekerasan.
4. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral
dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.
5. Manifestasi Klinis
Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
Kebungungan
Iritabel
Pucat
Mual dan muntah
Pusing kepala
Terdapat hematoma
Kecemasan

Sukar untuk dibangunkan


Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
6. Komplikasi
Hemorrhagie
Infeksi
Edema
Herniasi
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
Rotgen Foto
CT Scan
MRI
8. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
9. Rencana Pemulangan / Discharge Planning
1.
Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2.

Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran,


perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3.
Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian
obat.
4.
Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5.
Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di
rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan
ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
6.
Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7.
Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8.
Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
Pemeriksaan fisik
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik)
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
Sistem saraf :
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi
suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan
mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola
makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia, gangguan gerak
volunter, ROM, kekuatan otot.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia
akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1.
Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.
2.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
3.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
6.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7.
Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8.
Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak
atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan
kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan

pengisapan lendir.
Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15
30 derajat.
Pemberian oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi :
Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan
tekanan vena jugularis.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,
valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
tekanan pada vena leher.
pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena
leher).
Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,
fleksi (harus bersamaan).
Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan
therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai
program.
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
Monitor intake dan out put.
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan
nutrisi.
Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil
atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih,
tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.

Intervensi :
Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum, mengenakan
pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
Perawatan kateter bila terpasang.
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
Kaji intake dan out put.
Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.
Berikan cairan intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.
Intervensi :
Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
Berikan analgetik sesuai program.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,

serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.


Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
Kurangi rangsangan.
Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tandatanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam
batas normal.
Intervensi :
Kaji adanya drainage pada area luka.
Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala,
demam, muntah dan kenjang.
7. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai
dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan
aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
Gunakan komunikasi terapeutik.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan
kulit tetap utuh.
Intervensi :
Lakukan latihan pergerakan (ROM).
Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
Kaji area kulit: adanya lecet.
Lakukan back rub setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-

pelan agar tidak menimbulkan nyeri.


KESIMPULAN
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera
kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh
mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan
(deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau
hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi.
Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24
jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi
untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto; 2001.
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC;
1996.
Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC; 1999.
Posted by cres at 7:46 AM 0 comments

Friday, August 8, 2008


Cantik Dengan Terapi suntik ( Injeksi ) Vitamin C
Mengapa disuntik? Jika vitamin C dikonsumsi melalui mulut, kandungan asam askrobat
dalam vitamin tersebut akan mudah hilang dalam proses metabolisme tubuh. Sehingga,
cara suntik dianggap efektif mencapai sasaran. Langsung sampai ke pembuluh darah.
Sebagai antioksidan, vitamin C juga dapat menghambat proses penuaan diri dan
menghaluskan kerut pada permukaan kulit. Vitamin C menghambat kerja enzim
tirosinase yang bertugas membantu pembentukan pigmen. Hasilnya, kulit lebih bersih
dan cerah. Suntik vitamin C yang paling efektif adalah 1-2 kali seminggu. Dalam 4
minggu biasanya perubahan sudah terlihat. Selanjutnya, suntik dapat dilakukan sebulan
sekali. "Biasanya kulit akan terlihat lebih cerah setelah sepuluh kali penyuntikan,"

ungkapnya.
Jika Anda pergi ke daerah pegunungan yang dingin, biasanya kulit akan mudah menjadi
kusam dan kering. Semakin tinggi suatu daerah, semakin rendah tekanan udaranya.
Biasanya kulit akan menjadi lebih peka terhadap rangsangan dari luar. Begitu pula
terhadap sinar ultraviolet matahari. "Kulit kering itu biasanya dari bawaan. Tapi
perubahan cuaca dan iklim juga bisa memperburuk keadaan," ujarnya. Untuk
mengembalikan kelembapan dan kesegaran kulit, Anda dapat melakukan treatment Oxy
facial plus.
Oxy facial plus adalah sebuah treatment yang memanfaatkan proses oksigenasi. Proses
ini bermanfaat untuk merangsang pernafasan kulit, menambah persediaan oksigen pada
kulit wajah dan memperlancar peredaran darah di bawah kulit. Cara ini dapat membantu
menghilangkan racun atau toksin sehingga membuat kulit wajah terlihat awet muda. Oxy
Facial Plus merupakan treatment perawatan wajah dengan menggunakan peeling (cara
pengelupasan) yang sangat ringat bagi kulit.
Bahan dasar yang digunakan untuk proses oksigenasi adalah asam glikolat atau asam
buah yang dioleskan pada wajah. Pengelupasan menggunakan asam buah berguna untuk
membersihkan dan memperbaiki lapisan sel kulit luar yang rusak. Tahap ini dilakukan
untuk merangsang kulit menyerap oksigen murni. Selain itu, asam buah juga dapat
membantu memperlancar pernafasan kulit dan mengembalikan kelembapan kulit wajah.
Kulit Anda akan terlihat lebih bercahaya, bersih dan muda kembali. Selama perawatan,
Anda akan diberikan Oxygen Inhalation 100%. Sehingga hasilnya lebih maksimal.
Vitamin C memang memiliki banyak manfaat. Selain bersifat antioksidan yang mampu
melawan radikal bebas, juga berperan dalam meningkatkan sistem imun. Vitamin ini juga
berfungsi pada kelangsungan berbagai biokimia tubuh, seperti penyerapan zat besi dan
menekan histamin atau komponen yang terlibat dalam terjadinya reaksi alergi.
Mengkonsumsi vitamin C tidak hanya dilakukan secara oral saja, tetapi juga bisa melalui
jarum suntik. Asupan melalui injeksi ini lebih efektif dan segera terasa khasiatnya karena
zat-zatnya langsung masuk ke peredaran darah. Kondisi kesehatan akan segera pulih dan
kulit pun terlihat lebih cerah berseri.
Kondisi kekurangan gizi dan mineral dalam tubuh, salah satunya vitamin C, pada
dasarnya berawal dari pola makan yang buruk. Apalagi saat ini kesibukan banyak orang
yang tinggal di kota besar semakin meningkat. Radikal bebas pun semakin besar, seperti
asap kendaraan bermotor dan rokok. Hal itulah yang membuat tubuh semakin rentan
terhadap berbagai gangguan kesehatan. Daya tahan lebih mudah menurun dan serangan
radikal bebas membuat sel-sel tubuh mudah rusak dan tidak mampu berfungsi dengan
baik. Salah satu akibat dari proses kerusakan secara cepat itu adalah penuaan kulit lebih
dini.
Sebenarnya sumber vitamin C secara alami biasa anda dapatkan dari buah-buahan seperti

jeruk, jambu biji, anggur, pisang, apel, stroberi, pepaya, kiwi dan sebagainya. Sedangkan
untuk jenis sayuran yang berisi vitamin C bisa didapatkan dari tomat, brokoli, bayam,
kentang, paprika merah dan hijau. Tetapi seringkali seseorang mengabaikan asupan akan
vitamin C yang memang dibutuhkan oleh tubuhnya sehingga tidak sesuai dengan standar
kecukupan gizi.
Bagi orang dewasa, mengkonsumsi vitamin C sedikitnya 60 miligram per hari. Angka ini
didasarkan pada jumlah vitamin C yang diperlukan untuk mencegah penyakit kudis
secara klinis dan melindungi tubuh dari kudis selama 30 hari. Dosis konsumsi vitamin C
yang ideal adalah 75 miligram per hari. Diperkirakan, satu dari lima orang tidak
mengonsumsi vitamin C sesuai anjuran. Perempuan hamil dan ibu menyusui sudah tentu
harus mengonsumsi vitamin C lebih besar dari jumlah tadi. Beberapa orang mengatakan
bahwa dosis optimal yang bisa dikonsumsi orang dewasa sebesar 500 miligram sehari.
Ada anggapan yang mengatakan bahwa mengkonsumsi 200 miligram per hari sudah
cukup. Tapi bagi orang yang tidak hidup dengan stres atau yang tidak sehat, dosis 500
miligram sebenarnya terlalu besar. Angka itu lebih cocok untuk mereka yang tinggal di
kota besar yang penuh polusi, seperti Jakarta.
Memang tidak semua orang sadar dan mau mengonsumsi makanan sehat seimbang.
Padahal, kebiasaan itu secara tidak langsung menjamin pasokan zat gizi, mineral dan
vitamin dalam tubuh secara memadai. Kondisi itu kemudian memunculkan berbagai
pilihan. Bagi mereka yang kurang mendapat asupan vitamin melalui makanan alami,
muncul berbagai produk suplemen sebagai jawabannya. Untuk orang yang bermasalah
dengan pencernaan atau alergi terhadap makanan tertentu juga disediakan berbagai
alternatif pilihan.
Salah satu pilihan itu tersaji dalam bentuk injeksi atau suntikan vitamin. Selain vitamin
C, di Indonesia juga dikenal adanya suntik vitamin neurotropika (B kompleks). Biasanya
vitamin dikonsumsi melalui oral atau diminum, tetapi sejak tahun 1940, suntik vitamin C
intravena (ke pembuluh darah lengan) untuk mempercepat pemulihan pasien pra dan
pasca bedah. Hal ini kemudian terus berkembang. Orang dengan kondisi tertentu, meski
tidak menjalani pembedahan, dapat memperoleh suntikan ini. Sehingga membuat banyak
orang tertarik untuk mencoba suntik vitamin C karena sifat antioksidan dari vitamin ini.
Keganasan radikal bebas ini dapat dipengaruhi oleh faktor usia (tua), penyakit, pola
makan buruk, polusi udara, sinar ultraviolet. Salah satu masalah yang muncul akibat
radikal bebas adalah terjadinya kerusakan kulit. Selain terlihat kusam dan berkerut, kulit
juga jadi cepat tua serta muncul flek-flek hitam.
Suntik vitamin C, selain dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mempercepat proses
penyembuhan juga akan membuat kulit tampak lebih cantik dan awet muda. Hal ini
berkaitan dengan cara kerja vitamin ini, yaitu menghambat kerja enzim tirosinase yang
berperan dalam pembentukan pigmen. Jika kulit sering terpapar sinar matahari, enzim ini
akan cepat terangsang untuk membentuk pigmen. Bila proses pigmentasi itu dihambat,
otomatis kulit jadi bersih dan cerah.

Sehingga suntik vitamin C dianggap lebih efektif dalam mencapai sasaran karena
langsung ke pembuluh darah. Kemungkinan kadar vitamin yang mudah larut dalam air
ini hilang selama proses metabolisme, juga bisa dikurangi.
Asam askorbat dalam vitamin C memang besar khasiatnya bagi tubuh dan kulit. Tapi
akan mudah lenyap dalam proses metabolisme bila dikonsumsi secara oral. Itu menjadi
salah satu pendorong gagasan dan minat dalam memperoleh asupan vitamin C lewat cara
yang lebih praktis.
Mereka yang memanfaatkan suntik vitamin ini kebanyakan perempuan berusia 20 sampai
40 tahun. Mereka merasa perlu suntik vitamin C karena bermasalah dengan tukak
lambung (maag) bila mengonsumsi vitamin secara oral. Alasan lain yang dikemukakan
adalah intensitas pekerjaan yang cukup padat sehingga menuntut daya tahan lebih tinggi
dan suntikan vitamin C bisa membuat mereka terlihat lebih bugar serta sehat. Meski
relatif aman, tetapi proses pemberian suntikan vitamin ini tidak boleh sembarangan.
Pemberian vitamin ini harus dilakukan oleh dokter ahli dan melalui proses screening atau
pemeriksaan medis serta wawancara.
Hal ini harus dilakukan untuk menekan resiko efek samping, sekaligus demi
mendapatkan manfaat secara maksimal. Sejauh ini tidak ada efek samping yang serius.
Tapi, seseorang harus dipastikan tidak alergi jenis vitamin tertentu, terutama vitamin C
dan tidak memiliki masalah dengan sistem metabolisme, seperti gangguan fungsi ginjal.
Meskipun suntikan ini bisa menjadi salah satu alternatif pemasukan vitamin C ke dalam
tubuh, tetapi anda harus tetap menjalankan pola makan sehat yang seimbang. Kunci
mendapatkan kecukupan vitamin C secara ideal adalah mengkonsumsinya lebih sering
agar vitamin ini bertahan lebih lama dalam tubuh. Asupan dalam jumlah kecil beberapa
kali sehari, terbukti lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan tubuh.
Vitamin C berjasa bagi kulit melalui dua cara utama yaitu bertindak sebagai antioksidan
dan membantu pembentukan kolagen. Sebagai antioksidan, vitamin C membentuk dan
memperbaiki jaringan kulit rusak akibat radikal bebas. Cara radikal bebas merusak sel-sel
tubuh sama dengan proses oksigen menyebabkan kertas berubah warna menjadi kuning
atau mentega menjadi tengik. Pada kulit, oksidan menimbulkan kerusakan dan proses
penuaan sehingga kulit cepat keriput.
Fungsi utama vitamin C di sini adalah menghambat proses penuaan dini dan
menghaluskan kerut. Pasokan vitamin C sebagai antioksidan akan menghambat kerja
enzim tirosinase, yang bertugas membantu pembentukan pigmen di kulit. Meski
pembentukan pigmen tetap terjadi, warnanya lebih pucat dan kulit akan terlihat lebih
putih.
Di dalam tubuh, antioksidan dibentuk lewat kerja sama vitamin A, C, E, mineral selenium
dan glutation. Vitamin A meningkatkan kerja sel darah merah hingga bisa mengobati
infeksi dan luka pada jaringan tubuh. Vitamin E melindungi sel dari radikal bebas untuk
memperbaiki struktur DNA yang dirusak. Selenium, bersama vitamin E, membantu

menjaga kesehatan kulit, juga rambut dan mata. Glutation membersihkan radikal bebas
berbahaya pada makanan berlemak. Vitamin C dan selenium dapat meningkatkan kadar
glutation dalam tubuh.
Kecukupan vitamin C akan membantu pembentukan kolagen atau senyawa berisi asam
amino mirip lem pengikat sel. "Zat perekat" ini menjadi bagian susunan utama jaringan
penghubung seperti kulit, tulang dan ikatan sendi tulang. Kolagen menjaga kekenyalan
dan kelenturan kulit dengan bantuan vitamin C. Juga untuk mendukung berlangsungnya
proses yang memungkinkan molekul mencapai bentuk terbaiknya (hydroxylation). Tugas
vitamin C pula untuk menjaga kolagen dari risiko cepat rusak dan lemah.
Menambahkan vitamin C pada biakan sel kulit (fibroblast) secara dramatis akan
meningkatkan pelekatan kolagen. Jadi, ketika vitamin C diberikan secara memadai pada
sel kulit, ada kesempatan baik untuk mengurangi kerutan dan meningkatkan kehalusan
permukaan kulit. Inilah yang dimaksudkan sebagai peremajaan kulit karena kulit
memang tampak lebih muda dan cerah. Orang pun menilainya lebih putih.
Untuk mendapatkan manfaat maksimal suntik vitamin C, orang harus tetap
memperhatikan konsumsi makanan dan bergaya hidup sehat, seperti menghindari
makanan berlemak tinggi, atau yang mengandung zat pengawet, pewarna dan penyedap
rasa. Pola makan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya kerusakan kulit, seperti jadi
berminyak dan timbul bercak.
Intinya adalah tetap mengkonsumsi makanan secara seimbang. Karena kekurangan
vitamin atau mineral tertentu bisa menyebabkan kerusakan kulit. Manfaatkan suplemen
untuk kulit, termasuk suntik vitamin C, bila benar-benar memerlukan. Membatasi
konsumsi alkohol, kopi dan teh. Bila berlebihan, jenis minuman tersebut dapat
mempertinggi keasaman tubuh dan menimbulkan dehidrasi. Hal itu tentu tidak
menguntungkan bagi kesehatan. Sebaiknya setiap hari minum air putih atau jus buah,
yang berguna untuk mengeluarkan zat sisa dari tubuh dan membuat sel kulit tetap sehat.
Minumlah 8-10 gelas (2-2,5 liter) air putih dalam sehari. Banyak orang baru minum bila
haus. Padahal, haus bukan satu-satunya tanda tubuh perlu air. Kuah sayur atau jus jangan
dimasukkan sebagai konsumsi minuman. Jumlah asupan air putih perlu ditambah jika
anda banyak berolahraga atau berada di daerah beriklim panas. Bila terus-menerus
kurang mengonsumsi air putih, kulit menjadi pucat, layu dan tidak segar. Cara termudah
adalah meneguk segelas air putih begitu bangun pagi, lanjutkan secara teratur sepanjang
hari dan segelas lagi sebelum tidur.
Istirahat yang cukup dan kendalikan stres. Karena perasaan tenang dan rileks akan
membantu memperlambat proses penuaan. Semoga bermanfaat.
Posted by cres at 8:13 PM 0 comments

Terapi Kecantikan Dengan Vitamin C dan kolagen

Sejak ditemukan 65 juta tahun yang lalu, vitamin c lebih dikenal sebagai pekerja ajaib
wonder worker. Tak hanya meningkatkan daya tahan tubuh, vitamin c juga bermanfaat
bagi kesehatan kulit dan rambut. Kandungan kolagen di dalam vitamin c menjadi asumsi
bagi terbentuknya peremajaan sel kulit. Karen itulah, belakangan ini vitamin c banyak
dijual namanya sebagai pencegah penuaan dini dan pemberantasan masalah kulit.
Masalah kulit
Banyak hal yang menjadi penyebab kulit kering dan kusam diantaranya adalah karena
paparan sinar matahari yang berlebihan, polusi udara, serta pola makan yang tidak
seimbang.
Bila tidak segera ditanggulangi, keadaan bisa semakin parah, seperti timbulnya jerawat,
penuaan dini, dan bahkan pada tingkat ekstrem, kanker kulit.
Masalah klasik ini dapat dihindari, salah satunya dengan terapi vitamin c. gunanya utnuk
mempercepat proses regenerasai kulit, sehingga kulit menjadi lebih cerah sekaligus
terhindar dari infeksi penuaan dini.
Manfaat vitamin c
sebagai antioksidan. Stress, rposes metabolisme tubh serta lingkungan yang tercemar
menyebabkna timbulnya molekul oksigen yang tidak stabil, yang dimakan radikal bebas.
Radikal bebas dapat menjadi musuh bagi kulit tubuh. Kulit, sebagai lapisan terluar tubuh,
adalah bagian yang palling rentan terhadap kerja radikal bebas. Penggunaan vitamin c
dalam dosis memadai dapat menetralisais radikal bebas tersebut. Dengan kata lain,
vitamin c inilah yang dapat mencegah atau mengendalikan problem kulit.
Penghasil kolegan dan elastin. Makin tua usia, produksi elastin dan kolagen makin
berkurang. Saat kolagen menipis, kulit menjadi kendur, berkerut, dan penuh guratan.
Dalam hal ini, vitamin c berperan mempercepat proses regenerasi sel serabut kolagen dan
elsatin.dengan demikian elastisitas kulit akan terjaga sehingga kulit akan tampak kencang
dan kenyal. Perawatan dengan vitamin c secara teratur juga dapat mencegah pernaan dini
yang ditandiai dengan timbulnya kerut2 halus seputar mata, dahi, dan mulut. Penelitian
klinis membuktikan bahwa vitamin c dapat meningkatkan kekenyalan kulit sekitar 50%
dalam waktu dua minggu dan menghilangkan kerutan halus sekitar 85% dalam waktu 3
bulan.
Menghambat pigmentasi dan vlek. Pigmentasi disebabkan oleh adanya enzim tiroksinase.
Karena adanya vitami c, pigmen yang dihaslikan oleh enzim tadi menjadi berkurang
jumlahnya atau warnyanya lebih pudar (hampir tidak tampak). Penggunaan vitamin c
baru dapat memberi hasil optimal jika digabung dengan senyawa hydroquinone dan asam
glikolat. Biasanya, bahan tersebut sudah tersedia dalam produk-produk kosmetik yang
banyak beredar di pasaran.
Ngintip dapur yuk!!!

Tengok dapur donk!!! Siapa tau ada bahan2 alami yang mengandung vitamin c yang
dapat menjadi resep utnuk cantik dan awet muda.
Kentang sebagai cleanser.
Hancurkan kentang mentah dan oleskan pada wajh secara merata. Lalu bersihkan wajah
dengan haduk yang telah dibsahi air hangat. Dapat dilakukan tiap hari utnuk menangkal
jerawat.
Lemon sebgai peeling
Ambil satu buah lemon. Peras dan ambil sarinya. Parut kulitnya, campurkan dengan sari
lemon. Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan selama 8 jam. Oleskan endapan lemon
pada wajah dengan cara ditepuk-tepuk. Biarkan hinggak kering lalu bersihkan dengan
handuk basah. Terakhir bilas wajah dengan air dingin dan bubuhkan pelembab.
Stroberi sebagai astrigent
Campur cangkir stoberi yang sudah dicampurkan dengan cangkir cuka putih (white
vinegar). Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan beberapa jam. Kemudian, pisahkan biji
stroberi dengan saringan bersih,. Tambahkan cangkir air mawar pada endapan stroberi
cuka. Dapat dipakai sebagai astrigent.
Tomat sebagai freshner.
Potong dan hancurkan tomat. Lalu oleskan pada wajah secara merata. Tunggu hingga
wajah terasa kencang, lalu bersihkan dengan haduk basah.
Lemon beku untuk mengecilkan pori2
Campur perasan lemon dengan air. Tuangkan pada cetakan es batu, lalu masukkan ke
dalam freezer. Setelah membeku, keluarkan dari cetakan lalu simpan dalam plastik.
Ambil satu buah es batu lemon dan usapkan pada wajah hingga mencair. Keringkan
wajah dengan tissue wajah yang lembut.
Buah campur sebagai pelembab
Letakkan potongan buah aprikot, melon kuning, peach, dan stroberi dalam kain katun
bersih. Lipat kain yang sudah berisi campuran buah, peras sehingga keluar sarinya
sebanyak 2 sendok makan. Pansakan cangkir minyak almond dan ons paraffin (lilin).
Tuangkan minyak almond, lilin, dan sari buah dalam satu wadah, lalu tambahkan
sendok teh larutan benzoin. Aduk2 kembali hingga bahan tercampur rata, lalu simpan di
tempat dingin atau kulkas. Siap pakai setiap hari setelah mandi.
Apel sebagai masker

Potong apel jadi empat bagian. Ambil satu potng yang belum dikupas, masukkan ke
dalam blender. Tembahkan 1 sendok teh madu dan sendok teh daun sage kering, lalu
hancurkan bersama. Oleskan masker wajah dan biarkan hingga kering. Angkat sisa
masker dengan handuk basah. Masker ini dapat dipakai utnuk kulit kering atau kulit
Kombinasi. Bagi yang memiliki jeins kulit berminyak, tambahkan perasan lemon pada
proses pencampuan.
Posted by cres at 8:05 PM 0 comments

Metode Perawatan Kulit


1. CHEMICAL PEELING
Chemical peeling merupakan suatu tindakan untuk pengelupasan kulit dengan
menggunakan satu atau lebih bahan eksfoliasi pada kulit yang menyebabkan kerusakan
pada epidermis dan dermis yang diikuti dengan regenerasi timbulnya epidermis dan
dermis yang baru.
Indikasi pemakaian pengelupasan kimiawi antara lain untuk peremajaan kulit, kelainan
pigmen, akne, skar bekas akne, beberapa jenis tumor kulit, gangguan keratinisasi. Bahan
yang digunakan berasal dari bahan yang menyebabkan inflamasi, eksfoliasi dan
kerusakan kulit yang terkontrol.

2.PHOTO REJUVENATION
Sesuai dengan namanya photorejuvenation digunakan untuk menyegarkan dan
meremajakan kembali kulit wajah yang kusam. Kulit dapat menjadi kasar dan kusam
karena pengaruh umur, lingkungan dan cuaca.
Photo rejuvenation dilakukan dengan menggunakan sinar, bisa dengan sinar laser atau
Intense Pulse Light(IPL) yang merupakan penyinaran antiinvasive estetik yang tanpa
menyebabkan luka. Setelah wajah dibersihkan photo rejuvenation dilakukan selama 2030 menit.
Photo rejuvenation berguna untuk melancarkan aliran darah ke kulit wajah. Terapi
sinarnya mampu merangsang pertumbuhan kolagen baru, sehingga struktur kulit lebih
kencang dan mengecilkan pori-pori, selain itu dapat menyamarkan pigmen. Pada
umumnya perawatan ini tidak memiliki efek samping. Untuk hasil yang maksimal, dapat
dilakukan secara rutin setiap 2-4 minggu.

3.MICRODERMABRASI

Perawatan ini berguna untuk mengangkat sel-sel kulit mati, flek dan pigmen dipermukaan
kulit yang membuat wajah tampak kusam dan warnanya tidak merata. Microdermabrasi
juga bisa menstimulasi kolagen sehingga bisa memperbaiki pori-pori dan
menyamarkanya, meski efeknya tak sedalam laser. Selain itu bisa juga menghilangkan
bekas jerawat yang tidak terlalu dalam.
Perawatan ini dilakukan dengan cara mengikis lapisan kulit wajah bagian atas secara
lembut. Mikrodermabrasi ada dua jenis ada yang menggunakan kristal maupun diamond.
Kristal yang digunakan harus halus, steril, dan tidak menimbulkan penyakit saat
mengenai kulit, sedangkan diamond memiliki permukaan yang tajam dan bisa digunakan
untuk memotong, permukaan dibuat sedemikian rupa sehingga bisa mengikis secara baik
dan halus.
Setelah tindakan mikrodermabarasi bisa dilanjutkan dengan pemberian masker ataupun
pemberian bahan-bahan nutrisi untuk kulit seperti vitamin C ataupun kolagen. akan lebih
baik hasilnya bila pemasukan bahan tersebut menggunakan metode iontoforesis.
Iontoforesis merupakan cara untuk memasukkan bahan nutrisi tersebut dengan alat
khusus sehingga bahan tersebut akan lebih baik diserap oleh lapisan kulit yang lebih
dalam.
Tindakan ini tergolong ringan karena hanya dilakukan selama kurang lebih 15-20 menit.
Tindakan ini perlu diulang paling tidak setiap 2 minggu sekali.

4.FACELIFTING menggunakan RADIOFREKUENSI


Saat ini juga berkembang cara perawatan dengan menggunakan radiofrekuensi.
Perawatan ini berguna untuk mengangkat kulit wajah yang sudah kendur, sehingga
menjadi kencang kembali. Dengan cara ini kolagen menjadi lebih padat, sehingga bisa
mengurangi kekenduran kulit. Perawatan menggunakan Radiofrekuensi dilakukan dengan
gelombang yang kadar panasnya bisa disesuaikan.
Cara di atas aman asalkan disesuaikan dengan kondisi kulit, sehingga untuk melakukan
tindakan di atas sebaiknya dilakukan konseling dulu, mengenai riwayat penyakit yang
pernah diaalami sehingga dapat dipilih tindakan mana yang tepat untuk dilakukan sesuai
dengan kondisi kulit dan permasalahannya. Kontra indikasi tindakan perawatan seperti
diatas antara lain riwayat radiasi, operasi kosmetik, riwayat herpes zoster, riwayat keloid
dan skar hipertrofi, hamil, penggunaan isotretinoin.
Perbedaan dengan facial tradisional yang sering dilakukan adalah pada facial tradisional
pembersihan hanya sampai pada lapisan kulit yang paling atas sehingga tidak ada efek
terapetik untuk membantu menghilangkan gangguan pada kulit.
Pada beberapa tindakan perawatan di atas selain dapat merangsang kolagen yang akan

menyebabkan kulit menjadi muda dan cerah juga dapat membantu mengatasi berbagai
gangguan kosmetik pada kulit seperti noda-noda, dan skar yang ringan maupun jerawat.
Tindakan di atas sebaiknya dilakukan dibawah pengawasan dokter, sehingga bila terjadi
efek samping yang terjadi dapat segera diatasi
Sesuai namanya tindakan perawatan di atas berguna untuk rejuvenation atau peremajaan
kulit maka tindakan tersebut tepat untuk perawatan anti aging atau anti penuaan yang
sedang digencarkan saat ini.
Posted by cres at 8:02 PM 0 comments

Tuesday, August 5, 2008


Askep Anak Dengan Leukemia
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi
tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen
sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan
invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell
leukemia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6. Kelainan kromosom : Sindrom Blooms, trisomi 21 (Sindrom Downs), Trisomi G
(Sindrom Klinefelters), Sindrom fanconis, Kromosom Philadelphia positif,
Telangiektasis ataksia.
C. JENIS LEUKEMIA
1. Leukemia Mielogenus Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid:
monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena;
insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi.

2. Leukemia Mielogenus Kronis


CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak
sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang
menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi
tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,
peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3. Luekemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, lakilaki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL
jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
4. Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi
klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau
penanganan penyakit lain.
D. PATOFISIOLOGI
a.Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast.
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan
menimbulkan anemia dan trombositipenia.
b.Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
c.Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang
yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
peningkatan tekanan jaringan.
d.Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe,
nodus limfe, dan nyeri persendian.
(Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175)
E. TANDA DAN GEJALA
1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2. Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan
haluaran urin.
4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang,
ansietas.
5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan
disfagia
6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia,

aktivitas kejang, otot mudah terangsang.


7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan
bunyi nafas
9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam,
infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
G. PENATALAKSANAAN
1. Pelaksanaan kemoterapi
2. Irradiasi kranial
3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan
behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui
intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar monozigot)
3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia,
muntah, sesak, nafas cepat
4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas,
infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran
mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula:
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6. Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekkitar rektal dan nyeri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh
sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur,
imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negatif
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a. Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
c. Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.
Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
d. Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
f. Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap
perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk
dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
g. Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit
dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau
Hibiclens bila diindiksikan.
j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
k. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
l. Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
m. Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium misal : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau

tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.


Kaji ulang seri foto dada.
Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
et rendah bakteri misal makanan dimasak, diprosesBerikan di
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan :
muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan
kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Volume cairan adekuat
b. Mukosa lembab
c. Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
d. Nadi teraba
e. Haluaran urin 30 ml/jam
f. Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a. Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan.
Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b. Timbang berat badan tiap hari
c. Awasi TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan
gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi
tusukan invsif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet halus.
j. Kolaborasi :
Berikan cairan IV sesuai indikasi
Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld,
port implan)
Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat,
natrium biukarbonat, pelunak feses.
3. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe,
sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Menunjukkan perilaku penanganan nyeri

c. Tampak rileks dan mampu istirahat


Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal.
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
i. Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas dalam,
sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi :
Awasi kadar asam urat
Berika obat sesuai indikasi : analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin,
morfin, hidromorfon)
Agen antiansietas (diazepam, lorazepam)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju
metabolik
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a. Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
b. Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
c. Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD
dalam batas normal
Intervensi :
d. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas.berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa ganggaun
e. Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri,
pengunaan kursi untuk madi
f. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan
berikan antiemetik sesuai indikasi
g. Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
a. TD 90/60mmHg
b. Nadi 100 x/mnt
c. Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
d. Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)

e. Hb 14-18 gr%
Intervensi :
f. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan. Pantau
Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
g. Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
h. Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap
perdarahan
i. Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
j. Gunakan jarum ukuran kecil
k. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan
tekan perlahan.
l. Beri bantalan tempat tidur untuk cegh trauma
m. Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah sekunder
adanya destruksi SDM
Tujuan : perfusi adekuat
Kriteria hasil :
a. Masukan dan haluaran seimbang
b. Haluaran urin 30 ml/jam
c. Kapileri refill < 2 detik
d. Tanda vital stabil
e. Nadi perifer kuat terpalpasi
f. Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a. Awasi tanda vital
b. Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
c. Catat perubahan tingkat kesadaran
d. Pertahankan masukan cairan adekuat
e. Evaluasi terjadinya edema
f. Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN
Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi
Berikan cairan hipoosmolar
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
2. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
3. Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting
Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC; 1999
4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001
Posted by cres at 2:59 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Hirscprung ( Mega Colon )


KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit
yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas
pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah
kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan
kebanyakan terjadi 3 Kg, lebih banyak laki lakipada bayi aterm dengan berat lahir
dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga
terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden,
2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson,
1995 : 141 ).

D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan
berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya
feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah
timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus

Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk
dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz
Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah
diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,
2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya
diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total ( NPT )
Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 3 tahun bisa juga
dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 7 tahun. Menurut Yupi. S
( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal
anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap
merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul
melalui kata kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan
dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya
bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan

dengan masalahmasalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung
untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai
mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat
( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan
keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih,
1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun
dan tinggi badan akan bertambah kira kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah
yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada
medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar
kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi
molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002:
546 ).
1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam
hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan
pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak
nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering
menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan
contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan
permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan
orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan
pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi
anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
KONSEP KEPERAWATAN
DIAGNOSA, TUJUAN, DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces
( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi
secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %

2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali


3. Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran
pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk
mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz,
Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan
segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong,
2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat obatan.
Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya
kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal hal yang ingn diketahui
sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat obatan pada keluarga

pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
Posted by cres at 2:56 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Hiperbilirubinemia ( Icterus )


PENDAHULUAN
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir
(BBL). Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada bayi
cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan.
Perawatan Ikterus berbeda diantara negara tertentu, tempat pelayanan
tertentu dan waktu tertentu. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengelolaan pada
BBL, seperti pemberian makanan dini, kondisi ruang perawatan, penggunaan
beberapa propilaksi pada ibu dan bayi, fototherapi dan transfusi pengganti. Asuhan
keperawatan pada klien selama post partum juga terlalu singkat, sehingga klien dan
keluarga harus dibekali pengetahuan, ketrampilan dan informasi tempat rujukan,
cara merawat bayi dan dirinya sendiri selama di rumah sakit dan perawatan di
rumah.
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peranan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara paripurna.
Tulisan ilmiah ini bertujuan untuk :
1. Agar perawat memiliki intelektual dan mampu menguasai pengetahuan dan
keterampilan terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien
dan keluarga dengan bayi Ikterus (Hiperilirubinemia),
2. Agar Perawat mampu mempersiapkan klien dan keluarga ikut serta dalam proses
perawatan selama di Rumah Sakit dan perewatan lanjutan di rumah.
Atas dasar hal tersebut diatas maka penulis menyusun tulisan ilmiah dengan
judul Asuhan Keperawatan dan Aplikasi Discharge Planing pada klien dengan Bayi
Hiperbilirubinemia
KONSEP DASAR
A.Definisi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
Timbul pada hari kedua-ketigaa
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% padab
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per haric
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %d
Ikterus hilang pada 10 hari pertamae
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentuf

2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia


Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapata
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.b
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolikc
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).d
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20e
(beta) , diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubinf
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.g
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi
, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam

air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan
Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).
E. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi

Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan


Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek
4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.a
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadangb
Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.c
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.d
Darah tepi lengkap.e
Golongan darah ibu dan bayi.f
Test Coombs.g
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Heparh
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis.a
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, ataub
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.c
Polisetimia.d
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,e
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi.f
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.g
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.h
Pemeriksaan lain bila perlu.i
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu

pertama.
Sepsis.a
Dehidrasi dan Asidosis.b
Defisiensi Enzim G6PD.c
Pengaruh obat-obat.d
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.e
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
Karena ikterus obstruktif.a
Hipotiroidismeb
Breast milk Jaundice.c
Infeksi.d
Hepatitis Neonatal.e
Galaktosemia.f
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.a
Pemeriksaan darah tepi.b
Skrining Enzim G6PD.c
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.d
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
B. Diagnosa Keperawatan , Tujuan , dan Intervensi

Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang


memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun
perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai
diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.
1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake
output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan
dengan efek fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu ant- 37ara 35,5
C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan
kelembabannya.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi
yang diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejalagejala
untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek
fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :

Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida
menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji
adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak
bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam
sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan
Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tandatanda
vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati
adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor
pemeriksaan laboratorium sesuai program.
C. Aplikasi Discharge Planing.
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan
hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi
tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan
gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan
dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik
dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (Whaley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguangangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui
menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal
mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.a
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerahb
sekitar kulit yang rusak.
Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankanc
kelembaban kulit.
Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.d
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapate
mengakibatkan lecet karena gesekan

Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit sepertif


penekanan yang lama, garukan .
Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karenag
bab dan bak.
Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgorh
kulit, capilari reffil.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
celsius)1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak
dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
letargi ( bayi sulit dibangunkan )a
demam ( suhub > celsius)37
muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)c
diare ( lebih dari 3 x)d
tidak ada nafsu makan.e
12. Keamanan
Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau,a
gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
Mencegah benda panas, listrik, dan lainnyab
Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakanc
mobil atau sarana lainnya.
Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.d
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, J. (1985). Materity and Gynecologic Care. Precenton.
Cloherty, P. John (1981). Manual of Neonatal Care. USA.
Harper. (1994). Biokimia. EGC, Jakarta.
Hazinki, M.F. (1984). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani
CV,Toronto.
Markum, H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.
Mayers, M. et. al. ( 1995). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill.
Inc.,New York.
Pritchard, J. A. et. al. (1991). Obstetri Williams. Edisi XVII. Airlangga University
Press,Surabaya.
Susan, R. J. et. al. (1988). Child Health Nursing. California,
Posted by cres at 2:43 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Atrium Septal Defact ( ASD )


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah
hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena
kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat
muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan
setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum
sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang
letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat
ini harus ditutup dengan tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah
melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger.
Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan.
Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau
dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu
1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai
kelainan katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.
2. Patofisiologi
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang
melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium
tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar
daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang.
Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt
dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi
akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah
menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah
yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
3. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal

a. Ibu menderita infeksi Rubella


b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
Gangguan hemodinamik
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga
memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.
4. Manifestasi Klinik
1. Bising sistolik tipe ejeksi di daerah sela iga dua/tiga pinggir sternum kiri.
2. Dyspnea
3. Aritmia
5. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
2. Foto thorax
3. EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD
Secundum; RBBB,RVH
4. Echo
5. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan
kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi
atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan
sumber-sumber informasi tambahan.
6. TEE (Trans Esophageal Echocardiography)
6. Komplikasi
1. Gagal Jantung
2. Penyakit pembuluh darah paru
3. Endokarditis
4. Aritmia
7. Terapi medis/pemeriksaan penunjang
1. Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak berusia 5-10 tahun. Prognosis

sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi sindrome Eisenmenger,
umumnya menunjukkan prognosis buruk.
2. Amplazer Septal Ocluder
3. Sadap jantung (bila diperlukan).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
- Inspeksi :
Status nutrisi Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan
dengan penyakit jantung.
Warna Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan
pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
Deformitas dada Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
Pulsasi tidak umum Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
Ekskursi pernapasan Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya
dengkur ekspirasi).
Jari tabuh Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
Perilaku Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa
jenis penyakit jantung.
- Palpasi dan perkusi :
Dada Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti
thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)
Abdomen Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
Nadi perifer Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan
ketidaksesuaian.
- Auskultasi
Jantung Mendeteksi adanya murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang
membantu melokalisasi defek jantung.
Paru-paru Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
Tekanan darah Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian
antara ekstremitas atas dan bawah)
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian mis; ekg, radiografi, ekokardiografi,
fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin,
volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
2. Diagnosa keperawatan

1. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan


defek struktur.
Tujuan :
Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria hasil :
a. Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
usia.
b. Keluaran urine adekuat (antara 0,5 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi keperawatan/rasional
a. Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk
mencegah toxisitas.
b. Beri obat penurun afterload sesuai program
c. Beri diuretik sesuai program
2. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem
transport oksigen
Tujuan :
Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi keperawatan/rasional
a. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
b. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
c. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
d. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia
meningkatkan kebutuhan oksigen.
e. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
f. Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.
3. Diagnosa keperawatan : Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tujuan :
Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan
usia
Kriteria hasil :
a. Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas sesuai usia
c. Anak tidak mengalami isolasi sosial
3. Intervensi Keperawatan/rasional
a. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan
kecenderungan pertumbuhan.

c. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.


d. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
e. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti
anak yang lain.
f. Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan
beristirahat bila lelah.
4. Diagnosa keperawatan : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang
lemah.
Tujuan :
Klien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
Kriteria hasil :
Anak bebas dari infeksi.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
b. Beri istirahat yang adekuat
c. Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami.
5. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan
kondisi jantung dan terapi
Tujuan :
Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi Keperawatan/rasional
a. Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi :
Gagal jantung kongestif :
- Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
- Takipnea
- Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
- Keletihan
- Penambahan berat badan yang tiba-tiba.
- Distress pernapasan
Toksisitas digoksin
- Muntah (tanda paling dini)
- Mual
- Anoreksia
- Bradikardi.
Disritmia
Peningkatan upaya pernapasan retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
Hipoksemia sianosis, gelisah.
Kolaps kardiovaskular pucat, sianosis, hipotonia.
b. Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
- Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
- Tetap tenang.

- Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.


- Hubungi praktisi
c. Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada
keluarga.
d. Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
e. Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.
f. Gali perasaan mengenai pilihan pembedahan.
6. Diagnosa Keperawatan : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai
anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil :
Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
Intervensi Keperawatan/rasional :
a. Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan
masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan
ansietas/rasa takut.
b. Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk
memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
c. Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk
mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
d. Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk
anak.
4. Evaluasi
Proses : langsung setalah setiap tindakan
Hasil : tujuan yang diharapkan
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah

Daftar Pustaka
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung
dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Posted by cres at 2:37 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Marasmus ( MEP )

A. KONSEP DASAR
1.PENGERTIAN
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat
gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam
makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu
pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang
penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
2. ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan
orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
3. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,

protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
4. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat
tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe,
tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi
mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
5. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat

Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa,
sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia
berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB
biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama
peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan
dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai
F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap,
yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari
atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari,
dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam
meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik

menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar
2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
B. KONSEP KEPERAWATAN
DIAGNOSA, TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat
makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi
menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan
memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
(Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan
gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau
nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas
motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok
usia.

b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II


c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder
akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein
(malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema,
memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.
Posted by cres at 2:31 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Kejang Demam sementara ( KDS )


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wongs edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga
disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah
5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul

mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma,
bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus
alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia
serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith Lemli
Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan
kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
keotak melalui system kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri
karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+
maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita
epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)


2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai
dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang
mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan
masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat.
Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik
yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan
oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3
detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus
nokturnal benigna.
a. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan
terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal
dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas
neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah
gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang
bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan
sering diikuti hiper sekresi selama 10 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai
dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk
pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 15 detik
terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai
adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG
perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila
disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur.
Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari
persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama
dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik
nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya
selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini
tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan

Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan
tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera
untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila
terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60
80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa hendaknya disertai dengan
monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan
peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca
glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50%
Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2
6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy
infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi
baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang
rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia
dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis
selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang
pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi
peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium

a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan
ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal
yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan
struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan
rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina
terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara
dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap
pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara
berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.

2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan
analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila
cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan
berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma
pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang
diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan
untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar
belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion
atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat
juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan
kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang
pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan
virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan
baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan
vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi
dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan
ubun ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 3 tahun
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap

b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan


c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya
8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang

kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut


terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol,
menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi
pengobatan atau perawatan
8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut

B. KONSEP KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan
gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda
misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot
lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor
pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang
ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus
spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan


5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan
keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum,
sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali
terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien
dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR
dalam batas normal
Intervensi

Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan
penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda
daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya
lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan
pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan
pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam
setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningkat
Posted by cres at 2:27 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Demam Tifoid ( Tifus )


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart,
1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.
1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang
dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 14 hari

a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk

diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.


Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah
setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia
dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa,
titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6
bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau
2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang
mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H
yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih
baik dari suspensi dari strain lain.

8. Tumbuh kembang pada anak usia 6 12 tahun


Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan
dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel.
Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai
mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk
perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

9. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar
oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui
makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak
teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan
keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari

pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan
distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari,
kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising
usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva
dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan
distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari
klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan
barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase
serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil

Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut
serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga
untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien
menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya
jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga
dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan
cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien
mengerti tentang penyakitnya.
Posted by cres at 2:20 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Demam Dengue ( DHF )


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.
(Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic
fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang

tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
2. Etiologi
a. Virus dengue sejenis arbovirus.
b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1
dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3
dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3
merupakan serotif yang paling banyak.
3. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian
akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam
sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia
dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila
tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
4. Tanda dan gejala
a. Demam tinggi selama 5 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.


e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
5. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
b. Shock atau renjatan.
c. Effuse pleura
d. Penurunan kesadaran.
6. Klasifikasi
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit
seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan
system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab,
dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi

renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)
8. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak .
c. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan
intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4
mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
e. Anti konvulsi jika terjadi kejang
f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan

h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut


i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
9. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan
dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel.
Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai
mengembangkan cirri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk
perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan kehalusan.
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal


4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
10. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
g. Selalu ingin tahu alasan tindakan
h. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit.

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan
DHF dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik.
Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
a. Mengkaji data dasar, kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual pasien dari berbagai sumber
(pasien, keluarga, rekam medik dan anggota tim kesehatan lainnya).
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
c. Kaji riwayat keperawatan.
d. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak
nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut nadi cepat dan
lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada ekstrimitas, sianosis, gelisah,
penurunan kesadaran).
2. Diagnosa keperawatan .
Penyusunan diagnosa keperawatan dilakukan setelah data didapatkan, kemudian
dikelompokkan dan difokuskan sesuai dengan masalah yang timbul sebagai contoh
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus DHF diantaranya :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
3. Intervensi
Perumusan rencana perawatan pada kasus DHF hendaknya mengacu pada masalah

diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan
menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan
memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
keperawatan :
a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji KU dan kondisi pasien
2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3) Observasi tanda-tanda dehidrasi
4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
5) Balance cairan (input dan out put cairan)
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan
Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh

2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti
terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 2000 cc per
hari
6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi
1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat

Kriteria hasil
Klien mengerti tentang proses penyakit DHF
1) Kaji tingkat pendidikan klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau
diketahuinya.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil
Trombosit dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji adanya perdarahan
2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)
3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.
4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien
5) Monitor hasil darah, Trombosit
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Tujuan
Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil

Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.


Intervensi
1) Observasi tingkat kesadaran klien
2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).
3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)
4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.
4. Evaluasi.
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau tindakan
keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi evaluasi formatif / evaluasi
proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan implementasi yang dibuat setiap hari
sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat
mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan.
Evaluasi :
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
e. Pengetahuan keluarga bertambah.
f. Shock hopovolemik teratasi
Posted by cres at 2:17 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Gastro Enteritis ( GE ) / Diare


KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah
cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal

yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).


2. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali
sehari.
3. Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari
3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
4. Diare Infeksius adalah suatu keadaan dimana anak sering buang air besar dengan tinja
yang encer sebagai akibat dari suatu infeksi. (www.medicastore,2007)
B. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare,
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat
pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan:
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam
lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena
peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
D. MANIFESTASI KLINIS
Muntah.
Demam.
Nyeri Abdomen
Membran mukosa mulut dan bibir kering
Fontanel Cekung
Kehilangan berat badan
Tidak nafsu makan
Lemah
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).Tanda-tandanya: Berak cair 1-2 kali sehari - Muntah tidak adaB - Haus tidak ada - Masih mau makan Masih mau bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.
Tanda-tandanya: - Berak cair 4-9 kali sehari - Kadang muntah 1-2 kali sehari - Kadang
panas - Haus - Tidak mau makan - Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: - Berak cair
terus-menerus - Muntah terus-menerus - Haus sekali - Mata cekung - Bibir kering dan
biru - Tangan dan kaki dingin - Sangat lemah - Tidak mau makan - Tidak mau bermain Tidak kencing 6 jam atau lebih - Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air
yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis.
Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
E. KOMPLIKASI.
Dehidrasi
Renjatan hipovolemik
Kejang
Bakterimia
Mal nutrisi
Hipoglikemia
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot
kaku sampai sianosis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah
putih.
Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
G. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan: - Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya - Bila keadaan anak
bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang


Tindakan: - Berikan oralit - ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Teruskan pemberian
makanan - Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang - Bila tidak ada
perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan: - Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan - Oralit
dan ASI diteruskan selama masih bisa minum
Takaran Pemberian Oralit.
Umur
Jumlah Cairan
Di bawah 1 thn
3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret
Di bawah 5 thn (anak balita)
3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret
Anak diatas 5 thn
3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret
Anak diatas 12 thn & dewasa
3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)
Prinsip Penatalaksanaan
a.Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
Memberikan terapi simtomatik
Memberikan terapi definitif.
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup
banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar
kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya
ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat
dihitung dengan cara/rumus:

Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma - 1,025
- x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
Rasa haus/muntah = 1
BP sistolik 60-90 mmHg = 1
BP sistolik <60 mmHg = 2
Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1
Kesadaran apatis = 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
Frekuensi napas >30 x/mnt = 1
Facies cholerica = 2
Vox cholerica = 2
Turgor kulit menurun = 1
Washer womens hand = 1
Ekstremitas dingin = 1
Sianosis = 2
Usia 50-60 tahun = 1
Usia >60 tahun = 2
Kebutuhan cairan =
Skor x 10% x kgBB x 1 ltr
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali
dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap
liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah
rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan
dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan
cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan
lengkap pada akhir jam ke-3.

b.Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.


Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis
diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai
dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.Gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah,
elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya
infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi
Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur
dan Rotavirus biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.
Secara klinis diare karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1) Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.
2) Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai manifestasi
klnis diare.
c.Memberikan terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya.
Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh
bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus
yang seyogyanya cepat dieliminasi.
d.Memberikan terapi definitif.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
2) V. parahaemolyticus,
3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4) C. perfringens, spesifik
5) A. aureus : Kloramfenikol
6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti
Siprofloksasin7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8) Helicobacter: Eritromisin
9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus: simtomatik dan suportif
Penyakit Diare dapat ditularkan melalui: - Pemakaian botol susu yang tidak bersih Menggunakan sumber air yang tercemar - Buang air besar disembarang tempat Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa, dll) atau oleh tangan yang kotor.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIARE
A.PENGKAJIAN.
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan

masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi,psikal


assessment. Kaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :
Identitas klien.
Riwayat keperawatan.
Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia
kemudian timbul diare.
Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung,tonus
dan turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari
4 kali dengan konsistensi encer.
Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita,riwayat pemberian imunisasi.
Riwayat psikososial keluarga.
Dirawat akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga,kecemasan
meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak,setelah
menyadari penyakit anaknya,mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
Kebutuhan dasar.
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,BAK
sedikit atau jarang.
Pola nutrisi : diawali dengan mual,muntah,anopreksia,menyebabkan penurunan berat
badan pasien.
Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lamah dan adanya nyeri akibat
distensi abdomen.
Pemerikasaan fisik.
Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah,kesadran composmentis sampai
koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan

menurun,anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan
menurun.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta
intake terbatas (mual).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya
Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
C. RENCANA KEPERAWATAN
Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
Rasional
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasiPantau intake dan
output.
Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.Memberikan
informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif
Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui

Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
Rasional
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Menurunkan kebutuhan metabolik
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai
pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan
peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin
penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih
lanjut
Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi
Rasional
Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri
Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung
dan kompres hangat abdomen
Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan
kemampuan koping
Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit
Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus
GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis
Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri,
petunjuk verbal dan non verbal
Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya
Dx.4 : Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya.
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.

Intervensi
Rasional
Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang
mekanisme koping yang tepat.
Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien
yang anaknya mengalami masalah yang sama
Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang
yang mengalami masalah yang demikian
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam
membantu klien.
Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan
Dx.5 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu
mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi
Rasional
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang
penyakit dan perawatan anaknya.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang
pengetahuan sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien
dan keluarga dalam proses perawatan klien
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek
samping yang mungkin timbul
Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri
anaknya
Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda
kenyamanan
Intervensi
Rasional
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam
perawatn yang dilakukan

Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan


Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin
Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress
Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien
Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun
D. EVALUASI
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila
ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana,
kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam
evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan
tercapai.
Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhantubuh.
Integritas kulit kembali normal.
Rasa nyaman terpenuhi.
Pengetahuan kelurga meningkat.
Cemas pada klien teratasi.
Posted by cres at 2:12 AM 0 comments

Askep Anak Dengan Bronchopneumonia ( BP )


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong,
1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang
lama,tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan
meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.
2. Etiologi
Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus

Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial


Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans,
Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit
menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
3. Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus
penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi
peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran
kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli,
fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan
napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan
produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga
pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan
yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi
dapat digambarkan pada skema proses.
4. Manifestasi klinis
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini
umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas
sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif napas bunyi pemeriksaan paru
saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan
nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan

infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan
kesulitan menelan.
5.Pemeriksaan penunjang
a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak
rutin dilakukan karena sukar.
b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
c. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.
6.Penatalaksanaan
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrasiklin 3 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang
berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin)
dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
Simptomatik terhadap batuk.
Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik
yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai
spektrum sempit.
7. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.


f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Tumbuh kembang anak usia 6 12 tahun
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan
dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel.
Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai
mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk
perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1. Loncat tali
2. Badminton
3. Memukul
4. Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan
kehalusan.
b. Motorik halus
1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
1. Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi
2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
8.Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak

b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah,
sianosis
b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua

1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan


2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya
2. Diagnosa keperawatan
1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi yang tidak adekuat.
5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan
kurangnya informasi.
7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi
3. Intervensi
a.Diagnosa 1
Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.
KH : sekret dapat keluar.
Rencana tindakan :
1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi
napas abnormal.
2. Lakukan suction sesuai indikasi.
3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam
4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang
5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien

6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan


7. Lakukan perkusi dada
8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas
b.Diagnosa 2
Tujuan : pertujaran gas kembali normal.
KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan
oksigenisasi jaringan secara adekuat
Rencana tindakan :
1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis
2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler
3. Beri oksigen sesuai program
4. Monitor AGD
5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman
6. Cegah terjadinya kelelahan
c.Diagnosa 3.
Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal
KH : Tanda dehidrasi tidak ada.
Rencana tindakan :
1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan)
2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral
3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran
menurun, tanda-tanda vital.
4. Pertahankan keakuratan tetesan infus
5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)

d.Diagnosa 4.
Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.
KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..
Rencana tindakan :
1. Kaji status nutrisi klien
2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)
3. Timbang BB klien setiap hari.
4. Kaji adanya mual dan muntah
5. Berikan diet sedikit tapi sering
6. Berikan makanan dalam keadaan hangat
7. kolaborasi dengan tim gizi
e.Diagnosa 5
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi
dan ketiak
3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
4. Berikan minum per oral
5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
f.Diagnosa 6
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah

dilakukan tindakan keperawatan


KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya
2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien
3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah
sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai
4. Tekankan perlunya melindungi anak.
5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.
6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum
dimengertinya
g.Diagnosa 7
Tujuan : Cemas anak hilang
KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.
3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya
4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien
5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien
6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :
a. Pertukaran gas normal.

b. Bersihan jalan napas kembali efektif


c. Intake dan output seimbang
d. Intake nutrisi adekuat
e. Suhu tubuh dalam batas normal
f. Pengetahuan keluarga meningkat
g. Cemas teratasi
Posted by cres at 2:02 AM

Anda mungkin juga menyukai