1.
2.
Hipotermia
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami penurunan
suhu tubuh terus-menerus dibawah 35, 5C per rektal karena peningkatan kerentanan
terhadap faktor-faktor eksternal.
Faktor yang berhubungan :
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan panas, hujan, angin
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Berat badan yang ekstrim
Berhubungan dengan mengkonsumsi alkohol
Berhubungan dengan dehidrasi
Berhubungan dengan inaktivitas
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu takefektif :
Bayi baru lahir
Lansia
Data mayor :
Suhu dibawah 35,5C per rektal
Kulit dingin
Pucat (sedang)
Menggigil (ringan)
Data minor :
Kekacauan mental/ngantuk/gelisah
Penurunan nadi dan pernapasan
Kakeksia/malnutrisi
Kriteria hasil :
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipotermia.
2. Menghubungkan metoda mempertahankan kehangatan/pencegahan kehilangan
panas.
3. mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi :
1. Ajarkan klien untuk mengurangi pemajanan terhadap lingkungan dingin yang lama.
2. Jelaskan pada anggota keluarga bahwa neonatus, bayi dan lanjut usia lebih rentan
terhadap kehilangan panas.
3. Ajarkan tanda-tanda awal hipotermia : kulit dingin, pucat, menggigil.
4. Jelaskan perlunya minum air 8-10 gelas setiap hari
5. Jelaskan perlunya menghindari alkohol pada cuaca yang sangat dingin.
6. Ajarkan untuk mengenakan pakaian ekstra.
3.
Hipertermia :
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami peningkatan
suhu tubuh terus-menerus diatas 37,8 per oral atau 38,8C per rektal karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal.
Faktor yang berhubungan :
Tindakan
Berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk berkeringat :
(Pengobatan khusus)
Situasional
Berhubungan dengan pemajanan pada panas (matahari)
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan iklim
Berhubungan dengan penurunan sirkulasi :
Berat badan yang ekstrim
Dehidrasi
Berhubungan dengan insufisiensi hidrasi untuk aktivitas yang berat
Maturisional
Berhubungan dengan regulasi suhu tak efektif :
Bayi baru lahir
Bayi prematur
Lanjut usia
Data mayor :
Suhu lebih tinggi 37,8 per oral atau 38,8C per rektal
Data minor :
Kulit kemerahan
Hangat bila disentuh
Frekwensi pernapasan meningkat
Takikardi
Merinding
Dehidrasi
Nyeri atau sakit yang spesifik atau umum (mis; sakit kepala, pegal-pegal)
Malaise/keletihan/kelemahan
Kehilangan nafsu makan
Kriteria hasil :
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko terhadap hipertermia.
2. Menghubungkan metoda pencegahan hipertermia.
3. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi :
1. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan masukan cairan yang adekuat
(sedikitnya 2000 ml/hari kecuali terdapat kontraindikasi penyakit jantung atau ginjal)
untuk mencegah dehidrasi
2. Pantau masukan dan haluaran.
3. Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau aktivitas
yang direncanakan.
4. Ajarkan pentingnya peningkatan masukan cairan selama cuaca panas dan latihan
5. Jelaskan mengapa anak-anak dan lansia lebih berisiko terhadap hipertermia.
6. Jelaskan perlunya menghindari alkohol, kafein, dan makan banyak dan makanan
berat selama cuaca panas.
7. Jelaskan pentingnya mengenakan pakaian longgar, tipis dan menyerap keringat
8. Ajarkan tanda-tanda awal hipertermia atau serangan panas : Kulit kemerahan,
keletihan, sakit kepala, kehilangan nafsu makan.
4.
Takefektif termoregulasi
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif dengan
adanya ketidaksesuaian atau perubahan faktor-faktor eksternal.
Faktor yang berhubungan
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan
Berhubungan dengan benda-benda yang basah dan dingin (pakaian, tempat tidur)
Berhubungan dengan permukaan tubuh yang basah
Berhubungan dengan pakaian yang tidak sesuai dengan cuaca
Maturisional
Berhubungan dengan terbatasnya regulasi kompensasi metabolik
Usia lanjut
Bayi baru lahir
Kriteria hasil :
Bayi akan
1. Mempunyai suhu antara 36,4-37,5C.
Orang tua akan
1. Menjelaskan teknik untuk menghindari kehilangan panas dirumah.
Intervensi :
1. Kurangi atau hilangkan sumber-sumber kehilangan panas pada bayi
a. Evaporasi
- Saat mandi, siapkan lingkungan yang hangat.
- Basuh dan keringkan setiap bagian untuk mengurangi evaporasi
- Batasi waktu kontak dengan pakaian atau selimut basah
b. Konveksi
- Hindari aliran udara (pendingin udara, kipas angin, lubang angin terbuka)
c. Konduksi
- Hangatkan seluruh barang-barang untuk perawatan (stetoskop, timbangan, tangan
pemberi perawatan, baju, sprei)
d. Radiasi
- Kurangi benda-benda yang menyerap panas (logam)
- Tempatkan ayunan bayi tempat tidur jauh dari tembok (diluar) atau jendela jika
mungkin.
2. Pantau suhu tubuh bayi
a. Jika suhu dibawah normal
- Selimuti dengan dua selimut
- Pasang tutup kepala
- Kaji sumber-sumber lingkungan untuk kehilangan panas
- Jika hipotermia menetap lebih dari 1 jam, rujuk kepada yang lebih ahli.
- Kaji terhadap komplikasi stres dingin, hipoksia, asidosis respiratorik, hipoglikemi,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, penurunan berat badan
b. Jika suhu diatas normal
- Lepaskan selimut
- Lepaskan tutup kepala, jika dikenakan
- Kaji suhu lingkungan sekali lagi
- Jika suhu hipertermia menetap lebih dari 1 jam, laporkan dokter.
3. Ajarkan pemberi perawatan mengapa bayi rentan terhadap suhu (panas dan dingin)
a. Peragakan cara untuk penghematan panas selama mandi.
b. Intruksikan bahwa tidak perlu mengukur suhu secara rutin dirumah
c. Ajarkan untuk mengukur suhu jika bayi panas, sakit, atau peka rangsang
4. Ajarkan lanjut usia mengapa mereka rentan terhadap cuaca panas dan dingin
5. Rujuk ke hipotermia dan hipertermia untuk pencegahan
5.
6.
Intervensi
1. Pastikan individu bahwa tindakan tersebutu dilakukan untuk menjamin keamanan.
2. Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan
meminta individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, Sekarang
perhatikan saya dan bernapaslah perlahan-lahan bersama saya seperti ini.
3. Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali
ekspirasi udara.
4. tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih
efektif.
5. Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol
pernapasan secara sadar apabila penyebabnya tidak diketahui.
6. Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda
penanganan yang efektif.
8.
Intevensi
1. Instruksikan individu untuk melakukan metode batuk terkontrol yang tepat
a. Napas dalam dan selambat mungkin dengan posisi duduk setegak mungkin.
b. Gunakan pernapasan diafragma.
c. Tahan napas selama 3-5 detik kemudian hembuskan secara perlahan sebanyak
pernapasan ini jika mungkin melalui mulut (rangka iga bawah dan abdomen harus
turun)
d. Ambil napas kedua, tahan, batukkan dengan kuat dari dada (bukan dari
belakang mulut atau tenggorokan), gunakan dua batuk pendek yang benar-benar
kuat.
2. Kaji adanya program analgesik.
a. Kaji apakah individu terlalu lesu.
b. Kaji apakah individu masih merasa nyeri.
3. Lakukan batuk apabila individu tampak mempunyai tingkat penyembuhan nyeri
terbaik dengan tingkat kewaspadaan dan penampilan fisik yang optimal.
4. Bebat insisi abdomen atau dada dengan tangan, bantal atau keduanya.
5. Pertahankan hidrasi yang adekuat.
6. Pertahankan kelembaban udara inspirasi adekuat.
7. Rencanakan periode istirahat (setelah batuk, sebelum makan)
8. Latih dengan semangat dan anjurkan batuk, menggunakan penguatan yang positif.
9. Lanjutkan dengan penyuluhan kesehatan dengan penguatan hal-hal yang penting
dalam perawatan. Hargai dan anjurkan usaha dan kemajuan individu yang baik.
9.
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi.
2. Menggambarkan cara penularan penyakit.
3. memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit.
Intervensi
1. Identifikasi penjamu yang rentan berdasarkan pada fokus pengkajian terhadap
faktor-faktor risiko dan riwayat pemajanan.
2. Identifikasi cara penularan berdasarkan pada agen-agen penginfeksi.
a. Melalui udara
b. Kontak
- Langsung
- Tidak langsung.
- Kontak dengan droplet.
c. Penularan melalui media makanan, air, darah.
d. Penularan melalui vektor (serangga, hewan)
3. Lakukan tingkat kewaspadaan isolasi yang sesuai. Konsulkan dengan praktisioner
pengendalian infeksi.
4. Amankan ruangan yang digunakan, tergantung pada jenis infeksi dan praktek
higiene dari orang yang terinfeksi.
5. Mengikuti Tingkat Kewaspadaan Pencegahan Infeksi Universal.
6. Rujuk pada praktisioner pengendalian infeksi untuk tindak lanjut.
7. Ajarkan klien mengenai rantai infeksi dan tanggung jawab pasien baik di rumah
sakit maupun di rumah.
11.
Diabetes mellitus
Gangguan hepatik
Gangguan pernapasan
Penyakit kolagen
Gangguan yang diturunkan
Alkoholisme
Imunosupresi
Imunodefisiensi
Perubahan atau insufisiensi leukosit
Diskrasia darah
Perubahan sistem integumen
Penyakit periodontal
Berhubungan dengan melemahnya sirkulasi
Limfaedema
Obesitas
Penyakit vaskuler perifer
Tindakan
Berhubungan dengan tempat masuknya organisme
Pembedahan
Dialisis
Nutrisi parenteral total
Adanya saluran invasif
Intubasi
Pemberian makan enteral
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu
Terapi radiasi
Transplan organ
Terapi obat-obatan (mis; kemoterapi, imunosupresan)
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan melemahnya daya tahan penjamu
Immobilisasi berkepanjangan
Masa tinggal di rumah sakit meningkat
Malnutrisi
Stres
Merokok
Riwayat infeksi
Berhubungan dengan masuknya organisme
Trauma
Periode postpartum
Gigitan (hewan, manusia, serangga)
Cedera termal
Lingkungan hangat, lembab, gelap (lipatan kulit, bidai)
Berhubungan dengan kontak agen-agen menular (nosokomial atau yang didapat dari
komunitas)
Maturisional
(Bayi baru lahir)
Relaksan otot
Kateter pasca indwelling
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan kelemahan otot dasar panggul
Obesitas
Penuaan
Penurunan berat badan yang baru dialami
Kelahiran anak
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan
Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih
Impaksi fekal/konstipasi kronis
Berhubungan dengan penurunan tonus otot kandung kemih
Depresi
Supresi intensional (dekondisi yang disebabkan diri sendiri)
Kekacauan mental
Dellirium
Berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi pada saat yang
diperlukan
Kerusakan mobilitas
Penggunaan kafein/alkohol
Maturisional
(Anak-anak)
Berhubungan dengan kapasitas kandung kemih yang kecil
Berhubungan dengan kurang motivasi
Data mayor
Melaporkan atau mengalami masalah eliminasi urine, seperti
Dorongan berkemih
Sering berkemih
Keragu-raguan
Nokturia
Enuresis
Menetes
Distensi kandung kemih
Inkontinens
Volume urine residu yang banyak
Kriteria hasil
Individu akan
1. Menjadi kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam)
2. Mampu mengidentifikasi penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan
Intervensi
1. Pertahankan hidrasi optimal
a. Tingkatkan hidrasi 2000-3000 ml/hari, kecuali ada kontraindikasi.
b. Bagi jarak cairan setiap 2 jam
c. Kurangi masukan cairan setelah jam 19.00
d. Kurangi masukan kopi, teh, cola pekat, alkohol, dan jus grapefruit
e. Hindari jumlah masukan jus tomat dan jus jeruk yang besar karena cairan tersebut
cenderung membuat urine menjadi basa
2. Pertahankan nutrisi yang adekuat untuk menjamin eliminasi usus sedikitnya sekali
setiap 3 hari
3. Tingkatkan berkemih
a. Pastikan privasi dan rasa nyaman.
b. Gunakan fasilitas toilet, jika mungkin, daripada bedpan
c. Berikan klien pria kesempatan berdiri.
d. Bantu individu dengan bedpan untuk memfleksikan lututnya.
e. Ajarkan evaluasi postural (membungkuk ke depan saat duduk diatas toilet)
4. Tingkatkan integritas personal dan berikan motivasi untuk meningkatkan kontrol
kandung kemih.
5. Tunjukkan pada individu bahwa inkontinens dapat disembuhkan atau sedikitnya
dikontrol untuk mempertahankan martabat.
6. Harapkan pada individu untuk menjadi kontinen (mis; sarankan menggunakan
pakaian ketat, jangan sarankan menggunakan bedpan)
7. Tingkatkan integritas kulit
a. Identifikasi individu yang berisiko mengalami ulkus akibat tekanan.
b. Cuci area, bilas, dan keringkan dengan baik setelah episiode inkontinens.
c. Gunakan salep pelindung, jika diperlukan.
8. Kaji pola berkemih
a. Waktu dan jumlah masukan cairan
b. Tipe cairan
c. Jumlah inkontinen
d. Jumlah berkemih, apakan volunter atau involunter
e. Adanya sensasi keinginan untuk berkemih
f. Jumlah retensi
g. Jumlah residual
h. Jumlah urine yang dikeluarkan
i. Identifikasi aktivitas tertentu yang mengawali berkemih (mis;gelisah, berteriak,
latihan)
9. Jadwalkan masukan cairan dan waktu berkemih.
10. Jadwalkan program keteterisasi intermitten
a. Jelaskan alasan untuk program kateterisasi
b. Jelaskan hubungan masukan cairan dan frekwensi kateterisasi
c. Jelaskan pentingnya pengosongan kandung kemih pada waktu yang telah
dijadwalkan.
Kriteria hasil
Individu akan
1. Mengalami peningkatan penggunaan aktivitas dengan penurunan berat badan.
2. Menjelaskan hubungan antara aktivitas dengan berat badan.
3. Mengidentifikasi pola makan yang menunjang penambahan berat badan
4. Penurunan berat badan
Intervensi
1. Tingkatkan kesadaran individu tentang tipe/jumlah makanan yang dikonsumsi
a. Instruksikan individu untuk menyimpan buku harian diet selama satu minggu.
- Apa, kapan, dimana, dan mengapa dimakan?
- Apakah melakukan hal lain (mis; menonton TV, persiapan makan malam)
- Emosi tepat sebelum makan
- Keberadaan orang lain
b. Tinjau ulang buku harian diet dengan individu untuk menunjukkan pola (mis;
waktu, tempat, orang-orang, emosi, makanan)
c. Tinjau ulang item-item makanan yang tinggi dan rendah kalori.
2. Bantu individu untuk menetapkan tujuan yang realistis (mis; dengan menurunkan
masukan oral 500 kalori akan mengakibatkan penurunan berat badan 1-2 pon setiap
minggu)
3. Ajarkan teknik-teknik modifikasi perilaku
a. Makan hanya pada tempat khusus di rumah (mis;meja makan)
b. Jangan makan saat melakukan aktivitas lain seperti membaca atau menonton TV,
makan hanya apabila duduk.
c. Minum 240 cc air sebelum makan.
d. Gunakan piring kecil, sehingga porsi kelihatan lebih banyak.
e. Siapkan porsi kecil, hanya cukup untuk makan dan kelebihan sisa disingkirkan.
f. Jangan pernah makan dari piring orang lain.
g. Makan pelan-pelan dan kunyah dengan seksama.
h. Letakkan peralatan makan dan tunggu 15 detik antara gigitan.
i. Makan kudapan rendah kalori yang perlu dikunyah untuk kepuasan kebutuhan oral
(wortel, seledri, apel)
j. Kurangi cairan berkalori; minum diet soda atau air.
4. Rencanakan program berjalan harian dan secara bertahap tingkatkan kecepatan dan
jarak berjalan.
a. Mulai dengan 500 m sampai 1 km/hari; tambahkan 100m/minggu.
b. Tingkatkan dengan perlahan
c. Hindari menahan atau mendorong terlalu keras dan menjadi terlalu letih.
d. Hentikan segera jika tanda berikut ini terjadi:
- Rasa sesak atau nyeri dada.
- Sangat sukar bernapas.
- Sakit terasa melayang.
- Pening.
- Kehilangan kontrol otot.
- Mual.
e. Tetapkan waktu teratur dalam sehari untuk latihan, dengan tujuan 3-5 kali
seminggu dengan durasi 15-45 menit dan dengan frekuensi jantung 80% dari tes
stress atau penghitungan kasar (170x/menit untuk usia 20-29 tahun; 160x/menit untuk
usia 30-39 tahun; 150x/menit untuk usia 40-49 tahun; 140x/menit untuk usia 50-59
tahun).
15.
16.
Batu ginjal
Infeksi gastrointestinal
Tindakan
Berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot :
Operasi
Kecelakaan
Luka bakar
Diagnostik : Pungsi vena, skan invasif, biopsi
Berhubungan dengan mual-mual dan muntah-muntah
Kemoterapi
Anestesia
Situasional
Berhubungan dengan demam
Berhubungan dengan imobilisasi/posisi yang tidak tepat
Berhubungan dengan aktivitas yang berlebihan
Berhubungan dengan titik tekanan (bidai yang ketat, balutan elastik)
Berhubungan dengan respons alergi
Berhubungan dengan iritan kimia
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan akan kemandirian tidak terpenuhi
Maturisional
Bayi : kolik
Bayi dan masa anak-anak awal : tumbuh gigi
Masa kanak-kanak : cedera, bertumbuh kembang
Remaja : Sakit kepala, nyeri dada, dismenorea
17.
Nyeri akut
Definisi :
Keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan
yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6 bulan atau kurang.
Faktor yang berhubungan :
Rujuk pada Perubahan kenyamanan
Data
Subjektif :
Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan.
Objektif :
Perilaku yang sangat hati-hati, perlindungan.
Memusatkan diri.
Mempersempit fokus (perubahan persepsi waktu, gangguan proses berpikir).
Perilaku distraksi (mengerang, menangis, mondar-mandir, mencari orang lagi,
gelisah).
Raut wajah kesakitan (mata kuyu, terlihat lelah, meringis)
Perubahan tonus otot (tidak bergairah sampai kaku)
Respons-respons autonom (diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi), dilatasi
pupil, perubahan frekwensi napas.
Kriteria hasil :
Individu akan
1. Memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan nyeri itu ada.
2. Memperlihatkan pengurangan nyeri setelah melakukan tindakan penurunan rasa
nyeri yang memuaskan.
Anak-anak akan, berdasarkan usia dan kemampuannya :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber nyeri.
2. Mengidentifikasi aktivitas yang akan meningkatkan dan menurunkan nyeri.
3. Menggambarkan rasa nyaman dari orang-orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi :
1. Tingkatkan pengetahuan
a. Jelaskan sebab-sebab nyeri kepada individu, jika diketahui.
b. Menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung, jika diketahui.
c. Jelaskan pemeriksaan diagnostik dan prosedur secara detail dengan
menghubungkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan, dan perkiraan
lamanya terjadi nyeri.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut.
3. Hubungkan penerimaan anda tentang respons individu terhadap nyeri.
a. Mengenali adanya rasa nyeri.
12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
(mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).
13. Berikan individu kesempatan untuk membicarakan ketakutan, marah, dan rasa
frustrasinya di tempat tersendiri, pahami kesukaran situasi.
14. Berikan dorongan individu untuk membicarakan pengalaman nyerinya.
15. Untuk anak-anak :
a. Kaji pengalaman nyeri anak
- Tentukan konsep anak tentang penyebab nyeri, jika mungkin
- Mintalah anak untuk menunjukkan area nyeri.
- Untuk anak-anak dibawah 4-5 tahun gunakan skala Oucher lima wajah dari sangat
senang (1) sampai menangis (5).
- Untuk anak-anak diatas 4 tahun, minta anak untuk membuat peringkat nyeri dengan
menggunakan skala nyeri 0-5 (0=tidak nyeri dan 5=nyeri sekali)
- Tanyakan pada anak apa yang memperingan nyeri dan apa yang membuatnya lebih
buruk.
- Kaji jika takut atau kesepian mempunyai andil terhadap nyeri.
b. Tingkatkan rasa nyaman dengan penjelasan yang jujur dan kesempatan untuk
memilih :
- Katakan sebenarnya, jelaskan
Berapa besar hal itu akan menyebabkan nyeri.
Berapa lama hal itu akan berlangsung.
Apa yang dapat membantu menguranginya.
- Jangan mengancam (mis; jika kamu tetap tidak dapat menahan maka kamu tidak
boleh pulang).
- Jelaskan secara eksplisit dan tekanan pada anak bahwa nyeri bukan merupakan
hukuman.
- Jelaskan pada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila mereka ada,
tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan kepercayaan.
- Jelaskan pada anak bahwa prosedur tersebut diperlukan agar dia menjadi lebih
sehat, dan adalah penting untuk menahan sehingga dapat dilakukan dengan cepat.
- Bicarakan dengan orang tua pentingnya menceritakan yang sebenarnya; instruksikan
pada orang tua untuk :
Mengatakan kepada anak kapan mereka pergi dan kapan mereka kembali.
Mengatakan pada anak bahwa mereka tidak dapat menghilangkan nyeri, tetapi bahwa
mereka menemani (kecuali dalam keadaan bila orang tua tidak diijinkan untuk
tinggal)
- Berikan kesempatan pada orang tua untuk berbagi perasaan mereka tentang nyeri
yang dialami oleh anak dan ketidakberdayaan.
c. Persiapankan anak untuk yang menimbulkan nyeri.
- Diskusi prosedur dengan orang tua; pastikan apa yang telah mereka katakan pada
anak.
- Jelaskan prosedur dengan kata-kata yang sesuai usia anak dan tingkat
perkembangannya.
- Katakan ketidaknyamanan yang akan dirasakan (mis; apa yang akan anak rasakan,
kecap, lihat, atau cium).
- Berikan dorongan anak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum dan
selama prosedur; minta anak menceritakan pada anda apa yang ia pikir akan terjadi
dan mengapa.
- Bicaralah dengan anak (yang cukup besar-diatas 3,5 tahun) bahwa
Anda berharap anak akan dapat menahan bahwa perilaku tersebut membuat anda
senang.
Tidak apa-apa untuk menangis atau meremas tangan anda jika terasa nyeri.
- Agar orang tua dapat hadir menyaksikan prosedur ( terutama untuk anak-anak 18
bulan sampai 5 tahun)
d. Jelaskan pada anak bahwa dia dapat dialihkan perhatiannya dari prosedur jika hal
itu adalah keinginannya (penggunaan distraksi tanpa sepengetahuan anak tentang
ketidaknyamanan yang akan terjadi adalah tidak dianjurkan karena anak akan belajar
untuk tidak percaya)
- Ceritakan sebuah dongeng menggunakan boneka.
- Mintalah anak untuk memberikan nama atau menghitung objek-objek dalam sebuah
gambar.
- Mintalah anak untuk melihat gambar dan menunjuk objek-objek tertentu (Dimana
anjing?)
- Mintalah pada anak untuk bercerita kepada anda tentang binatang kesayangan.
- Mintalah pada anak untuk menghitung kedipan mata anda.
e. Berikan anak privasi selama prosedur yang menyakitkan; gunakan ruang tindakan
daripada tempat tidur anak.
f. Bantulah anak mengatasi akibat nyeri :
- Katakan pada anak kapan prosedur menyakitkan berakhir.
- Gendong anak kecil untuk menunjukan prosedur telah berakhir.
- Berikan dorongan pada anak untuk membicarakan pengalaman nyeri (menggambar
atau menunjukkannya dengan boneka)
- Berikan dorongan pada anak untuk melakukan prosedur yang menyakitkan dengan
menggunakan peralatan yang sama pada boneka dengan pengawasan.
- Berikan pujian pada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah
ditangani dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku anak (kecuali anak mengamuk
kepada orang lain).
- Beri anak cindera mata tentang nyeri (plester, lencana atas keberhasilannya)
18.
Nyeri kronis
Definisi :
Keadaan dimana seorang individu mengalami nyeri yang menetap atau intermitten
dan berlangsung lebih dari 6 bulan.
Faktor yang berhubungan :
Rujuk pada Perubahan kenyamanan.
Data mayor :
Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan (mungkin satu-satunya
pengkajian data yang ada)
Data minor :
Ketidaknyamanan.
Marah, frustrasi, depresi karena situasi.
Raut wajah kesakitan.
Anoreksia, penurunan berat badan.
Insomnia.
Gerakan yang sangat hati-hati.
Spasme otot.
Kemerahan, bengkak, panas.
Perubahan warna pada area yang terganggu.
Abnormalitas refleks.
Kriteria hasil :
Individu akan
1. Mengungkapkan bahwa orang lain mengesahkan bahwa nyeri itu ada.
2. Melakukan tindakan penurun nyeri noninvasif yang dipilih untuk menangani nyeri.
3. Mengungkapkan adanya kemajuan dan peningkatan aktivitas sehari-hari.
Intervensi :
1. Kaji pengalaman nyeri individu; tentukan intensitas nyeri pada saat terburuk dan
terbaik.
2. Berikan informasi yang akurat untuk mengurangi ketakutan.
3. Ungkapkan penerimaan anda tentang respons terhadap nyeri
a. Mengakui adanya nyeri.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada keprihatinan terhadap nyeri
individual.
c. Perlihatkan bahwa anda mengkaji nyeri karena anda ingin lebih mengerti.
4. Kaji keluarga untuk mengetahui adanya kesalahan konsep tentang nyeri atau
penanganannya.
5. Bicarakan alasan-alasan mengapa seorang individu mengalami peningkatan atau
penurunan nyeri.
a. Berikan dorongan anggota keluarga untuk saling menceritakan rasa prihatinnya
secara pribadi.
b. Kaji apakah keluarga menyangsikan nyeri dan bicarakan pengaruhnya pada
individu yang mengalami nyeri.
c. Anjurkan keluarga untuk tetap memberikan perhatian walaupun nyeri tidak
diperlihatkan.
6. Berikan individu kesempatan untuk istirahan selama siang dan dengan waktu tidur
yang tidak terganggu pada malam hari.
7. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi, bersamaan
dengan metode lain untuk menurunkan nyeri.
8. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut, bernapas dengan teratur.
9. Ajarkan penurunan nyeri noninvasif (rujuk ke intervensi nyeri akut)
10. Berikan individu pengurang rasa sakit yang optimal dengan analgesik.
11. Setelah pemberian pengurang rasa sakit, kembali 30 menit kemudian untuk
mengkaji efektifitasnya.
12. Berikan informasi yang akurat untuk meluruskan kesalahan konsep pada keluarga
(mis; ketagihan, ragu-ragu tentang nyeri).
13. Kaji pengaruh nyeri kronis pada kehidupan individu, melalui individu dan
keluarga.
a. Kinerja (pekerjaan, tanggung jawab peran)
b. Interaksi sosial.
c. Finansial.
d. Kegiatan sehari-hari (tidur, makan, mobilitas, seksual)
e. Kognitif/suasana hati (konsentrasi, depresi)
f. Unit keluarga (respons-respons dari anggota keluarga)
14. Jelaskan hubungan antara nyeri kronis dan depresi.
15. Bicarakan dengan individu dan keluarga berbagai modalitas tindakan yang
tersedia (terapi keluarga, terapi kelompok, modifikasi perilaku, hipnosis,akupuntur,
program latihan).
19.
20.
Data mayor
Frekwensi menurun
Feses keras, kering
Mengejan saat mengeluarkan feses
Distensi abdomen
Data minor
Tekanan pada rektal
Sakit kepala, nafsu makan menurun
Nyeri abdomen
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Menjelaskan program terapeutik defekasi
2. melaporkan atau memperlihatkan peningkatan eliminasi usus
3. menjelaskan rasional dari intervensi
Intervensi
1. Ajarkan pentingnya keseimbangan diet
a. Tinjau daftar makanan yang banyak mengandung bulk
- Buah-buahan segar berkulit
- Sekam
- Kacang-kacangan
- Roti dan sereal
- Buah-buahan dan sayuran yang dimasak
- Jus buah
b. Termasuk hampir 800 gr buah-buahan dan sayuran untuk defekasi normal setiap
hari
c. Secara bertahap tingkatkan makanan berserat
d. Anjurkan masukan cairan 2 liter (8-10 gelas) kecuali terdapat kontraindikasi
e. Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi yang dapat
merangsang pengeluaran feses.
f. Tetapkan waktu eliminasi yang teratur
g. Bantu individu untuk berposisi normal agak jongkok untuk memungkinkan
penggunaan optimum otot-otot abdomen dan efek gaya gravitasi.
h. Ajarkan cara untuk memasase dengan ringan di abdomen bagian bawah ketika
sedang di toilet
i. Jika terjadi pengerasan feses, masukan minyak mineral hangat dan biarkan selama
20-30 menit. Gunakan sarung tangan yang diberi pelumas dengan baik, pecahkan
feses yang keras dan buang pecahan-pecahannya. Pantau terhadap stimulasi vagal
(pening, nadi melemah)
j. Jelaskan bahaya penggunaan laksatif dan enema.
21.
e. Ikuti makanan perselang dengan jumlah air yang telah ditentukan untuk menjamin
rehidrasi.
8. Ajarkan tindakan pencegahan yang harus dilakukan bila melakukan perjalanan
keluar negeri.
a. Hindari makanan yang disajikan dingin, salad, susu, keju.
b. Minum-minuman yang mengandung karbonat atau minuman botol.
c. Kupas buah-buahan dan sayuran segar.
9. Jelaskan cara untuk mencegah penyebaran infeksi (cuci tangan, penyimpanan yang
tepat, memasak, dan menangani makanan).
22.
Data
Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri (termasuk membasuh keseluruhan
badan, menyisir rambut, menggosok gigi, melakukan perawatan kulit, dan kuku serta
menggunakan rias wajah)
a. Tidak dapat atau tidak ada keinginan untuk membasuh tubuh atau bagian-bagian
tubuh
b. Tidak dapat menggunakan sumber air
c. Ketidakmampuan merasakan kebutuhan terhadap tindakan kebersihan
Kurangnya kemampuan mengenakan pakaian sendiri (termasuk pakaian rutin atau
pakaian khusus, bukan pakaian malam)
a. Kegagalan kemampuan untuk memakai atau melepaskan pakaian
b. Ketidakmampuan untuk mengancingkan pakaian
c. Ketidakmampuan untuk berdandan diri yang memuaskan
Kriteria hasil
Individu akan
1. Mengidentifikasi kesukaan akan aktivitas perawatan diri
2. Mendemostrasikan kebersihan yang optimal setelah bantuan dalam perawatan
diberikan
3. Berpartisipasi secara fisik dan atau verbal dalam aktivitas perawatan diri
a. Melaksanakan aktivitas mandi pada tingkat yang optimal
b. Melaporkan rasa puas dengan pencapaian meskipun dalam keterbatasan
c. Menghubungkan perasaan kenyamanan dan kepuasan dengan kebersihan tubuh
d. Mendemonstrasikan kemampuan untuk menggunakan alat-alat bantu adaptif
e. Menggambarkan faktor-faktor penyebab dari kurangnya kemampuan untuk mandi
Intervensi
1. Dorong individu untuk menggunakan lensa atau alat bantu korektif yang ditentukan
2. Pertahankan kehangatan suhu kamar mandi; pastikan suhu air yang disukai
individu
3. Berikan privasi selama mandi rutin
4. Berikan seluruh perlengkapan mandi dalam batas yang mudah dicapai
5. Berikan pengamanan dalam kamar mandi (mis; lantai tidak licin, batang pegangan,
bel)
6. Jika individu mampu secara fisik, dorong menggunakan bak mandi atau pancuran,
tergantung pada fasilitas rumah sakit dalam persiapan pulang ke rumah.
7. Berikan peralatan adaptif jika dibutuhkan
a. Kursi atau tempat duduk tidak ada sandaran sewaktu mandi
b. Pemegang spon yang panjang mencapai punggung atau ekstremitas bawah
c. Tempat pegangan pada dinding kamar mandi
d. Papan mandi untuk pindah ke kursi
e. Alas atau keset yang tidak licin
f. Sarung tangan pencuci dengan kantung untuk sabun
23.
Kurang pengetahuan
Definisi
Suatu keadaan dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi
pengetahuan kognitif atau keterampilan-keterampilan psikomotor berkenaan dengan
kondisi atau rencana pengobatan.
Data mayor :
Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan
informasi.
Mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan.
Melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang
diinginkan.
Data minor :
Kurang integrasi tentang rencana pengobatan ke dalam aktivitas sehari-hari.
Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis (mis; ansietas, depresi)
mengakibatkan kesalahan informasi atau kurang informasi.
Catatan :
Kurang pengetahuan tidak menunjukkan respons, perubahan, atau pola disfungsi
manusia, tetapi lebih sebagai suatu etiologi atau faktor penunjang (Jenny, 1987).
Kurang pengetahuan dapat menambah suatu variasi respons-respons (mis; ansietas,
kurang perawatan diri). Semua diagnosa keperawatan mempunyai hubungan dengan
penyuluhan klien/keluarga sebagai bagian dari keperawatan (mis; perubahan
eliminasi usus, kerusakan komunikasi verbal). Apabila penyuluhan secara langsung
berhubungan dengan suatu diagnosa keperawatan yang khusus, maka cakupkan
penyuluhan dalam perencanaan. Apabila penyuluhan diperlukan sebelum melakukan
suatu prosedur, maka dapat digunakan diagnosa keperawatan ansietas yang
berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal. Apabila pemberian informasi
diarahkan untuk membantu individu atau keluarga dengan perawatan diri di rumah,
maka diagnosa ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik dapat
diindikasikan
24.
Data minor
Percepatan (yang diharapkan atau yang tidak diharapkan) dari gejala penyakit.
Mengungkapkan bahwa tidak melakukan tindakan untuk mencakupkan aturan
pengobatan dalam rutinitas sehari-hari.
Mengungkapkan bahwa tidak melakukan tindakan mengurangi faktor-faktor risiko
kemajuan penyakit dan gejala sisanya.
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan akan ketidaktahuan,
ketakutan akan kehilangan kontrol, atau kesalahan konsepsi.
2. Menggambarkan proses penyakit, penyebab-penyebab dan faktor-faktor penunjang
pada gejala, dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala.
3. Mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan
atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau
komplikasi.
Intervensi
1. Identifikasi faktor-faktor penyebab atau penunjang yang menghalangi
penatalaksanaan yang efektif :
a. Kurang percaya
b. Kekurangan percaya diri
c. Kekurangan pengetahuan
d. Kekurangan sumber-sumber
2. Bangun rasa percaya dan kekuatan (Zerwich, 1992)
a. Dapatkan jalan masuk ke dalam sistem keluarga, jangan mengambil alih
b. Hindari impresi yang dipaksakan
c. Dengarkan untuk mendapatkan keprihatinan tentang pengharapan yang terlalu
berlebihan.
d. Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan yang
diungkapkan dengan layanan-layanan yang diberikan perawat
e. Temukan kekuatan-kekuatan yang dimiliki keluarga dan perkuat
f. Terima individu sebagaimana adanya
g. Perlihatkan secara menetap, namun bertahap secara perlahan.
h. Perlihatkan kejujuran, konsistensi, kestabilan.
i. Pertahankan kontak yang telah terbina dengan individu atau dengan hubungan
telepon.
3. Tingkatkan percaya diri dan kemajuan diri yang positif (Bandura, 1982)
a. Gali dengan individu penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada masa lalu.
b. Ceritakan kisah tentang keberhasilan orang lain.
c. Jika memungkinkan, beri dorongan kesempatan untuk menyaksikan orang lain
yang telah secara berhasil mengatasi situasi yang serupa.
d. Beri dorongan keikutsertaan dalam kelompok penolong diri sendiri.
e. Jika respons autonom tinggi (mis; nadi cepat, diaforesis) akan mengurangi rasa
percaya diri, ajarkan pengalihan ansietas jangka pendek (Graiger, 1990)
- Melihat keatas.
- Kontrol pernapasan
- Rendahkan bahu
- Ubah intonasi suara
- Beri arahan diri (berteriak jika mungkin)
- Latihan
- Tutupi wajah anda ubah ekspresi wajah anda
- Ubah perspektif; bayangkan menonton situasi tersebut dari jarak jauh.
4. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar.
a. Persepsi tentang keseriusan
b. Kerentanan terhadap komplikasi
c. Prognosis
d. Persepsi tentang kemajuan kontrol
e. Tingkat ansietas
f. Status finansial
g. Sistem pendukung
h. Pengalaman-pengalaman masa lalu
i. Status fisik
j. Status emosional
k. Kemampuan kognitif
5. Tingkatkan sikap positif dan keikutsertaan secara aktif individu dan keluarga
a. Kumpulksn ekspresi-ekspresi tentang perasaan, keprihatinan, dan pertanyaanpertanyaan dari individu dan keluarga.
b. Beri dorongan individu/keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan
yang diinformasikan
c. Jelaskan tanggung jawab individu/keluarga dan bagaimana hal ini dapat
diselesaikan.
6. Jelaskan dan bicarakan (Rakel, 1992):
a. Proses penyakit
b. Aturan pengobatan (Pengobatan, diet, prosedur-prosedur, peralatan yang
digunakan)
c. Rasional aturan.
d. Pengharapan (individu,keluarga) akan aturan
e. Efek samping aturan
f. Perubahan gaya hidup yang diperlukan
g. Metoda untuk memantau kondisi
h. Sumber-sumber dukungan yang tersedia.
i. Perubahan-perubahan lingkungan rumah yang diperlukan
7. Jelaskan bahwa perubahan gaya hidup dan kebutuhan belajar akan membutuhkan
waktu untuk terintegrasi.
a. Berikan dengan materi-materi tercetak
b. Jelaskan siapa yang harus dihubungi untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
8. Identifikasi rujukan atau layanan-layanan komunitas yang diperlukan untuk tindak
lanjut.
25.
- Waspada pada latar belakang suara-suara berisik (mis; menutup pintu, mematikan
TV atau radio).
c. Ulangi, kemudian persingkat, bila klien kelihatan tidak mengerti semua maksud.
d. Gunakan sentuhan dan gerakan untuk meningkatkan komunikasi.
e. Jika klien hanya dapat mengerti bahasa isyarat, hadirkan interpreter/penerjemah
sesering mungkin.
f. Jika klien berada dalam kelompok, tempatkan klien dibarisan terdepan.
g. Dekati klien dari sisi dimana fungsi pendengaran lebih baik.
h. Jika klien bisa membaca gerak bibir, berhadapan dengan klien dan bicara secara
perlahan-lahan dan jelas.
2. Berikan metoda alternatif komunikasi yang lain
a. Gunakan kertas dan pensil, huruf alfabet, isyarat tangan, kedipan mata, anggukan
tangan, bel isyarat.
b. Buat kartu-kartu dengan gambar-gambar atau kata-kata ungkapan yang biasa
digunakan. (mis; basahi bibir saya, pindahkan kaki saya, segelas air pispot)
c. Anjurkan klien untuk menunjuk, gunakan gerakan dan phantomim.
d. Konsulkan ke ahli patologi wicara untuk bantuan dalam mendapatkan kartu yang
berisi kata-kata atau gambar-gambar.
3. Berikan lingkungan tenang.
a. Gunakan suara yang normal dan bicara tidak terburu-buru dengan frase singkat.
b. Anjurkan orang untuk menggunakan waktu bicara yang cukup dam menggunakan
kata secara hati-hati dengan gerakan bibir yang jelas.
c. Kurangi gangguan eksternal.
d. Tunda percakapan jika klien lelah.
4. Gunakan teknik-teknik untuk meningkatkan pengertian.
a. Tatap wajah individu dan pertahankan kontak mata, jika mungkin.
b. Gunakan perintah satu tahap yang tidak rumit dan langsung.
c. Pastikan hanya satu orang yang bicara.
d. Anjurkan penggunaan gerakan dan phantomim.
e. Cocokan kata-kata dengan gerakan, gunakan gambar-gambar.
f. Akhiri percakapan dengan catatan sukses (mis; kembali pada pokok yang lebih
mudah)
g. Gunakan kata-kata yang dama untuk tugas-tugas yang sama.
5. Buat suatu upaya bersama untuk mengerti saat individu tersebut berbicara.
a. Berikan waktu yang cukup untuk mendengar jika individu berbicara perlahan.
b. Ulang pesan individu dengan keras untuk memastikan.
c. Berikan respons pada semua upaya untuk bicara meskipun tidak dapat dipahami.
(mis; Saya benar-benar tidak tahu apa yang anda katakan, dapatkah anda mencoba
mengatakannya sekali lagi?)
d. Abaikan kesalahan dan kata-kata tidak sopan.
e. Jangan pura-pura mengerti jija anda tidak mengerti.
f. Berikan individu untuk berespons, jangan memotong, berikan kata-kata hanya
kadang-kadang.
6. Ajarkan teknik-teknik untuk memperbaiki bicara.
a. Minta individu untuk memperlambat bicara, dan ucapkan setiap kata dengan jelas,
sementara memberikan contoh.
Impetigo
Folukulitis
Selulitis
(Virus)
Herper
Ginggivitis
AIDS
(Jamur)
Dermatofitosis
Kaki atlet
Vaginitis
Berhubungan dengan penurunan darah dan nutrisi ke jaringan
DM
Penyakit ginjal
Obesitas
Dehidrasi
Perubahan vaskular perifer
Statis vena
Arteriosklerosis
Anemia
Kelainan kardiopulmonal
Anoreksia nervosa
Tindakan
Berhubungan dengan penurunan aliran darah dan nutrisi ke jaringan
Status puasa
Pembedahan
Berhubungan dengan imobilisasi : efek sedasi
Berhubungan dengan trauma mekanik
Kawat rahang
Traksi
Gips
Alat ortopedik
Berhubungan dengan efek-efek radiasi pada sel-sel basal dan epitelium
Berhubungan dengan efek-efek iritan mekanika atau tekanan
Torniket
Papan kaki
Restrein
Balutan, plester, larutan
Kateter urine
Selang nasogastrik
Selang endotrakeal
Bidai/prostese oral
Lensa kontak
Situasional (Personal, situasional)
Berhubungan dengan trauma kimia
Ekskresi
Sekresi
Bahan-bahan berbahaya
Berhubungan dengan iritan lingkungan
Iritasi-luka bakar sinar matahari
Suhu
Kelembaban
Parasit
Sengatan serangga
Inhalas
Berhubungan dengan efek-efek tekanan atau imobilisasi
Maturisional
Berhubungan dengan kulit kering, tipis, penurunan vaskularitas dermal : efek penuaan
Data mayor
Gangguan kornea, integumen, atau jaringan membran mukosa atau invasi struktur
tubuh (insisi, ulkus dermal, ulkus kornea, lesi oral)
Data minor
Lesi
Edema
Eritema
Kekeringan membran mukosa
Leukoplakia
Lidah kotor
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi penyebab kerusakan jaringan mekanik.
2. Berpartisipasi dalam perencanaan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3. Memperlihatkan kemajuan penyembuhan luka jaringan.
Intervensi
1. Anjurkan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi untuk menghindari periode
tekanan yang lama.
2. Untuk kerusakan neuromuskular
a. Ajarkan klien/orang terdekat tindakan yang tepat untuk mencegah tekanan,
robekan, gesekan, maserasi.
b. Ajarkan untuk mengenali tanda-tanda awal kerusakan jaringan
c. Ubah posisi sedikitnya setiap 2 jam.
d. Dengan sering tingkatkan perputaran tubuh dengan pengangkatan minor dalam
berat badan.
3. Jaga kulit tetap bersih dan kering.
Defisiensi niasin.
Defisiensi magnesium.
(Gangguan kardiovaskular)
Infark miokard
Gagal Jantung Kongestif
Disritmia.
Blok Jantung
(Gangguan pernapasan)
PPOK
Emboli paru
Tuberkulosis.
Pneumonia.
(Infeksi)
Sepsis
Meningitis
Infeksi Saluran Kemih
(Gangguan metabolisme dan endokrin)
Hipo/hipertiroidisme
Hipo/hiperpituitarisme
Gangguan paratiroid
Hipotensi postural
Hipo/hipertermia
Gagal ginjal atau hepar
(Gangguan system saraf pusat)
Trauma kepala
Tumor
Kejang dan keadaan pascakonvulsif
Tekanan hidrosefalus
(Penyakit kolagen dan reumatoid)
Artritis temporal.
Nodosa periartritis.
Lupus eritematosa.
Tindakan
Berhubungan dengan gangguan dalam metabolisme serebral
Operasi
Obat terapeutik (narkotik, narkoleptik).
Anestesi umum
Efek samping obat ( Diuretik, digitalis, fenitoin, dll).
Situasional (Personal, lingkungan)
Berhubungan dengan ganguan metabolisme serebral
Reaksi putus obat dari alkohol, sedatif, hipnotis
Intoksikasi logam berat
Berhubungan dengan nyeri
Berhubungan dengan sumbatan usus
Berhubungan dengan imobilitas
Berhubungan dengan intoksikasi kimiawi:
Alkohol
Kokain
Ampetamin
Opiat
Barbiturat
Halusinogen
Data mayor
Awitan tiba-tiba dari gangguan yang berfluktuasi dari :
Kesadaran
Perhatian
Persepsi
Memori
Orientasi
Berpikir
Siklus bangun-tidur
Perilaku psikomotor (waktu reaksi, kecepatan gerak, alur pembicaraan, gerakan
involunter, tulisan tangan)
Data minor
Terlalu berjaga-jaga
Halusinasi
Ilusi
Kriteria hasil
Episode kekacauan mentalnya menghilang
Intervensi
1. Kaji terhadap faktor-faktor penyebab dan yang mempengaruhi.
Pastikan bahwa keseluruhan diagnostik kerja telah dilengkapi
- Laboratorium
HSD dan elektrolit.
B12 dan folat, tiamin
VDRL
SGOT, SGPT, dan bilirubin
Urinalisis
Serum tiroksin dan serum bebas tiroksin
Kalsium dan fosfat
Kreatinin dan BUN
Glukosa
Diagnostik
EEG
EKG
X-Ray
CT Scan
- Evaluasi psikiatrik
2. Tingkatkan komunikasi yang mempengaruhi rasa integritas individu
a. Periksa sikap-sikap tentang kekacauan mental (dalam diri, orang terdekat, pemberi
asuhan)
- Memberi penyuluhan kepada keluarga, orang terdekat, dan pemberi asuhan
mengenai situasi dan metoda koping.
b. Pertahankan standar empati, perawatan dengan rasa hormat.
c. Berupaya untuk mendapatkan informasi yang akan memberikan topik-topik yang
berguna dan berarti untuk pembicaraan (hal-hal yang disukai, yang tidak disukai,
minat, hobi, riwayat pekerjaan). Wawancara di pagi hari.
d. Berikan dorongan pada orang terdekat dan pemberi asuhan untuk bicara lambat
dengan suara yang pelan dan pada volume rata-rata (kecuali terdapat defisit
pendengaran), seperti pada orang dewasa ke orang lain, kontak mata, dan seperti jika
seseorang mengharapkan untuk mengerti.
e. Berikan rasa hormat dan tingkatkan rasa berbagi.
- perhatikan pada apa yang sedang dikatakan individu.
- Pilih komentar-komentar yang berguna dan lanjutkan berbicara.
- Panggil individu dengan namanya dan perkenalkan diri anda setiap kali kontak;
gunakan sentuhan bila diterima dengan baik.
- Perlihatkan pada individu bahwa anda memperhatikan dan bersahabat (melalui
senyum, tindakan yang tenang, humor dan pujian, jangan membantah).
- Fokuskan pada perasaan yang terdapat dibalik kata-kata atau tindakan.
f. Gunakan bantuan memori, bila sesuai.
3. Berikan asupan sensori yang mencukupi dan berarti
a. Pertahankan agar individu tetap terorientasi terhadap tempat dan waktu.
b. Anjurkan keluarga untuk membawa benda-benda yang dikenal dengan baik dari
rumah (mis;photo dengan kaca yang tidak memantul, syal)
c. Bicarakan peristiwa-peristiwa terbaru .
4. Jangan menyokong kekacauan mental individu.
5. Cegah cedera pada individu.
6. Tingkatkan keamanan klien.
7. Jangan anjurkan penggunaan restrein, eksplorasi alternatif lain.
a. Evaluasi apakah kegelisahan individu berhubungan dengan nyeri, jika digunakan
analgesik sesuaikan dosisnya.
b. Buatkan daftar dari keluarga atau teman-teman untuk mengawasi inividu selama
periode kekacauan mental.
30.
Tekanan darah
Gagal meningkat dengan aktivitas
Diastolik meningkat 15 mmHg
Data yang mungkin ada :
Pucat atau sianosis
Kekacauan mental
Kelemahan
Keletihan
Vertigo
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas
2. Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang
mungkin)
3. Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas (nadi, tekanan
darah, pernapasan)
4. Melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas
Intervensi
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas
a. Ukur nadi, tekanan darah, pernapasan saat istirahat
b. Ukur tanda vital segera dan 3 menit setelah istirahat.
c. Hentikan aktivitas klien bila :
- Keluhan nyeri dada, dispnoe, vertigo, kekacauan mental
- Frekwensi nadi menurun
- Tekanan sistolik menurun
- Tekanan diastolik meningkat 15 mmHg
- Frekwensi pernapasan menurun
d. Kurangi intensitas, frekwensi, lamanya aktivitas bila
- Frekwensi nadi lebih dari 3 menit untuk kembali frekwensi awal (atau 6 denyut
lebih cepat dari frekwensi awal).
- Frekwensi pernapasan meningkat berlebihan setelah aktivitas.
- Terdapat tanda-tanda hipoksia.
2. Meningkatkan aktivitas secara bertahap
a. Untuk klien yang pernah tirah baring lama, mulai melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
b. Rencanakan waktu istirahat sesuai dengan jadwal sehari-hari klien.
c. Berikan kepercayaan kepada klien bahwa mereka dapat meningkatkan status
mobilitasnya.
d. Beri penghargaan pada kemajuan yang dicapai.
e. Beri kesempatan klien membuat jadwal aktivitas dan sasaran pencapaian.
f. Tingkatkan toleransi dengan membiarkan klien melakukan aktivitas yang lebih
Bidai, traksi
Nyeri
Terapi IV
Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan :
(Obat-obatan)
Tranquilizer
Sedatif
Hipnotik
Antidepresan
Antihipertensif
Amfetamin
Kortikosteroid
Soporifik
Barbiturat
Situasional (Personal, Lingkungan)
Berhubungan dengan hiperaktivitas yang berlebihan
Ansietas panik
Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan
Berhubungan dengan ketidakadekuatan aktivitas pada siang hari.
Berhubungan dengan depresi
Berhubungan dengan respons ansietas
Berhubungan dengan rasa tak nyaman
Berhubungan dengan gangguan gaya hidup
Emosional
Sosial
Berhubungan dengan perubahan irama sirkadian
Berhubungan dengan ketakutan
Maturisional
(Anak)
Berhubungan dengan ketakutan pada kegelapan
(Wanita dewasa)
Berhubungan dengan perubahan hormonal (mis; pramenopause)
Data mayor :
Kesukaran untuk tertidur dan tetap tidur
Data minor :
Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari
Tidur sejenak atau sepanjang hari
Agitasi
Perubahan suasana hati
Kriteria hasil
Individu akan :
1. Menggambarkan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
2. Mengidentifikasi teknik untuk menginduksi tidur.
3. melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas.
Intervensi :
1. Kurangi kebisingan.
2. Organisasi prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode
tidur (mis; sewaktu individu bangun untuk pengobatan juga berikan penanganan dan
pengukuran tanda vital)
3. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu malam
dan berkemih sebelum berbaring.
4. Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang waktu
(jalan, terapi fisik)
5. Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan (mis; lebih dari 1 jam)
6. Kaji bersama individu, keluarga, atau orang tua terhadap waktu tidur rutin waktu
praktik kebersihan, ritual (membaca, mainan) dan patuhi sedekat mungkin jika
memungkinkan.
7. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein
8. Untuk anak-anak :
a. Jelaskan waktu malam pada anak (bulan, bintang)
b. Diskusikan bagaimana beberapa orang (perawat, pekerja pabrik) bekerja pada
malam hari.
c. Bandingkan kebalikan bahwa jika malam datang di tempat mereka, maka akan
terjadi siang hari bagi orang-orang di tempat lain.
d. Jika terjadi mimpi buruk, dorong anak untuk bicara mengenai hal ini jika mungkin.
Yakinkan pada anak bahwa ini merupakan suatu mimpi meskipun kelihatannya sangat
nyata. Berbagi perasaan dengan anak bahwa anda juga pernah bermimpi.
e. Berikan anak lampu malam dan/atau senter untuk digunakan, agar anak dapat
mengontrol kegelapan.
f. Yakinkan anak bahwa anda akan berada didekatnya sepenjang malam.
9. Jelaskan kepada individu dan orang terdekat lainnya penyebab gangguan
tidur/istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.
32.
Askep ansietas
Definisi :
Keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau
opini) dan aktivasi system syaraf autonom dalam berespons terhadap ancaman tidak
jelas, non spesifik.
Faktor yang berhubungan
Patofisiologi
Setiap faktor yang mengganggu kebutuhan dasar manusia akan makanan, air,
kenyamanan, dan keamanan.
Situasional
Berhubungan dengan ancaman aktual atau yang dirasakan terhadap konsep diri :
Kehilangan benda-benda yang dimiliki
Kegagalan (atau keberhasilan)
Perubahan dalam status atau prestise
Kurang penghargaan dari orang lain
Dilema etik
Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat (aktual atau risti) :
Kematian
Perceraian
Tekanan budaya
Perpindahan
Perpisahan sementara atau permanen
Berhubungan dengan ancaman integritas biologis (aktual atau risti) :
Menjelang kematian
Serangan
Penyakit
Prosedur invasif
Berhubungan dengan perubahan dalam lingkungan (aktual atau risti) :
Perawatan rumah sakit
Perpindahan
Pensiun
Bahaya terhadap keamanan
Polutan lingkungan
Berhubungan dengan perubahan status sosioekonomi (aktual atau risti) :
Pengangguran
Pekerjaan baru
Promosi
Berhubungan dengan transmisi ansietas orang lain terhadap individu.
Maturasional
Bayi/anak
Berhubungan dengan perpisahan
Berhubungan dengan lingkungan atau orang asing
Emosional
Klien mengaku tentang
Keprihatinan
Ketidak-berdayaan
Kehilangan kontrol
Kegelisahan
Ketegangan atau menjadi sangat gembira
Ketidakmampuan untuk rileks
Ketidakberuntungan yang diantisipasi
Klien memperlihatkan
Peka rangsang/tidak sabar
Mengkritik diri sendiri dan orang lain
Marah meledak-ledak
Menarik diri
Menangis
Kurang inisiatif
Kecenderungan menyalahkan orang lain
Mencela diri sendiri
Reaksi terkejut
Kognitif
Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
Kurang waspada terhadap lingkungan sekitar
Pelupa
Melamun
Berorientasi pada masa lalu
Pikiran buntu
Terlalu perhatian
Kriteria hasil
Seseorang akan :
1. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya
2. Menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis
3. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas
Intervensi
1. Kaji ansietas : ringan, sedang, berat
2. Memberikan ketentraman dan kenyamanan hati
a. Tinggal bersama klien
b. Jangan atau meminta klien untuk membuat keputusan
c. Berbicara dengan tenang dan perlahan, menggunakan kalimat yang pendak dan
sederhana
d. Waspada terhadap perhatian anda sendiri dan hindari ansietas yang timbal balik
e. Perlihatkan rasa empati (mis ; datang dengan tenang, menyentuh, membiarkan
menangis, berbicara)
3. Singkirkan stimulasi yang berlebih (mis; tempatkan klien di ruangan yang lebih
tenang); batasi kontak dengan orang lain
4. Apabila ansietas telah berkurang, bantu klien untuk mengenali ansietas dengan
tujuan untuk mulai memahami atau memecahkan masalah
a. Berikan dorongan klien untuk mengingat dan menganalisa peristiwa ansietas
serupa.
b. Gali perilaku alternatif apa yang mungkin telah digunakan jika kopingnya
maladaptif.
5. Bantu klien yang sedang marah
a. identifikasi adanya marah (mis; perasaan frustasi, ansietas, ketidakberdayaan,
adanya peka rangsang, berbicara meledak-ledak)
b. Kenali reaksi anda terhadap perilaku klien; waspadai perasaan anda sendiri dalam
bekerja dengan individu yang sedang marah.
c. Bantu dalam membuat hubungan antara frustasi dengan perasaan selanjutnya.
d. Sebutkan batasan-batasan dengan jelas; katakan pada individu apa yang benarbenar diharapkan (mis; Saya tidak dapat membiarkan anda berteriak[melempar
benda-benda, dsb]).
e. Ketika menyebutkan perilaku yang tidak dapat diterima, berikan suatu alternatif
(mis; beri ruangan yang tenang, aktifitas fisik, kesempatan untuk berkomunikasi dari
hati ke hati)
f. Kembangkan strategi modifikasi perilaku; bicarakan dengan seluruh personil yang
terlibat agar konsisten
g. Lakukan interaksi dengan klien apabila dia tidak banyak menuntut atau manipulatif
6. Bila berkenan, berikan aktifitas yang dapat mengurangi ketegangan (mis; aktivitas
fisik, permainan-permainan)
7. Bantu anak yang sedang marah
a. Berikan dorongan pada anak untuk mengungkapkan kemarahannya (mis; Apa
yang kamu rasakan ketika disuntik?, Bagaimana perasaanmu jika Mimin tidak mau
bermain denganmu?)
b. Katakan pada anak bahwa marah adalah hal yang biasa (mis;Saya kadang-kadang
marah jika saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan.)
c. Berikan dorongan dan biarkan anak untuk mengekspresikan marah dalam cara yang
dapat diterima (mis; berbicara keras-keras, memukul mainan, berlari keluar
mengelilingi rumah)
8. Untuk orang-orang yang diidentifikasi mengalami ansietas kronis dan mekanisme
koping maladaptif, rujuk untuk penanganan psikiatrik berkelanjutan
33.
normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan
BAB hitam (melena)
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
Terdapat luka robekan pada abdomen
Luka tusuk sampai menembus abdomen
Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak Biasanya organ yang terkena
penetrasiperdarahan/memperparah keadaan bisa keluar dari dalam andomen
E. Pathways
TraumaOperasiTerjadi perforasiLapisan abdomen(kontusio,laserasiMenekan Syaraf
Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jarLunak dan rongga abdomenNyeriMotilitas usus
Dilakukan tindakandrainDisfungsi usus resiko tinggi infeksiRefluks usus output cairan
lebihPeningkatan Gg keseimbangan elektrolitmetabolismeDefisit vol Cairan dan
elektrolitintake nutrisikurangKelemahanfisikGangg. Mobilitas (atur sendiri yaa..peace)
F. Penanganan Awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan
teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan
apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan HebatJika pernapasan korban tersengal-sengal
dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas
1) Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit
G. Penanganan di Rumah Sakit
1) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT ScanningIni di lakukan untuk mengetauhi jenis
cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
d. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya
pada
1)fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin,
dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap,
potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan RongtenPemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma,
mungkin berguna untuk mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras Urologi dan GastrointestinalDilakukan pada cedera yang meliputi daerah
duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur.
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan: ansietas teratasi
Kriteria hasil:
a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini
b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas
Intervensi:
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu
R/ koopong yang baik akan mengurangi ansietas klien
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan
penanganan
R/ mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk
memberikan penjelasan kepada klien
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti
dan diharapkan ansietas berkurang
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
e. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000)
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan lien
c. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
a Pada individu
1) Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral,
edema otak
2) Gangguan mobilitas fisik
Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3) Gangguan komunikasi verbal
Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler,
kelemahan otot wajah
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu
makan yang menurun
5) Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi
6) Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot,
menurunnya persepsi kognitif.
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan
tidak berdaya dan putus asa.
8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
(Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi
Widjaja, 1993)
b Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.
c Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien
dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper
motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)
2 Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan
keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan,
penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 1620 kali permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan
tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan
yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk
melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan
dari luar
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi
FKUI /RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A
Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF
Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi
4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Saraf Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Posted by cres at 12:47 AM 0 comments
Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1.
Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.
2.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
3.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
6.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7.
Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8.
Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak
atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan
kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir.
Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15
30 derajat.
Pemberian oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi :
Tinggikan posisi kepala 15 30 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan
tekanan vena jugularis.
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala,
valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
tekanan pada vena leher.
pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena
leher).
Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan,
fleksi (harus bersamaan).
Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan
therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai
program.
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
Monitor intake dan out put.
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan
nutrisi.
Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil
atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih,
tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan minum, mengenakan
pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
Perawatan kateter bila terpasang.
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
Kaji intake dan out put.
Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata
cekung dan out put urine.
Berikan cairan intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.
Intervensi :
Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri,
menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
Berikan analgetik sesuai program.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya,
ungkapnya.
Jika Anda pergi ke daerah pegunungan yang dingin, biasanya kulit akan mudah menjadi
kusam dan kering. Semakin tinggi suatu daerah, semakin rendah tekanan udaranya.
Biasanya kulit akan menjadi lebih peka terhadap rangsangan dari luar. Begitu pula
terhadap sinar ultraviolet matahari. "Kulit kering itu biasanya dari bawaan. Tapi
perubahan cuaca dan iklim juga bisa memperburuk keadaan," ujarnya. Untuk
mengembalikan kelembapan dan kesegaran kulit, Anda dapat melakukan treatment Oxy
facial plus.
Oxy facial plus adalah sebuah treatment yang memanfaatkan proses oksigenasi. Proses
ini bermanfaat untuk merangsang pernafasan kulit, menambah persediaan oksigen pada
kulit wajah dan memperlancar peredaran darah di bawah kulit. Cara ini dapat membantu
menghilangkan racun atau toksin sehingga membuat kulit wajah terlihat awet muda. Oxy
Facial Plus merupakan treatment perawatan wajah dengan menggunakan peeling (cara
pengelupasan) yang sangat ringat bagi kulit.
Bahan dasar yang digunakan untuk proses oksigenasi adalah asam glikolat atau asam
buah yang dioleskan pada wajah. Pengelupasan menggunakan asam buah berguna untuk
membersihkan dan memperbaiki lapisan sel kulit luar yang rusak. Tahap ini dilakukan
untuk merangsang kulit menyerap oksigen murni. Selain itu, asam buah juga dapat
membantu memperlancar pernafasan kulit dan mengembalikan kelembapan kulit wajah.
Kulit Anda akan terlihat lebih bercahaya, bersih dan muda kembali. Selama perawatan,
Anda akan diberikan Oxygen Inhalation 100%. Sehingga hasilnya lebih maksimal.
Vitamin C memang memiliki banyak manfaat. Selain bersifat antioksidan yang mampu
melawan radikal bebas, juga berperan dalam meningkatkan sistem imun. Vitamin ini juga
berfungsi pada kelangsungan berbagai biokimia tubuh, seperti penyerapan zat besi dan
menekan histamin atau komponen yang terlibat dalam terjadinya reaksi alergi.
Mengkonsumsi vitamin C tidak hanya dilakukan secara oral saja, tetapi juga bisa melalui
jarum suntik. Asupan melalui injeksi ini lebih efektif dan segera terasa khasiatnya karena
zat-zatnya langsung masuk ke peredaran darah. Kondisi kesehatan akan segera pulih dan
kulit pun terlihat lebih cerah berseri.
Kondisi kekurangan gizi dan mineral dalam tubuh, salah satunya vitamin C, pada
dasarnya berawal dari pola makan yang buruk. Apalagi saat ini kesibukan banyak orang
yang tinggal di kota besar semakin meningkat. Radikal bebas pun semakin besar, seperti
asap kendaraan bermotor dan rokok. Hal itulah yang membuat tubuh semakin rentan
terhadap berbagai gangguan kesehatan. Daya tahan lebih mudah menurun dan serangan
radikal bebas membuat sel-sel tubuh mudah rusak dan tidak mampu berfungsi dengan
baik. Salah satu akibat dari proses kerusakan secara cepat itu adalah penuaan kulit lebih
dini.
Sebenarnya sumber vitamin C secara alami biasa anda dapatkan dari buah-buahan seperti
jeruk, jambu biji, anggur, pisang, apel, stroberi, pepaya, kiwi dan sebagainya. Sedangkan
untuk jenis sayuran yang berisi vitamin C bisa didapatkan dari tomat, brokoli, bayam,
kentang, paprika merah dan hijau. Tetapi seringkali seseorang mengabaikan asupan akan
vitamin C yang memang dibutuhkan oleh tubuhnya sehingga tidak sesuai dengan standar
kecukupan gizi.
Bagi orang dewasa, mengkonsumsi vitamin C sedikitnya 60 miligram per hari. Angka ini
didasarkan pada jumlah vitamin C yang diperlukan untuk mencegah penyakit kudis
secara klinis dan melindungi tubuh dari kudis selama 30 hari. Dosis konsumsi vitamin C
yang ideal adalah 75 miligram per hari. Diperkirakan, satu dari lima orang tidak
mengonsumsi vitamin C sesuai anjuran. Perempuan hamil dan ibu menyusui sudah tentu
harus mengonsumsi vitamin C lebih besar dari jumlah tadi. Beberapa orang mengatakan
bahwa dosis optimal yang bisa dikonsumsi orang dewasa sebesar 500 miligram sehari.
Ada anggapan yang mengatakan bahwa mengkonsumsi 200 miligram per hari sudah
cukup. Tapi bagi orang yang tidak hidup dengan stres atau yang tidak sehat, dosis 500
miligram sebenarnya terlalu besar. Angka itu lebih cocok untuk mereka yang tinggal di
kota besar yang penuh polusi, seperti Jakarta.
Memang tidak semua orang sadar dan mau mengonsumsi makanan sehat seimbang.
Padahal, kebiasaan itu secara tidak langsung menjamin pasokan zat gizi, mineral dan
vitamin dalam tubuh secara memadai. Kondisi itu kemudian memunculkan berbagai
pilihan. Bagi mereka yang kurang mendapat asupan vitamin melalui makanan alami,
muncul berbagai produk suplemen sebagai jawabannya. Untuk orang yang bermasalah
dengan pencernaan atau alergi terhadap makanan tertentu juga disediakan berbagai
alternatif pilihan.
Salah satu pilihan itu tersaji dalam bentuk injeksi atau suntikan vitamin. Selain vitamin
C, di Indonesia juga dikenal adanya suntik vitamin neurotropika (B kompleks). Biasanya
vitamin dikonsumsi melalui oral atau diminum, tetapi sejak tahun 1940, suntik vitamin C
intravena (ke pembuluh darah lengan) untuk mempercepat pemulihan pasien pra dan
pasca bedah. Hal ini kemudian terus berkembang. Orang dengan kondisi tertentu, meski
tidak menjalani pembedahan, dapat memperoleh suntikan ini. Sehingga membuat banyak
orang tertarik untuk mencoba suntik vitamin C karena sifat antioksidan dari vitamin ini.
Keganasan radikal bebas ini dapat dipengaruhi oleh faktor usia (tua), penyakit, pola
makan buruk, polusi udara, sinar ultraviolet. Salah satu masalah yang muncul akibat
radikal bebas adalah terjadinya kerusakan kulit. Selain terlihat kusam dan berkerut, kulit
juga jadi cepat tua serta muncul flek-flek hitam.
Suntik vitamin C, selain dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mempercepat proses
penyembuhan juga akan membuat kulit tampak lebih cantik dan awet muda. Hal ini
berkaitan dengan cara kerja vitamin ini, yaitu menghambat kerja enzim tirosinase yang
berperan dalam pembentukan pigmen. Jika kulit sering terpapar sinar matahari, enzim ini
akan cepat terangsang untuk membentuk pigmen. Bila proses pigmentasi itu dihambat,
otomatis kulit jadi bersih dan cerah.
Sehingga suntik vitamin C dianggap lebih efektif dalam mencapai sasaran karena
langsung ke pembuluh darah. Kemungkinan kadar vitamin yang mudah larut dalam air
ini hilang selama proses metabolisme, juga bisa dikurangi.
Asam askorbat dalam vitamin C memang besar khasiatnya bagi tubuh dan kulit. Tapi
akan mudah lenyap dalam proses metabolisme bila dikonsumsi secara oral. Itu menjadi
salah satu pendorong gagasan dan minat dalam memperoleh asupan vitamin C lewat cara
yang lebih praktis.
Mereka yang memanfaatkan suntik vitamin ini kebanyakan perempuan berusia 20 sampai
40 tahun. Mereka merasa perlu suntik vitamin C karena bermasalah dengan tukak
lambung (maag) bila mengonsumsi vitamin secara oral. Alasan lain yang dikemukakan
adalah intensitas pekerjaan yang cukup padat sehingga menuntut daya tahan lebih tinggi
dan suntikan vitamin C bisa membuat mereka terlihat lebih bugar serta sehat. Meski
relatif aman, tetapi proses pemberian suntikan vitamin ini tidak boleh sembarangan.
Pemberian vitamin ini harus dilakukan oleh dokter ahli dan melalui proses screening atau
pemeriksaan medis serta wawancara.
Hal ini harus dilakukan untuk menekan resiko efek samping, sekaligus demi
mendapatkan manfaat secara maksimal. Sejauh ini tidak ada efek samping yang serius.
Tapi, seseorang harus dipastikan tidak alergi jenis vitamin tertentu, terutama vitamin C
dan tidak memiliki masalah dengan sistem metabolisme, seperti gangguan fungsi ginjal.
Meskipun suntikan ini bisa menjadi salah satu alternatif pemasukan vitamin C ke dalam
tubuh, tetapi anda harus tetap menjalankan pola makan sehat yang seimbang. Kunci
mendapatkan kecukupan vitamin C secara ideal adalah mengkonsumsinya lebih sering
agar vitamin ini bertahan lebih lama dalam tubuh. Asupan dalam jumlah kecil beberapa
kali sehari, terbukti lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan tubuh.
Vitamin C berjasa bagi kulit melalui dua cara utama yaitu bertindak sebagai antioksidan
dan membantu pembentukan kolagen. Sebagai antioksidan, vitamin C membentuk dan
memperbaiki jaringan kulit rusak akibat radikal bebas. Cara radikal bebas merusak sel-sel
tubuh sama dengan proses oksigen menyebabkan kertas berubah warna menjadi kuning
atau mentega menjadi tengik. Pada kulit, oksidan menimbulkan kerusakan dan proses
penuaan sehingga kulit cepat keriput.
Fungsi utama vitamin C di sini adalah menghambat proses penuaan dini dan
menghaluskan kerut. Pasokan vitamin C sebagai antioksidan akan menghambat kerja
enzim tirosinase, yang bertugas membantu pembentukan pigmen di kulit. Meski
pembentukan pigmen tetap terjadi, warnanya lebih pucat dan kulit akan terlihat lebih
putih.
Di dalam tubuh, antioksidan dibentuk lewat kerja sama vitamin A, C, E, mineral selenium
dan glutation. Vitamin A meningkatkan kerja sel darah merah hingga bisa mengobati
infeksi dan luka pada jaringan tubuh. Vitamin E melindungi sel dari radikal bebas untuk
memperbaiki struktur DNA yang dirusak. Selenium, bersama vitamin E, membantu
menjaga kesehatan kulit, juga rambut dan mata. Glutation membersihkan radikal bebas
berbahaya pada makanan berlemak. Vitamin C dan selenium dapat meningkatkan kadar
glutation dalam tubuh.
Kecukupan vitamin C akan membantu pembentukan kolagen atau senyawa berisi asam
amino mirip lem pengikat sel. "Zat perekat" ini menjadi bagian susunan utama jaringan
penghubung seperti kulit, tulang dan ikatan sendi tulang. Kolagen menjaga kekenyalan
dan kelenturan kulit dengan bantuan vitamin C. Juga untuk mendukung berlangsungnya
proses yang memungkinkan molekul mencapai bentuk terbaiknya (hydroxylation). Tugas
vitamin C pula untuk menjaga kolagen dari risiko cepat rusak dan lemah.
Menambahkan vitamin C pada biakan sel kulit (fibroblast) secara dramatis akan
meningkatkan pelekatan kolagen. Jadi, ketika vitamin C diberikan secara memadai pada
sel kulit, ada kesempatan baik untuk mengurangi kerutan dan meningkatkan kehalusan
permukaan kulit. Inilah yang dimaksudkan sebagai peremajaan kulit karena kulit
memang tampak lebih muda dan cerah. Orang pun menilainya lebih putih.
Untuk mendapatkan manfaat maksimal suntik vitamin C, orang harus tetap
memperhatikan konsumsi makanan dan bergaya hidup sehat, seperti menghindari
makanan berlemak tinggi, atau yang mengandung zat pengawet, pewarna dan penyedap
rasa. Pola makan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya kerusakan kulit, seperti jadi
berminyak dan timbul bercak.
Intinya adalah tetap mengkonsumsi makanan secara seimbang. Karena kekurangan
vitamin atau mineral tertentu bisa menyebabkan kerusakan kulit. Manfaatkan suplemen
untuk kulit, termasuk suntik vitamin C, bila benar-benar memerlukan. Membatasi
konsumsi alkohol, kopi dan teh. Bila berlebihan, jenis minuman tersebut dapat
mempertinggi keasaman tubuh dan menimbulkan dehidrasi. Hal itu tentu tidak
menguntungkan bagi kesehatan. Sebaiknya setiap hari minum air putih atau jus buah,
yang berguna untuk mengeluarkan zat sisa dari tubuh dan membuat sel kulit tetap sehat.
Minumlah 8-10 gelas (2-2,5 liter) air putih dalam sehari. Banyak orang baru minum bila
haus. Padahal, haus bukan satu-satunya tanda tubuh perlu air. Kuah sayur atau jus jangan
dimasukkan sebagai konsumsi minuman. Jumlah asupan air putih perlu ditambah jika
anda banyak berolahraga atau berada di daerah beriklim panas. Bila terus-menerus
kurang mengonsumsi air putih, kulit menjadi pucat, layu dan tidak segar. Cara termudah
adalah meneguk segelas air putih begitu bangun pagi, lanjutkan secara teratur sepanjang
hari dan segelas lagi sebelum tidur.
Istirahat yang cukup dan kendalikan stres. Karena perasaan tenang dan rileks akan
membantu memperlambat proses penuaan. Semoga bermanfaat.
Posted by cres at 8:13 PM 0 comments
Sejak ditemukan 65 juta tahun yang lalu, vitamin c lebih dikenal sebagai pekerja ajaib
wonder worker. Tak hanya meningkatkan daya tahan tubuh, vitamin c juga bermanfaat
bagi kesehatan kulit dan rambut. Kandungan kolagen di dalam vitamin c menjadi asumsi
bagi terbentuknya peremajaan sel kulit. Karen itulah, belakangan ini vitamin c banyak
dijual namanya sebagai pencegah penuaan dini dan pemberantasan masalah kulit.
Masalah kulit
Banyak hal yang menjadi penyebab kulit kering dan kusam diantaranya adalah karena
paparan sinar matahari yang berlebihan, polusi udara, serta pola makan yang tidak
seimbang.
Bila tidak segera ditanggulangi, keadaan bisa semakin parah, seperti timbulnya jerawat,
penuaan dini, dan bahkan pada tingkat ekstrem, kanker kulit.
Masalah klasik ini dapat dihindari, salah satunya dengan terapi vitamin c. gunanya utnuk
mempercepat proses regenerasai kulit, sehingga kulit menjadi lebih cerah sekaligus
terhindar dari infeksi penuaan dini.
Manfaat vitamin c
sebagai antioksidan. Stress, rposes metabolisme tubh serta lingkungan yang tercemar
menyebabkna timbulnya molekul oksigen yang tidak stabil, yang dimakan radikal bebas.
Radikal bebas dapat menjadi musuh bagi kulit tubuh. Kulit, sebagai lapisan terluar tubuh,
adalah bagian yang palling rentan terhadap kerja radikal bebas. Penggunaan vitamin c
dalam dosis memadai dapat menetralisais radikal bebas tersebut. Dengan kata lain,
vitamin c inilah yang dapat mencegah atau mengendalikan problem kulit.
Penghasil kolegan dan elastin. Makin tua usia, produksi elastin dan kolagen makin
berkurang. Saat kolagen menipis, kulit menjadi kendur, berkerut, dan penuh guratan.
Dalam hal ini, vitamin c berperan mempercepat proses regenerasi sel serabut kolagen dan
elsatin.dengan demikian elastisitas kulit akan terjaga sehingga kulit akan tampak kencang
dan kenyal. Perawatan dengan vitamin c secara teratur juga dapat mencegah pernaan dini
yang ditandiai dengan timbulnya kerut2 halus seputar mata, dahi, dan mulut. Penelitian
klinis membuktikan bahwa vitamin c dapat meningkatkan kekenyalan kulit sekitar 50%
dalam waktu dua minggu dan menghilangkan kerutan halus sekitar 85% dalam waktu 3
bulan.
Menghambat pigmentasi dan vlek. Pigmentasi disebabkan oleh adanya enzim tiroksinase.
Karena adanya vitami c, pigmen yang dihaslikan oleh enzim tadi menjadi berkurang
jumlahnya atau warnyanya lebih pudar (hampir tidak tampak). Penggunaan vitamin c
baru dapat memberi hasil optimal jika digabung dengan senyawa hydroquinone dan asam
glikolat. Biasanya, bahan tersebut sudah tersedia dalam produk-produk kosmetik yang
banyak beredar di pasaran.
Ngintip dapur yuk!!!
Tengok dapur donk!!! Siapa tau ada bahan2 alami yang mengandung vitamin c yang
dapat menjadi resep utnuk cantik dan awet muda.
Kentang sebagai cleanser.
Hancurkan kentang mentah dan oleskan pada wajh secara merata. Lalu bersihkan wajah
dengan haduk yang telah dibsahi air hangat. Dapat dilakukan tiap hari utnuk menangkal
jerawat.
Lemon sebgai peeling
Ambil satu buah lemon. Peras dan ambil sarinya. Parut kulitnya, campurkan dengan sari
lemon. Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan selama 8 jam. Oleskan endapan lemon
pada wajah dengan cara ditepuk-tepuk. Biarkan hinggak kering lalu bersihkan dengan
handuk basah. Terakhir bilas wajah dengan air dingin dan bubuhkan pelembab.
Stroberi sebagai astrigent
Campur cangkir stoberi yang sudah dicampurkan dengan cangkir cuka putih (white
vinegar). Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan beberapa jam. Kemudian, pisahkan biji
stroberi dengan saringan bersih,. Tambahkan cangkir air mawar pada endapan stroberi
cuka. Dapat dipakai sebagai astrigent.
Tomat sebagai freshner.
Potong dan hancurkan tomat. Lalu oleskan pada wajah secara merata. Tunggu hingga
wajah terasa kencang, lalu bersihkan dengan haduk basah.
Lemon beku untuk mengecilkan pori2
Campur perasan lemon dengan air. Tuangkan pada cetakan es batu, lalu masukkan ke
dalam freezer. Setelah membeku, keluarkan dari cetakan lalu simpan dalam plastik.
Ambil satu buah es batu lemon dan usapkan pada wajah hingga mencair. Keringkan
wajah dengan tissue wajah yang lembut.
Buah campur sebagai pelembab
Letakkan potongan buah aprikot, melon kuning, peach, dan stroberi dalam kain katun
bersih. Lipat kain yang sudah berisi campuran buah, peras sehingga keluar sarinya
sebanyak 2 sendok makan. Pansakan cangkir minyak almond dan ons paraffin (lilin).
Tuangkan minyak almond, lilin, dan sari buah dalam satu wadah, lalu tambahkan
sendok teh larutan benzoin. Aduk2 kembali hingga bahan tercampur rata, lalu simpan di
tempat dingin atau kulkas. Siap pakai setiap hari setelah mandi.
Apel sebagai masker
Potong apel jadi empat bagian. Ambil satu potng yang belum dikupas, masukkan ke
dalam blender. Tembahkan 1 sendok teh madu dan sendok teh daun sage kering, lalu
hancurkan bersama. Oleskan masker wajah dan biarkan hingga kering. Angkat sisa
masker dengan handuk basah. Masker ini dapat dipakai utnuk kulit kering atau kulit
Kombinasi. Bagi yang memiliki jeins kulit berminyak, tambahkan perasan lemon pada
proses pencampuan.
Posted by cres at 8:05 PM 0 comments
2.PHOTO REJUVENATION
Sesuai dengan namanya photorejuvenation digunakan untuk menyegarkan dan
meremajakan kembali kulit wajah yang kusam. Kulit dapat menjadi kasar dan kusam
karena pengaruh umur, lingkungan dan cuaca.
Photo rejuvenation dilakukan dengan menggunakan sinar, bisa dengan sinar laser atau
Intense Pulse Light(IPL) yang merupakan penyinaran antiinvasive estetik yang tanpa
menyebabkan luka. Setelah wajah dibersihkan photo rejuvenation dilakukan selama 2030 menit.
Photo rejuvenation berguna untuk melancarkan aliran darah ke kulit wajah. Terapi
sinarnya mampu merangsang pertumbuhan kolagen baru, sehingga struktur kulit lebih
kencang dan mengecilkan pori-pori, selain itu dapat menyamarkan pigmen. Pada
umumnya perawatan ini tidak memiliki efek samping. Untuk hasil yang maksimal, dapat
dilakukan secara rutin setiap 2-4 minggu.
3.MICRODERMABRASI
Perawatan ini berguna untuk mengangkat sel-sel kulit mati, flek dan pigmen dipermukaan
kulit yang membuat wajah tampak kusam dan warnanya tidak merata. Microdermabrasi
juga bisa menstimulasi kolagen sehingga bisa memperbaiki pori-pori dan
menyamarkanya, meski efeknya tak sedalam laser. Selain itu bisa juga menghilangkan
bekas jerawat yang tidak terlalu dalam.
Perawatan ini dilakukan dengan cara mengikis lapisan kulit wajah bagian atas secara
lembut. Mikrodermabrasi ada dua jenis ada yang menggunakan kristal maupun diamond.
Kristal yang digunakan harus halus, steril, dan tidak menimbulkan penyakit saat
mengenai kulit, sedangkan diamond memiliki permukaan yang tajam dan bisa digunakan
untuk memotong, permukaan dibuat sedemikian rupa sehingga bisa mengikis secara baik
dan halus.
Setelah tindakan mikrodermabarasi bisa dilanjutkan dengan pemberian masker ataupun
pemberian bahan-bahan nutrisi untuk kulit seperti vitamin C ataupun kolagen. akan lebih
baik hasilnya bila pemasukan bahan tersebut menggunakan metode iontoforesis.
Iontoforesis merupakan cara untuk memasukkan bahan nutrisi tersebut dengan alat
khusus sehingga bahan tersebut akan lebih baik diserap oleh lapisan kulit yang lebih
dalam.
Tindakan ini tergolong ringan karena hanya dilakukan selama kurang lebih 15-20 menit.
Tindakan ini perlu diulang paling tidak setiap 2 minggu sekali.
menyebabkan kulit menjadi muda dan cerah juga dapat membantu mengatasi berbagai
gangguan kosmetik pada kulit seperti noda-noda, dan skar yang ringan maupun jerawat.
Tindakan di atas sebaiknya dilakukan dibawah pengawasan dokter, sehingga bila terjadi
efek samping yang terjadi dapat segera diatasi
Sesuai namanya tindakan perawatan di atas berguna untuk rejuvenation atau peremajaan
kulit maka tindakan tersebut tepat untuk perawatan anti aging atau anti penuaan yang
sedang digencarkan saat ini.
Posted by cres at 8:02 PM 0 comments
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal
kembar monozigot)
3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia,
muntah, sesak, nafas cepat
4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas,
infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran
mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula:
limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6. Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di
sekkitar rektal dan nyeri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh
sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur,
imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negatif
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a. Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung.
c. Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.
Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
d. Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
f. Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap
perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk
dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
g. Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit
dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau
Hibiclens bila diindiksikan.
j. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
k. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
l. Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
m. Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium misal : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau
e. Hb 14-18 gr%
Intervensi :
f. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan. Pantau
Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
g. Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
h. Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap
perdarahan
i. Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
j. Gunakan jarum ukuran kecil
k. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan
tekan perlahan.
l. Beri bantalan tempat tidur untuk cegh trauma
m. Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah sekunder
adanya destruksi SDM
Tujuan : perfusi adekuat
Kriteria hasil :
a. Masukan dan haluaran seimbang
b. Haluaran urin 30 ml/jam
c. Kapileri refill < 2 detik
d. Tanda vital stabil
e. Nadi perifer kuat terpalpasi
f. Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a. Awasi tanda vital
b. Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
c. Catat perubahan tingkat kesadaran
d. Pertahankan masukan cairan adekuat
e. Evaluasi terjadinya edema
f. Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN
Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi
Berikan cairan hipoosmolar
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
2. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
3. Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting
Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC; 1999
4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.
Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001
Posted by cres at 2:59 AM 0 comments
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan
berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya
feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah
timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk
dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal
dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz
Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah
diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI,
2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya
diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total ( NPT )
Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 3 tahun bisa juga
dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 7 tahun. Menurut Yupi. S
( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal
anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap
merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul
melalui kata kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan
dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya
bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan
dengan masalahmasalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung
untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai
mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat
( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan
keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah
bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih,
1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun
dan tinggi badan akan bertambah kira kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah
yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada
medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar
kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi
molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002:
546 ).
1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam
hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan
pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak
nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering
menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan
contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan
permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan
orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan
pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi
anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
KONSEP KEPERAWATAN
DIAGNOSA, TUJUAN, DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces
( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi
secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien.
Posted by cres at 2:56 AM 0 comments
air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata
tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan
Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).
E. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu
sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.a
Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadangb
Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.c
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Kadar Bilirubin Serum berkala.d
Darah tepi lengkap.e
Golongan darah ibu dan bayi.f
Test Coombs.g
Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Heparh
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
Biasanya Ikterus fisiologis.a
Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, ataub
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.c
Polisetimia.d
Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis,e
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan
yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi.f
Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.g
Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.h
Pemeriksaan lain bila perlu.i
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
Sepsis.a
Dehidrasi dan Asidosis.b
Defisiensi Enzim G6PD.c
Pengaruh obat-obat.d
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.e
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
Karena ikterus obstruktif.a
Hipotiroidismeb
Breast milk Jaundice.c
Infeksi.d
Hepatitis Neonatal.e
Galaktosemia.f
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala.a
Pemeriksaan darah tepi.b
Skrining Enzim G6PD.c
Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.d
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
B. Diagnosa Keperawatan , Tujuan , dan Intervensi
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida
menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji
adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak
bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Diagnosa Keperawatan : Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusi
tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam
sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan
Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tandatanda
vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati
adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor
pemeriksaan laboratorium sesuai program.
C. Aplikasi Discharge Planing.
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan
hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi
tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan
gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan
dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik
dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (Whaley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguangangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui
menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal
mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.a
Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerahb
sekitar kulit yang rusak.
Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankanc
kelembaban kulit.
Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.d
Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapate
mengakibatkan lecet karena gesekan
sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila terjadi sindrome Eisenmenger,
umumnya menunjukkan prognosis buruk.
2. Amplazer Septal Ocluder
3. Sadap jantung (bila diperlukan).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Lakukan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan yang mendetail terhadap jantung.
b. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital.
c. Kaji tampilan umum, perilaku, dan fungsi:
- Inspeksi :
Status nutrisi Gagal tumbuh atau penambahan berat badan yang buruk berhubungan
dengan penyakit jantung.
Warna Sianosis adalah gambaran umum dari penyakit jantung kongenital, sedangkan
pucat berhubungan dengan anemia, yang sering menyertai penyakit jantung.
Deformitas dada Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada.
Pulsasi tidak umum Terkadang terjadi pulsasi yang dapat dilihat.
Ekskursi pernapasan Pernapasan mudah atau sulit (mis; takipnea, dispnea, adanya
dengkur ekspirasi).
Jari tabuh Berhubungan dengan beberapa type penyakit jantung kongenital.
Perilaku Memilih posisi lutut dada atau berjongkok merupakan ciri khas dari beberapa
jenis penyakit jantung.
- Palpasi dan perkusi :
Dada Membantu melihat perbedaan antara ukuran jantung dan karakteristik lain (seperti
thrill-vibrilasi yang dirasakan pemeriksa saat mampalpasi)
Abdomen Hepatomegali dan/atau splenomegali mungkin terlihat.
Nadi perifer Frekwensi, keteraturan, dan amplitudo (kekuatan) dapat menunjukkan
ketidaksesuaian.
- Auskultasi
Jantung Mendeteksi adanya murmur jantung.
Frekwensi dan irama jantung Menunjukkan deviasi bunyi dan intensitas jantung yang
membantu melokalisasi defek jantung.
Paru-paru Menunjukkan ronki kering kasar, mengi.
Tekanan darah Penyimpangan terjadi dibeberapa kondisi jantung (mis; ketidaksesuaian
antara ekstremitas atas dan bawah)
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian mis; ekg, radiografi, ekokardiografi,
fluoroskopi, ultrasonografi, angiografi, analisis darah (jumlah darah, haemoglobin,
volume sel darah, gas darah), kateterisasi jantung.
2. Diagnosa keperawatan
Daftar Pustaka
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM (1996), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Buku Ajar KEPERAWATAN KARDIOVASKULER (2001), Pusat Kesehatan Jantung
dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, Jakarta.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik (2002), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Posted by cres at 2:37 AM 0 comments
A. KONSEP DASAR
1.PENGERTIAN
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196).
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak
cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang
menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat
gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam
makanan yang kita konsumsi.
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu
pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang
penting bagi tubuh untuk :
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.
2. ETIOLOGI
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan
orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
(Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering
diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik,
penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).
3. PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau
keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam
lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
4. MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat
badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat
tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat
hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe,
tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi
mukus dan sedikit. (Nelson,1999).
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis
5. PENATALAKSANAAN
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan,
kaji tanda-tanda vital.
Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa,
sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
- Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
- Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
- Pengobatan infeksi
- Pemberian makanan
- Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia
berat dan payah jantung.
Menurut Arisman, 2004:105
- Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB
biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
- Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama
peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
- Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
- Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan
dalam kegiatan rehidrasi.
- Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai
F-75 dan F-100.
Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap,
yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan IV.
- cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
- Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
- Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
- Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari
atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
- Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari,
dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
- Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam
meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik
menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya
dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah
50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar
2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
B. KONSEP KEPERAWATAN
DIAGNOSA, TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat
makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi
menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan
memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
(Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal
Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan
gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau
nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas
motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok
usia.
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma,
bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus
alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia
serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith Lemli
Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan
kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri
karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+
maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita
epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat.
Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus
nokturnal benigna.
a. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan
terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal
dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas
neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah
gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang
bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan
sering diikuti hiper sekresi selama 10 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai
dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk
pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 15 detik
terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai
adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG
perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila
disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur.
Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari
persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama
dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik
nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya
selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini
tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan
tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera
untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila
terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60
80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca glukosa hendaknya disertai dengan
monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan
peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca
glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50%
Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2
6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy
infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi
baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang
rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia
dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis
selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang
pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi
peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan
ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal
yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan
struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan
rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina
terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara
dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap
pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara
berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan
analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila
cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan
berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma
pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang
diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan
untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar
belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion
atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %
diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat
juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan
kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang
pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan
virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan
baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan
vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi
dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan
ubun ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 3 tahun
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan
penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda
daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya
lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan
pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan
pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam
setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Pengetahuan keluarga meningkat
Posted by cres at 2:27 AM 0 comments
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.
1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang
dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus
mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
Masa tunas typhoid 10 14 hari
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin
7. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu
mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih
dan hindari makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam
darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
9. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar
oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui
makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak
teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan
menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.
d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
atau informasi yang tidak adekuat.
3. Perencanaan
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan
keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :
Diagnosa. 1
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari
pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan
distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari,
kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising
usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva
dan membran mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan
distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam
pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri
kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi
panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat
seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot.
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari
klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan
barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase
serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus,
monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut
serta dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga
untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien
menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya
jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga
dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan
cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien
mengerti tentang penyakitnya.
Posted by cres at 2:20 AM 0 comments
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
2. Etiologi
a. Virus dengue sejenis arbovirus.
b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1
dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3
dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3
merupakan serotif yang paling banyak.
3. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian
akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam
sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan
mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia
dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila
tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
4. Tanda dan gejala
a. Demam tinggi selama 5 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5) Protein darah rendah
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)
8. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak .
c. Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan
intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4
mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d. Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik,
e. Anti konvulsi jika terjadi kejang
f. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
diagnosa keperawatan yang dibuat. Perlu diketahui bahwa tindakan yang bisa diberikan
menurut tindakan yang bersifat mandiri dan kolaborasi. Untuk itu penulis akan
memaparkan prinsip rencana tindakan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
keperawatan :
a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji KU dan kondisi pasien
2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3) Observasi tanda-tanda dehidrasi
4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
5) Balance cairan (input dan out put cairan)
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan
Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti
terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 2000 cc per
hari
6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi
1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat
Kriteria hasil
Klien mengerti tentang proses penyakit DHF
1) Kaji tingkat pendidikan klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau
diketahuinya.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil
Trombosit dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji adanya perdarahan
2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)
3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.
4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien
5) Monitor hasil darah, Trombosit
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Tujuan
Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena
peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
D. MANIFESTASI KLINIS
Muntah.
Demam.
Nyeri Abdomen
Membran mukosa mulut dan bibir kering
Fontanel Cekung
Kehilangan berat badan
Tidak nafsu makan
Lemah
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).Tanda-tandanya: Berak cair 1-2 kali sehari - Muntah tidak adaB - Haus tidak ada - Masih mau makan Masih mau bermain
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.
Tanda-tandanya: - Berak cair 4-9 kali sehari - Kadang muntah 1-2 kali sehari - Kadang
panas - Haus - Tidak mau makan - Badan lesu lemas
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: - Berak cair
terus-menerus - Muntah terus-menerus - Haus sekali - Mata cekung - Bibir kering dan
biru - Tangan dan kaki dingin - Sangat lemah - Tidak mau makan - Tidak mau bermain Tidak kencing 6 jam atau lebih - Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air
yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis.
Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
E. KOMPLIKASI.
Dehidrasi
Renjatan hipovolemik
Kejang
Bakterimia
Mal nutrisi
Hipoglikemia
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot
kaku sampai sianosis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah
putih.
Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup,bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup,bila memungkinkan.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
G. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan: - Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari biasanya ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya - Bila keadaan anak
bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas terdekat
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma - 1,025
- x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
Rasa haus/muntah = 1
BP sistolik 60-90 mmHg = 1
BP sistolik <60 mmHg = 2
Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1
Kesadaran apatis = 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
Frekuensi napas >30 x/mnt = 1
Facies cholerica = 2
Vox cholerica = 2
Turgor kulit menurun = 1
Washer womens hand = 1
Ekstremitas dingin = 1
Sianosis = 2
Usia 50-60 tahun = 1
Usia >60 tahun = 2
Kebutuhan cairan =
Skor x 10% x kgBB x 1 ltr
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali
dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap
liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah
rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan
dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan
cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan
lengkap pada akhir jam ke-3.
menurun,anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
Pemeriksaan tinglkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan
menurun.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan doodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta
intake terbatas (mual).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya
Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
C. RENCANA KEPERAWATAN
Dx.1 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
Rasional
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasiPantau intake dan
output.
Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.Memberikan
informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif
Pemberian obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan
peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
Rasional
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
Menurunkan kebutuhan metabolik
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai
pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan
peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin
penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih
lanjut
Dx.3 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi
Rasional
Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri
Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung
dan kompres hangat abdomen
Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan
kemampuan koping
Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit
Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus
GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis
Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri,
petunjuk verbal dan non verbal
Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya
Dx.4 : Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya.
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi
Rasional
Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang
mekanisme koping yang tepat.
Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien
yang anaknya mengalami masalah yang sama
Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang
yang mengalami masalah yang demikian
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam
membantu klien.
Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan
Dx.5 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu
mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi
Rasional
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang
penyakit dan perawatan anaknya.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang
pengetahuan sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien
dan keluarga dalam proses perawatan klien
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek
samping yang mungkin timbul
Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri
anaknya
Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda
kenyamanan
Intervensi
Rasional
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam
perawatn yang dilakukan
infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan
kesulitan menelan.
5.Pemeriksaan penunjang
a. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak
rutin dilakukan karena sukar.
b. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 40.000 / m dengan
pergeseran LED meninggi.
c. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.
6.Penatalaksanaan
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg
sehari atau Tetrasiklin 3 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang
berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin)
dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
Simptomatik terhadap batuk.
Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik
yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai
spektrum sempit.
7. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal
4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
8.Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan
keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
b. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
c. Selalu ingin tahu alasan tindakan
d. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak
familiernya peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah,
sianosis
b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)
c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan
1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
d. Pengetahuan keluarga / orang tua
d.Diagnosa 4.
Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.
KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..
Rencana tindakan :
1. Kaji status nutrisi klien
2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)
3. Timbang BB klien setiap hari.
4. Kaji adanya mual dan muntah
5. Berikan diet sedikit tapi sering
6. Berikan makanan dalam keadaan hangat
7. kolaborasi dengan tim gizi
e.Diagnosa 5
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi
dan ketiak
3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan
4. Berikan minum per oral
5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
f.Diagnosa 6
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah