Anda di halaman 1dari 33

EFEKTIFITAS KOMPRES PANAS DAN DINGIN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatkan dan memelihara pelayanan kesehatan yang bermutu dan
berkualitas, terjangkau dan merata adalah salah satu misi yang harus dicapai untuk
mewujudkan visi Indonesia sehat 2010 (Pusdiknakes, 2000).
Penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan merupakan jalan yang harus
ditempuh untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas, sehingga
misi Indonesia sehat 2010 dapat tercapai.
Sebelum tahun 2000, hampir semua orang tua menggunakan kain lap yang
dibasahi air dingin atau air es untuk mengompres anak bila demam, seperti yang
dianjurkan tenaga medis dan buku-buku kesehatan. Namun beberapa tahun
belakangan mulai muncul anjuran dari dunia medis untuk menggunakan kompres
panas atau air hangat, yang seakan-akan menyalahkan teori kompres masa
lalu. Banyak orang tua yang bingung dengan fenomena ini, metode kompres apa
yang akan dipilih.
Demam adalah suatu kondisi dimana suhu badan seseorang terlalu tinggi. Jika
ini terjadi, biasanya penyakit tertentu akan diderita oleh orang tersebut. Pada intinya,
demam bukanlah suatu penyakit. Tapi jika tidak ditindaklanjuti, terutama bagi anak
kecil, demam yang tinggi dapat mengancam jiwa si penderita. Jika suhu tubuh
(diukur di mulut) lebih tinggi dari 37.5 Celcius pada seseorang yang dalam keadaan
beristirahat. Apabila suhu diukur di ketiak, suhunya lebih tinggi dari 37.3 Celcius.
Apabila suhu diukur di telinga, suhunya lebih tinggi dari 37.8 Celcius.

Akibat dari meningkatnya suhu tubuh, badan terasa tidak nyaman, kepala terasa
nyeri, menggigil, makan tidak selera, tidur tidak nyenyak, gelisah karena semua
posisi tubuh rasanya salah.
Pertolongan pertama pada penderita dapat dilakukan dengan memberikan
minum sebanyak-banyaknya (air masak, air dalam kemasan, air teh, dsb),
mengompreskan pada penderita, serta memberikan obat penurun panas. Bila ada
riwayat kejang, berikan obat anti kejang.
Demam perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan dehidrasi (kekurangan
cairan) dan kejang demam (febris konvulsi). Perhatikan apakah ada tanda-tanda
dehidrasi seperti ubun2 cekung (pada bayi), kencingnya sedikit dan apabila
punggung tangannya dicubit, kulitnya lambat kembali. Anak harus banyak minum,
terutama cairan yang mengandung elektrolit.
Kejang demam merupakan kejang yang

terjadi

pada

saat

seorang

bayi

atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam
biasanya terjadi pada awal demam.Kejang demam dapat terjadi pada 2 5 persen
populasi anak, yaitu pada semua anak yang berusia 6 bulan sampai 6 tahun,
terutama mereka yang orang tuanya mempunyai riwayat penuh mengalami kejang
demam.

Penanganan panas cukup beragam. Pemberian obat penurun panas acap kali
belum cukup menunjukkan efek yang diinginkan. Kompres meski kurang praktis
dibandingkan obat-obatan tetapi efek yang diharapkan dapat segera terlihat, begitu
pula efek sampingnya yang minimal. Supaya suhu tubuh dapat normal kembali dan
tidak terjadi demam lagi. Air dingin ataukah air hangat.

Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti ingin mengetahaui Efektivitas


kompres hangat dibandingkan kompres dingin terhadap penurunana suhu tubuh di
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan atau menemukan kompres mana
yang lebih Efektif, kompres hangat dibandingkan

kompres dingin terhadap

penurunana suhu tubuh di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.


B. Tujuan Penelitian
1.

Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas kompres hangat dibandingkan kompres dingin terhadap
penurunan suhu tubuh di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta

2.

Tujuan Khusus

a.

Mengetahui karakteristik kompres hangat di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.

b.

Mengetahui karakteristik kompres dingin di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta.


D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit untuk menjadi
bahan pertimbangan dalam mengompres pasien demam.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keperawatan
mengenai keefektifitas kompres hangat dan kompres dingin terhadap penurunan
suhu tubuh. Diharapkan dapat menjadi bahan pembanding dan menjadi sumber
informasi bagi penelitian selanjutnya tentang manfaat kompres dingin.
3. Bagi Peniliti

Peneliti diharapkan dapat menambah wawasan, pengatahuan, dan pengalaman,


sebagai pengalaman dalam mengkaji secara ilmiah dan menjadi pengalaman
berharga bagi penulis dan menambah pengetahuan peneliti tentang kompres dingin
dan kompres hangat pada pasien demam (DHF)
4. Bagi Masyarakat
Menambah informasi tentang keefektifan dari kompres hangat dibandingkan
kompres dingin saat melakukan pengompresan suhu tubuh pada saat demam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Penurunan Suhu Tubuh
a. Demam

Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu


tubuh

normal

atau

mekanisme

pengeluaran

panas

tidak

mampu

untuk

mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas.


Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang sering
digunakan adalah pireksia atau febris. Demam sebenarnya merupakan akibat dari
perubahan set point hipotalamus. Walaupun tidak semua demam disertai
peningkatan set point. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40C),
demam disebut hipertermi.
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada
fase demam, meliputi fase awal, proses, dan fase pemulihan (defesvescence).
Tanda-tanda ini muncul sebagai hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme
pengaturan suhu tubuh.

Gangguan Suhu Tubuh


a. Demam
Demam merupakan keadaan suhu tubuh berada di atas rentang normal,
dapat diakibatkan oleh kelainan pada otak ataupun zat toksik yang berpengaruh
terhadap pusat pengaturan suhu. Demam dapat berupa akibat dari infeksi atau
inflamasi. Pada keadaan tersebut pirogen endogen akan dikeluarkan (prostaglandin),
dan senyawa ini berpengaruh terhadap hipotalamus (pusat pengatur suhu).
Akibatnya adalah hipotalamus meningkatkan suhu tubuh pada tingkat yang
baru (lebih tinggi dari semula) daripada mempertahankan suhu normal. Misalnya
pirogen endogen membuat set point yang baru yaitu 102F. Pada keadaan ini
hipotalamus mendeteksi bahwa suhu sebelum demam terlalu rendah, jadi

hipotalamus menginisiasi proses menggigil untuk meningkatkan produksi panas dan


membantu vasokonstriksi kulit untuk mencegah panas keluar.
b. Heatstroke
Suhu udara maksimum di mana seseorang mampu bertahan tergantung dari
keadaan udarah yang kering atau basah. Saat suhu tubuh meningkat di atas suhu
kritis (105F-108F), seseorang dinamakan terkena heatstroke. Gejala yang timbul
adalah pusing, delirium, muntah, kehilangan kesadaran, keluarnya keringat
berlebihan. Penanganan yang cepat perlu pada keadaan ini karena dapat
menimbulkan kerusakan otak.
c. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh di atas rentang suhu normal. Hipertermia mencakupi
ketidakseimbangan antara pembentukan panas dan penglepasan panas yang
meningkatkan suhu tubuh. Beberapa keadaan hipertermia normal (saat latihan) dan
yang lain dapat bersifat patologis dan fatal (tingginya hormon tiroid dan epinefrin
yang bersirkulasi di darah, rusaknya hipotalamus di otak).
d. Aklimatisasi terhadap Panas
Aklimatisasi merupakan mekanisme adaptasi yang dilakukan terhadap
perubahan suhu yang terjadi pada lingkungan (biasanya pada suhu panas).
Perubahan-perubahan

yang

terjadi

pada

aklimatisasi

adalah

meningkatnya

pengeluaran keringat, peningkatan volume plasma (aldosteron meningkat), dan


penurunan kadar garam pada keringat dan urin sampai tidak ada sama sekali
(aldosteron meningkat).
e. Hilangnya Regulasi pada Temperatur Rendah

Pada saat suhu tubuh berada pada 85F, kemampuan hipotalamus untuk
mengatur suhu menjadi hilang. Hal ini dikarenakan laju produksi senyawa panas
dalam setiap sel ditekan hampir dua kali lipat pada setiap penurunan 10F.

f. Frostbite
Frostbite terjadi jika tubuh terpajan pada suhu yang sangat rendah yang
membuat permukaannya membeku. Jika hal ini sudah mampu membuat kristal es
pada sel, kerusakan permanen dapat terjadi (kegagalan sirkulasi, kerusakan
jaringan, gangren).
g. Hipotermia
Hipotermia adalah keadaan tubuh mengalami penurunan suhu karena
keadaan dingin pada tubuh lebih dominan dibandingkan pembuatan panas dan
pertahankan panas. Saat hipotermia terjadi, laju metabolisme menjadi lebih lambat.
Dan jika hal ini terus terjadi akan timbul depresi pada pusat pernapasan (ventilasi
menurun dan pernapasan menjadi lambat dan lemah). Aktivitas kardiovaskular juga
turun (melambat dan cardiac ouputber kurang).
h. Irama Sirkadian
Sekresi hormon secara ritmik naik dan turun sesuai dengan fungsi waktu.
Irama ini dikarakteristikkan oleh pengeluaran hormon yang teratur dan memiliki
siklus

dalam

24

jam.

Keadaaan

ritmik

ini

dikarenakan

adanya osilator

endogen (sama seperti rangsang di neuron respirasi).


Perbedaannya dengan sistem pernapasan, aktivasi neuron untuk kelenjar
endokrin terjadi pada siklus terang-gelap. Misalnya kortisol meningkat selama
malam hari, mencapai puncaknya pada saat pagi hari sesaat sebelum kita bangun,

dan akan menurun sepanjang siang hari. Hal ini tidak diperoleh oleh sistem endokrin
melalui dirinya sendiri, namun oleh stimulasi oleh sistem saraf pusat.
Fisiologi Demam:
1) Manusia makhluk hemeotermal
2) Di tempat dingin pembentukan panas meningkat, pengeluaran panas menurun
3) Di tempat panas pengeluaran panas meningkat
4)

Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point 37C.

5)

Informasi tentang suhu kemudian diolah oleh hipotalamus

6) Selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas,


7) Pengaturan ini melalui saraf eferen hipotalamus (somatikdan otonom)
8) Hipotalamus dapat mengatur:
a). Aktivitas otot
b). Kelenjar keringat
c). Peredaran darah
d). Ventilasi paru
Sumber : Wulan, Dwi, 2007. Tanda Vital. Handout fotocopy Akper YKY.

Pola Demam:
1). Terus menerus
Demam menetap > 24 jam bervariasi 1-2C

2). Intermiten
Demam memuncak secara berseling dengan suhu normal. Suhu kembali normal
paling sedikit sekali selama 24 jam.
3). Remiten
Demam memuncak dan turun tanpa kembali ketingkat suhu normal.
4). Relaps
Periode demam diselingi dengan tingkat suhu normal.
b. Kelelahan akibat panas
Bila diaforesis banyak mengakibatkan kehilangan cairan elektrolit berlebih.
c. Hipertermi
Peningkatan

suhu

tubuh

sampai

dengan

ketidakmampuan

tubuh

untuk

meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas.


d. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas.
e. Headsrroke
Pajanan yang lam terhadap sinar matahari atau lingkungan suhu tinggi.
Penderita headstroke tdak berkeringat, elektronik hilang, malfungsi hipotalamus.
Fase-fase Terjadinya Demam
1.
a.

Fase I: awal (awitan dingin atau menggigil)


Peningkatan denyut jantung

b. Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan


c.

Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot

d. Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi


e.

Merasakan sensasi dingin

f.

Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi

g. Rambut kulit berdiri


h. Pengeluaran keringat berlebihan
i.

Peningkatan suhu tubuh

2. Fase II: proses demam


a. Proses menggigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas atau dingin
d. Peningkatan nadi dan laju pernafasan
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi ringan hingga berat
g. Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf
h. Lesi mulut herpetik
i. Kehilangan nafsu makan ( jika demam memanjang )
j.
3.

Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme protein
Fase III: pemulihan

a. Kulit tampak merah dan hangat


b. Berkeringat
c. Menggigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi
Sumber : Wulan, Dwi, 2007. Tanda Vital. Handout fotocopy Akper YKY.
B. Regulasi Suhu Tubuh
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh
manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh

manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh
pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu
panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik.
Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas
toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik
tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37C.
Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan
merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan
suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran
panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Upaya-upaya yang kita dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu
mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak istirahat, beri kompres, beri
obat penurun panas (Harold S. Koplewich, 2005).
Ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan
suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli),
kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik,
lampu penyinaran, busur panas (Anas Tamsuri, 2007).
Definisi Pireksia
1. Menurut kamus keperawatan, pireksia ( fever ) adalah kenaikan suhu tubuh diatas
suhu normal ( Christine Hancock, ed 17, 1999 )
2. Menurut kamus kedokteran, pireksia (febris, fever, demam) adalah peningkatan
suhu tubuh di atas normal; setiap penyakit yang ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh ( Dorland, 2002)

Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan panas


secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Tubuh manusia memiliki
seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh menghasilkan, mendistribusikan,
dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan. Panas yang dihasilkan
tubuh sebenarnya merupakan produk tambahan proses metabolisme yang utama.
Adapun suhu tubuh dihasilkan dari :
1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel
tubuh.
2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk
kontraksi otot akibat menggigil).
3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian

kecil

hormon lain, misalnya hormon pertumbuhan (growth hormone dan testosteron).


4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan rangsangan
simpatis pada sel.
5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel itu sendiri
terutama bila temperatur menurun.
Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti (core
temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks,
rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya dipertahankan relatif konstan
(sekitar 37C). selain itu, ada suhu permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang
terdapat pada kulit, jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat
berfluktuasi sebesar 20C sampai 40C.
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh
manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh

manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh
pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus
mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme
umpan balik.
Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas
toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik
tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37C. apabila suhu
tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan
serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan
produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada
titik tetap.
Mekanisme Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah
1. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :
a. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan pada semua area
tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada
hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi
yang kuat pada kulit, yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh
ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.
b. Berkeringat
Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek peningkatan suhu yang
melewati batas kritis, yaitu 37C. pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan
pengeluaran panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1C akan
menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak sehingga mampu
membuang panas tubuh yang dihasilkan dari metabolisme basal 10 kali lebih besar.

Pengeluaran keringat merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu


meningkat melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh
pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis
ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan pada saraf kolinergic
kelenjar keringat, yang merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat
mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
c. Penurunan pembentukan panas
Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti termogenesis kimia dan
menggigil dihambat dengan kuat.
2. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun, yaitu :
a. Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh
Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus
posterior.
b. Piloereksi
Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel
rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting pada manusia, tetapi pada binatang
tingkat rendah, berdirinya bulu ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap
lingkungan.

c. Peningkatan pembentukan panas

Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme


menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan
sekresi tiroksin.
Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh :
1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi
dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana
disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme
menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme.
Hamper seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan
peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.

3. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme sebesar 15-20%.. Akibatnya, produksi panas tubuh juga
meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia
dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatas norma
5. Hormone kelamin

Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal


kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas.
Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena
pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh
sekitar 0,3 0,6 C di atas suhu basal.
6. Demam ( peradangan )
Proses

peradangan

dan

demam

dapat

menyebabkan

peningkatan

metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10 C.


7. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20
30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan
untuk mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal
nutrisi mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu
dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena
lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas
dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan
gesekan antar komponen otot /organ yang menghasilkan energi termal. Latihan
(aktivitas) dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 40,0 C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat
menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat
pirogen yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan

suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat
menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas
tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga
sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan
suhu antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.
Mekanisme Kehilangan Panas Melalui Kulit
1. Radiasi
Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang
panas inframerah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki
panjang gelombang 520 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang
panas ke segala penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas
paling besar pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas.
2. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan
benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan
mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi
dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan
tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada
paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan
panas tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.

3. Evaporasi
Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi perpindahan panas
tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan
kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak
berkeringat, mekanisme evaporasi berlangsung sekitar 450 600 ml/hari.
Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12
16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi
akibat difusi molekul air secara terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.
Selama suhu kulit lebih tinggi dari pada suhu lingkungan, panas hilang
melalui radiasi dan konduksi. Namun ketika suuhu lingkungan lebih tinggi dari suhu
tubuh, tubuh memperoleh suhu dari lingkungan melalui radiasi dan konduksi. Pada
keadaan ini, satu-satunya cara tubuh melepaskan panas adalah melalui evaporasi.
Memperhatikan pengaruh lingkungan terhadap suhu tubuh, sebenarnya suhu
tubuh actual (yang dapat diukur) merupakan suhu yang dihasilkan dari
keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh dan proses kehilangan panas
tubuh dari lingkungan.
4. Usia
Usia sangat mempengaruhi metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal
sehingga memberi efek tidak langsung terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan
bayi, terdapat mekanisme pembentukan panas melalui pemecahan (metabolisme)
lemak coklat sehingga terjadi proses termogenesis tanpa menggigil (non-shivering
thermogenesis). Secara umum, proses ini mampu meningkatkan metabolisme
hingga lebih dari 100%. Pembentukan panas melalui mekanisme ini dapat terjadi
karena pada neonatus banyak terdapat lemak coklat. Mekanisme ini sangat penting
untuk mencegah hipotermi pada bayi.

Perbedaan derajat suhu normal pada berbagai kelompok usia (Tamsuri Anas, 2007)
Menurut Tamsuri Anas (2007), suhu tubuh dibagi menjadi :
1). Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36C
2). Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 37,5C
3). Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 40C
4).Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40C
http://nursingbegin.com/regulasi-suhu-tub
2. Kompres Hangat
a. Pengertian
Kompres hangat adalah suatu prosedur memberikan rasa hangat pada
daerah tertentu dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat
pada bagain tubuh yang memerlukan. Menggunakan kain / handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.

b. Manfaat Kompres Hangat


Adapun manfaat kompres hangat adalah dapat memberikan rasa nyaman dan
menurunkan suhu tubuh dalam menangani kasus klien yang mengalami pireksia.
c. Mekanisme Tubuh Terhadap Kompres Hangat dalam Upaya Menurunkan Suhu
Tubuh
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke
hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
panas dihipotalamus dirangsang, sistem effektor mengeluarkan sinyal yang memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla
oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga
terjadi vasodilatasi.
Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas
melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh
sehingga mencapai keadaan normal kembali. http://nursingbegin.com/kompreshangat/
3. Kompres Dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan
menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga memberi
efek rasa dingin pada daerah tersebut.
4. Balita
Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai Balita merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita
dimulai

dari dua sampai

dengan lima tahun,

atau

biasa

digunakan

perhitungan bulan yaitu usia 24-60 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia.
1) Ciri khas perkembangan balita
a..Perkembangan fisik
Pertambahan berat badan menurun, terutama diawal balita. Hal ini terjadi
karena balita memnggunakan banyak energi untuk bergerak.
b. Perkembangan Psikologis dan Psikomotor
Terjadi perubahan yang cukup drastis dari kemampuan psikomotor balita
yang mulai terampil dalam pergerakannya (lokomotion). Mulai melatih
kemampuan motorik kasar misalnya berlari, memanjat, melompat, berguling,

berjinjit, menggenggam, melempar yang berguna untuk mengelola keseimbangan


tubuh dan mempertahankan rentang atensi.
Pada akhir periode balita kemampuan motorik halus anak juga mulai terlatih
seperti meronce, menulis, menggambar, menggunakan gerakan pincer yaitu
memegang benda dengan hanya menggunakan jari telunjuk dan ibu jari seperti
memegang alat tulis atau mencubit serta memegang sendok dan menyuapkan
makanan kemulutnya, mengikat tali sepatu.
c.Aturan
Pada masa balita adalah saatnya dilakukan latihan mengendalikan diri atau
biasa disebut sebagai toilet training. Freud mengatakan bahwa pada usia
ini individu mulai berlatih untuk mengikuti aturan melalui proses penahanan
keinginan untuk membuang kotoran.
d. Kognitif
Pada periode usia ini pemahaman terhadap obyek telah lebih ajeg. Balita
memahami bahwa obyek yang diaembunyikan masih tetap ada, dan akan
mengetahui keberadaan obyek tersebut jika proses penyembunyian terlihat oleh
mereka. Akan tetapi jika prose penghilangan obyek tidak terlihat, balita mengetahui
benda tersebut masih ada, namun tidak mengetahui dengan tepat letak obyek
tersebut. Balita akan mencari pada tempat terakhir ia melihat obyek tersebut. Oleh
karena itu pada permainan sulap sederhana, balita masih kesulitan untuk membuat
prediksi tempat persembunyian obyek sulap.
Kemampuan bahasa balita bertumbuh dengan pesat. Pada periode awal
balita yaitu usia dua tahun kosa kata rata-rata balita adalah 50 kata, pada usia lima
tahun telah menjadi diatas 1000 kosa kata. Pada usia tiga tahun balita mulai

berbicara dengan kalimat sederhana berisi tiga kata dan mulai mempelajari tata
bahasa dari bahasa ibunya.
e. Sosial dan individu
Pada periode usia ini balita mulai belajar berinteraksi dengan
lingkungan sosial diluar keluarga, pada awal masa balita, bermain bersama berarti
bersama-sama berada pada suatu tempat dengan sebaya, namun tidak bersamasama dalam satu permainan interaktif. Pada akhir masa balita, bermain bersama
berarti melakukan kegiatan bersama-sama dengan melibatkan aturan permainan
dan pembagian peran.
Balita mulai memahami dirinya sebagai individu yang memiliki atribut tertentu
seperti nama, jenis

kelamin,

mulai

merasa

berbeda

dengan

orang

lain

dilingkungannya. Mekanisme perkembangan ego yang drastis untuk membedakan


dirinya dengan individu lain ditandai oleh kepemilikan yang tinggi terhadap barang
pribadi maupun orang signifikannya sehingga pada usia ini balita sulit untuk dapat
berbagi dengan orang lain.
Proses pembedaan diri dengan orang lain atau individuasi juga menyebabkan
anak pada usia tiga atau empat tahun memasuki periode negativistik sebagai salah
satu bentuk latihan untuk mandiri.
2) Pendidikan dan pengembangan
Cara

belajar

yang

dilakukan

pada

usia prasekolah ini

melalui

bermain

serta rangsang dari lingkungannya, terutama lingkungan rumah. Terdapat pula


pendidikan

di

luar

rumah

yang

melakukan

kegiatan

lebih terprogram dan terstruktur, walau tidak selamanya lebih baik.


1. Bermain

belajar

a. Permainan

peran,

melatih

kemampuan

pemahaman

sosial

contoh: permainan sekolah, dokter-dokteran, ruman-rumahan dll


b. Permainan imajinasi melatih kemampuan kreativitas anak
c. Permainan
Motorik

motorik,

Kasar

melatih

kemampuan

contoh: spider

web,

motorik

permainan

kasar
palang,

dan

halus.

permainan

keseimbangan dll, sedangkan motorik halus: meronce, mewarnai, menyuap.


2. Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Masa neoratus : usia 0 28 hari
Masa neonatal dini : 0 7 hari
Masa neonatal lanjut : 8 20 hari
Masa pasca neonatal : 29 hari 1 tahun
b. Masa bayi : usia 0 1 tahun
Masa bayi dini : 0 1 tahun
Masa bayi akhir : 1 2 tahun
c. Masa pra sekolah (usia 2 6 tahun)
Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 3 tahun
Pra sekolah akhir : mulai 4 6 tahun
Sumber: id.wikipedia.org/wiki/balita

C. Kerangka Konsep
Penurunan Suhu
Faktor yang mempengaruhi :
Kecepatan metabolisme basal
Usia sangat mempengaruhi metabolisme tubuh akibat mekanisme hormonal sehingga
memberi efek tidak langsung terhadap suhu tubuh. Pada neonatus dan bayi, terdapat
mekanisme pembentukan panas melalui pemecahan (metabolisme) lemak coklat sehingga
terjadi proses termogenesis tanpa menggigil (non-shivering thermogenesis).
2. Rangsangan saraf simpatis
Hormon Pertumbuhan.
Hormon tiroid
Hormon Kelamin.
Demam (peradangan).
Status gizi
Aktivitas
Gangguan organ
10. Lingkungan.
Kompres Hangat
Kompres Dingin

Keterangan :
= variabel yang tidak di teliti
= variabel yang diteliti.
C. Hipotesis
Terdapat efektifitas kompres hangat dibanding kompres dingin terhadap
penurunan suhu tubuh di Rumah sakit Panti Nugroho Yogyakart.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu) yaitu penelitian
yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak
digunakan dibidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti
adalah manusia, dimana mereka tidak boleh dibedakan antara satu dengan yang
lain seperti mendapat perlakuan karena berstatus sebagai grup control. (Margono,
2003)
Pada penelitian kuasi eksperimen peneliti dapat membagi grup yang ada
dengan tanpa memmbedakan antara control dan grup secara nyata dengan tetap
mengacu pada bentuk alami yang sudah ada.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi.
Populasi adalah sekumpulan objek yang menjadi pusat perhatian atau penelitian,
yang daripadanya terkandung informasi yang ingin diketahui (Gulo, 2002).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami demam di
Rumah Sakit Panti Nugroho.
2. Sampel
Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,2002).
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami demam (DHF) pada
balita di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta dengan jumlah 30 pasien, dengan
menggunakan pengambilan sampel dilakukan teknik simple random sampling.
Dikatakan teknik sample random sampling karena pengambilan sample anggota

populasi secara acak tanpa memperhatikan strata dan tidak terbatas akan usia
yang ada dalam populasi dan dengan demikian setiap unsur bisa dipilih menjadi
sampel.
C. Variabel Penelitian
1.

Variabel independen (variabel bebas)


Menurut

notoatmojo

2002

Variabel

independen

adalah

variable

yang

mempengaruhi atau menyebabkan variable tergantung. Dalam penelitian ini yang


termasuk dalam variable bebas adalah kompres hangat dan kompres dingin.
2.

Variabel Dependen ( Variabel Terikat )


Notoatmojo

2002

mengatakan

variable

terikat

adalah

variable

yang

mempengaruhi atau yang diakibatkan oleh variable bebas. Dalam penelitian ini yang
termasuk dalam variael terikat adalah Penurunan suhu tubuh.
Variabel Bebas:
Kompres Hangat
Hubungan antara variabel adalah sebagai berikut:
Variabel Terikat:
Penurunan Suhu tubuh
Variabel Bebas
Kompres Dingin

D. Definisi Operasional
a.

Variabel Bebas:

1.)

Yang dimaksud Kompres Hangat dalam penelelitian ini adalah Suatu prosedur
memberikan rasa hangat sekitar 30- 35C pada daerah kening dengan
menggunakan cairan pada bagain tubuh yang memerlukan selama 15- 20 menit.

Menggunakan kain/ handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang
ditempelkan pada bagian kening. Dilakukan pada pasien demam (DHF) dan
dilakukan pada pasien balita. Alat yang digunakan untuk pengukuran suhu dengan
menggunakan thermometer pada daerah axila waktunya sekitar 5- 10 menit dan
dilakukan selama 1 hari.
2.)

Yang dimaksud Kompres Dingin dalam penelitian ini adalah memberi rasa dingin
pada daerah setempat dengan menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa
atau air es sekitar 12- 18C sehingga memberi efek rasa dingin pada daerah
tersebut. Dilakukan pada pasien demam (DHF) dan dilakukan pada pasien balita
ditempelkan pada daerah kening. Alat yang digunakan untuk pengukuran suhu
dengan menggunakan thermometer pada daerah axila waktunya sekitar 5- 10 menit
dan dilakukan selama 1 hari.

b.

Variabel Terikat:
Penurunan suhu tubuh.

E. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian, merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data (Arikunto, 2005). Alat pengumpulan
data yang digunakan adalah dengan menggunakan formulir observasi yang
berisikan biodata responden dan tingkat penurunan suhu tubuh sebelum dan setelah
diberikan kompres. Dengan menggunakan alat kompres berupa air hangat dan air
dingin beserta kain pel dan dengan menggunakan thermometer.
F. Uji Validasi dan Reabilitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmojo,Soekidjo,2005).

Reabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmojo,Soekidjo,2005).
Dari uji validitas dan reabilitas didapatkan hasil bahwa, hasil pengukuran suhu
secara akurat dan penempatan alat sesuai pada tempatnya dan yang dikerjakan
mengompres pasien (DHF) dengan menggunakan air hangat dan air dingin selama
5- 10 menit dilakukan pada daerah kening.
G.

Tehnik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data (Arikunto, 2005). Adapun metode pengumpulan data dalam
penelitian

ini

adalah

dengan

menggunakan

langkah

awal

dalam

proses

pengumpulan data adalah menentukan responden atau subjek yang akan diteliti
dengan jumlah 30 pasien.
Berdasarkan tehnik sampling yang digunakan, subjek penelitian diambil dengan
cara simple random sampling. Pengambilan sampel secara acak sederhana. Setelah
didapatkan sampel yang diperlukan, melakukan observasi pada pasien yang
mengalami demam terlebih dahulu diukur suhu tubuhnya dengan menggunakan
thermometer kemudian pasien dikompres menggunakan air hangat kemudian diganti
dengan air dingin. Setelah data semua terkumpul, dilakukan penganalisaan dengan
menabulasikan data karena data dalam penelitian ini adalah data yang berskala
nominal atau ordinal, maka statistic yang digunakan untuk menguji diterima atau
ditolaknya hipotesis dari penelitian ini adalah statistic non parametris dengan
menggunakan uji Mann-Whitney atau U-Tes.
H. Pengolahan dan Analisa Data
Setelah

data

semua

terkumpul,

dilakukan

penganalisaan

dengan

menabulasikan data karena data dalam penelitian ini adalah data yang berskala

nominal atau ordinal, maka statistic yang digunakan untuk menguji diterima atau
ditolaknya hipotesis dari penelitian ini adalah statistic non parametris dengan
menggunakan uji Mann-Whitney atau U-Tes. Data diolah dengan program SPSS
16.00 for windows (Riwidikdo, 2007).
Hipotesis:
Ho

: Tidak terdapat efektifitas kompres hangat dibandingkan kompres

dingin terhadp

penurunan suhu tubuh.


Diterima apabila signifikan (P) > alfa 0.05
Ha

: Terdapat efektifitas kompres hangat dibandingkan kompres

dingin terhadp

penurunan suhu tubuh.


Diterima apabila signifikan (P) < alfa 0.05
I. Rencana Penelitian
Penelitian ini melewati beberapa tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Perbaikan proposal
Proposal dilakukan perbaikan jika mengalami kesalahan dan setelah itu akan direfisi
oleh pembimbing.
b. Permohonan izin penelitian
Sebelum dilakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Nugroho, Peneliti membuat
permohonan ijin untuk kelancaran dalam penelitian dan surat permohonan ijin
disetujui oleh pembimbing.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Informed consen (Lembar persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian, manfaat penelitian.

b. Melakukan penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2011 di Rumah Sakit Panti
Nugroho dilakukan secara cermat, teliti dan aktual.
Dibantu oleh asisten perawat terlebih dahulu menjelakan kepada mereka akan
tindakan yang akan dilakukan. Menjelaskan suhu air hangat dan air dingin yang
akan digunakan untuk mengompres dan daerah yang akan dikompres, memberi
penjelasan juga berapa lama dilakukan pengompresan.
c. Melakukan pengolahan data
Jika penelitian telah dilaksanakan data akan diolah secara sistematis dan benar.
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan penelitian
b. Perbaikan hasil penelitian
c. Persentasi hasil penelitian atau sidang akhir hasil penelitian
Rencana penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta
pada tanggal 1 Maret 2011 samapi 30 Juli 2011
Minggu ke

Kegunaan
1. Penyusunan Proposal

Penyusunan Istrumen

Persiapan Lapangan

Uji Coba Instrumen


Pengambilan Sampel dan Pengumpulan

1
X

10

11

12

Data
Pengolahan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Heru dan Yasril. 2009. Teknik Sampling untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam.2008.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
SalembaMedika.
Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Potter dan Perry (1997) Fundamental of Nursing, Mosby USA
Margono, S. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

http://eprints.ums.ac.id/21943/17/02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/484/2f.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai