Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)


Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh

beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus) menurut Saanin (1984)


adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Eucaridae
Sub ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus

Gambar 2. Rajungan Jantan dan Rajungan Betina (Sumber : Sunarto 2011)


Rajungan memiliki karapas yang sangat menonjol dibandingkan dengan
abdomennya. Lebar karapas pada rajungan dewasa dapat mencapai ukuran 18,5
cm. Abdomennya berbentuk segitiga (meruncing pada jantan dan melebar pada
betina), tereduksi dan melipat ke sisi ventral karapas. Kedua sisi muka karapas

terdapat 9 buah duri yang disebut sebagai duri marginal. Duri marginal pertama
berukuran lebih besar daripada ketujuh duri belakangnya, sedangkan duri
marginal ke-9 yang terletak di sisi karapas merupakan duri terbesar. Kaki
rajungan berjumlah 5 pasang, pasangan kaki pertama berubah menjadi capit
(cheliped) yang digunakan untuk memegang serta memasukkan makanan ke
dalam mulutnya, pasangan kaki ke-2 sampai ke-4 menjadi kaki jalan, sedangkan
pasangan kaki jalan kelima berfungsi sebagai pendayung atau alat renang,
sehingga sering disebut sebagai kepiting renang (swimming crab). Kaki renang
pada rajungan betina juga berfungsi sebagai alat pemegang dan inkubasi telur
(Oemarjati dan Wisnu 1990).

2.1.1 Morfologi Rajungan


Rajungan adalah kepiting yang kuat dan mempunyai kemampuan
berenang cepat sehingga dapat berimigrasi jauh kedalam air. Hal ini disebabkan
karena rajungan mempunyai potongan-potongan kaki berbentuk dayung dan pada
siang hari rajungan melintang di dalam pasir dan hanya saja kelihatan. Ukuran
rajungan yang terdapat di alam sangat bervariasi tergantung wilayah dan musim.
Perbedaan yang mencolok antara jantan dan betina terlihat jelas, dimana pada
rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar, sapitnya pun lebih panjang
daripada betina. Warna dasar pada jantan adalah kebiru-biruan dengan bercakbercak putih terang, sedangkan pada betina berwarna dasar kehijau-hijauan
dengan bercak-bercak putih agak suram (Kordi 1997).

2.1.2 Ciri Rajungan


Menurut Juwana dan Romimohtarto (2000) bahwa karapas rajungan
mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah giginya sembilan
buah. Abdomen terlipat kedepan dibawah karapas. Abdomen betina melebar dan
membulat penuh dengan embelan yang berguna untuk menyimpan telur. Rajungan
berkembang biak dengan cara bertelur setelah disimpan didalam lipatan abdomen.
Rajungan berwarna kebiru-biruan dan bercak-bercak putih terang pada jantan,
sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak putih agak

suram, perbedaan warna ini terlihat jelas pada rajungan dewasa. Sumpitnya
kokoh, dan berduri biasanya jantan mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebih
panjang dari betina. Rajungan dapat tumbuh mencapai 18 cm (Kordi 1997).

2.2

Proses Pengolahan Rajungan


Pengolahan rajungan di kalangan masyarakat nelayan adalah merupakan

salah satu rangkaian kegiatan dari proses kegiatan pengalengan rajungan. Prinsip
dasar pengolahan produk perikanan adalah usaha untuk memanfaatkan produk
perikanan

sebaik-baiknya

agar

dapat

digunakan

semaksimal

mungkin

(Hadiwiyoto dalam Devananda 2007). Pengolahan bahan makanan dengan


memanfaatkan panas merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk
memperpanjang umur simpan bahan pangan dan menambah kelezatan makanan.
Proses pemanasan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan
pangan adalah pengukusan, pasteurisasi dan sterilisasi ( Haris dalam Devananda
2007). Adapun tahap-tahap pengolahan daging rajungan meliputi persiapan bahan
baku, penimbangan, perebusan, penirisan, pengupasan, penyortiran, pengemasan,
pengiriman. Peralatan dalam pengolahan rajungan harus lengkap, hal ini berkaitan
dengan mutu rajungan yang dihasilkan. Hal ini terlihat dari peralatan yang
digunakan berikut ini:
1) Burner Elektrik
Burner Elektrik adalah seperangkat alat yang memiliki kegunaan seperti
boiler, yang berfungsi untuk mengubah uap air menjadi uap panas.
2) Pisau Stainless steel
Pisau digunakan dalam proses pengupasan, yaitu untuk memisahkan
daging dari kulit rajungan.
3) Meja Pengolahan, terbuat dari stainless steel, tahan karat dan mudah
dibersihkan. Meja berbentuk persegi dengan ukuran 2,5 m x 1 m dan
ketinggian 1 m. Meja ini digunakan untuk proses pengupasan, sortir,
penimbangan dan pengemasan daging rajungan.
4) Ember plastik, ember digunakan sebagai tempat air untuk mencuci tangan
karyawan sebelum melakukan proses produksi. Ember berada di depan

ruangan proses produksi, sehingga ketika memasuki ruang produksi


tangan setiap karyawan sudah bersih. Selain ember untuk tangan, ember
plastik lain digunakan sebagai tempat pencucian rajungan yang telah
direbus dan dikeluarkan cangkangnya atau rajungan yang siap untuk
masuk tahap pengupasan.
5) Bak air, bak air digunakan sebagai tempat air yang digunakan untuk
mencuci rajungan segar sebelum ditimbang dan masuk dalam proses
perebusan, agar terhindar dari bahaya fisik seperti kerikil dan kotorankotoran lain yang menempel, serta mengurangi jumlah bakteri alami pada
permukaaan tubuh rajungan.
6) Timbangan. Memiliki dua jenis timbangan, yaitu timbangan besar dan
timbangan kecil. Timbangan besar digunakan untuk menimbang bahan
baku yang baru datang dan yang akan diproses. Timbangan kecil
digunakan untuk menimbang hasil daging rajungan yang telah dikupas
ataupun yang telah disortir.

2.2.1 Penerimaan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah rajungan segar yang diperoleh dari
nelayan. Kebanyakan rajungan yang diperoleh tersebut

masih dalam kondisi

hidup tanpa sortasi dan pencucian. Rajungan segar tersebut diletakkan dalam
keranjang-keranjang plastik. Kemudian rajungan dicuci sampai bersih, sehingga
terhindar dari bahaya fisik seperti kerikil dan kotoran-kotoran lain yang
menempel, serta mengurangi jumlah bakteri alami pada permukaaan tubuh
rajungan. Seteleh itu, dilakukan sortasi pada rajungan yang telah bersih, tetapi
apabila rajungan hanya sedikit, sortasi tidak dilakukan.

2.2.2 Perebusan Rajungan


Pengukusan atau perebusan adalah proses pemanasan yang sering
diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, pengalengan
dan sebagainya (Poernomo dan Adiono 1987).

10

Perebusan rajungan bertujuan untuk mempermudah proses pemisahan


daging rajungan dengan cangkangnya (picking). Picking dilakukan setelah
rajungan matang yang sudah didinginkan. Agar tekstur daging yang diperoleh
bagus maka dilakukan pendinginan terlebih dahulu. Indikator kematangan
rajungan bila daging pada kaki jalan mudah dicabut dan daging tersebut memiliki
tekstur yang empuk, padat dan kompak (Sulistyawati 2000).

2.2.3 Pendinginan
Rajungan yang telah dimasak setelah pemidahan dari tempat perebusan
harus didinginkan pada temperatur ruang selama 1-2 jam. Jika rajungan tidak di
kupas dalam waktu 12 jam maka rajungan yang telah dimasak harus didinginkan
pada suhu 0-5 C.

2.2.4 Pengupasan
Pada proses pengupasan sudah dilakukan pemisahan berdasarkan
klasifikasi jumbo, backfin special, claw meat, claw figer. Daging rajungan dari
hasil pengupasan sebaiknya sesegera mungkin dalam waktu satu jam setelah
pengupasan dikalengkan kemudian disimpan dalam cool storage dengan suhu 0-3
C. Menurut Philips Seafood dalam Mirzads (2008), daging rajungan dapat
digolongkan menjadi lima jenis daging, yaitu:
1. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar
yang berhubungan dengan kaki renang.

Gambar 3. Jumbo lump (Sumber www.phillipsfoods.com)


2. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari
daging jumbo.

11

Gambar 4. Backfin (Sumber www.phillipsfoods.com)


3. Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada di sekitar
badan yang berupa serpihan-serpihan.

Gambar 5. Special (Sumber www.phillipsfoods.com)

4. Claw meat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki
sampai capit dari rajungan.
5. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan
bersama dengan bagian shell yang dapat digerakkan.

Gambar 6. Claw meat dan Claw finger ( Sumber www.phillipsfoods.com)

12

2.2.5 Penyortiran
Dalam penyortiran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selain
size/ukuran daging rajungan dan memilih memisahan daging rajungan yang tidak
layak untuk dikemas dalam kaleng. Dalam sortir ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan selain size/ukuran yaitu: Penampilan warna, kesegaran daging,
konfirmasi atau kesegaran daging tidak pecah, daging padat dan kenyal,
perlemakan dan kotoran tidak banyak.

2.2.6 Pengalengan
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat dan diseterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini
merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan serta
untuk mempertahankan nilai gizi, citra rasa, dan daya tarik. Menurut Jupri dalam
Devananda (2007), Pada pengalengan rajungan menggunakan kaleng plat timah
yang merupakan pengemas berbahan logam. Plat timah (tin plate) adalah bahan
yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari lembaran baja
dengan pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja
berkarbon rendah dengan ketebalan 0,15-0,5 mm dan kandungan timah putih
berkisar antara 1,0-1,25% dari berat kaleng. Digunakan untuk produk yang
mengalami sterilisasi (Julianti dan Nurminah 2007). Secara umum proses
pengalengan meliputi adalah Persiapan bahan mentah, Pengisian, Pengisian
dengan mengunakan tangan lebih menguntungkan karena lebih cepat. Daging
yang akan diisikan ditimbang dengan berat tertentu. Pasteurisasi adalah proses
pemanasan pada suhu dan waktu tertentu dimana semua bakteri yang berbahaya
bagi manusia terbunuh ( Fardiaz 1992). Pendinginan, setelah pasteurisasi kaleng
harus didinginkan untuk mencegah over cooking atau over processing yaitu
daging rajungan mengalami pemasakan terlalu lanjut yang berakibat pada
rasa,warna, dan tekstur daging. Pelebelan, memberikan indikasi tentang
nama/jenis bahan yang di kaleng, bumbu yang dipakai, berat, bersih, nama
produsen, tanggal kadaluwarsa.

13

2.3

Nilai Tambah Produk


Pengertian nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu

produk atau komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan


ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai
tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai bahan
baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah
selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini
tercakup komponen faktor produksi yang digunakan dan balas jasa pengusaha
pengolahan (Hayami dalam Hidayat 2009). Berdasarkan pengertian sebelumnya,
perubahan nilai bahan baku yang telah mengalami perlakuan pengolahan besar
nilainya dapat diperkirakan. Dengan demikian, atas dasar nilai tambah yang
diperoleh, marjin dapat dihitung dan selanjutnya imbalan bagi faktor produksi
dapat diketahui.

2.4

Pemasaran
Pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang

ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke


titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Pemasaran menurut Kotler (1993),
adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh
apa yang mereka butuhkan dan inginkan, dengan cara menciptakan, menawarkan
serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain. Pertukaran adalah
konsep yang yang melandasi pemasaran.
Tujuan akhir dari pemasaran menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983)
adalah menempatkan barang-barang ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai
tujuan tersebut, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun
berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses
pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi). Proses konsentrasi
merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang dihasilkan dalam
jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah lebih besar, agar dapat disalurkan ke
pasar-pasar eceran secara lebih efisien. Equalisasi (pengimbangan) merupakan
proses tahap kedua dari arus barang, terjadi di antara proses konsentrasi dan

14

proses dispersi. Proses equalisasi ini merupakan tindakan penyesuaian permintaan


dan penawaran, berdasarkan tempat, waktu, jumlah dan kualitas. Dispersi atau
penyebaran merupakan proses tahap terakhir dari arus barang, di mana barangbarang yang telah terkumpul disebarkan ke arah konsumen atau pihak yang
menggunakannya.
Pemasaran dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang dan pendekatan
yang berbeda. Seperti pendekatan fungsional atau fungsi pemasaran, pendekatan
organisasional atau kelembagaan yang meliputi seluruh partisipan yang terlibat
dalam pendekatan subsistem komoditas yang menggabungkan kedua pendekatan
sebelumnya. Dalam pendekatan subsistem komoditas, analisis kelembagaan
didasarkan pada identifikasi saluran pemasaran utama. Dimana analisis mengenai
saluran pemasaran tersebut menyediakan pengetahuan yang sistematis bagaimana
arus barang dan jasa mengalir dari titik asal (produsen) sampai titik akhir
(konsumen).

2.4.1 Lembaga Pemasaran Produk Rajungan


Lembaga pemasaran rajungan adalah badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke
konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu
lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan konsumen untuk
memperoleh komonditi yang sesuai dengan waktu (time utility), tempat (pleace
utility) dan bentuk (form utility). Lembaga pemasaran yang bertugas untuk
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen
semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari
pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah margin pemasaran (yang terdiri dari
biaya pemasaran dan kentungan). Lembaga pemasaran yang termasuk dalam
pemasaran produk rajungan adalah nelayan, pedagang pengumpul atau bakul,
miniplant, pemilik restoran, pabrik pengolah rajungan, eksportir.

15

2.4.2 Saluran Pemasaran


Saluran pemasaran adalah cara atau sistem untuk menyampaikan produk
yang dihasilkan oleh produsen kepada konsumen. Dalam saluran pemasaran
terdapat lembaga-lembaga pemasaran seperti produsen, pedagang pengumpul,
pedagang antar kota dan sebagainya. Menurut Hanafiah dan Saeffudin (1986)
lembaga pemasaran (tata niaga) adalah badan-badan yang menyelenggarakan
kegiatan atau fungsi pemasaran dengan mana barang-barang bergerak dari pihak
produsen sampai pihak konsumen. Saluran pemasaran yang dilalui oleh barang
dan jasa akan sangat menentukan nilai keuntungan dari suatu produk dan
berpengaruh pada pembagian penerimaan yang diterima oleh masing-masing
lembaga pemasaran.
Saluran pemasaran dikarakteristikan dengan jumlah tingkat saluran
pemasaran. Setiap perantara yang menjalankan pekerjaan tertentu untuk
mengalihkan produk dan kepemilikannya agar lebih mendekati pembeli akhir bisa
akan membentuk tingkat saluran, karena produsen dan pelanggan akhir, keduaduanya melaksanakan pekerjaan tertentu dan keduanya merupakan bagian dari
setiap saluran pemasaran. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang
dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan
pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa
dari produsen dan konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang
pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung
menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus 1987).
Panjang-pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil perikanan
menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983), tergantung pada beberapa faktor, antara
lain :
a) Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen
dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh
produk.
b) Cepat tidaknya produk rusak. Produk yang cepat atau mudah rusak harus
segera diterima konsumen, dan dengan demikian menghendaki saluran
yang pendek dan cepat.

16

c) Skala produksi apabila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil


maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan
tidak menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar.
d) Posisi keuangan pengusaha produsen yang posisi keuangannya kuat
cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran. Pola saluran
pemasaran untuk produk perikanan relatif agak berbeda dengan pola
saluran pemasaran produk non perikanan. Hal ini dikarenakan produk
perikanan yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pergerakan
hasil perikanan sebagai barang konsumsi (segar atau produk olahan) dari
produsen sampai konsumen pada dasarnya menggambarkan proses
pengumpulan maupun penyebaran.
2.4.3 Fungsi Fungsi Pemasaran
Fungsi-fungsi pemasaran merupakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan
untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor
konsumsi (Hanafiah dan Saefuddin 1983). Fungsi pemasaran menurut Mubyarto
(1994) adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen memperoleh barang
yang diinginkan pada tempat, waktu dan harga yang tepat. Fungsi-fungsi
pemasaran dalam pelaksanaan aktivitasnya dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam proses penyampaian
barang dan jasa dari produsen sampai ke tangan konsumen.
Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak
milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari dua
fungsi, yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi penjualan adalah
kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada pembeli atau ada
permintaan pasar yang cukup baik pada tingkat harga yang menguntungkan.
Fungsi pembelian adalah pembelian persediaan produksi untuk diolah dan dijual
kembali. Fungsi pengadaan secara fisik adalah semua kegiatan atau tindakan yang
menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu pada barang dan jasa. Fungsi
fisik meliputi pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pelancar adalah semua
tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara

17

produsen dengan konsumen. Fungsi pelancar meliputi dari fungsi permodalan,


penangungan resiko, standardisasi dan grading, informasi pasar.

2.4.4 Struktur Pasar


Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan
keputusan oleh perusahaan atau industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar,
distribusi perusahaan menurut berbagi ukuran, deskripsi produk atau deferensiasi
produk, syarat-syarat masuk atau penguasaan pangsa pasar (Limbong dan Sitorus,
1987). Terdapat ada empat karakteristik pasar yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan struktur pasar, yaitu : jumlah atau ukuran pasar, kondisi atau keadaan
produk, kondisi keluar atau masuk pasar, tingkat pengetahuan informasi pasar
yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga, dan kondisi
pasar antara partisipan (Dahl dan Hammond dalam Setiorini 2008).

2.4.5 Efisiensi Pemasaran


Efisiensi pemasaran adalah maksimisasi dari ratio input dan output. Input
berupa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam
memasarkan hasil perikanan. Sedangkan output adalah kepuasan dari konsumen.
Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen
akan meningkatkan efisiensi sedangkan perubahan yang mengurangi biaya input
tetapi mengurangi kepuasan konsumen akan menurunkan efisiensi pemasaran.
(Soekartawi 1985).

2.4.6 Marjin Pemasaran


Marjin didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar kepada penjual
pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir (Saefuddin dan Hanafiah
1983). Perlakuan yang berbeda-beda yang diberikan masing-masing pelaku
pemasaran terhadap komoditas yang dipasarkan menyebabkan perbedaan harga
jual antar tiap lembaga yang terlibat hingga sampai ke konsumen akhir. Perbedaan
harga inilah yang disebut dengan marjin pemasaran. Rendahnya marjin pemasaran
suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah

18

satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tata niaga adalah
dengan membandingkan harga yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai