Anda di halaman 1dari 4

ATROFI JANTUNG

A. Etiologi
Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja (misal, imobilisasi anggota
gerak yang emungkinkan proses penyembuhan fraktur), hilangnya persarafan,
berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat, hilangnya rangsangan endokrin,
dan penuaan. Walaupun beberapa rangsang ini bersifat fisiologis (misal, hilangnya
rangsangan hormone pada menopause) dan patologi lain (misal, denervasi), perubahan
seluler yang mendasar bersifat iddentik. Perubahan ini menggambarkan kemunduran sel
menjadi berukuran lebih kecil dan masih memungkinkan bertahan hidup, suatu
keseimbangan baru dicapai antara ukuran sel dan berkurangnya suplai darah, nutrisi, atau
stimulasi trofik (Mitchell dan Cotran, 2013).
B. Faktor Resiko
Secara umum, faktor resiko dari penyakit atrofi jantung meliputi faktor resiko
yang tidak dapat dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah (Rilantono et al.,
2004):
1. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Diubah
a. Hereditas/keturunan
Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan jantung dalam
keluarga, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan problem yang
serupa.
b. Usia
Pria di bawah usia 50 tahun memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita pada kelompok usia yang sama. Setelah menopause, resiko seorang wanita
bertambah karena penurunan yang tajam dari hormon estrogen yang bersifat
melindungi.
c. Jenis Kelamin
Insidensi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Pada beberapa perempuan
pemakaian oral kontrasepsi dan selama kehamilan akan meningkatkan kadar
kolesterol akan tetapi setelah menopause hampir tidak didapatkan perbedaan
dengan laki-laki.
2. Faktor Resiko Yang Dapat Diubah
a. Faktor

mayor

seperti

merokok,

hipertensi,

obesitas,

hiperlipidemia,

hiperkolesterolimia dan pola makan (diit tinggi lemak dan tinggi kalori).
b. Faktor minor seperti stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen)
dan inaktifitas fisik.
C. Patofisiologi
Atrofi menunjukkan adanya penciutan ukuran sel akibat kurang aktif, terputusnya
saraf pemasok, pengurangan pasokan darah, kekurangan nutrisi, atau hilangnya
rangsangan hormonal. Secara hormonal terjadi akibat proses penuaan pada banyak
tempat. Atrofi otot dapat juga terlihat pada penyakit jantung iskemik menahun.
Penurunan suplai darah merusak metabolisme di dalam sel dan atrofi terjadi sebagai
mekanisme perlindungan untuk mempertahankan aktivitas jaringan (Tambayong, 2000).
Penurunan suplai darah terjadi aibat kurang mampunya ventrikel kiri/kanan
memompa cukup banyak darah, sehingga tekanan sistol rendah, perfusi perifer kurang,
dan gejala kulit lembab dan dingin, diaphoresis, takikardia, bingug, dan kurang
menghasilkan urine. Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk
melakukan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat
yang dapat mengakibatkan asidosis metabolic dan juga merangsang pengeluaran zat-zat
iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik seluler merangsang ujungujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf
aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke hipothalamus, korteks serebri, serat saraf
aferen, dan dipersepsikan (Tambayong, 2000).
D. Penatalaksanaan
1. Terapi Lama
a. Nonmedikamentosa
Modifikasi gaya hidup menuju ke pola hidup sehat Program olahraga (di
bawah bimbingan seorang terapis atau dokter) sangat dianjurkan, termasuk
latihan dalam air untuk mengurangi beban kerja otot. Selain itu adalah
mengkonsumsi makanan bergizi (Nafrialdi et al., 2012).
b. Medikamentosa
Setiap faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan permintaan dapat memicu iskemia. Kebutuhan oksigen miokard
meningkat dengan peningkatan denyut jantung, kontraksi, atau ventrikel kiri
stres dinding. Suplai oksigen miokard ditentukan oleh aliran arteri koroner dan

ekstraksi oksigen miokard (Nafrialdi et al., 2012). Obat anti-angina pektoris


merupakan andalan manajemen anti-iskemik dan bertindak untuk memperbaiki
keseimbangan antara pasokan dan permintaan miokard dengan meningkatkan
aliran darah koroner, mengurangi kebutuhan oksigen miokard, atau keduanya.
Obat-obat ini termasuk (Nafrialdi et al., 2012) :
1) nitrat yang bertindak terutama oleh vasodilatasi vena, tapi mungkin juga
oleh pelebaran koroner.
2) beta-blocker yang bertindak terutama dengan mengurangi denyut jantung
dan kontraktilitas jantung
3) calcium channel blockers yang bertindak terutama oleh arteri koroner dan
vasodilatasi.
4) aspirin dan obat penurun lipid dan peran potensial untuk anti-oksidan juga
harus dipertimbangkan dalam terapi kombinas.
Pilihan terapi dan keefektifannya tergantung pada penyebab yang
mendasari

iskemia.

Mekanisme

golongan

obat

menunjukkan

bahwa

penggunaannya dalam kombinasi dapat menyebabkan penurunan lebih besar


pada kebutuhan oksigen miokard dari yang dicapai dengan monoterapi. Selain
itu, tindakan farmakologis dari beberapa obat ini dapat berfungsi untuk
mengimbangi efek samping yang tidak diinginkan terkait dengan orang lain,
misalnya, takikardia refleks diproduksi oleh beberapa calcium channel blockers
dapat diimbangi dengan terapi beta blocker (Nafrialdi et al., 2012).
2. Terapi Baru
Stem cell atau sel punca merupakan terapi yang dapat menjadi harapan baru di
masa depan sebagai solusi mengatasi nekrosis miokard yang persisten dan telah
digantikan oleh jaringan fibrotic. Sel ini dapat ditumbuhkan dari mesenkim yang
bersifat pluripotent dan dapat berproliferasi dan berdiferensiasi sebagai jantung yang
baik dan sesuai dengan tubuh pasien tersebut, dibandingkan dengan transplantasi
jantung dari tubuh lainnnya. Walaupun sel punca tidak ditumbuhkan sebagai organ
yang baru, sel punca juga dapat meningkatkan efek reparasi sel-sel jantung dengan
lebih cepat (Gnecchi et al., 2005).

E. Prognosis
Prognosis atrofi jantung dapat membaik apabila dilakukan pengobatan dan
dimobilisasi lebih awal. Atrofi jantung juga pronosisnya dapat menjadi lebih buruk
dengan dengan adanya pertambahan usia, peningkatkan disfungsi ventrikel, disritmia
ventrikel, infark berulang, dan keterlambatan dalam reperfusi (Guyton, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Mitchell, Richard N dan Cotran, Ramzi S. 2013. Jejas, Adaptasi, dan Kematian Sel : Buku Ajar
Patologi. Jakarta: EGC.
Rilantono, Lily, Ismudiati, et al. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tambayong, Jan. 2000. Fisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nafrialdi and Suyatna FD. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Gnecchi M, He H, Liang OD. 2005. Paracrine action accounts for marked
protection of ischemic heart by Akt-modified mesenchymal stem
cells. Nature Medicine 11, 367 - 368.
Guyton AC. 2007. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai