Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO

Seorang Ibu bernama Mano yang berumur 60 tahun pensiunan pegawai negeri. Sejak
kecil giginya selalu bermasalah karena itu rajin ke dokter gigi yang dekat rumahnya dan
merupakan dokter keluarga. Dokter keluarga ibu Mano sudah meninggal dunia. Mano
merasa kehilangan dokter dan sahabat yang membantunya sekeluarga sehat, yang tidak
mementingkan berapa besar honoriumnya.

Kemudian Mano datang berobat datng di

tempat praktek dokter gigi swasta yang terkenal dan cukup banyak pasiennya. Mano
mendapat giliran dengan nomor urut terakhir. Keluhannya dengan pipi bengkak dan sakit.
Saat Mano mendapat giliran pemeriksaan, waktu di tempat praktek menunjukkan jam
24.00. Saat Mano masuk di ruangan praktek, dokter tersebut hanya melihat dan
mendengarkan keluhan pasien saja kemudian menuliska resep dan memberikannya kepada
Mano. Merasa tidak cocok dengan dokter tersebut, kemudian Mano memutuskan berobat
pada dokter Puskesmas yang terletak dekat rumahnya. Meski tidak seramah dokter
keluarganya, tetapi dia melayani secara lebih manusiawi.
Kata Kunci:

Keluhan sakit

Pelayanan Dokter yang Manusiawi

Dokter gigi

Dokter keluarga

Pensiunan PNS

Manajemen praktek dokter gigi swasta dan puskesmas

Komunikasi dokter gigi dengan pasien

Pengobatan di puskesmas

Pertanyaan:
1. Jelaskan yang dimaksud dengan dokter gigi keluarga, swasta, dan puskesmas?
2. Bagaimana peranan dan fungsi dokter gigi keluarga, swasta, dan puskesmas?
3. Bagaiamana standar pelayanan kesehatan dokter gigi menurut perundang-undangan?
4. Jelaskan tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien?
5. Jelaskan bagaimana seharusnya hubungan dokter dan pasien?
6. Bagaiman ciri profesionalisme dari seorang dokter gigi?

7. Bagaimana perbedaan manajemen praktek dokter gigi keluarga, Swasta dan


puskesmas?
8. Bagaimana sarana dan prasarana yang seharusnya ada dari dokter gigi keluarga?
9. Jelaskan standar perizinan (SIP) dari dokter gigi?
10. Bagaimanakah aspek hukum yang diberikan terhadap dokter gigi baik swasta,
puskesmas, maupun keluarga?
11. Bagaimana mekanisme pengaduan masalah dari kasus skenario?
12. Bagaimana tugas dan wewenang pelayanan kesehatan gigi di puskesmas?
13. Jelaskan manfaat dari model pelayanan kesehatan dari dokter gigi terhadap pasien?
14. Bagaimana perbedaan sistem pembiayaan di dokter keluarga, praktek swasta, dan
puskesmas? Sistem pembiayaan dari seorang pasien yang pensiunan PNS?
Jawaban:
1. Definisi
Dokter Gigi Keluarga adalah dokter gigi yang mempunyai pengetahuan, sikap, dan
perilaku profesional dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi dari keluarga
binaannya dengan menyelenggarakan upayapemeliharaan kesehatan gigi dasar
paripurna dengan pendekatan holistik dan kesisteman serta proaktif dalam antisipasi
dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi keluarga yang memilihnya sebagai
mitra utama pemeliharaan kesehatan gigi.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 039/Menkes/SK/I/2007)
Menurut The American Board of Family Practice dalam Azwar (1996),
dokter keluarga adalah dokter yang memiliki tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta
pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang dibutuhkan pasien.
Dokter Gigi Praktek Swasta adalah praktik perorangan dilakukan oleh dokter gigi,
baik umum maupun spesialis. Dokter mempunyai tempat praktik yang diurusnya
sendiri, dan biasanya memiliki jam praktik. Adakalanya dokter gigi dibantu oleh
tenaga administrasi yang mengatur pasien, dan kadang juga dibantu oleh perawat. Ada
juga yang benar-benar sendiri dalam memberikan pelayanan, sehingga dokter/dokter
gigi tersebut menangani sendiri semua prosedur pelayanan medis yang diberikannya.
Tempat praktik bisa berupa tempat khusus, yaitu hanya untuk praktik saja, sehingga
dokter gigi tersebut tidak akan dapat dijumpai di tempat ini di luar jam praktik yang
telah ditetapkan. Tempat praktik perorangan bisa juga di tempat yang menjadi bagian
dari rumah tinggal dokter gigi. Apapun bentuknya, ada persyaratan yang ditetapkan

oleh Departemen Kesehatan RI dan jajaran teknis di bawahnya untuk tempat praktik
dokter gigi. Dokter diwajibkan memasang papan praktik yang memuat nama,
kualifikasi dan nomor STR dan SIP nya agar memudahkan pasien mengenali
dokternya.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
Dokter Gigi Puskesmas adalah Dokter dan dokter gigi yang berpraktik di Puskesmas
umumnya adalah dokter/dokter gigi yang ditempatkan sebagai pegawai negeri sipil
atau pegawai tidak tetap Departemen Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)

*** dokter gigi keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komperehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan.
Dokter gigi keluarga adalah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang
penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak
hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.
Dokter

gigi

keluarga

adalah

dokter

yang

memiliki

tanggung

jawab

menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang


menyeluruh yang dibutuhkan oleh semua anggota yang terdapat dalam satu keluarga.
Dokter keluarga adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak pertama
yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan, menilai kebutuhan kesehatan
total pasien dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran perseorangan dalam satu atau
beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk pasien ke tempat pelayanan lain yang
tersedia, sementara tetap menjaga kesinambungan pelayanan.
2. Peran dan Fungsi Dokter Gigi
Seseorang yang menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi sebagai
dokter gigi berkompeten atau mempunyai wewenang untuk:
mengobati penyakit gigi
mengobati/memperbaiki kelainan bawaan di bidangnya
melakukan rehabilitasi kelainan sistem stomatognati yang meliputi
kelainan gigi-geligi, otot, saraf, pembuluh darah dan tulang rahang, dalam
rangka mempertahankan fungsi-fungsi pengunyahan, bicara, estetis dan persarafan.
Peran dan fungsi Dokter Gigi Keluarga:

Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu


guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan;
Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat;
Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan
sakit;
Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya;
Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf

kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi;


Menangani penyakit akut dan kronik;
Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Gigi Spesialis;
Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan;
Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya;
Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien;
Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar;
Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus

(Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 039/Menkes/SK/I/2007)


*** peran dan fungsi dokter gigi keluarga
-

Pemberi pelayanan dengan komitmen tinggi serta menunaikan tugasnya secara

profesional dan etis.


Ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan nasional dan berhadapan
langsung dengan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan tingkat

pertama.
Koordinator dalam pemeliharan kesehatan gigi dan mulut pasien dan keluarganya,

serta bekerjasama secara harmonis dengan setiap individu dan institusi.


Sebagai mitra yang beretika bagi pasiennya dalam mengambil keputusan medis
dengan memilih dan menggunakan teknologi kedokteran gigi secara rasional

berdasarkan evidence based dentistry.


Penggalang peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
gigi dan mulut.

Peran dokter gigi puskesmas:


Melaksanakan pelayanan medik gigi umum dan khusus merujuk
Menerima rujukan kasus-kasus medik gigi dasar dan kasus-kasus spesiliastik
Melaskanakan pelayanan baik asuhan sistematik maupun asuhan masyarakat (bila
tidak ada perawat gigi)

3. Standar Pelayanan Kesehatan Dokter Gigi


Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1438/MENKES/PER/IX/2010 Bab V Pasal 10 tentang standar pelayanan kedokteran,

maka ditetapkan tentang Standar Prosedur Operasional dalam melakukan praktik


kedokteran gigi, antara lain:
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai penyusunan SPO
sesuai dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya.
(2) Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) harus dijadikan acuan pada
penyususnan SPO di fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) SPO harus dijadikan panduan bagi seluruh tenaga kesehatan dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan.
(4) SPO disusun dalam bentuk Panduan Praktis Klinis (Clinical Practice Guidelines)
yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (Clinical Pathway), algoritme, protokol,
prosedur atau standing order.
(5) Panduan praktis klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memuat
sekurang-kurangnya mengenai pengertian, anamnesis, pemeriksaan fisik, kriteria,
diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis,
dan kepustakaan.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1438/MENKES/PER/IX/2010)
4. Hak dan Kewajiban Dokter-Pasien
Kewajiban dan Hak Pasien
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 7
mengatur kewajiban dan hak pasien sebagai berikut:
1. Kewajiban Pasien
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
2. Hak Pasien
1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain (second opinion)
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis; dan
5. Mendapatkan isi rekam medis
Kewajiban dan Hak Dokter
Sebagaimana lazimnya suatu perikatan, perjanjian medik pun memberikan hak
dan kewajiban bagi dokter. Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran, hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi terdapat dalam
paragraf 6, yaitu;

a. Kewajiban Dokter Gigi


1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
2. merujuk pasien ke dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien meninggal dunia;
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas mampu melakukannya;
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
gigi.
b. Hak Dokter Gigi
1. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
4. menerima imbalan jasa.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
*** HAK DOKTER
sebagai manusia biasa dokter memiliki tanggung jawab terhadap pribadi
dan keluarganya, di samping bertanggung jawab profesinya terhadap masyarakat.
Karena itu dokter juga memiliki hak yang harus dihormati dan dipahami oleh
masyarakat sekitarnya. Hak-hak dokter adalah:
1. melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID) dan Surat
Izin Praktik (sip)
2. memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga tentang
penyakitnya.
3. Bekerja sesuai standar profesi.
Dalam upaya memelihara kesehatan pasien, seorang dokter berhak untuk
bekerja sesuai standaar profesinya sehingga ia dipercaya dan diyakini oleh
masyarakat bahwa dokter bekerja secara profesional.

4,menolak melakukan tindakan medik yang bertentangn dengan etika, hukum,


agama, dan hati nuraninya.
5, mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya
kerjasama pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam kedaan gawat
darurat.
6, menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan
darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menangananinya.
7,hak atas kebebasan pribadi dokter ; pasien yang mengetahui kehidupan pribadi
dokter, perlu menahan diri untuk tidak menyebarluaskan hal-hal yang sangat
bersifat pribadi dari dokternya.
8, ketentraman bekerja ; seorang dokter memerlukan tenteram agar dapat bekerja
dengan

baik.

Permintaan

yang

tidak

wajar

dan

sering

diajukan

oleh

pasien/keluarganya bahkan disertai tekanan psikis atau fisik, tidak akan membantu
dokter dalam memelihara keluhan profesinya.
9, mengeluarkan surat-surat keterangan dokter ; dokter berhak menerbitkan suratsurat keterangn tersebut yang tentunya berlandaskan kebenaran.
10, menerima imbalan jasa; dokter berhak menerima imbalan jasa dan
pasien/keluarganya berkewajiban memberikan imbalan jasa tersebut seuai
kesepakatan.
KEWAJIBAN DOKTER GIGI
Leenan membagi kewwajiban-kewajiban dokter dalam 3 kelompok, yaitu:
-. Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana dokter harus bertindak sesuai
dengan standar profesi medis atau menjalankan praktek kedokterannya secara lege artis.
- kewajiban untuk menghormati hak-hak pasienuang bersumber dari hak-hak asasi dalam
bidang kesehatan
- kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan.
HAK PASIEN

5. Hubungan Dokter-Pasien
Pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang memerlukan pertolongan
dokter karena penyakitnya dan dokter adalah orang yang dimintai pertolongan karena
kemampuan profesinya yang dianggap mampu mengobati penyakit. Hubungan terjadi
ketika dokter bersedia menerima klien itu sebagai pasiennya. Hubungan antara orang
yang memerlukan pertolongan dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan

pada umumnya bersifat tidak seimbang. Dokter pada posisi yang lebih kuat dan pasien
berada pada posisi yang lebih lemah.
Dalam hubungan yang demikian, dokter diharapkan akan bersikap bijaksana dan
tidak memanfaatkan kelemahan pasien sebagai keuntungan bagi dirinya sendiri. Selain
itu dokter juga mempunyai kewajiban moral untuk menghormati hak pasiennya
sebagai manusia. Ketika dalam hubungan itu disertai dengan permintaan dokter untuk
mendapatkan imbalan jasa dari klien (pasien) dan klien (pasien) bersedia
memenuhinya, maka terjadilah hubungan yang disebut sebagai hubungan kontraktual.
Dalam hubungan kontraktual terdapat kewajiban dan hak dari kedua belah pihak yang
harus saling dihormati, serta tanggung jawab jika ada yang tidak memenuhi
kesepakatan tersebut.
Sebenarnya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan
keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola
hubungan, yaitu:
a. Aktif-Pasif (Activity- passivity)
Dalam pola komunikasi akti-pasif ini dokter bersifat aktif dan pasien bersifat pasif
dan hanya menjawab ketika ditanya atau berbuat setelah diperintahkan oleh dokter.
Termasuk dalam makan atau menggunakan obat yang diberikan dokter. Di sini ada
kecenderungan bahwa dokter akan bersikap otoriter dan tidak memberi kesempatan
pasien

untuk

mengemukakan

pendapatnya.

Di

masa

sekarang,

dengan

perkembangan ilmu kedokteran dan kesadaran masyarakat akan hak-haknya,


hubungan semacam ini sudah tidak sesuai lagi. Ilmu kedokteran sekarang
menyadari bahwa kesembuhan suatu penyakit memerlukan pengetahuan dan
kesertaan pasien dan keluarganya. Pola hubungan ini seperti pola hubungan antara
orangtua-anak yang merupakan pola hubungan klasik sejak profesi kedokteran
mulai mengenal kode etik pada abad ke 5 S.M. (Sebelum Masehi). Di sini dokter
seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan pasien,
dengan suatu motivasi altruistis. Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang
keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan
mental berat.
b. Guidance Cooperation
Hubungan yang lebih maju dari pola komunikasi model pertama adalah bimbingan
yang ditujukan untuk mengajak kerjasama dari pasien. Pasien tetap dianggap tidak
(perlu) banyak tahu tetapi perlu dibimbing dan diajak bekerja sama dalam upaya
menyembuhkan penyakitnya.berupa Dokter membimbing-kerjasama seperti halnya
orang tua dengan remaja. Pola ini diketemukan apabila keadaan pasien tidak terlalu

berat misalnya penyakit infeksi baru atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit,
pasien tetap sadar dan memiliki perasaan serta kemauan sendiri. Ia berusaha
mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja sama. Walaupun dokter
mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata menjalankan kekuasaan, namun
mengharapkan kerja sama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau
anjuran dokter.
c. Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat
dan hak yang sama. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara
kesehatannya seperti medical check-up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien
Pasien secara sadar aktif dan berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini
tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial
yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
6. Sarana dan Prasarana Dokter Gigi Keluarga
Berdasarkan standar pelayanan dokter gigi keluarga maka ditetapkan tentang
standar sarana, prasarana dan peralatan yang seharusnya ada dalam praktek dokter gigi
keluarga yaitu, memiliki lingkungan bersih, sehat, mudah dijangkau, nyaman dan
aman bagi pelaksana, pengguna jasa, serta dilengkapi dengan peralatan medis dan
non-medis yang memenuhi syarat.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 039/Menkes/SK/I/2007)
*** STANDAR SARANA DAN PRASARANA
a. Standar fasilitas praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan strata
pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.
1. Fasilitas untuk praktik
Fasilitas pelayanan dokter gigi kelurga sesuai untuk kesehatan dan
keamanan pasien, pegawai dan dokter yang berpraktek.
2. Kerahasiaan dan privasi
Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan dan
orivasi pasien
3. Bangunan dan interior
Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan bangunan
permanen atau semipermanen serta dirancang sesuai dengan kebutuhan

pelayanan medis strata pertama yang aman dan terjangkau oleh berbagai
kondisi pasien
4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat
sekitarnya
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah
diatur oleh organisasi profesi.
b. Standar peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan fasilitas
pelayanannya, yaitu pelayan kedokteran di strata pertama
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang minimal
harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia
layanan strata pertama
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter medis keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang
medis yang minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik
sebagai penyedia pelayanan strata pertama
3. Peralatan nonmedis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan nonmedis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan
strata pertama
c. Standar proses-proses penunjang praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses-proses yang menunjang
kegiatan pelayanan dokter keluarga
1. Pengelolaan rekam medis
Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi
rekam medis dengan dasar rekam medis berorientasikan pada masalah
2. Pengelolaan rantai dingin
Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai beku yang
berpengaruh kepada kualitas vaksin atau obat lainnya
3. Pengelolaan pencegahan infeksi
Pelayanan dokter keluarga memerhatikan universal precaution management
yang mengutamakan pencegahan infeksi pada pelayanannya
4. Pengelolaan limbah
Pelayanan dokter keluarga memerhatikan sistem pembuangan air kotor dan
limbah
5. Pengelolaan air bersih
Pelayanan dokter keluarga mengonsumsi air bersih atau air yang telah diolah
sehingga aman digunakan
6. Pengelolaan obat.

Pelayanan dokter keluarga melaksanakan sistem pengelolaan obat sesuai


prosedur yang berlaku termasuk mencegah penggunaan obat yang kedaluwarsa
Ciri Profesionalisme Dokter Gigi
Berbagai perasaan yang dialami pasien ini meneguhkan suatu komitmen bagi para
dokter sebagai kelompok profesi yang luhur, senantiasa berperan sebagai dewa
penolong bagi pasien. Hal ini kemudian mengarah pada profesionalisme dokter.
Diharapkan ada beberapa ciri profesionalisme yang melekat pada sosok dokter, yaitu:
Kejujuran
Integritas
Kepedulian terhadap pasien (duty of care)
Menghormati pasien
Memahami perasaan pasien (empati) dan ikut prihatin. Belas kasih (compassion)

kepada pasien
Sopan dan santun kepada pasien
Pengabdian yang berkelanjutan untuk mempertahankan kompetensi pengetahuan
dan keterampilan teknis medis.

(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)


7. Manajemen Praktek Dokter Gigi
8. Standar Perizinan Dokter Gigi
Syarat syarat pengajuan ijin praktek dokter swasta :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Surat Permohonan ijin Praktik dokter.


Foto Copy Ijazah
Foto Copy NPWP
Rekomendasi dari Organisasi terkait.
Surat Tanda Registrasi Dokter/Dokter gigi yang dilegalisir
Rekomendasi dari Kepala puskesmas setempat
Surat Pernyataan tunduk dan patuh terhadap peraturan Perundang-undangan yang

berlaku, bermaterai Rp.6000,h. Surat Pernyataan lebih mementingkan praktik kedinasan (bagi pemohon
PNS/PTT/kontrak), bermateri Rp.6000,i. Foto copy KTP
j. Foto copy SK Penempatan/SK Pasca PTT/ SK Pensiun (bagi Pemohon
PNS/PTT/Kontrak/Purna Tugas).
k. Surat persetujuan dari atasan (Dekan/Direktur RS/Kepala Instansi) bagi pemohon
yang bekerja di Instansi kedinasan/Swasta.
l. Foto copy SIP lama bagi dokter yang sudah punya SIP.
m. Pas Foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 4 lembar (berseragam IDI/PDGI).
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)

***standar perizinan praktek dokter gigi


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 1988
Tentang Masa Bakti dan Praktek Dokter dan Dokter Gigi BAB IV (ijin praktek) Pasal
7, ayat:
(2) untuk memperoleh Surat Ijin Praktek sebagaimana dimaksud, dokter dan dokter
gigi mengajukan permohonan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk
(3) Surat Izin Praktek diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk setelah
memenuhi persyaratan:
a. memiliki surat penugasan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 3 (kewenangan kepada
dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan pekerjaan sebagai dokter/dokter gigi
dalam rangka pelaksanaan masa bakti dan sekaligus merupakan dasar bagi pengajuan
permintaan ijin praktek
b. memiliki kemampuan jasmani dan rohani untuk menjalankan pekerjaan dokter atau
dokter gigi
c. memiliki surat keputusan penempatan yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan/ Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(4) Surat Ijin Praktek (SIP) diberikan dengan memperhatikan asas pemerataan
pelayanan kesehatan, penyebaran dokter dan dokter gigi serta pelaksanaan masa bakti.
9. Aspek Hukum Dokter Gigi-Pasien
Dokter dan pasien adalah dua subjyek hukum yang terkait dalam hukum
kedokteran. Keduanya membentuk baik hubungan medik maupun hubungan hukum.
Hubungan medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah hubungan
yang objyeknya pemeliharaan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kesehatan
pada khususnya.
Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan
antara keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
keharmonisan dalam pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan
akan

menyebabkan

ketidak

harmonisan

dan

kesimpangsiuran.

Dalam

perkembangannya, hubungan hukum antara dokter dan pasien ada dua macam, yaitu :
a. Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Karena adanya perkembangan yang menuntut hubungan dokter pasien
bukan lagi merupakan hubungan yang bersifat paternalistik tetapi menjadi
hubungan yang didasari pada kedudukan yang seimbang/partner, maka hubungan

itu menjadi hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak
yaitu dokter dan pasien masing-masing diyakini mempunyai kebebasan dan
mempunyai kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu
perikatan atau perjanjian di mana masing-masing pihak harus melaksanakan
peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain. Peranan tersebut bisa berupa hak
dan kewajiban.
Hubungan karena kontrak umumnya terjadi melalui suatu perjanjian. Dalam
kontrak terapeutik, hubungan itu dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara
dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik, kadang-kadang
dokter membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan membantu
menegakkan diagnosisnya yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau
pemeriksaan tambahaan.
b. Hubungan Karena Undang-Undang (Zaakwarneming)
Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar sehingga dokter tidak mungkin
memberikan informasi, maka dokter dapat bertindak atau melakukan upaya medis
tanpa seizin pasien sebagai tindakan berdasarkan perwakilan sukarela atau menurut
ketentuan Pasal 1354 KUH Perdata disebut Zaakwarneming. Dalam Pasal 1354
KUH Perdata, pengertian Zaakwarneming adalah mengambil alih tanggung jawab
dari seseorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus dirinya
sendiri.
Dalam keadaan demikian, perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu
persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum, yaitu :
Dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya
setelah pasien sadar kembali, dokter berkewajiban memberikan informasi
mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya dan mengenai segala
kemungkinan yang timbul dari tindakan tersebut. Untuk tindakan selanjutnya
tergantung pada persetujuan pasien yang bersangkutan.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
10. Mekanisme Pengaduan Masalah
Setiap pasien atau keluarganya diharapkan dapat secara asertif meminta agar
haknya dapat dipenuhi pada saat ia memperoleh pelayanan medis. Dalam upaya
memperoleh haknya tersebut, pasien harus memperhatikan bahwa upaya pemenuhan
haknya tersebut tidak mengorbankan hak orang lain ataupun mengabaikan kewajiban
orang lain.
Pada tahap awal, pasien yang tidak memperoleh hak-haknya dapat meminta
pemenuhan hak-haknya tersebut dari sarana pelayanan kesehatan atau tenaga

kesehatan yang bersangkutan dengan mengadukannya kepada pimpinan sarana


pelayanan kesehatan atau rumah sakit tersebut. Pengaduan sebaiknya dibuat tertulis
dengan menyebutkan secara jelas peristiwa dan keluhannya. Pastikan bahwa
pengaduan diterima oleh petugas rumah sakit yang berwenang dan menerima bukti
pengaduan serta tanyakan kapan akan memperoleh jawabannya.
Dalam hal pasien merasa bahwa pelayanan medis telah berakibat buruk atau
telah memperburuk keadaan pasien, maka ia dapat juga langsung mengadukannya
kepada MKDKI atau MKDKI Propinsi (bukan dalam bentuk mediasi?). Pengaduan
dibuat secara tertulis dengan memuat setidaknya identitas pengadu, nama dan alamat
tempat praktik dokter atau dokter gigiyang dimaksud, waktu tindakan dilakukan, acara
pengaduan atau rincian peristiwanya, serta alat bukti bila ada.
Pengaduan dialamatkan : Kepada Ketua MKDKI,
Jalan Hang Jebat III Blok F3
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120
Tlp (021) 7206623, 7254788, 7206665 Fax (021) 7244379
atau alamat MKDKI Provinsi setempat.
Pengaduan juga dapat dilakukan secara lisan dan disampaikan langsung kepada
MKDKI atau MKDKI Provinsi. Selain itu, apabila hal tersebut telah mengakibatkan
kerugian bagi pasien, maka pasien dapat mengajukan pengaduannya kepada
pengadilan perdata, sedangkan apabila diduga telah melanggar ketentuan pidana,
maka pasien juga memiliki hak untuk melaporkannya ke penyidik (polisi).
Bilamana ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh dokter
gigi yang terkait dengan aspek etika, disiplin dan hukum, maka mekanisme
pengaduannya adalah:
a. Dugaan Pelanggaran Dokter Gigi dari Segi Etik
Kewenangan untuk menangani pelanggaran etik ada pada organisasi profesi.
Untuk dokter gigi pengaduannya kepada PDGI yaitu Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran Gigi (MKEKG PDGI).
Bilamana dugaan pelanggaran etik itu dilakukan di provinsi, maka
pengaduan kepada MKEK IDI wilayah provinsi setempat untuk dokter dan
MKEKG PDGI wilayah provinsi setempat untuk dokter gigi.
PDGI-MKEKG-PDGI (pusat dan provinsi) dapat pula menerima pengaduan
dugaan pelanggaran etik yang merupakan pelimpahan dari hasil keputusan Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sesuai yang diatur dalam
pasal 68 Undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang
berbunyi:

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan


Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.
b. Dugaan Pelanggaran Dokter Gigi dari Segi Disiplin
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah
menetapkan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 bahwa Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang
untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan
sanksi.

Majelis

Kehormatan

Disiplin

Kedokteran

Indonesia

(MKDKI)

sebagaimana diatur pada Pasal 55 Undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran berfungsi untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi
dalam penyelenggaraan praktik kedokteran.
Mekanisme pengaduan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 66 bahwa setiap orang yang
mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada
Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Dalam penjelasan
pasal tersebut bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan
atas tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, tetapi
tidak mampu mengadukan secara tertulis, dapat mengadukan secara lisan kepada
MKDKI.
Berdasarkan pasal tersebut dan penjelasannya, maka langkah-langkahnya:

Ada dugaan pelanggaran

Pengaduan secara tertulis ditujukan kepada Ketua MKDKI

Bila tidak mampu menulis dapat secara lisan dengan datang sendiri ke Kantor
MKDKI atau MKDKI Provinsi untuk tingkat provinsi bila ada

Pengaduan secara lisan atau ditulis oleh petugas yang ditunjuk ketua MKDKI
untuk menuliskan aduannya

Petugas penerima pengaduan akan menerima pengaduan dan memberikan


bukti tanda terima pengaduan.
Tugas selanjutnya setelah pengaduan diterima, dilakukan verifikasi atas

pengaduan yang berkaitan dengan keabsahan dari pengaduan tersebut. Setelah


verifikasi, dibentuklah Majelis Pemeriksa oleh Ketua MKDKI. Majelis Pemeriksa

akan memeriksa pengaduan tersebut sampai dengan dikeluarkannya Keputusan


MKDKI. Selanjutnya keputusan MKDKI dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
11. Tugas dan Wewenang Pelayanan Kesehatan Gigi Puskesmas
12. Manfaat Model Pelayanan
Pencapaian hasil yang optimal atas pelayanan kedokteran kepada masyarakat
merupakan, salah satu caranya adalah dengan upaya bersama antara dokter dengan
pasien secara optimal untuk mengobati penyakit yang diderita pasien. Hal ini sangat
tergantung kepada komunikasi yang efektif, yaitu Pasien dan dokter harus mampu
menciptakan komunikasi dengan memberikan penjelasan baik oleh dokter terhadap
pasien maupun sebaliknya sehingga dasar-dasar komunikasi yang efektif dan jujur
dapat dijadikan dasar bagi dokter untuk bertindak.
Dokter dan pasien diharapkan menjalin hubungan kemitraan yang dilandasi oleh
saling percaya untuk bersama-sama berupaya memperoleh penyembuhan pasien.
Untuk itu di antara keduanya harus terjalin komunikasi yang baik dan efektif. Pasien
harus mengutarakan segala sesuatu tentang dirinya yang berkaitan dengan penyakit
dan upaya penyembuhannya kepada dokter agar dokter dapat mempertimbangkan
pemeriksaan diagnostik yang tepat guna dan sesuai dengan kemampuan finansial
pasien. Dalam hal pasien tidak mampu, dokter diharapkan dapat mencarikan jalan
keluar

melalui

program-program yang

diselenggarakan

pemerintah

ataupun

masyarakat.
Dokter kemudian diharapkan memberikan penjelasan kepada pasien tentang
penyakitnya dan upaya kesehatan yang dapat dilakukan kepada pasien berikut
prospeknya (prognosisnya). Dalam hal diperlukan suatu terapi tertentu atau tindakan
medis tertentu, maka dokter menjelaskan tentang manfaat dan risikonya serta
gambaran ringkas bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dokter juga menjelaskan
alternatif terapi atau tindakan medis lain apabila ada, berikut manfaat dan risikonya.
Dalam hal penyakit atau keadaan kesehatan pasien tersebut dapat mengakibatkan
komplikasi (penyulit), yang dapat berhubungan dengan tindakan medis namun dapat
pula tidak berhubungan, dokter diharapkan juga dapat menjelaskannya dengan baik.
Keseluruhan komunikasi antara pasien dengan dokter di atas diharapka akan
dapat memberi gambaran tentang harapan tentang hasil yang akan diperoleh, sekaligus
tentang keterbatasan pencapaiannya, baik akibat penyakitnya sendiri maupun akibat
keterbatasan ilmu dan teknologi kedokteran. Pasien dan dokter kemudian dapat

bekerjasama dalam mencapai upaya penyembuhan yang efektif dan efisien, yang
memberikan kenyamanan dan hasil yang optimal.
13. Pembiayaan
Saat seseorang mengalami gangguan kesehatan, pada dasarnya pribadi itu
sendiri yang berkewajiban menyelesaikan atau mengatasi masalah tersebut.
Keterbatasan kemampuan merupakan alasan pasien untuk meminta bantuan kepada
dokter gigi untuk turut membantu memperbaiki kondisi kesehatannya yang sedang
terganggu. Dalam proses menjalankan tugasnya, dokter gigi kadang memerlukan alat
bantu untuk melakukan upaya yang baik dan benar, selain pengetahuan, keterampilan
dan keikhlasannya menolong mengobati pasien. Hal inilah yang perlu dipahami dalam
memperhitungkan komponen biaya pengobatan. Dalam kajian pembiayaan kesehatan
ada dua nilai yang harus kita perlu dipahami:
Pertama : Nilai Sosial yang berkaitan dengan imbalan jasa. Secara hakiki suatu
bantuan berupa upaya, yang hasil akhirnya tidak seluruhnya berada di tangan orang
yang memberi bantuan, tidak mudah dinilai dengan besaran materi. Kalaupun
disepakati berupa materi, sejumlah uang, itu semata-mata sebagai perwujudan dari
rasa sukur dan terima kasih semata.
Kedua : Nilai ekonomi, adalah yang berkaitan dengan pemakaian alat bantu yang
diberikan atau dipakai oleh pihak dokter gigi, antara lain: obat, pemeriksaan
laboratorium, Radiologi atau berbagai komponen biaya (unit cost). Nilai ekonomi ini
tidak pula lepas dari masalah manajemen keuangan, jumlah bahan habis pakai, biaya
pemeliharaan, biaya penyusutan dan seterusnya. Obat yang dikonsumsi seorang
pasien, dari bahan baku menjadi bahan aktif serta kemasan siap pakai, prosesnya
dilaksanakan secara kajian dagang.
Pada masa kini untuk sebagian besar pembayaran kesehatan, pasien membiayai
secara tunai. Sebenarnya pasien juga dapat membayar dengan sistem asuransi, baik
yang sifatnya sosial maupun komersial. Pembayaran premi asuransi kesehatan oleh
pegawai negeri sipil (PNS) dipotong dari gaji setiap bulan, baik melalui Askes
(asuransi kesehatan) untuk PNS.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)

Anda mungkin juga menyukai