Seorang Ibu bernama Mano yang berumur 60 tahun pensiunan pegawai negeri. Sejak
kecil giginya selalu bermasalah karena itu rajin ke dokter gigi yang dekat rumahnya dan
merupakan dokter keluarga. Dokter keluarga ibu Mano sudah meninggal dunia. Mano
merasa kehilangan dokter dan sahabat yang membantunya sekeluarga sehat, yang tidak
mementingkan berapa besar honoriumnya.
tempat praktek dokter gigi swasta yang terkenal dan cukup banyak pasiennya. Mano
mendapat giliran dengan nomor urut terakhir. Keluhannya dengan pipi bengkak dan sakit.
Saat Mano mendapat giliran pemeriksaan, waktu di tempat praktek menunjukkan jam
24.00. Saat Mano masuk di ruangan praktek, dokter tersebut hanya melihat dan
mendengarkan keluhan pasien saja kemudian menuliska resep dan memberikannya kepada
Mano. Merasa tidak cocok dengan dokter tersebut, kemudian Mano memutuskan berobat
pada dokter Puskesmas yang terletak dekat rumahnya. Meski tidak seramah dokter
keluarganya, tetapi dia melayani secara lebih manusiawi.
Kata Kunci:
Keluhan sakit
Dokter gigi
Dokter keluarga
Pensiunan PNS
Pengobatan di puskesmas
Pertanyaan:
1. Jelaskan yang dimaksud dengan dokter gigi keluarga, swasta, dan puskesmas?
2. Bagaimana peranan dan fungsi dokter gigi keluarga, swasta, dan puskesmas?
3. Bagaiamana standar pelayanan kesehatan dokter gigi menurut perundang-undangan?
4. Jelaskan tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien?
5. Jelaskan bagaimana seharusnya hubungan dokter dan pasien?
6. Bagaiman ciri profesionalisme dari seorang dokter gigi?
oleh Departemen Kesehatan RI dan jajaran teknis di bawahnya untuk tempat praktik
dokter gigi. Dokter diwajibkan memasang papan praktik yang memuat nama,
kualifikasi dan nomor STR dan SIP nya agar memudahkan pasien mengenali
dokternya.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
Dokter Gigi Puskesmas adalah Dokter dan dokter gigi yang berpraktik di Puskesmas
umumnya adalah dokter/dokter gigi yang ditempatkan sebagai pegawai negeri sipil
atau pegawai tidak tetap Departemen Kesehatan atau Pemerintah Daerah setempat.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
*** dokter gigi keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komperehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan.
Dokter gigi keluarga adalah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang
penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak
hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya.
Dokter
gigi
keluarga
adalah
dokter
yang
memiliki
tanggung
jawab
pertama.
Koordinator dalam pemeliharan kesehatan gigi dan mulut pasien dan keluarganya,
baik.
Permintaan
yang
tidak
wajar
dan
sering
diajukan
oleh
pasien/keluarganya bahkan disertai tekanan psikis atau fisik, tidak akan membantu
dokter dalam memelihara keluhan profesinya.
9, mengeluarkan surat-surat keterangan dokter ; dokter berhak menerbitkan suratsurat keterangn tersebut yang tentunya berlandaskan kebenaran.
10, menerima imbalan jasa; dokter berhak menerima imbalan jasa dan
pasien/keluarganya berkewajiban memberikan imbalan jasa tersebut seuai
kesepakatan.
KEWAJIBAN DOKTER GIGI
Leenan membagi kewwajiban-kewajiban dokter dalam 3 kelompok, yaitu:
-. Kewajiban yang timbul dari sifat perawatan medis dimana dokter harus bertindak sesuai
dengan standar profesi medis atau menjalankan praktek kedokterannya secara lege artis.
- kewajiban untuk menghormati hak-hak pasienuang bersumber dari hak-hak asasi dalam
bidang kesehatan
- kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial pemeliharaan kesehatan.
HAK PASIEN
5. Hubungan Dokter-Pasien
Pasien (klien pelayanan medik) adalah orang yang memerlukan pertolongan
dokter karena penyakitnya dan dokter adalah orang yang dimintai pertolongan karena
kemampuan profesinya yang dianggap mampu mengobati penyakit. Hubungan terjadi
ketika dokter bersedia menerima klien itu sebagai pasiennya. Hubungan antara orang
yang memerlukan pertolongan dan orang yang diharapkan memberikan pertolongan
pada umumnya bersifat tidak seimbang. Dokter pada posisi yang lebih kuat dan pasien
berada pada posisi yang lebih lemah.
Dalam hubungan yang demikian, dokter diharapkan akan bersikap bijaksana dan
tidak memanfaatkan kelemahan pasien sebagai keuntungan bagi dirinya sendiri. Selain
itu dokter juga mempunyai kewajiban moral untuk menghormati hak pasiennya
sebagai manusia. Ketika dalam hubungan itu disertai dengan permintaan dokter untuk
mendapatkan imbalan jasa dari klien (pasien) dan klien (pasien) bersedia
memenuhinya, maka terjadilah hubungan yang disebut sebagai hubungan kontraktual.
Dalam hubungan kontraktual terdapat kewajiban dan hak dari kedua belah pihak yang
harus saling dihormati, serta tanggung jawab jika ada yang tidak memenuhi
kesepakatan tersebut.
Sebenarnya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan
keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola
hubungan, yaitu:
a. Aktif-Pasif (Activity- passivity)
Dalam pola komunikasi akti-pasif ini dokter bersifat aktif dan pasien bersifat pasif
dan hanya menjawab ketika ditanya atau berbuat setelah diperintahkan oleh dokter.
Termasuk dalam makan atau menggunakan obat yang diberikan dokter. Di sini ada
kecenderungan bahwa dokter akan bersikap otoriter dan tidak memberi kesempatan
pasien
untuk
mengemukakan
pendapatnya.
Di
masa
sekarang,
dengan
berat misalnya penyakit infeksi baru atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit,
pasien tetap sadar dan memiliki perasaan serta kemauan sendiri. Ia berusaha
mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerja sama. Walaupun dokter
mengetahui lebih banyak, ia tidak semata-mata menjalankan kekuasaan, namun
mengharapkan kerja sama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau
anjuran dokter.
c. Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat
dan hak yang sama. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara
kesehatannya seperti medical check-up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien
Pasien secara sadar aktif dan berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini
tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial
yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
6. Sarana dan Prasarana Dokter Gigi Keluarga
Berdasarkan standar pelayanan dokter gigi keluarga maka ditetapkan tentang
standar sarana, prasarana dan peralatan yang seharusnya ada dalam praktek dokter gigi
keluarga yaitu, memiliki lingkungan bersih, sehat, mudah dijangkau, nyaman dan
aman bagi pelaksana, pengguna jasa, serta dilengkapi dengan peralatan medis dan
non-medis yang memenuhi syarat.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 039/Menkes/SK/I/2007)
*** STANDAR SARANA DAN PRASARANA
a. Standar fasilitas praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan strata
pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.
1. Fasilitas untuk praktik
Fasilitas pelayanan dokter gigi kelurga sesuai untuk kesehatan dan
keamanan pasien, pegawai dan dokter yang berpraktek.
2. Kerahasiaan dan privasi
Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan dan
orivasi pasien
3. Bangunan dan interior
Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan bangunan
permanen atau semipermanen serta dirancang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan medis strata pertama yang aman dan terjangkau oleh berbagai
kondisi pasien
4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat
sekitarnya
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah
diatur oleh organisasi profesi.
b. Standar peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan fasilitas
pelayanannya, yaitu pelayan kedokteran di strata pertama
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang minimal
harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia
layanan strata pertama
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter medis keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang
medis yang minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik
sebagai penyedia pelayanan strata pertama
3. Peralatan nonmedis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan nonmedis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan
strata pertama
c. Standar proses-proses penunjang praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses-proses yang menunjang
kegiatan pelayanan dokter keluarga
1. Pengelolaan rekam medis
Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi
rekam medis dengan dasar rekam medis berorientasikan pada masalah
2. Pengelolaan rantai dingin
Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai beku yang
berpengaruh kepada kualitas vaksin atau obat lainnya
3. Pengelolaan pencegahan infeksi
Pelayanan dokter keluarga memerhatikan universal precaution management
yang mengutamakan pencegahan infeksi pada pelayanannya
4. Pengelolaan limbah
Pelayanan dokter keluarga memerhatikan sistem pembuangan air kotor dan
limbah
5. Pengelolaan air bersih
Pelayanan dokter keluarga mengonsumsi air bersih atau air yang telah diolah
sehingga aman digunakan
6. Pengelolaan obat.
kepada pasien
Sopan dan santun kepada pasien
Pengabdian yang berkelanjutan untuk mempertahankan kompetensi pengetahuan
dan keterampilan teknis medis.
berlaku, bermaterai Rp.6000,h. Surat Pernyataan lebih mementingkan praktik kedinasan (bagi pemohon
PNS/PTT/kontrak), bermateri Rp.6000,i. Foto copy KTP
j. Foto copy SK Penempatan/SK Pasca PTT/ SK Pensiun (bagi Pemohon
PNS/PTT/Kontrak/Purna Tugas).
k. Surat persetujuan dari atasan (Dekan/Direktur RS/Kepala Instansi) bagi pemohon
yang bekerja di Instansi kedinasan/Swasta.
l. Foto copy SIP lama bagi dokter yang sudah punya SIP.
m. Pas Foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 4 lembar (berseragam IDI/PDGI).
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
menyebabkan
ketidak
harmonisan
dan
kesimpangsiuran.
Dalam
perkembangannya, hubungan hukum antara dokter dan pasien ada dua macam, yaitu :
a. Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Karena adanya perkembangan yang menuntut hubungan dokter pasien
bukan lagi merupakan hubungan yang bersifat paternalistik tetapi menjadi
hubungan yang didasari pada kedudukan yang seimbang/partner, maka hubungan
itu menjadi hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak
yaitu dokter dan pasien masing-masing diyakini mempunyai kebebasan dan
mempunyai kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan suatu
perikatan atau perjanjian di mana masing-masing pihak harus melaksanakan
peranan atau fungsinya satu terhadap yang lain. Peranan tersebut bisa berupa hak
dan kewajiban.
Hubungan karena kontrak umumnya terjadi melalui suatu perjanjian. Dalam
kontrak terapeutik, hubungan itu dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara
dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik, kadang-kadang
dokter membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan membantu
menegakkan diagnosisnya yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau
pemeriksaan tambahaan.
b. Hubungan Karena Undang-Undang (Zaakwarneming)
Apabila pasien dalam keadaan tidak sadar sehingga dokter tidak mungkin
memberikan informasi, maka dokter dapat bertindak atau melakukan upaya medis
tanpa seizin pasien sebagai tindakan berdasarkan perwakilan sukarela atau menurut
ketentuan Pasal 1354 KUH Perdata disebut Zaakwarneming. Dalam Pasal 1354
KUH Perdata, pengertian Zaakwarneming adalah mengambil alih tanggung jawab
dari seseorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus dirinya
sendiri.
Dalam keadaan demikian, perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu
persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum, yaitu :
Dokter berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya
setelah pasien sadar kembali, dokter berkewajiban memberikan informasi
mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya dan mengenai segala
kemungkinan yang timbul dari tindakan tersebut. Untuk tindakan selanjutnya
tergantung pada persetujuan pasien yang bersangkutan.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)
10. Mekanisme Pengaduan Masalah
Setiap pasien atau keluarganya diharapkan dapat secara asertif meminta agar
haknya dapat dipenuhi pada saat ia memperoleh pelayanan medis. Dalam upaya
memperoleh haknya tersebut, pasien harus memperhatikan bahwa upaya pemenuhan
haknya tersebut tidak mengorbankan hak orang lain ataupun mengabaikan kewajiban
orang lain.
Pada tahap awal, pasien yang tidak memperoleh hak-haknya dapat meminta
pemenuhan hak-haknya tersebut dari sarana pelayanan kesehatan atau tenaga
Majelis
Kehormatan
Disiplin
Kedokteran
Indonesia
(MKDKI)
Bila tidak mampu menulis dapat secara lisan dengan datang sendiri ke Kantor
MKDKI atau MKDKI Provinsi untuk tingkat provinsi bila ada
Pengaduan secara lisan atau ditulis oleh petugas yang ditunjuk ketua MKDKI
untuk menuliskan aduannya
melalui
program-program yang
diselenggarakan
pemerintah
ataupun
masyarakat.
Dokter kemudian diharapkan memberikan penjelasan kepada pasien tentang
penyakitnya dan upaya kesehatan yang dapat dilakukan kepada pasien berikut
prospeknya (prognosisnya). Dalam hal diperlukan suatu terapi tertentu atau tindakan
medis tertentu, maka dokter menjelaskan tentang manfaat dan risikonya serta
gambaran ringkas bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dokter juga menjelaskan
alternatif terapi atau tindakan medis lain apabila ada, berikut manfaat dan risikonya.
Dalam hal penyakit atau keadaan kesehatan pasien tersebut dapat mengakibatkan
komplikasi (penyulit), yang dapat berhubungan dengan tindakan medis namun dapat
pula tidak berhubungan, dokter diharapkan juga dapat menjelaskannya dengan baik.
Keseluruhan komunikasi antara pasien dengan dokter di atas diharapka akan
dapat memberi gambaran tentang harapan tentang hasil yang akan diperoleh, sekaligus
tentang keterbatasan pencapaiannya, baik akibat penyakitnya sendiri maupun akibat
keterbatasan ilmu dan teknologi kedokteran. Pasien dan dokter kemudian dapat
bekerjasama dalam mencapai upaya penyembuhan yang efektif dan efisien, yang
memberikan kenyamanan dan hasil yang optimal.
13. Pembiayaan
Saat seseorang mengalami gangguan kesehatan, pada dasarnya pribadi itu
sendiri yang berkewajiban menyelesaikan atau mengatasi masalah tersebut.
Keterbatasan kemampuan merupakan alasan pasien untuk meminta bantuan kepada
dokter gigi untuk turut membantu memperbaiki kondisi kesehatannya yang sedang
terganggu. Dalam proses menjalankan tugasnya, dokter gigi kadang memerlukan alat
bantu untuk melakukan upaya yang baik dan benar, selain pengetahuan, keterampilan
dan keikhlasannya menolong mengobati pasien. Hal inilah yang perlu dipahami dalam
memperhitungkan komponen biaya pengobatan. Dalam kajian pembiayaan kesehatan
ada dua nilai yang harus kita perlu dipahami:
Pertama : Nilai Sosial yang berkaitan dengan imbalan jasa. Secara hakiki suatu
bantuan berupa upaya, yang hasil akhirnya tidak seluruhnya berada di tangan orang
yang memberi bantuan, tidak mudah dinilai dengan besaran materi. Kalaupun
disepakati berupa materi, sejumlah uang, itu semata-mata sebagai perwujudan dari
rasa sukur dan terima kasih semata.
Kedua : Nilai ekonomi, adalah yang berkaitan dengan pemakaian alat bantu yang
diberikan atau dipakai oleh pihak dokter gigi, antara lain: obat, pemeriksaan
laboratorium, Radiologi atau berbagai komponen biaya (unit cost). Nilai ekonomi ini
tidak pula lepas dari masalah manajemen keuangan, jumlah bahan habis pakai, biaya
pemeliharaan, biaya penyusutan dan seterusnya. Obat yang dikonsumsi seorang
pasien, dari bahan baku menjadi bahan aktif serta kemasan siap pakai, prosesnya
dilaksanakan secara kajian dagang.
Pada masa kini untuk sebagian besar pembayaran kesehatan, pasien membiayai
secara tunai. Sebenarnya pasien juga dapat membayar dengan sistem asuransi, baik
yang sifatnya sosial maupun komersial. Pembayaran premi asuransi kesehatan oleh
pegawai negeri sipil (PNS) dipotong dari gaji setiap bulan, baik melalui Askes
(asuransi kesehatan) untuk PNS.
(Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, 2006)