MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Agribisnis
yang diampu oleh Ibu Dwi Lestari Rahayu, S.TP., M.Si
Oleh :
Ani Novitasari
1301080
Fadhil Ibrahim
1304163
1306829
Rida Ananda
1305574
Trimelia Regina
1304932
(Kelompok 9)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul
Rantai Pasok Susu sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen
Agribisnis.
Meskipun
banyak
hambatan
yang
dialami
dalam
proses
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................1
D. Kegunaan..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
A. Konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management).....................2
1.
2.
3.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis mengajukan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut.
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan :
D. Kegunaan
Makalah ini diharapkan mampu menambah pengetahuan, wawasan dan
keilmuan penulis maupun pembaca mengenai ...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Manajemen rantai pasok (supply chain management) merupakan isu yang
sedang hangat dibicarakan saat ini. Sebagai dasar untuk memahami mengenai
bagaimana manajemen rantai pasok dilakukan, sebelumnya akan dijelaskan
definisi manajemen rantai pasok.
1. Definisi Manajemen Rantai Pasok
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan manajemen rantai pasok
(supply chain management), terlebih dahulu akan dipaparkan mengenai definisi
rantai pasok (supply chain). Sampai saat ini belum ada sebuah definisi yang baku
untuk menjelaskan pengertian dari rantai pasok. Namun, dalam bukunya Hugos
(2003, 2-3) memberikan beberapa definisi rantai pasok, sebagai berikut:
a. A supply chain is the alignment of firms that bring products or services to
market (Lambert, Stock and Ellram di dalam Hugos, 2003, 2).
b. A supply chain consists of all stages involved, directly or indirectly, in
fulfilling a customer request. The supply chain not only includes the
manufacturer and suppliers, but also transporters, warehouses, retailers, and
customers themselves. (Chopra and Meindl, di dalam Hugos, 2003, 2).
c. A supply chain is a network of facilities and distribution options that performs
the functions of procurement of materials, transformation of these materials
into intermediate and finished products, and the distribution of these finished
products to customers (Ganeshan and Harrison di dalam Hugos, 2003, 3).
Menurut Chopra and Meindl (2007, 20), rantai pasok memiliki sifat yang
dinamis namun melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi produk
dan uang. Disamping itu, Chopra and Meindl juga menjelaskan bahwa tujuan
utama dari setiap rantai pasok adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan
menghasilkan keuntungan. Sementara itu, Ling Li (2007, 3) memaparkan bahwa
rantai pasok lebih menekankan pada semua aktivitas dalam memenuhi kebutuhan
konsumen yang di dalamnya terdapat aliran dan transformasi barang mulai dari
bahan baku sampai ke konsumen akhir dan disertai dengan aliran informasi dan
uang.
2
perusahaan atau organisasi yang terkait tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
primary member dan supporting member.
Primary member atau anggota utama dari sebuah rantai pasok adalah
semua unit bisnis yang secara nyata melakukan aktivitas operasional atau
manajerial dalam sebuah proses bisnis. Proses bisnis ini dirancang untuk
menghasilkan produk atau jasa untuk konsumen tertentu atau pasar, dalam contoh
di atas adalah pabrik pembuat minuman ringan.
Sedangkan supporting member atau anggota pendukung dalam rantai
pasok adalah perusahaan yang menyediakan bahan awal, ilmu, utilitas, atau aset
lain yang penting tapi tidak langsung berpartisipasi dalam aktivitas yang
menghasilkan atau merubah sebuah input menjadi output untuk konsumen. Dalam
contoh di atas yang termasuk dalam anggota pendukung ini adalah pemasok
bahan baku, perusahaan penyewaan truk, toko-toko swalayan dan lain sebagainya.
Satu unit yang sama dapat menjadi anggota utama pada satu proses, namun dapat
juga menjadi anggota pendukung pada proses lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh
jenis proses bisnis dimana unit itu berperan.
3. Proses Bisnis dalam Rantai Pasok
Menurut James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2001, 68 71),
pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang terintegrasi.
Masing-masing unit dalam rantai pasok menjadi satu kesatuan, tidak berdiri
sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok tradisional. Kegiatan
operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang berkesinambungan
untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhan konsumen. Dalam hal ini konsumen menjadi fokus dalam setiap
operasi yang dilakukan.
James R. Stock dan Douglas M. Lambert (2001, 68 71) juga menyatakan
bahwa dalam rantai pasok yang terintegrasi terdapat proses-proses berikut ini :
a. Customer Relationship Management
Merupakan pengelolaan hubungan baik dengan konsumen, dimulai dengan
mengidentifikasi siapa konsumen kita, apa kebutuhannya, seperti apa
spesifikasi yang dikehendaki oleh konsumen. Dengan demikian, secara
permintaan
(demand
management)
berfungsi
untuk
kebutuhan
konsumen
dan
kapasitas
produksi
harus
Economic
Environment
Health
Quality
Emissions
Noise
Efficiency
NaturalResources
Employees
Responsiveness
WasteandRecycling
Gambar3.MatricDimensionsandSubDimensionofSustainableSupplyChain
7
MenurutKaplanetal,padasaatinisebuahindustriberhasilatautidaknya
menerapkanstrategimanajemendapatterlihatdari4faktorberikutini:
1. Strategiperusahaanyangtepatdalammenghadapipersaingan.
2. Strategirantaipasok.
3. Bagaimana menghubungkan antara strategi perusahaan dan strategi rantai
pasok.
4. Bagaimanamembuatnyamenjadiberkelanjutan(sustainable).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Bentuk Kelembagaan pada Agribisnis Sapi Perah
Bentuk kelembagaan pada agribisnis peternakan sapi perah terdiri atas
kelompok usaha koperasi dan nonkoperasi . Kelompok koperasi adalah : (a)
kelompok peternak, (b) gabungan kelompok (skala tempat penampungan susu),
dan (c) koperasi . Bentuk kelembagaan nonkoperasi yang bergerak dibidang ini
adalah kolektor susu, pemasok pakan, obat-obatan, dan sarana peternakan sapi
perah . Minat terhadap usaha sapi perah meningkat dari tahun ke tahun yang
terlihat dari adanya peningkatan jumlah peternak sapi perah .
Ditinjau dari skala usahanya, peternakan sapi perah di Indonesia dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu : (a) usaha petemakan sapi perah rakyat, dan (b)
perusahaan peternakan sapi perah . Usaha peternakan sapi perah rakyat sasarannya
diandalkan untuk perluasan lapangan kerja dan lapangan berusaha, peningkatan
pendapatan peternak, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah
pedesaan . Usaha ini sebagian besar tergabung dalam wadah koperasi yang
berperan sebagai pengumpul susu . Koperasi ini merupakan pemasok utama bahan
baku susu segar bagi IPS, yang mencapai 92% dari produksi nasional . Jumlah
sapi yang dikelola peternak rakyat sekitar 95% dari populasi yang ada dengan
rataan kepemilikan sekitar 3 ekor/peternak.
Perusahaan peternakan sapi perah, biasanya berlokasi di sekitar kota,
memiliki izin usaha, dan pemilikan sapi sekurang-kurangnya 10 ekor sapi dewasa
(laktasi dan kering) . Total jumlah sapi yang dikelola perusahaan peternakan sapi
perah ini sekitar 5% dari populasi nasional dengan rataan kepemilikan sekitar 28
ekor/perusahaan (Soetarno, 2003) . Oleh karena itu, pengembangan agribisnis
peternakan sapi perah tidak dapat lepas dari peran koperasi sebagai wadah
pembinaan dan pelayanan bagi anggota dalam hal penyedia sarana, penanganan,
dan penyaluran hasil usaha sehingga keberadaan koperasi betul-betul merupakan
tulang punggung dalam pembangunan peternakan sapi perah rakyat (Sugandi et
al ., 2008) .
tumbuh dan
10
penyakit mulut dan kuku, dioksin, serta pencemaran melamin atau formaldehid .
Konsumen di negara maju semakin memerhatikan keamanan pangan sehingga
menuntut lebih terjaminnya pangan melalui legislasi nasional dan internasional .
Pada tahun 2005, Uni Eropa menerbitkan aturan barn general food law, yang
menuntut lebih ketatnya jaminan kualitas pangan (Vorst et al ., 2007) . Kualitas
dan keamanan pangan menjadi tanggung jawab bersama pedagang dan pengecer,
tidak hanya tanggung jawab penghasil dan pengolah bahan pangan . Indikasi ini
menunjukkan bahwa strategi bisnis saat ini tidak saja harus memerhatikan
ekonomi tradisional, namun juga aspek teknologi serta topik actual seperti
keselamatan, manfaat kesehatan, cita rasa, manfaat gizi dan kesegaran produk.
Hal ini tidak hanya untuk produksi pangan dalam skala besar, tetapi juga untuk
produksi pangan spesial dengan nilai tambah tinggi . Oleh karena itu, kerja sama
yang semakin erat dengan berbagai pihak terkait, menjadi semakin penting untuk
mencapai pangan yang aman dan berkualitas tinggi bagi konsumen . Hal ini pada
akhirnya akan mengubah rantai pasokan tradisional yang ada.
Saat ini, sebagian besar konsumen memperoleh pasokan pangan dari
jaringan supermarket. Jaringan supermarket bahkan dinilai dua kali lebih besar
daripada nilai ekspor langsung produk pertanian. Share supermarket dalam tata
niaga produk pangan mencapai 40-70% di Asia dan melibatkan konsumen kelas
menengah serta pekerja kota bahkan desa (Griffins, 2000). Pengadaan sumber
barang seperti buah, sayuran, susu dan daging sangat kuat dipengaruhi oleh
organisasi rantai pasokan. Pasar ini membutuhkan barang yang homogen, pasokan
berkelanjutan, serta kualitas yang semakin baik dan stabil Pengadaan barang
semakin tergantikan oleh pemasok khusus, subkontraktor bahkan pembelian
terkonsolidasi melalui gudang wilayah atau perwakilan.
Rantai pasokan yang sebelumnya diatur oleh hubungan baik antara
pemasok dan pembeli (sesuatu yang kurang formal), saat ini lebih banyak
dikoordinasi dan dikelola oleh pemain utama, yakni jaringan supermarket.
Dengan kata lain, supermarket semakin menguasai dan mengontrol segmen/lini
bawahnya, setidaknya melalui kontrak, standar pribadi tertentu dan jaringan
sumber. Definisi rantai pasokan atau supply chain management, is the integrated
planning, implementation, coordination and control of all business processes and
11
12
13
14
1. Pada peternak: harga susu mencerminkan biaya tenaga kerja pakan hijauan,
pakan konsentrat, upaya pemuliaan dan reproduksi, sewa kandang, pengeluaran
keuangan khusus, dan sebagainya.
2. Pada industri pengolah : harga susu segar tergantung pada komposisi susu
(lemak, protein), kualitas bakteri, kualitas selsel darah putih, dan harga
musiman.
3. Pada konsumen : harga susu dan produk susu tergantung jenis dan nilai nutrisi
serta gastronominya.
C. Fungsi Rantai Pasokan
Masing-masing rantai pasokan merupakan perwujudan satu set yang secara
konsep memiliki fungsi yang berbeda tetapi saling berhubungan dan terkait baik
secara fisik maupun keuangan . Fungsi-fungsi tersebut, yaitu :
1 . Fungsi yang berhubungan dengan komoditas fisik, meliputi :
a. Gerakan spasial dari produsen ke konsumen akhir atau industri pengguna.
b. Penyimpanan dan pergudangan .
c. Transformasi fisik dari komoditas bahan mentah menjadi satu set produk
akhir yang berkualitas yang siap dikonsumsi .
2. Fungsi terkait dengan dimensi harga dan pembayaran, meliputi:
a. Perpindahan dari pendapatan penjualan akhir kepada pihak yang terlibat
dalam pengolahan, tata niaga dan petani.
b. Perpindahan harga kembali kepada siapa saja yang terlibat dalam proses,
marketing dan petani.
Hal ini secara terperinci untuk rantai pasokan susu dan olahan susu sejak
pemerahan disajikan dalam Gambar 4 .
15
16
17
Gambar 8 . Upaya perbaikan tata niaga susu di DIY dan Jawa Tengah
18
19
BAB IV
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah mengenai rantai pasok produk susu,
yaitu:
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonirnus. 2008. Peningkatan Kemampuan dan Kapasitas Perencanaan
Produksi dan Kualitas Susu, Kelompok Ternak Anggota Koperasi
Susu di DIY dan Jawa Tengah. Salatiga, 15-16 Desember 2008.
Workshop Persusuan DIY-Jawa Tengah .
Baga, L. M. 2005. Penguatan Kelembagaan Koperasi Petani untuk
Revitalisasi Pertanian. Jakarta, 19 Juni 2005. Seminar Revitalisasi
Pertanian untuk Kesejahteraan Bangsa, yang Diselenggarakan oleh
Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) .
Effendhie, S. 2006.
Kuliah Tamu pada Mata Kuliah Pascapanen dan
Industri Susu. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta .
FAO. 2008. Food Outlook. June 2008. Rome, Italy.
Firman, A . 2008 . Kajian Koperasi Persusuan di Jawa Barat. Prosiding
Focus Group Discussion Arah Pengembangan Industri Persusuan
Jangka Panjang. Bandung, 18-19 Januari 2008 . Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran, Bandung .
Paturochman, M. 2008. Hubungan antara Karakteristik dan Atribut
Produk Susu dengan Pertimbangan Pembelian Konsumen. Survey
Pemasaran Susu melalui Saluran yang Dikelola oleh Agen di Jawa
Barat . Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung .
Rahayu, S., S. Kuswaryan, A. Finnan, dan C. Firmansyah. 2005.
Pembentukan Model Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Sapi Perah.
Kerjasama Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran dengan Dinas
Provinsi Jawa Barat, Bandung .
Sugandi, D ., Budiman dan R. Tawaf. 2008. Dampak Penerapan Standar
Kualitas Susu terhadap Kinerja Usaha Koperasi Susu di Kabupaten
Bandung . Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Yusdja, Y. 2005. Kebijakan Ekonomi Industri Sapi Perah di Indonesia .
Analisis Kebijakan Pertanian 3 : 257-268.
21