Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 1


Modul F Uji Impak

Oleh :

Nama : Suselo Suluhito


NIM : 13108095
Kelompok :9
Anggota (NIM) : Jonathan RMS (13108057)
Isra Hadi (13108059)
Alfian Sulthoni (13108061)
Andi Mochammad AIM (13108067)
Edo Prawiratama (13108074)
Tony Kosasih (13108094)
Suselo Suluhito (13108095)

Tanggal Praktikum : 20 April 2010


Nama Asisten (NIM) : Heru Hermawan (13706018)
Tanggal Pengesahan : 23 April 2010

Laboratorium Metalurgi
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2010
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam Pengujian Mekanik, terdapat perbedaan dalam pemberian jenis beban


kepada material. Uji tarik, uji tekan, dan uji punter adalah pengujian yang
menggunakan beban static. Sedangkan uji impak(fatigue) menggunakan jenis
beban dinamik. Pada uji impak, digunakan pembebanan yang cepat (rapid loading).
Perbedaan dari pembebanan jenis ini dapat dilihat pada strain ratenya seperti pada
table 6.1 dibawah ini.

No Rentang Kecepatan Regangan Kondisi atau tipe pengujian


-8 -5 -1
1 10 s/d 10 s Uji Creep pada beban konstan
-5 -1 -1
2 10 s/d 10 s Pengujian tarik static
-1 2 -1
3 10 s/d 10 s Pengujian tarik atau tekan dinamik
2 4 -1
4 10 s/d 10 s Pengujian impak dengan tekanan tinggi
4 8 -1
5 10 s/d 10 s Pengujian impak dengan kecepatan super
tinggi(balistik)

Pada pembebanan cepat atau disebut dengan beban impak, terjadi proses
penyerapan energy yang besar dari energy kinetic suatu beban yang menumbuk ke
specimen. Proses penyerapan energy ini, akan diubah dalam berbagai respon
material seperti deformasi plastis, efek histerisis, gesekan, dan efek inersia.

I.2. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui pengaruh beban impak terhadap sifat mekanik material

2. Mengetahui standard an prosedur pengujian impak

3. Mengetahui factor yang mempengaruhi kegagalan material dengan beban


impak
BAB II

TEORI DASAR

Pengujian impak yang dilakukan pada praktikum ini adalah sesuai dengan standar
ASTM E 23 unutk metode Charpy dan Izzod. Metode Charpy banyak digunakan di Amerika
sedangkan Izzod digunakan di Eropa.

Gambar 1. Metode Charpy(kiri) dan Metode Izzod(kanann)

Spesimen pada dua metode tersebut mempunyai standard dimensi untuk diuji. Standar
tersebut disesuaikan dengan ASTM E 23. Berikut standar untuk specimen pada metode Izzod
dan Charphy.

Gambar 2. Spesimen Metode Charpy


Gambar 3. Spesimen Metode Izzod

Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energy yang diberikan oleh
beban(pendulum) dan menghitung energy yang diserap oleh specimen. Pada saat beban
dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energy potensial maksimum, kemudian
saat akan menumbuk specimen energy kinetic mencapai maksimum. Energy kinetic
maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh specimen hingga specimen tersebut patah.

Nilai Harga Impak pada suatu specimen adalah energy yang diserap tiap satuan luas
penampang lintang specimen uji. Persamaannya sebagai berikut:

(ℎ -ℎ )
= =

Keterangan: m = massa bandul pemukul


g = percepatan grafitasi
h1= tinggi pusat bandul sebelum pemukulan
h2= tinggi pusat bandul setelah pemukulan
Bentuk patahan specimen akan menimbulkan dua jenis patahan, yaitu patahan ulet
dan patahan getas. Factor-faktor yang mempengaruhi bentuk dua patah tersebut dipengaruhi
oleh beberapa hal. Yaitu:

1. Temperatur

Pada temperature yang sangat rendah, specimen dapat bersifat getas. Hal tersebut
disebabkan butiran-butiran atom specimen berotasi lebih cepat dan bervibrasi
sehingga lebih leluasa untuk melakukan slip system.

2. Jenis material

Jenis material yang atom-atomnya membentuk struktur FCC cenderung lebih ulet
dibandingkan yang membentuk struktur BCC. Hal tersebut terjadi karena atom-atom
pada struktur FCC lebih banyak melakukan slip system sehingga banyak menyerap
energy ketika dilakukan uji impak.

3. Arah butiran specimen

Arah butiran specimen yang tegak lurus dengan arah pembebanan menyebabkan
harga impak suatu specimen lebih tinggi daripada arah spesimen yang sejajar dengan
arah pembebanan. Hal tersebut terjadi karena pembebanan memerlukan energy lebih
untuk memecah butiran-butiran specimen tersebut.

4. Kecepatan pembebanan

Pembebanan yang terlalu cepat menyebabkan specimen mempunyai lebih sedikit


waktu yang diperlukan untuk menyerap energy sehingga hal tersebut mempunyai
pengaruh harga impak yang berbeda pada kecepatan yang berbeda.

5. Tegangan triaxial

Tegangan triaxial adalah tegangan tiga arah yang hanya terjadi di takikan(notch).
Tegangan pada specimen akan berpusat pada takikan tersebut sehingga bentuk
takikan akan mempengaruhi nilai harga impak yang didpat.

Patah ulet disebabkan oleh tegangan geser dengan ciri-ciri antara lain: berserat,
permukaanya kasar, gelap, dan terlihat sempat terjadi deformasi palstis. Hal tersebut terjadi
disebabkan oleh kekuatan butir yang lebih kuat dari kekuatan batas butir sehingga jalur
patahan terletak pada batas butir.

Patah getas disebabkan oleh tegangan normal dengan cirri-ciri antara lain: tidak
berserat, permukaannya halus, mengkilap, dan tidak terlihat adanya deformasi plastis. Hal
tersebut disebakan oleh kekuatan batas butir yang lebih kuat dari kekuatan butir sehingga
jalur patahan membelah butir-butir pada specimen tersebut.
BAB III

DATA PERCOBAAN

A. DATA PERCOBAAN

Jenis mesin : Wolpret


Standar Pengujian : ASTM E 23
Nilai HI didapat dengan persamaan sebagai berikut:

= =

Sehingga didapat data seperti table dibawah ini:

P l t h T Luas Energi H Permukaan


Bahan
mm mm mm mm o
C mm 2
Joule Joule/mm 2 Patahan
Baja C 59.8 8.95 9 7.7 -50 69.3 5 0.072 getas
Baja B 60.25 9.65 9.6 7.85 -20 75.36 20 0.265 getas
Baja A 58.35 9.8 9.8 7.9 27 77.42 125 1.615 ulet-getas
Baja E 60.1 8.95 9.2 7.6 60 69.92 234 3.347 ulet
Baja D 60.5 8.9 9.45 7.5 100 70.875 168 2.370 ulet
Aluminium 4 60.85 9.4 9.3 7.55 -50 70.215 52 0.741 ulet
Aluminium 5 59.3 9.3 9.35 8 -20 74.8 61 0.816 ulet
Aluminium 1 61.25 9.7 9.55 7.9 27 75.445 16 0.212 ulet
Aluminium 2 59.65 9.7 9.6 7.85 60 75.36 82 1.088 ulet
Aluminium 3 61.4 9.8 9.65 7.6 100 73.34 68 0.927 ulet
BAB IV

ANALISA DATA

Dari data percobaan tersebut, kita mendapatkan masing-masing harga impak dari
specimen. Berikut kurva Harga Impak dengan temperature dan perbandingan kurva baja
dengan alumunium.

4.000

3.500

3.000

2.500

2.000 baja
1.500 alumunium

1.000

0.500

0.000
-100 -50 0 50 100 150

Dari kurva tersebut didapatkan bahwa aluminium cenderung lurus dibanding baja. Hal
tersebut disebabkan struktur material aluminium adalah FCC sehingga tidak mempunyai
temperature transisi. Pada struktur FCC, atom-atom mempunyai rongga yang lebih banyak,
hal tersebut akan dimanfaatkan oleh atom untuk bergeser dan membentuk deformasi plastis
ketika diberi beban impak. Sehingga semua patahan aluminium membentuk patah ulet di
semua perlakuan temperatur.

Pada baja, kurva membentuk tanjakan yang cukup tajam. Tanjakan yang cukup tajam
tersebut disebut daerah temperature transisi. Daerah temperature transisi menunjukan daerah
dimana sifat baja akan berubah ketika diperlakukan temperature tertentu. Pada temperature
yang sangat rendah, baja cenderung getas, hal tersebut diakibatkan atom-atom pada baja tidak
mengalami vibrasi dan membentuk struktur BCC sehingga atom-atom kesulitan bergeser
ketika diberi beban impak. Hal tersebut menyebakan bentuk patahan baja berupa patahan
getas karena jalur patahan menembus jalur butir. Pada daerah temperature tinggi, baja
cenderung bersifat ulet. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya energy yang diserap dan bentuk
patahan yang sangat kasar dan berserabut. Baja tersebut menjadi ulet meskipun struktur
atomnya adalah BCC. Hal tersebut terjadi karena atom-atom baja mengalami vibrasi sangaat
tinggi ketika dipanaskan sehingga baja sempat mengalami deformasi plastis ketika diberi
beban impak.

Pada kurva yang dilakukan ketika praktikum agak berbeda dengan kurva pada teori.
Harga impak pada prkatikum sedikit lebih rendah dibandingkan dengan teori. Selain itu,
kurva aluminium berada diatas kurva baja pada teori, sedangkan pada praktikum tepat
ditengah kurva kurva baja. Perbedaan kurva praktikum dan kurva teori disebakan oleh
beberapa factor. Diantaranya adalah alat penguji yang belum dikalibrasi sebelum dilakukan,
specimen yang mempunyai toleransi dimensi yang sangat besar dibandingkan ASTM E 23,
dan kesalahan pembacaan pengukuran oleh praktikan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Aluminium tidak mempunyai temperature transisi seperti pada baja


2. Aluminum selalu bersifat getas pada semua perlakuan temperature ketika diberi beban
impak
3. Baja mempunyai temperature transisi
4. Baja akan menjadi getas jika diberi perlakuan impak pada suhu yang sangat rendah
dan akan menjadi ulet ketika diberi perlakuan impak pada suhu tinggi akan bersifat
ulet
5. Temperature transisi baja bekisar antara -20 oC sampai 60 oC.
6. Patahan ulet ditunjukkan dengan permukaan patahan yang kasar, gelap dan
berserabut. Sedangkan patahan getas ditunjukkan dengan permukaan patahan yang
mengkilap, halus, dan tidak berserabut.
7. Pada patahan ulet, jalur patahan terletak pada batas butir. Sedangkan patahan getas,
jalur patahan menembus batas butir.
8. Pada patahan ulet, specimen sempat mengalami deformasi plastis. Sedangakan pada
patahan getas specimen tidak sempat mengalami deformasi plastis.

Saran

Saat praktikum hendaknya specimen diberi penamaan pada tempat yang tepat agar
dapat diamati lagi setelah pengujian. Selain itu, dimensi specimen hendaknya dibuat
mendekati standar ASTM E 23 dan alat penguji juga sudah dikalibrasi sehingga nilai harga
impak bisa mendekati sesuai teori.
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Callister, William D. Materials Science and Engineering An Introduction, Sixth


Edition. New York: John Wiley & Sons. 2003. Halaman 471-488.

2. Dieter, George E. Mechanical Metallurgy. McGraw Hill Book Co. 1988.


Halaman 207-210.
TUGAS SETELAH PRAKTIKUM

1. Kurva temperature dan energy yang diserap:

250

200

150
T-E baja
100 T-E alimnium

50

0
-100 -50 0 50 100 150

2. Pada material aluminium, tidak mempunyai temperature transisi. Pada baja,


temperature transisi berkisar pada -20oC samapaai 60oC. temperature trnasisi sangat
berguna untuk menentukan material yang tepat untuk mendesain sesuatu karena
material akan mempunyai sifat yang berbeda jika diberi perlakuan temperature yang
berbeda sehingga kita bisa menggunakan material yang tepat pada perlakuan
temperature desain yang tepat.

3. Pada temperature yang sangat rendah, baja cenderung getas, hal tersebut
diakibatkan atom-atom pada baja tidak mengalami vibrasi dan membentuk struktur
BCC sehingga atom-atom kesulitan bergeser ketika diberi beban impak. Hal tersebut
menyebakan bentuk patahan baja berupa patahan getas karena jalur patahan
menembus jalur butir. Pada daerah temperature tinggi, baja cenderung bersifat ulet.
Hal tersebut dapat dilihat banyaknya energy yang diserap dan bentuk patahan yang
sangat kasar dan berserabut. Baja tersebut menjadi ulet meskipun struktur atomnya
adalah BCC. Hal tersebut terjadi karena atom-atom baja mengalami vibrasi sangaat
tinggi ketika dipanaskan sehingga baja sempat mengalami deformasi plastis ketika
diberi beban impak.

Pada struktur FCC, atom-atom mempunyai rongga yang lebih banyak, hal
tersebut akan dimanfaatkan oleh atom untuk bergeser dan membentuk deformasi
plastis ketika diberi beban impak. Sehingga semua patahan aluminium membentuk
patah ulet di semua perlakuan temperatur.

TUGAS TAMBAHAN

Dimensi specimen Izzod

Slip adalah proses yang deformasi plastik diproduksi oleh dislokasi gerakan. Dengan
kekuatan eksternal, bagian dari kisi kristal meluncur satu sama lain, menghasilkan
geometri berubah material.Tergantung pada jenis kisi, sistem slip berbeda yang hadir
dalam materi. Lebih khusus lagi, slip terjadi antara plane berisi terkecil vektor
Burgers . pada struktur FCC, slip system terjadi sepanjang paket plane. Sedangakan pada
BCC terjadi sepanjang bidang terpendek Vektor Burgers.

Gambar slip system BCC(kiri) dan gamabar slip system FCC(kanan)

Anda mungkin juga menyukai