Anda di halaman 1dari 4

BANKING

Dr H Jafar Sidik, SH MH, MKn, IArbI

BELAJAR DAN
TERUS BELAJAR
INTEGRITAS - September 2013

43

BANKING
BANKING

icara soal perbankan dan


hukum perbankan, tidak salah
jika menyebut Dr H Jafar Sidik,
SH, MH, Mkn, FCBArb, arbiter
sekaligus Assistant Vice President (AVP)
pada Quality Assurance & Special
Assets Management Legal, Head di BII
Maybank.
Perkembangan
dan
prospek
pertumbuhan arbitrase di Indonesia
cukup pesat. Akan tetapi, banyak yang
belum mengenal profesi ini, khususnya
di Indonesia. Untuk menjadi arbiter
memang tidak mudah. Di Indonesia
saat ini hanya terdapat kurang lebih 75
orang arbiter warga negara Indonesia
dan kurang lebih 25 orang arbiter
warga negara asing yang tercatat
sebagai arbiter pada BANI Arbitration
Center.
Jafar mengatakan bahwa arbiter bukan
kuasa hukum
(advokat/pengacara)
dari para pihak yang berperkara, tetapi
hakim yang pada proses arbitrase
bertindak profesional dan otonom

44

serta bebas dan tidak memihak.


Tidak seperti di negara lain, arbiter di
Indonesia tidak hanya berasal dari satu
disiplin ilmu hukum (sarjana hukum)
tapi dapat juga dari disiplin ilmu lain
(multidisiplin).
Untuk menjadi arbiter pada BANI
tidak mudah, bahkan tidak sedikit
warga negara asing yang melamar ingin
menjadi arbiter pada BANI, jelas Jafar
kepada Majalah INTEGRITAS.
Menurut dia, syarat menjadi arbiter
adalah cakap melakukan tindakan
hukum, minimal berusia 35 tahun,
wajib memiliki pengalaman serta
menguasai secara aktif di bidang
keahliannya paling sedikit 15 tahun,
tidak memiliki hubungan keluarga
dengan para pihak dan tidak terdapat
benturan kepentingan dalam perkara
serta memiliki tanggung jawab dan
integritas yang tinggi.
Institut Arbiter Indonesia
Kembangkan Arbitrase

INTEGRITAS - September 2013

untuk

Sebagai arbiter, Jafar tergabung dalam


Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI). BANI Arbitration Center ini
sendiri menurut Jafar telah mendirikan
Institut Arbiter Indonesia pada 10
Desember 2012. Wadah ini bertujuan
mendukung,
memajukan,
serta
mengembangkan penggunaan arbitrase
dan APS (Alternatif Penyelesaian
Sengketa),
menyelenggarakan
pelatihan dan pendidikan lanjutan bagi
arbiter dan masyarakat luas mengenai
arbitrase dan APS, meningkatkan
standar keahlian (profesionalisme)
arbiter, serta meningkatkan standar
etika arbiter.
Persyaratan untuk menjadi anggota
IArbI juga tidak mudah, antara lain,
telah menangani minimal tiga perkara
arbitrase di BANI maupun di luar
BANI, yang dibuktikan dengan tiga
putusan dari perkara yang ditangani,
mendapatkan rekomendasi dari tiga
anggota IArbI serta memiliki Sertifikat
Fellow Chartered (Certified Fellow
Chartered Arbitrator) dari lembaga

arbitrase, baik di Indonesia (BANI)


maupun lembaga arbitrase luar negeri
yang berkompeten untuk mengeluarkan
sertifikat tersebut.
Pilihan Utama Penyelesaian Sengketa
Jafar yakin prospek arbiter di Indonesia
sebagai
lembaga
penyelesaian
sengketa di luar pengadilan mampu
menjadi
pilihan
utama
dalam
penyelesaian sengketa dan bukan lagi
sebagai alternatif dalam penyelesaian
sengketa.
Eksistensi lembaga arbitrase (seperti
BANI) diharapkan dapat mengurangi
penumpukan perkara di lembaga
peradilan baik di tingkat pengadilan
negeri, pengadilan
tinggi,
dan
Mahkamah Agung, katanya.
Dalam proses arbitrase, lanjut
Jafar, para pihak dapat memilih dan
menunjuk advokat untuk mewakili
kepentingannya, tetapi dalam praktik
masih terdapat advokat yang belum
memahami arbitrase. Diharapkan para
advokat selaku profesional hukum
dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman tentang proses
penyelesaian
sengketa
melalui
arbitrase.
Guna kelancaran dalam praktek
proses arbitrase, seorang advokat
diharapkan yang telah mengikuti
pendidikan dan pelatihan arbitrase
yang dibuktikan dengan sertifikat dari
lembaga arbitrase, baik di Indonesia
(BANI) maupun dari lembaga arbitrase
luar negeri yang berkompeten untuk
mengeluarkan
sertifikat
tersebut
sehingga advokat tersebut memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang
baik dalam menangani perkara melalui
arbitrase, paparnya.
Di mata orang luar, perkembangan
arbitrase di Indonesia terbilang baik
karena Indonesia sangat aktif dalam
menggalang kerjasana dengan lembagalembaga arbitrase internasional, seperti
Singapore Institute of Arbitrator,
Hongkong International Arbitration
Center, The Philipinnes Dispute
Resolution Center, Australian Centre for

Bersama Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid

International Commercial Arbitraition,


The Korean Commercial Arbitration
Board, The Netherland Arbitration
Institute, dan The Japan Commercial
Arbitration Association.
Namun, ada juga yang berpendapat
proses hukum di Indonesia tidak
keajekan memiliki kepastian hukum.
Contohnya masih terdapat putusan
arbitrase yang dimohonkan pembatalan
melalui pengadilan negeri serta
masalah pelaksanaan putusan arbitrase
internasional di Indonesia sehingga
akan memengaruhi minat investasi

modal asing di Indonesia, ujar Jafar


Praktisi Hukum Harus Scientific
Selepas menyelesaikan pendidikan
hukum dari Fakultas Hukum Universitas
Padjadjaran di Bandung, 1988,
Jafar bekerja di Bank Internasional
Indonesia, sekarang dikenal BII
Maybank. Kariernya dimulai dari legal
officer, kemudian mengikuti pendidikan
internal bank pada Management
Development Program Angkatan 30
pada 1995. Kemudian, pada 1995
hingga 1998, ia menjabat Project
Officer & Deputy Branch Manager pada

INTEGRITAS - September 2013

45

BANKING
BII Kantor Cabang Tegal. Kariernya
terus menanjak, pada 1998 hingga
2002 Jafar menduduki posisi Head
Legal KPR Center, Head Legal Special
Assets Management & Assets Disposal,
Head Legal Human Resources Division.
Dan akhirnya, pada 2003 hingga 2008,
menjabat Coordinator Loan Work
Out di Bandung untuk Kantor Wilayah
Jawa Barat, Jawa Tengah & DIY, Bandar
Lampung, dan Pontianak, juga sebagai
Head Legal pada BII Kantor Cabang
Bandung.
Keinginannya untuk belajar terus
menjadi
dorongan
kuat
untuk
meningkatkan pengetahuan. Karenanya
ia menyempatkan
diri mengikuti
dan
menyelesaikan
pendidikan
magister hukum pada 2004, magister
kenotariatan pada 2009, dan doktor ilmu
hukum pada 2010 di Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran di Bandung.
Dan pada 2004-lah Jafar diangkat
menjadi Wakil Ketua/Sekretaris BANI
Arbitartion Center Perwakilan Bandung
serta menjadi salah satu arbiter pada
BANI Arbitration Center.
Setelah mencapai tangga sukses karirnya
baik di dunia hukum dan perbankan,
Jafar terdorong untuk membagikan ilmu
orang lain. Setelah mendapatkan gelar
doktor, pada 2010 ia diangkat menjagi
dosen tetap pada Fakultas Hukum
Universitas Langlangbuana Bandung
serta dosen tidak tetap pada Program
Pascasarjana Program Administrasi
Negara Universitas Garut.
Bagi Jafar, alasan menjadi dosen atau
tenaga akademik merupakan salah satu
bentuk personal social responsibility,
yaitu pengabdian pada masyarakat,
bangsa dan negara. Berbagi pengalaman
dalam praktik sehingga dapat saling
mengisi dengan pengetahuan teoritis
dalam perkuliahan.
Dengan demikian, mahasiswa dapat
memperoleh
ilmu
pengetahuan
hukum yang lengkap, yang dapat
membantu dan menunjang mereka
pada saat memasuki dunia kerja dan
bermasyarakat. Di samping itu, menjadi
tenaga akademis akan memotivasi

46

saya untuk terus belajar, melakukan


penelitian, sehingga tidak diam di
tempat. Menurut saya, praktisi hukum
pun harus tetap scientific, ujarrnya.
Setelah sempat pause dari rutinitas
pekerjaannya di perbankan karena
menempuh pendidikan, lalu tahun
2011 hingga sekarang, ia kembali
bergabung di BII Maybank dan dijadikan
Assistant Vice President (AVP) pada
Quality Assurance & Special Assets
Management Legal, Head.
Selama berkarir selama lebih dari 25
tahun di dunia perbankan, Jafar melihat
minat lulusan universitas untuk bekerja
dalam bidang perbankan masih sangat
tinggi. Disiplin ilmu hukum linear yang
saya miliki ternyata dapat diterapkan
dalam berbagai bidang pekerjaan,
termasuk bidang perbankan.
Dunia perbankan dikenal heavily
regulated, sangat sarat aturan,
seperti lahirnya peraturan yang baru,
adanya perubahan atau penggantian
peraturan terkait perbankan. Tapi, hal
ini memotivasinya untuk mengetahui
lebih jauh dan secara mendalam baik
perbankan konvensional maupun
perbankan syariah.
Sambil

INTEGRITAS - September 2013

bekerja

di

bank,

saya

menyempatkan diri untuk mengikuti


program magister dalam bidang hukum
bisnis hukum perbankan konvensional
dan syariah serta program doktor dalam
bidang perbankan syariah, papar lelaki
yang hobi membaca dan menulis ini.
Selain menjadi bankir dan arbiter
yang sukses, Jafar juga pernah punya
keinginan menjadi notaris. Cita-citanya
tercapai. Pada Juni lalu dia diangkat
menjadi notaris di Kabupaten Bandung,
Jawa Barat.
Bagaimana
Jafar
menyinergikan
pekerjaan sehingga satu sama lain tidak
terganggu?
Fokus, tidak menunda pekerjaan,
bekerja dengan target, melakukan
kerjasama dan kordinasi dengan pihak
terkait serta monitoring pekerjaan
(telah, sedang dan akan dikerjakan)
dengan
menggunakan
teknologi
informasi, jawabnya.
Bagi Jafar, yang menjadikan anak-anak
dan istri sebagai insipirator, bekerja
harus punya target, jujur, berintegritas,
dan penuh tanggung jawab. Ia juga
percaya bahwa pencapaian kariernya
merupakan hasil dari dukungan
keluarga besar.
Hendrik

Anda mungkin juga menyukai