Anda di halaman 1dari 37

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS
Nama

: Wahyuningtyastuti Widia Purnama Dewi

NIM

: 11.2014.069

Dr pembimbing / penguji

: Dr.FX.Widiarso,Sp.OG

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. L
Umur : 22 tahun
Status perkawinan : Kawin (P1A0)
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mejobo RT 07 RW 02 Mejobo,

Jenis kelamin : Perempuan


Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Masuk Rumah Sakit : 22 April 2016 pukul

KUDUS

21.00 WIB

Nama suami

: Tn. AZ

Umur

: 26 Tahun

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Mejobo, RT 07 RW 02 Mejobo, KUDUS.

ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis tanggal 22 April 2016 Pukul 23.00 WIB

Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 3 jam SMRS, pasein mengatakan bahwa telah melahirkan anak pertama di bidan tanpa
divakum dan tanpa dijahit yaitu laki-laki dengan berat 2400 gram dan panjang 46 cm. Sejak 2
jam SMRS keluar darah dari jalan lahir terus menerus sehingga os dibawa ke RSMR. Selama

hamil os mengontrolkan kehamilannya di bidan dan mengaku tidak ada keluhan selama
hamil. Riwayat Hipertensi disangkal.

Riwayat Haid
Menarche

: 16 tahun

Siklus

: 28 hari

Lama

: 7 hari

Dismenorrhea

: (-)

Leukorrhea

: (-)

Menopause

: (-)

Perkawinan

: 1 kali

Menikah usia

: 19 tahun

Lama menikah

: 1 tahun

Riwayat KB

: (-)

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Hamil
ke
1

Usia
kehamilan
37 minggu

Jenis
persalinan
Spontan

Penyulit

Penolong

Bidan

Jenis

BB/TB

Umur

kelamin
Laki-laki

lahir
2400

sekarang
0 hari

gram /
46 cm

Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis,
asma dan alergi.

Os tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita riwayat tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, kencing manis, asma dan alergi.

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 121 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,2 oC

Kelenjar getah bening


Submandibula

: tidak ditemukan pembesaran

Supraklavikula

: tidak ditemukan pembesaran

Lipat paha

: tidak ditemukan pembesaran

Leher

: tidak ditemukan pembesaran

Ketiak

: tidak ditemukan pembesaran

Aspek kejiwaan
Tingkah laku

: Tenang

Alam perasaan

: biasa

Proses pikir

: wajar

Mata

: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-

Telinga

: tidak tampak kelainan

Hidung

: tidak tampak kelainan

Mulut/gigi

: tidak tampak kelainan

Leher

: tidak tampak pembesaran KGB dan tiroid

Thorak

Bentuk

: Simetris baik statis dan dinamis, warna kulit sawo matang

Payudara

: Simetris, ASI (+)

Inspeksi

Kiri

Depan
Pergerakan statis

Belakang
dan Bentuk
punggung

dinamis, retraksi sela iga simetris, pergerakan statis


Kanan

(-), sela iga tidak melebar dan dinamis


Pergerakan statis dan Bentuk

punggung

dinamis, retraksi sela iga simetris, pergerakan statis


Palpasi

Perkusi
Auskultasi

Kiri

(-), sela iga tidak melebar dan dinamis


Sela iga tidak melebar, Sela iga tidak melebar,

Kanan

vokal fremitus (+)


vokal fremitus (+)
Sela iga tidak melebar, Sela iga tidak melebar,

Kiri
Kanan
Kiri

vokal fremitus (+)


Sonor
Sonor
Suara nafas vesikuler,

Kanan

ronkhi (-), wheezing (-)


ronkhi (-), wheezing (-)
Suara nafas vesikuler, Suara nafas vesikuler,
ronkhi (-), wheezing (-)

vokal fremitus (+)


Sonor
Sonor
Suara nafas vesikuler,

ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung (Cor)
-

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea


midclavicularis sinistra

Perkusi

Batas atas

: pada sela iga II garis parasternal kiri

Batas kiri

: pada sela iga V, 2 cm medial dari garis midclavicularis sinistra

Batas kanan

: pada sela iga V, pada garis parasternal kanan

Auskultasi
Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke 4 katup jantung

Abdomen
-

Inspeksi

Bentuk

Luka bekas operasi (-)

: sedikit membuncit, simetris

Palpasi

Nyeri tekan (-), massa (-), defans muscular (-)


4

Hati

: tidak dapat dinilai

Limpa

: tidak dapat dinilai

Ginjal

: balotement (-), CVA (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+)

Ekstremitas
Luka

: tidak ada

Varises

: tidak ada

Edema

: (-)

Refleks

:(+)

Sensibilitas

:(+)

Lain lain

:-

Pemeriksaan Obstetri & Ginekologi


Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah

: chloasma gravidarum (-)

Payudara

: pembesara payudara (+), hiperpigmentasi aerola mammae (+), puting susu


menonjol, ASI (+)

Abdomen

: Bising usus (+), kontraksi baik


Linea nigra (-),
strie livide (-),
bekas operasi (-)

Palpasi

: TFU 2 jari dibawah pusat


teraba pembesaran uterus.
Nyeri tekan (-).

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher
Fluxus (+), Fluor (-)
V/U/V

: Tak ada kelainan

Portio

: sebesar jempol tangan

OUE

: terbuka

Corpus Uteri

: sebesar kepala bayi


5

Adnexa

: tidak ada kelainan

Cavum douglasi

: tak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 22 April 2016
Pemeriksaan
Pemeriksaan darah lengkap
Hemoglobin
L
Leukosit
H
DIFF COUNT
Eosinofil
L
Basofilia
Neutrofilia
H
Limfosit
L
Monosit
Luc %
L
MCV
L
MCH
MCHC
Hematokrit
L
Trombosit
Eritrosit
L
RDW
H
PDW
MPV

Hasil

Satuan

Nilai Normal

8.9
45.67

g/dL
10^3/uL

11.7-15.5
3.6-11.0

0.00
0.20
88.90
5.10
5.80
0.00
76
27
36
25.00
306
3.3
17.0
14.0

%
%
%
%
%
%
fL
Pg
g/dL
%
10^3/uL
10^6/uL
%
fL

1-3
0-1
50-70
25-40
2-8
1-4
80-100
26-34
32-36
36-46
150-400
3.80-5.20
11.5-14.5
10-18 (sysmex)

fL

25-65 (advia)
6.8-10

11.5

Golongan Darah + Rhesus


Golongan Darah

Rhesus

Positif

Hemostasis
Pembekuan / CT

5.30

Menit

3-6

Perdarahan / BT

2.00

Menit

1-3

Imunoserologi
HbsAg stik
HIV stik

Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

RESUME
Sejak 3 jam SMRS, pasein mengatakan bahwa telah melahirkan anak pertama di bidan tanpa
divakum dan tanpa dijahit yaitu laki-laki dengan berat 2400 gram dan panjang 46 cm. Sejak 2
jam SMRS keluar darah dari jalan lahir terus menerus sehingga os dibawa ke RSMR. Selama
6

hamil os mengontrolkan kehamilannya di bidan dan mengaku tidak ada keluhan selama
hamil. Riwayat Hipertensi disangkal.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 121 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,2 oC

Pemeriksaan Obstetri & Ginekologi


Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Payudara

: pembesara payudara (+), hiperpigmentasi aerola mammae (+), puting susu


menonjol, ASI (+)

Abdomen : Bising usus (+), kontraksi baik


Palpasi

: TFU 2 jari dibawah pusat


teraba pembesaran uterus.

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher
Fluxus (+), Fluor (-)
V/U/V

: Tak ada kelainan

Portio

: sebesar jempol tangan

OUE

: terbuka

Corpus Uteri

: sebesar kepala bayi

Adnexa

: tidak ada kelainan

Cavum douglasi

: tak ada kelainan

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 22 April 2016


Darah rutin
Hemoglobin

8.9 g/dL

(N: 11,7 15,5)

Leukosit

45.67

(N: 3.6 11)

Hematokrit

25.00 %

(N: 36-46)

Trombosit

306.000

(N: 150.000-440.000)

Eritrosit

3.3 juta

(N: 3,8 5,2)


7

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
PIA0, 22 tahun dengan perdarahan post partum et causa plasenta restan dan laserasi vagina
Dasar diagnosis :
Perdarahan pervaginam post partum disertai adanya sisa plasenta dan ruptur perineum.
Rencana Pengelolaan :
-

Medika mentosa
RL/NaCl + oxytocin 1 amp 20 tpm
Metergin 1 amp iv

Non-medikamentosa
Puasa
Tirah baring
Transfusi PRC 2 fls

Tindakan:
Pro Kuretage dan Jahit

PROGNOSIS
Power

: bonam

Passage

: bonam

Passenger

: bonam

Tanggal 22 April 2016 jam 23.00 WIB dilakukan kuretage


Pemeriksaan Fisik Post Kuret :
-

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Frekuensi nadi

: 76 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu

: 36,8 C

Diagnosis post kuret:


PIA0
Post kuret atas indikasi perdarahan post partum ec plasenta restan dan laserasi vagina

Pengobatan post kuret:


-

RL + oxytosin 1 ampul

Transfusi PRC 2 fls (PRC I, jam 23.30)

Taxegram 2 x 1 gr

FOLLOW UP
Tanggal 23 April 2016 jam 07.30 WIB
1

: Perut terasa mules dan badan lemas

Keadaan umum :
-

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 76 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,5 C

Mata

: CA (-/-)

Cor

: BJ murni reguler

Pulmo

: suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, wh -/-

Payudara

: ASI (+/+), puting menonjol

Abdomen

: Bising usus (+),


TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik

PPV

: lochea rubra (+)

Ekstremitas : Edema (-)


Terpasang PRC (II), jam 06.30
Hb : 8,2
A

: Post kuret H1 atas indikasi perdarahan post partum ec plasenta restan dan
laserasi vagina

: Pemantauan Hb
Observasi KU, TTV, PPV dan kontraksi

Tanggal 24 April 2016 jam 08.00 WIB


S

: Keluhan (-)

O : Keadaan umum :
-

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit
9

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,3 C

Mata

: CA (-/-)

Cor

: BJ murni reguler

Pulmo

: suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, wh -/-

Payudara

: ASI (+/+), puting menonjol

Abdomen

: Bising usus (+),


TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik

PPV

: lochea rubra (+)

Ekstremitas : Edema (-)


Terpasang PRC (III), jam 08.30
Terpasang PRC (IV), jam 13.30
Hb : 9,1
A

: Post kuret H2 atas indikasi perdarahan post partum ec plasenta restan dan
laserasi vagina

: Pemantauan Hb
Observasi KU, TTV, PPV dan kontraksi

Tanggal 25 April 2016 jam 07.30 WIB


S

: Keluhan (-)

O : Keadaan umum :
-

Tekanan darah

: 110/60 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,5 C

Mata

: CA (-/-)

Cor

: BJ murni reguler

Pulmo

: suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, wh -/-

Payudara

: ASI (+/+), puting menonjol

Abdomen

: Bising usus (+),


TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik

PPV

: lochea rubra (+)

Ekstremitas : Edema (-)


10

: Post kuret H3 atas indikasi perdarahan post partum ec plasenta restan dan
laserasi vagina

: Pantau Hb, Mobilisasi, pulang.


-

Bactecyn 2 x 375 mg

Posphargin 2 x 0,125 mg

As Mefenamat 3 x 500 mg

Hemafort 1 drag/hari

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang
terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap
sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu
dan janin.

11

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal


terbanyak. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara
drastis

dengan

adanya

pemeriksaan-pemeriksaan

dan

perawatan

kehamilan dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfusi


darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan
faktor utama dalam kematian maternal. Perdarahan post partum termasuk
dalam

tiga

penyebab

klasik

kematian

ibu

disamping

infeksi

dan

preeklampsia.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 mL setelah
persalinan abdominal. Perdarahan post partum terdiri atas primer dan
sekunder. Perdarahan post partum primer yaitu perdarahan yang terjadi
dalam waktu kurang dari 24 jam, penyebab tersering adalah atonia, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Sedangkan, perdarahan
post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu lebih
dari 24 jam penyebab tersering adalah sisa plasenta. Perdarahan post
partum akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

PEMBAHASAN
Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 mL setelah
persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal
dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah
sistolik <90 mmHg, denyut nadi >100x/menit, kadar Hb <8 g/dL.1,2
Menurut waktu terjadinya terbagi menjadi dua bagian:1-4
-

Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan

post partum primer (early postpartum hemorrhage)


yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
post partum sekunder (late post partum hemorrhage)
yang terjadi lebih dari 24 jam setelah anak lahir
12

Epidemiologi
Insiden

terjadinya

perdarahan

post

partum

setelah

persalinan

pervaginam yaitu 5-8%. Perdarahan post partum adalah penyebab paling


umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua
transfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang
hilang setelah persalinan. Baik di negara maju maupun berkembang
angka

kejadian

berkisar

antara

5%

sampai

15%.

Berdasarkan

penyebabnya diperoleh sebagai berikut:4


-

Atonia uteri 50-60%


Sisa plasenta 23-24%
Retensio plasenta 16-17%
Laserasi jalan lahir 4-5%
Kelainan darah 0,5-0,8%

Tabel I. Gejala klinis dari berbagai etiologi perdarahan pasca


persalinan:2
Diagnosis Kerja
Gejala dan tanda
Penyulit
Atonia uteri
Uterus
tidak Syok (Tekanan darah
berkontraksi
lembek.
Perdarahan
setelah

anak

dan rendah,
cepat
segera

dan

kecil

ekstremitas

lahir gelisah,

dingin,

mual,

dan

lain-lain)

pascapersalinan

Bekuan

darah

pada

serviks

atau

posisi

ukuran

uterus

lahir

nadi

(perdarahan
primer)
Peningkatan

Robekan jalan

denyut

terlentang
menghambat

akan
aliran

darah keluar.
Perdarahan segera
Pucat
Darah segar mengalir Lemah
Menggigil
segera setelah bayi
lahir
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap
13

Retensio

Plasenta

plasenta

setelah 30 menit
Perdarahan segera
Uterus kontraksi baik

Retensi sisa
plasenta
Inversio Uteri

belum

lahir Tali

pusat

akibat

putus
traksi

berlebihan
Inversio uteri akibat

tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian Uterus
berkontraksi
selaput tidak lengkap

tetapi

tinggi

fundus

Perdarahan segera
tidak berkurang
Uterus tidak teraba
Neurogenik syok
Lumen vagina terisi Pucat dan limbung
massa
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Perdarahan segera
Nyeri
sedikit
atau
berat

Pengenalan dan diagnosis yang cepat dari perdarahan pasca


persalinan adalah penting untuk keberhasilan penanganan. Pengukuran
yang baik, diagnosis dan pengobatan penyebab yang mendasari harus
dilakukan dengan cepat sebelum kecacatan atau hipovolemi yang berat
dan berkembang. Faktor utama yang menyebabkan hasil yang buruk
berhubungan dengan perdarahan yang banyak adalah penundaan dalam
memulai penanganan yang tepat.2

Diagnosis Perdarahan post partum


Kriteria diagnosis
-

Berdasarkan gejala klinis


Perdarahan setelah anak lahir, tetapi plasenta belum lahir, darah
yang keluar biasanya berwarna merah segar. Hal ini disebabkan
oleh robekan jalan lahir.
Perdarahan setelah plasenta lahir, biasanya disebabkan oleh atonia

uteri.
Pemeriksaan obstetri

14

Palpasi uterus : menilai kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.


Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik,
-

perdarahan mungkin karena luka jalan lahir.


Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki,
pada pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka

jalan lahir, dan retensi sisa plasenta


Inspekulo robekan pada vagina, serviks atau varises yang pecah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode


antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan

dengan hasil kehamilan yang buruk1,3.


Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan

sejak periode antenatal3.


Pemeriksaan faktor koagulasi
(activated

partial

seperti

tromboplastin

time

waktu

aPTT)

perdarahan
dan

waktu

pembekuan (Protrombin time- PT).2,3


Pemeriksaan radiologi

Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan


diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi
sebelum

pemeriksaan

laboratorium

atau

radiologis

dapat

dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat

adanya gumpalan darah dan retensi sisa plasenta1,3.


USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi
pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi
terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa.
Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.1-3

Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum yang dikenal dengan 4T,
antara

lain

Atonia

uteri;

Trauma;

Tissue;

Trombin.

Berikut

pembahasannya:1,5

15

Tone (Atonia uteri)


Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium
uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera
setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.2
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah
pada terjadinya syok hipovolemik. Distensi yang berlebihan dari uterus,
absolut atau relatif adalah faktor resiko terbesar dari atonia uteri. Distensi
uterus yang berlebihan dapat disebabkan oleh pembesaran uterus yang
berlebihan pada waktu hamil (kehamilan multifetus, janin makrosomial,
polihidramnion, atau fetal yang abnormal/besar (contoh hidrosefalus yang
berat), kelainan struktur uterus, kegagalan melahirkan plasenta atau
distensi karena darah sebelum atau setelah lahir plasenta.

Kurangnya kontraksi miometrium dapat disebabkan kelelahan setelah


persalinan yang memanjang atau persalinan dengan kuat dan cepat,
khususnya jika distimulasi. Hal ini juga disebabkan obat-obatan yang
dapat menghambat kontraksi seperti anastesi halogen, nitrat, obat
antiinflamasi non steroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan
nifedipine. Penyebab lain termasuk tempat plasenta di uterus bagian
bawah, hipoksia berhubungan dengan hipoperfusi atau pada solutio
plasenta.

Penatalaksanaan atonia uteri :


-

Lakukan penilaian klinik


Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,

lakukan masase uterus


Tambahkan kateter iv satu lagi supaya kristaloid dengan oksitosin

dapat diteruskan bersama dengan pemberian darah.


Mulai pemberian transfusi darah.
Eksplorasi rongga uterus secara manual untuk mengambil sisa

plasenta dan melihat adanya laserasi.


Inspeksi serviks dan vagina setelah pembukaan cukup
Lakukan tes waktu pembekuan untuk konfirmasi sistem pembekuan

darah
Masukkan kateter untuk memonitor pengeluaran urin
16

Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi


perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut:
-

Kompresi bimanual eksternal


Pada kompresi bimanual, tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam
vagina dan sambil membuat kepalan letakkan pada fornik anterior
vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan
memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan ibu jari di
depan serta jari-jari lain di belakang uterus. Kemudian korpus uteri
terpegang

diantara

dua

tangan.

Tangan

kanan

melakukan

pengerutan pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan


kiri. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual
internal.
-

Kompresi bimanual internal


Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan
tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan
perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan
berkurang

atau

berhenti,

tunggu

hingga

uterus

berkontraksi

kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta


-

abdominalis.
Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan
posisi tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga
mencapai

kolumna

vertebralis.

Penekanan

yang

tepat

akan

menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis.


Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang
terjadi.
-

Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin,


bisa dicoba prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau
langsung

pada

miometrium

(transabdominal).

Bila

perlu

17

pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam


-

sesudahnya.
Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang
terjadi tetap > 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri
uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya

anak atau muda sekali)


Bila tak berhasil, histerektomi merupakan pilihan terakhir.2,6

18

Kompresi Bimanual Interna


19

Kompresi Bimanual Eksterna

Kompresi Aorta Abdominalis

20

Tissue (Retensio Plasenta)


Perdarahan post partum dini dapat terjadi akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan
secara

manual

atau

di

kuretase

disusul

dengan

pemberian

obat

uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan


sisa plasenta. Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir
seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa
plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang
dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post
partum sekunder. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta/plasenta
restan) merupakan penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam
masa nifas (perdarahan pasca persalinan sekunder). Inspeksi plasenta
segera setelah persalinan bayi merupakan tindakan rutin karena bila ada
bagian plasenta yang hilang, uterus harus di eksplorasi dan potongan
plasenta harus dikeluarkan. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau
lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara
efektif dan dapat menimbulkan perdarahan. 2,3,6
Kegagalan pelepasan plasenta yang komplit terjadi pada plasenta
akreta dan variannya. Dalam kondisi ini, plasenta itu menginvasi melebihi
lapisan yang seharusnya dan melekat secara abnormal. Terjadinya
perdarahan yang signifikan pada daerah tempat perlekatan plasenta yang
21

normal dan saat ini telah terlepas menunjukkan akreata sebagian. Akreata
yang komplit dimana seluruh permukaan dari plasenta melekat abnormal.
Jika terdapat invasi yang lebih berat (inkreta atau perkreta) tidak akan
menyebabkan perdarahan yang hebat, tapi hal ini menyebabkan usaha
yang lebih kuat untuk memisahkan plasenta. 2,3,6
Kondisi ini harus diperhatikan mungkin terjadi dimana plasenta
implantasi melalui skar pada uterus, khususnya jika berhubungan dengan
plasenta

previa.

Semua

pasien

dengan

plasenta

previa

harus

diberitahukan tentang resiko dan faktor resiko dari perdarahan pasca


persalinan yang berat, termasuk kemungkinan membutuhkan transfusi
dan

histerektomi.

Darah

dapat

menyebabkan

distensi

uterus

dan

menghalangi kontraksi. 2,3,6


Retensio plasenta terjadi apabila plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. Penyebabnya adalah plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta
belum lepas sama sekali akan terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena: 2,3,6
-

Kontraksi dinding uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta

(plasenta adhesiva)
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus

desidua

sampai

miometrium

sampai

dibawah

peritoneum (plasenta-akreata-perkreata).
Plasenta lepas dari dinding uterus namun belum lahir dapat disebabkan
karena atonia uteri atau adanya kesalahan penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta dan menimbulkan Perdarahan post partum primer dan
sekunder.

22

Tabel II. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta 2


Separasi /
Gejala

akreta

Plasenta

Plasenta

inkarserata

akreta

Konsistensi

parsial
Kenyal

Keras

uterus
Tinggi fundus

Sepusat

Bentuk

Diskoid

pusat
Agak globuler

uterus
Perdarahan

Sedang-banyak Sedang

Sedikit/tidak

Tali pusat

Terjulur

ada
Tidak terjulur

Ostium uteri
Separasi

sebagian
Terbuka
Konstriksi
Lepas sebagian Sudah lepas

Terbuka
Melekat

plasenta
Syok

Sering

seluruhnya
Jarang sekali

jari

Cukup
bawah Sepusat

Terjulur

Jarang

Diskoid

23

Penatalaksanaan retensio plasenta2,3,6


-

Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan

tindakan yang akan diambil.


Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila

ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.


Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc RL dengan 40 tpm. Bila
perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rektal (sebaiknya
tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul

dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri.


Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan halus (melepaskan plasenta
yang melekat erat secara paksa, dapat menyebabkan perdarahan

atau perforasi).
Resusitasi cairan untuk mengatasi hipovolemia
Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2g IV/oral + metronidazol 1

supositoria/oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, dan
syok neurogenik.
Yakinkan bahwa resusitasi sudah dilakukan pada saat ini, jika belum

lakukan untuk perdarahan berat. Jika plasenta belum dilahirkan sebelum


terjadi

perdarahan,

maka

pengeluaran

plasenta

dilakukan

dengan

peregangan tali pusat terkendali. Perhatian harus diberikan karena resiko


terjadinya inversi uteri besar bila kontraksi uterus tetap buruk. Lakukan
pelepasan plasenta secara manual bila plasenta sulit dilepaskan. 2,3,6
Lakukan pelepasan plasenta secara manual dengan pemberian
analgetik yang sesuai dengan keadaan klinis. Tangan dimasukkan
kedalam serviks mencapai ke bagian bawah uterus, usahakan untuk
memperkecil luas tangan saat dimasukkan dengan cara mendekatkan ibu
jari dan jari-jari lain sehingga membentuk kerucut dengan tujuan
mencegah timbulnya luka lebih lanjut. Jangan lupa menahan fundus uteri
dengan tangan yang satunya. Jika plasenta dapat diraba pada bagian
bawah maka itu artinya ujung plasenta telah lepas, jika belum teraba
maka ujung plasenta harus dicari. Jika telah ketemu ujung plasenta
24

dilepaskan secara hati-hati dengan kelingking. Setelah seluruh plasenta


berhasil

dilepaskan,

dikeluarkan

dari

kemudian

uterus.

plasenta

Jangan

digenggam

menghentikan

dan

plasenta

uterotonika

saat

melepaskan plasenta secara manual. Ulangi kompresi bimanual dan


lakukan pemeriksaan uterus untuk memastikan bahwa plasenta telah
diambil seluruhnya. Jika plasenta telah dilahirkan, eksplorasi uterus tetap
dilakukan. Tangan tetap diletakkan pada posisi melakukan manual
plasenta, keluarkan semua bekuan darah. Kemudian rongga uterus
dieksplorasi

dengan

menandakan

hati-hati

terjadinya

untuk

ruptur

mencari

uterus.

sebelumnya sangat jarang. Jika

ada

Ruptur

adanya

defek

tanpa

ruptur uteri

ada

maka

yang

sikatrik

dilakukan

laparotomi. 2,3,6
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta
Penemuan

secara

pemeriksaan kelengkapan
sisa

plasenta

dini

hanya

plasenta

mungkin

setelah

dengan

dilahirkan.

melakukan
Pada

kasus

dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian

besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan


perdarahan. Berikut penanganannya :
a. Pemberian antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan
3 x 1g oral dikombinasikan

dengan

metronidazol

1g

supositoria

dilanjutkan dengan 3x500mg oral.


b. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan
kuretase
c. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila

kadar Hb>8 gr

%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Pemeriksaan


plasenta

dapat

mengidentifikasi

kelainan

yang

menunjukkan

kemungkinan adanya potongan yang tertinggal. Tatalaksana pada


kasus ini dapat dilakukan dengan panduan USG. 2,3,6
Trauma (Laserasi jalan lahir)
25

Kerusakan dari traktus genital dapat terjadi secara spontan atau


karena

menggunakan

manipulasi

pada

persalinan.

Seksio

sesarea

menyebabkan kehilangan darah rata-rata dua kali dibandingkan dengan


persalinan pervaginam. Insisi pada segmen bawah dengan kontraksi
buruk dapat sembuh baik tapi tergantung dari jahitan, vasospasm, dan
bekuan dari hemostasis.1,2
Uterus ruptur sering terjadi pada pasien dengan skar setelah seksio
sesarea

terdahulu.

Beberapa

uterus

mengalami

perlakuan

yang

menyebabkan kerusakan parsial atau total, dimana tebal dari dinding


uterus harus diperhatikan karena resiko ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya. 1,2
Trauma dapat terjadi setelah persalinan kuat dan memanjang,
khususnya jika pasien memiliki relatif atau absolut CPD dan uterus telah
dirangsang oleh oksitosin dan prostaglandin. Dengan menggunakan
pemantauan tekanan intrauterin dapat mengurangi resiko ini. Trauma juga
dapat terjadi setelah manipulasi janin ekstrauterin dan intrauterin. Resiko
terbesar mungkin berhubungan dengan versi internal dan ekstraksi dari
second twin. Bagaimanapun, ruptur uteri dapat terjadi sekunder untuk
versi eksternal. Ruptur dapat terjadi pada saat memindahkan sisa
plasenta baik secara manual atau dengan menggunakan alat. Uterus
harus dikontrol dengan tangan pada abdomen selama prosedur dilakukan.
1,2,7

Laserasi pada servikal dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih


umum berhubungan dengan melahirkan dengan forcep, dan servik harus
dilihat setelah persalinan seperti ini, persalinan pervaginam dengan
bantuan (forceps atau vacum) tidak akan pernah diusahakan tanpa
dilatasi

yang

maksimal

dari

serviks.

Robekan

serviks

yang

luas

menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.


Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. 1,2,7
Laserasi dinding vagina juga sangat berhubungan dengan persalinan
pervaginam dengan bantuan alat dimana lebih sering terjadi sebagai
26

ekstraksi forcep, tetapi mungkin ditemukan setelah persalinan biasa


khususnya jika tangan janin tampak bersama-sama dengan kepala.
Laserasi dapat terjadi selama manipulasi untuk mengatasi distosia bahu.
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang
dijumpai. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan spekulum. 1,2
Kolpoporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian
atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disporporsi
sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri
tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan
ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui
kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian
teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada
jaringan sekitarnya. Kolpoporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan
pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus
terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar
untuk mencegah uterus naik ke atas. 1,2,7
Trauma vagina bagian bawah terjadi baik secara spontan maupun
karena episiotomi. Laserasi secara spontan biasanya meliputi fourchete
posterior. Trauma pada periuretral dan klitoris dapat terjadi dan menjadi
masalah. 1,2
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipitobregmatica.1,2
Trauma dari saluran genital (uterus, servik, vagina, labia, clitoris)
pada kehamilan dapat menyebabkan perdarahan yang lebih signifikan
dibanding jika terjadi pada keadaan tidak hamil karena peningkatan
penyediaan darah pada jaringan ini. Trauma khususnya berhubungan
dengan persalinan baik pervaginam dengan spontan atau dengan
bantuan atau dengan seksio sesarea dapat enyebabkan kerusakan
27

jaringan lunak dan merobek pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi akibat
kelahiran bayi yang besar, persalinan forceps tengah, pemutaran dengan
forceps, persalinan lewat servikal yang belum berdilatasi lengkap, setiap
tindakan menipulasi intrauterin dan mungkin persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesarea atau insisi uterus lainnya. Bisa karena
episiotomi yang lebar, tindakan melebarkan laserasi perineum vagina
atau serviks dan ruptura uteri. 1,2
Penatalaksanaan ruptura perineum dan robekan dinding vagina.2

Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber

perdarahan.
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik.
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan

benang yang dapat diserap.


Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari

operator.
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian
rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi
pada rektum, sbb:

Penatalaksanaan Robekan serviks2

Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan

oleh kepala bayi


Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan

kanan dari portio


Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan
tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari
ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan

dapat dijahit
Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi

fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan


Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
28

Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g
%, berikan transfusi darah2

Trombin (Kelainan pembekuan darah)


Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan
pembekuan tidak selalu menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini
bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit
fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan bekuan darah memiliki peran
penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan
pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partum sekunder
atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma. 2
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat
persalinan.

Trombositopenia

dapat

berhubungan

dengan

penyakit

sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver


enzym and low platelet count), solusio plasenta, DIC atau sepsis.
Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian
besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
2

Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan


yang berupa hipofibrinogenemia familial dapat terjadi, tetapi abnormalitas
yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC
yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD,
emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat
hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita
yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati
dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang
mendapat resusitasi cairan kristaloid dan transfusi PRC. 2
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh
hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan
tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar Ddimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu
trombin (thrombin time). 2

29

Penatalaksanaan kelainan pembekuan darah


Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset
terjadinya perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab
yang mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti solutio
plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air
ketuban dan septikemia. 2
Pasien dengan trombositopenia

membutuhkan infus konsentrat

trombosit, pasien dengan penyakit Von willebrand membutuhkan plasma


beku yang segar. Infus sel darah merah yang di mampatkan diberikan
pada pasien yang telah mengalami perdarahan yang cukup sehingga
menurunkan populasi sel darah merah yang beredar, sehingga cukup
membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan. Biasanya, hematokrit
yang lebih dari 25% sudah mencukupi. Transfusi masif (lebih dari 3 liter),
terutama dengan darah lengkap, akan memperberat sistem pembekuan
yang sudah terganggu dengan semakin menghabiskan trombosit dan
faktor-faktor V dan VIII. Karena itu 1 unit plasma beku yang segar harus
diberikan

untuk

setiap

unit

darah

setelah

unit

yang

telah

ditransfusikan.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan
pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran
trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung
trombosit sebesar 5.000 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10
unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung
trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindkasikan bila
hitung trombosit 10.000 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan
operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi
yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh
trombosit hanya 3 4 hari. 1,2
Plasma

segar

yang

dibekukan

adalah

sumber

faktor-faktor

pembekuan V, VII, IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian


plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi
dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan

30

koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar


yang dibekukan harus dipakai secara empiris. 1,2
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan
fibrinogen, dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia
dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat
diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut
keadaan klinis. 1,2
Inversio Uteri
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus
memasuki kavum uterus sehingga fundus uteri bagian dalam menonjol ke
dalam kavum uterus. Hal ini jarang sekali ditemukan, biasanya terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta lahir. Dalam keadaan
normal, plasenta akan lepas dari uterus dan keluar dari vagina dalam
waktu setengah jam setelah bayi lahir. Pada inversio uteri setelah
persalinan, placenta yang masih melekat pada fundus tertarik sehingga
mengakibatkan uterus terbalik ke luar melewati serviks.3,7
Ada tiga faktor diperlukan untuk terjadinya inversio uteri, yaitu:1,3,7
1) Tonus otot rahim yang lemah
2) Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
3) Kanalis servikalis yang longgar.
Faktor predisposisi terjadinya inversio uteri mencakup:
1. Implantasi placenta di fundus uteri
2. Perlekatan abnormal placenta (misalnya placenta acreata partialis)
3. Lemahnya myometrium atau seviks baik oleh sebab-sebab
4.
5.
6.
7.
8.

kongenital maupun didapat.


Anomali uterus
Persalinan dengan ekstraksi
Terapi MgSO4 intra partum
Tarikan kuat terhadap tali pusat
Penekanan pada fundus

Lokasi implantasi placenta yang tersering menyebabkan inversio


uteri. Dengan penarikan terhadap tali pusat saat placenta masih melekat,

31

terjadilah

inversio

uteri.

Berdasarkan

luasnya

dinding

uteri

yang

mengalami inversi: 1,3,7


-

Derajat I (inversio inkomplit)


Corpus atau dinding uterus menonjol ke arah serviks, tetapi tidak
melewati cincin cervical.
Derajat II
Penonjolan corpus atau dinding uterus ke arah serviks, melewati

cincin serviks, tetapi tidak sampai ke perineum.


Derajat III
Fundus menonjol sampai ke perineum
Inversio uteri total atau prolapsus uteri
Vagina terisi seluruhnya oleh uterus.

Gejala inversio uteri pada permulaan tidak signifikan. Akan tetapi,


apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh cepat, seringkali timbul rasa
nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri keras
disebabkan karena fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum
infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kiri kedalam
terowongan inversio dan dengan demikian mengadakan terikan yang kuat
pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta seringkali lepas dari uterus
masih melekat seluruhnya pada dinding uterus, terjadi juga perdarahan.
1,3,7

Penatalaksanaan inversio uteri


Penanganan inversio harus cepat karena dapat mengalami syok dan
dibutuhkan

pemulihan

volume

intravaskuler

yang

segera

dengan

kristaloid intravena. Ahli anastesiologi harus dipanggil. Reposisi dengan


narkose sesudah syok teratasi. Kalau plasenta belum lepas, baiknya
plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus di reposisi karena dapat
menimbulkan perdarahan banyak. 1,3,7
Setelah reposis berhasil diberi oksitosin drip dan dapat juga dilakukan
tamponade rahim supaya tidak terjadi lagi inversio kalau reposisi manual
tidak berhasil dilakukan reposisi operatif.
Cara:
Abdominal : haultain dan huntington
Vaginal dengan cara kustner (forniks posterior) dan spinelli (forniks
anterior). 1,3,7
32

Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2
komponen, yaitu:
1. Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan
syok hipovolemik.
2. Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post
partum. 2
Tabel III. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok2
Volume

Tekanan Darah

Tanda dan

Derajat

Kehilangan

(sistolik)

Gejala

Syok

Darah
500-1.000

Normal

mL

Palpitasi,
takikardia,

(10-15%)
1000-1500

Penurunan

mL (15-25%)

ringan (80-100

takikardia,

1500-2000

mm Hg)
Penurunan

berkeringat
Gelisah,

mL (25-35%)

sedang (70-80

2000-3000
mL (35-50%)

pusing
Lemah,

i
Ringan

Sedang

pucat,

mm Hg)
oliguria
Penurunan tajam Pingsan,
(50-70 mm Hg)

Terkompensas

Berat

hipoksia,
anuria

Resusitasi cairan

33

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena


sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan
menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan
akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur
intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.2
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan
kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau
cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan
yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan
perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah
banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat. 2
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti hD 5% tidak memiliki
peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa
kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian
besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi
pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari
setelah

perdarahan

post

partum.

Ginjal

normal

dengan

mudah

mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500


mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus
kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilangan darah
yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah
merah. 2
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat
menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid
yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko
terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka
cairan kristaloid tetap direkomendasikan. 2
Transfusi Darah
34

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut


dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi
cepat.2
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika
terdapat indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC
untuk

menggantikan

pembawa

oksigen

yang

hilang

dan

untuk

mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat


menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan
menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. 2
Tabel IV. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya 2
Jenis

dan Oksitosin

Cara
Dosis

dan IV: 20 U dalam IM

cara

atau

(lambat):

pemberian
awal

Ergometrin

Misoprostol
IV Oral atau rektal

0,2 400 mg

larutan mg

garam
fisiologis
dengan tetesan
cepat

Dosis

IM: 10 U
IV: 20 U dalam Ulangi 0,2 mg 400

lanjutan

1L

larutan IM setelah 15 jam

garam

menit

fisiologis

Bila

dengan

mg

2-4

setelah

dosis awal
masih

40 diperlukan, beri

tetes/menit

IM/IV setiap 2-4

Dosis

jam
Tidak lebih dari Total 1 mg (5 Total 1200 mg

maksimal

per hari
Kontraindika

fisiologis
Pemberian

si atau hati- secara


hati

atau

larutan dosis)

atau 3 dosis

IV Preeklampsia,

cepat vitium

Nyeri kontraksi

kordis, Asma

hipertensi
35

bolus

Pencegahan
Bukti dan penelitian

menunjukkan bahwa penanganan aktif pada

persalinan kala III dapat menurunkan

insidensi dan tingkat keparahan

perdarahan post partum3. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari


hal-hal berikut: 2

Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi

dilahirkan.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika
uterus berkontraksi dengan baik

Komplikasi
Berapa komplikasi pada perdarahan pasca persalinan adalah penderita
dapat jatuh kedalam keadaan syok, kolaps, dan koagulasi intravaskuler
diseminata. 2

Prognosis
Prognosis pada perdarahan pasca persalinan tergantung dari: 2
-

Penyebab terjadinya perdarahan


Lama terjadinya perdarahan
Jumlah darah yang hilang
Efektivitas dari tindakan pengobatan
Kecepatan pengobatan.

PENUTUP
Kesimpulan
Perdarahan

post

partum

merupakan

suatu

penyebab

penting

tingginya angka morbiditas dan mortalitas ibu. Perdarahan post partum


adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1000 mL setelah persalinan abdominal.
Berdasarkan etiologinya dikenal dengan 4T yang disebabkan oleh atonia
uteri, robekan (laserasi luka) jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta
(plasenta restan) serta gangguan pembekuan darah. Diagnosa dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, palpasi uterus, inspekulo serta
36

pemeriksaan laboratorium. Penanganan pada perdarahan post partum


adalah menghentikan perdarahan, cegah/atasi syok, dan ganti darah yang
hilang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, leveno K, bloom S, hauth J, Gilstrap. Obstetrical
hemorrhage.

Dalam:

William

Obstetrics.

Ed.22.

Philadelphia:

McGrawHill; 2005.h.823-35
2. Smith, J. R., Brennan, B. G, Postpartum Hemorrhage. Diunduh
tanggal

30

April

2016.

http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview#a4
3. Hanifa W. Gangguan dalam kala III persalinan. Dalam: Ilmu
kebidanan.

Ed.3.

Jakarta:

Yayasan

Bina

Pustaka

Sarwono

Prawirohardjo; 2006.h.653-62.
4. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi
Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Kapita selekta
6. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G.
(ed), 2002, Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
7. Rustam M. Perdarahan postpartum. Dalam: Sinopsis obstetri. Ed.2.
Jakarta: EGC;1998.h.298-312.

37

Anda mungkin juga menyukai