Anda di halaman 1dari 24

FALSAFAH GERAKAN SOSIAL

MUHAMMADIYAH
Sejak awal, gerakan Muhammadiyah telah berkecimpung dalam
bidang sosial, terutama pendidikan. Sekolah yang pertam didirikan oleh
KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1911 di Yogyakarta diselenggarakan
dengan fasilitas yang amat sederhana. Sekolah kecil ini akhirnya menjadi
embrio munculnya organisasi secara formal pada tahun 1912 di bawah
pimpinan KH.A. Dahlan.
Setelah resmi menjadi organisasi, Muhammadiyah terus berangsurangsur mengembangkan sayapnya melalui berbagai aktivitas sosial. Mulai
dari pendidikan,
pelayanan masyarakat,
kesehatan dan lain-lain
sehingga pada akhirnya aktivitas dalam
bidang sosial ini dapat
menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang
memperoleh sukses besar.
Ditinjau dari aspek tertentu, berdirinya Muhammadiyah merupakan
suatu aspek kemunculan gerakan Iman,
Ilmu,
dan Amal. Sebagai
gerakan Iman,
Muhammadiyah dapat dilihat kepeloporannya dalam
usaha mengembalikan paham agama kepada ajaran Tauhid murni tanpa
dicampuri oleh unsur-unsur syirik, takhayul, dan khurafat. Dalam versi
lain gerakan ini sering disebut gerakan purifikasi. sedangkan indikasinya
sebagai gerakan ilmu dapat dilihat pada komitmennya pada persoalan
pendidikan, disamping keberaniannya mendobrak tradisi lama untuk
membuka pintu ijtihad yang telah dinyatakan tertutup sejak abad
pertengahan. Secara implisit, kedua komitmen terakhir ini mempunyai
implikasi yang besar dalam aktivitas Muhammadiyah selanjutnya.
Muhammadiyah berhasil mengubah pola amal individu menjadi amalan
kelompok dalam kehidupan masyarakat, terutama dapat dilihat dalam
usaha menyantuni kaum dhuafa, pelayanan kesehatan dan lain-lain.
Keberhasilan Muhammadiyah dalam gerakan sosial itu tidak dapat
dilepaskan dari hal-hal yang menjadi dasar dan pedoman gerkan itu
sendiri. Sebagai organisasi religius, Muhammadiyah menjadikan agama
sebagai azas gerakan untuk menciptakan tatana sosial yang baru dengan
warna keagamaan. Dalam konteks sosiologis, harapan Muhammadiyah
itu dapat saja dibenarkan, oleh karena agama dalam perspektif sosial
dapat dilestarikan oleh masyarakat serta memeliharanya di hadapan
manusia, karena ia memberi nilai bagi manusia. Dengan demikian,

gerakan sosialMuhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan


paham keagamaannya secara intensif.
Dalam bab ini akan diusahakan untuk menjelaskan pandangan
filosofis dan dasar-dasar gerakan sosialnya serta amal usaha yang telah
dilaksanakan sebagai konsekuensi implikatif dari paham keagamaannya.

Falsafah dan Dasar dasar Gerakan Sosial Muhammadiyah


Menurut teori fungsional dalam telaah sosiologis,
masyarakat
dipandang sebagai lembaga sosial yang berbeda dalam keseimbangan.
Lembaga sosial tersebut menciptakan pola kegiatan manusia berdasarkan
norma-norma dan nilai-nilai yang dianut bersama serta dianggap sah dan
mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga sosial yang
terbentuk berdasarkan tatanan nilai tertentu didalam masyarakat
merupakan nilai-nilain yang saling memiliki ketergantungan satu sama
lain. Dengan demikian,
adanya perubahan pada salah satu bagian
(lembaga), akan mempunyai dampak kepada yang lainnya.
Agama, di samping mengandung nilai-nilai yang dapat menjadi
dasar pembentukan lembaga sosial,
ia juga mengatur seperangkat
tingkah laku yang bisa melembaga. Oleh sebab itu, maka tidak diragukan
lagi bahwa secara fungsional, agama akan memainkan peranan penting
dalam pembentukan perilaku sosial. Baik itu perilaku yan secara eksplisit
telah diatur dan di tentukan oleh agama, maupun yang terbentuk
berdasarkan nilai-nilai yang di bawanya. Hal ini dapat dibuktikan sendiri
oleh aksinoma dari teori fungsional yang menyatakan bahwa segala hal
yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Oleh karena masi
tetap eksia, maka jelaslah bahwa ia telah memiliki fungsi, atau bahkan
memerankan sejumlah fungsi dalam kehidupan manusia (sosisal).
Jika agama secara fungsional memiliki peranan penting dalam
kehidupan sosial,
maka berarti ia telah menjadi dasar komunitas
manusia. Dalam hal ini implikasi nilai (agama)n dapat muncul dalam
seperangkat pola tingkah laku atau gerakan. Dalam kaitannya dengan
masalah ini, Muhammadiyah yang muncul sebagai gerakan sosial, yang
dapat ditafsirkan sebagai salah satu bentuk protes terhadap kondisi sosial
yang telah mapan dengan seperangkat tatanan nilai, baik nilai agama
maupun nilai budaya, jelas mempengaruhi tatanan sosial yang ada ketika
itu. Terutama sekali dari pihak pihaj yang telah merasa damai dengan
suasana kemapanan itu.
Namun karena dalam beberapa hal Muhammadiyah sanggup
menawarkan solusi, baik secara filosofis maupun praktis, yang mampu
2

memberikan harapan perbaikan pola tingkah laku dan taraf kehidupan


sosial, maka dalam waktu yang relatif singkat gerakan ini dapat ,
emperoleh simpati dari berbagai kalangan. Sehingga kemudian dalam hal
ini, Muhammadiyah telah mampu membentuk pola lembaga sosial yang
baru dengan berdasarkan pada seperangkat tata nilai yang
ditawarkannya, yang berbeda dari pola sebelumnya.
Sebagai gerakan Islam, tata niali yang ditawarkan Muhammadiyah
untuk merubah pola kehidupansosial itu secar filosofis berdasarkan atas
pemahamannya terhadap ajaran Islam, yang disesuaikan dengan jiwa
zamannya. Hal ini tentu tidak terlepas dari identitas gerakan ini, yaitu
sebagai gerakan tajdid (pembaruan).
Menurut Muhammadiyah, secara umum kehidupan sosial termasuk
kedalam bidang gerakannya, berkenaan dengan masalah Muamalah
Duniawiyah. Dalam persoalan ini,
Muhammadiyah berusaha
mencurahkan akal secara optimal dengan berdasarkan pada ruh ajaran
Islam untuk kemaslahatan kehidupan sosial. Jadi, perubahan sosial yang
diharapkan oleh Muhammadiyah adalah berperannya nilai-nilai agama (alIslam) secara fungsional dalam segala segi kehidupan, sehingga tidak
ada celah-celah kehidupan yang sunyi dari niali-nilai ibadah.
Untuk merealisasikan dasar pemikiran ini,
Muhammadiyah
merealisasikan nilai-nilai dasar, baik yang berkenaan dengan filosofis
maupun yang berkenaan dengan aspek praktis (operasional). Nilai-nilai
dasar yang berkenaan dengan aspek filosofis dirumuskan dalam
Muqqadimah Anggaran Dasar, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah serta Kepribadian Muhammadiya. Sedangkan yang
menyangkut aspek praktis (operasional) dirumuskan dalam Khittah
Perjuangan Muhammadiyah.
Dalam realisasinya, nilai-nilai dasar tersebut akan dapat dilihat
dalam identitas gerakan Muhammadiyah itu sendiri.
Yaitu sebagai
gerakan Islam, dakwah dan tajdid ( pembaruan).
Dengan demikian, maka Muhammadiyah dalam setiap gerakannya
selalu terkandung tiga maksud, yaitu :
1. Sebagai pengamalan Islam itu sendiri
2. Sebagai ajakan (dakwah) kepada segenap umat manusia untuk
memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
3. Sebagai evaluasi, koreksi dan interpretasi baru terhadap berbagai
aktivitas pemikiran dan pengamalan yang pernah dilakukan.
Sasaran utama gerakan dan amal usaha Muhammadiyah dalam
kehidupan sosial itu adalah utuk mewujudkan masyarakat Islam yang
3

sebenar-benarnya dimana kesejahteraan,


kabaikan dan kebahagiaan
tersebar
luas
secara
merata.
Untuk
mencapai
cita-cita
itu,
Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya
sebagaimana prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqqadimah Anggaran
Dasar-nya.
Pertama, hidup berdasarkan tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.
Makna yang terkandung dalam prinsip ini adalah bahwa Muhammadiyah
adalah sebagai gerakan sosial,
segala gerakan dan tindakan yang
dimunculkan harus merupakan gerakan ibadah yang berdasarkan tauhid.
Jika tauhid berperan sebagai jiwa. Maka ibadah merupakan wujud nyata
dan bangunan yang berdiri diatas pola dasar tauhid itu. Dari sisnilah
kelihatan munculnya perumusan-perumusan tentang ibadah dalam
pemahaman keagamaan dalam Muhammadiyah itu.
Dalam hal ini, ibadah dirumuskan dalam dua pengertian, yaitu ibadah
dam arti khusus ( Ibadah Mahdhah) dan ibadah dalam arti umum (Ibadah
Ghairu Mahdhah). Ibadah dalam arti khusus adalah segala amal ibadah
yang perincian, tingkah-laku dan tata cara telah ditetapkan oleh Allah.
Jadi, baik secara prinsip maupun teknisnya telah ditetapkan dan diatur
oleh Allah, baik secara langsung maupun melalui Nabi Muhammad S.A.W.
sementara ibadah dalam pengertian umum adalah segala amal perbuatan
yang diizinkan oleh Allah, tanpa ditunjukan teknis pelaksanaannya.
Dalam pengertian ibadah umum yang juga disebul Muamalah
Duniawiyah itulah segala gerakan dan amal uasaha Muhammadiyah
memperoleh dasar-dasar filosofis secara luas. Dasar pemikiran ini dengan
merujuk di antaranya kepada firman Allah, Surat al-Anbiya:25 yang
berbunyi : dan kami tidak mengutus seorang Rasul-pun sebelum kamu
(Muhammad) melainkan kami mewahyukan kepadanya: bahwa tidak
ada Tuhan (yang Haq) melainkan Aku, maka sembahlah oleh sekalian
akan Aku
Kedua,
hidup bermasyarakat. Hidup bermasyarakat merupakan
Sunnahtullah, sesui dengan hukum Qudrat dan Idarat-Nya bagi manusia.
Dalam membangun masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai
oleh Allah s.w.t, tentu Muhammadiyah tidak mungkin dapat bekerja
dengan sendirian. Oleh sebab itu, hal ini mesti diusahakan dengan
menjalin kerjasama dengan kekuatan-kekuatan sosial lainnya, terutama
sekali yang memiliki hubungan aspiratif dengan Muhammadiyah. Sebagai
gerakan sosial, Muhammadiyah dalam setiap langkah gerakannya harus
secara sadar menempatkan diri sebagai potensi umat. Adapun dalam
konteks nasional,
Muhammadiyah menempatkan diri sebagai unsur
kekuatan bangsa. Sedangkan pada peringkat individu sebagai anggota
4

persyarikatan, dalam hal ini berarti apa yang dilakukan harus dalam
kerangka hidup bermasyarakat.
Keharusan dasar gerak dengan hidup bermasyarakat bagi
Muhammadiyah juga dilandasi atas kondisi subyektif dan obyektif
organisasi itu sendiri. Kondisi subyektifnya adalah bahwa organisasi
tersebut muncul dari kekuatan masyarakat. Oleh sebab itu, ia harus
bergerak dalam masyarakat yang sekaligus sebagai obyek gerakan.
Ketiga, memetuhi dan menyakini ajaran Islam sebagai satu-satunya
landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagian dunia
dan akhirat. Muhammadiyah berkeyakinan sepenuhnya bahwa hanya
dengan ajaran Islam lah kebaikan dan kebahagiaan bersama itu akan
tercapai, baik didunia maupun diakhirat. Agama Islam mengandung
ajaran yang sempurna dan penuh kebenaran, merupakan petunjuk dan
rahmat Allah kepada manusia untuk mendapatka kebahagiaan hidup yang
hakiki baik didunia maupun diakhirat.
Keyakinan ini berdasarkan firman Allah dalam surat Ali Imran:19 dan
85 yang berbunyi:
Sesungguhnya agama (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah al-ialam
Barang siapa mencari agama selain al-Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk
orang orang yang merugi
Keyakinan ini lah aganya yang turut mendorong Muhammadiyah
bersikap kritis terhadap ajaran Islam, sehingga menolak segala bentuk
atau nilai-nilai baru ciptaan manusia, seperti pada nilai-nilai akhlak yang
diperjuangkannya. Namun disatu sisi, hal semacam ini akan menjadi
basis pertahanan tetap tegak dan utuhnya ajaran Islam.
Keempat, berjuang untuk menegakan dan menjujung tinggi ajaran
Islam. Muhammadiyah menjadikan perjuangannya untuk menjujung
tinggi, menyebarluaskan dan mempertahankan agama Islam sebagai
ajarann filosofis gerakannya. Semangat perjuangan itu muncul karena
adanya sejumlah perintah dan gambaran keutamaan berjuang di jalan
Allah, seperti ditunjukan oleh surat Al- Hujarat: 15 yang berbunyi :
sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak raguragu dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah, mereka itulah adalah orang-orang yang benar
Berjuang di jalan Allah memang menjadi tuntutan sepanjang masa.
Tuntutan itu muncul karena adanya dua faktor penting, yaitu :
5

a. Faktor yang secara subyektif muncul dari diri seseorang yang


beriman, meliputi :
1. Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Allah untuk
berbuat Ihsan dan Ihslah kepda manusia / masyarakat.
2. Paham akan Islam dengan sebenar-benarnya,
dengan
keyakinan akan keutamaan dan tepatnya sebagai sendi untuk
mengatur hidup dan kehidupan manusia / masyarakat.
b. Faktor kondisi obyektif umat. Secara jelas dalam penjelasan
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan:
Rusaknya masyarakat Islam khususnya dan masyarakat
umumnya,
dikarenakan meninggalkan atau menyeleweng dari
ajaran Islam baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang
memeahami ajaran Islam yang sebenarnya, atau karena adanya
usaha dari luar yang sengaja ingin merusak dan mengalahkan
Islam.
kelima,
ittiba kepada langkah dan perjuangan Nabi S.A.W.
Muhammadiyah menjadikan Rasulullah S.A.W. sebagai nama organisasi itu
sendiri. Dasr filosofinya merujuk kepada surat al-Ahzab:21 yang berbunyi :
sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagi mu, (yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan)hari kiamat dan dia menyebut nama Allah.
Dalam berbuat sesuatu,
tauladan dari orang-orang terdahulu
sangat penting artinya. dengan adanya tauladan itu, orang akan dapat
memahami dan menghayati kenyataan sejarah atas norma-norma yang
diyakini dan dijadikan pedoman hidupnya, bahkan dia akan mengikuti
jejak-jejak mereka. Islam datang dengan ajaran yang lengkap, sekaligus
Rasul sebagai tauladan pelaksanaan bagi umatnya. Perjuangan Rasul
dalam menegakkan agama penuh dengan kesungguhan, pengorbanan,
rintangan, kesabaran dan ketabahan, hanya semata-mata menuntut ridha
Allah.
Hal seperti itulah yang mesti dihadapi oleh Muhammadiyah yang
menamakan diri sebagai pengembang risalah Rasul. Semenjak
kelahirannya, Muhammadiyah telah banyak rintangan, baik yang datang
dari kalangan sendiri atau dari kalangan non muslim.hanya dengan penuh
kesabaran dan ketabahan dengan mengharap ridha Allah serta semangat
ittiba kepada Rasulnya, perjuanagn Muhammadiyah telah banyak
membuahkan hasil dan tetap berlanjut sampai sekarang.
Keenam, keharusan berorganisasi.organisasi merupakan fenomena
modern bagi umat Islam.walaupun pada zaman Rasulullah belum terdapat
tauladan untuk itu, namun kelihatannya nilai-nilainya sudah ada, seperti
6

musyawarah untuk mufakat, tolong-menolong untuk berbuat baik dan


taqwa dan lain-lain.penyiaran dan pengembangan agamaIslam tidak
hanya dilakukan secara individual.oleh sebab itu kehadiran suatu
organisasi merupakan alternative yang baik.dengan memandang karna
nilai-nilai positif dari organisasi itu, serta dengan dijiwai oleh firman Allah
surat ali-imran ayat 104, maka Muhammadiyah menjadi organisasi
sebagai satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya.
Ketegasan Muhammadiyah untuk menjadikan organisasi sebagai
satu-satunya alat, berdasarkan pula atas pemikiran tidak ada tegaknya
amal baik yang wajib dilakukan tanpa organisasi, mendorong
Muhammadiyah berijtihad dengan menetapkan bahwa organisasi untuk
melakukan kewajiban adalah wajib.pemikiran ini berdasarkan pada kaidah
usul fiqh, yaitu ma la yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib (sesuatu
kewajiban tidak selesai kecuali dengan adanya suatu barang , maka
barang itu hukumnya wajib).
Pemahaman
Muhammadiyah
tentang
perintahpembentukan
ummah dalam surat Ali-Imran ayat 104 itu adalah bahwa ummah
berarti suatu golongan atau kelompok yang memiliki satu kesamaan
kondisi , maksud, tujuan. Dalam usaha mencapi maksudnya, mereka
harus bekerja sama.oleh karena itu jelas memerlukan adanya pemimpin,
pembagian tugas dan bidang, serta tata tertib atau tata peraturan. Itulah
yang dinamakan organisasi.
Namun doktrin keharusan berorganisasi ini sering dipahami tidak
tepat.hal ini dapat dilihat adanya kecendrungan akhir-akhir ini untuk
menjadi organisasi bukan sebagai alat lagi, tetapi bahkan telah bergeser
dijadikan sebagai tujuan. Kecenderungan demikian bukan hanya muncul
dari sebagian kalangan Muhammadiyah, tetapi juga pada organisasi Islam
lainnya.
Amal Usaha Sosial Muhammadiyah.
Wujud nyata dari gerakan Muhammadiyah yang paling dapat
dirasakan secara langsung, baik oleh warga Muhammadiyah sendiri
maupun umat Islam di nusantara ini pada umumnya, adalah amal usaha
sosial. Amal usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah itu awalnya
muncul berkaitan dengan keresahan K.H.A. Dahlan sebagai tokoh sentral
gerakan ini, ketika melihat kenyataan kondisi kehidupan sosial yang
memprihatinkan.yaitu pertama, ajaran Islam dilaksanakan tidak
bersumber pada alquran dan al-hadist , kedua, keberadaan lembaga
pendidikan agama Islam tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman
.ketiga, keadaan uamt yang sangat menyedihkan dalam bidang sosial,
ekonomi, politik dan cultural.
7

Bidang Pendidikan
Salah satu amal usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam
mencapi tujuannya adalah memperbaharui dana memajukan pendidikan ,
pengajaran dan kebudayaan, serat memperluas pengetahuan menurut
tuntutan Islam.pendidikan punya arti yang penting bagi Muhammadiyah,
karena ia merupakan wahana yang sanagt efektif untuk menanamkan dan
mewariskan pemahaman tentang Islam yang sebenar-benarnya dari
generasi kegenerasi.maka itulah pemahaman Muhammadiyah diarahkan
untuk meliputi dua aspek , yaitu aspek cita-cita dan aspek teknis atau
aspek praktis dari pengajaran itu.
Dari aspek cita-cita, pendidikan Muhammadiyah dibentuk untuk
membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas
dalam pandangan, dan faham masalah ilmu keduniawian serta bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat.aspek ideologis tentu tidak bisa di
pisahkan dari gagasan awal K.H.A.Dahlan tentang tujuan pendidikan yaitu,
pertama,
pendidikan
moral
atau
akhlak
.kedua,
pendidikan
individu.ketiga, pendidikan kemasyarakatan.
Gagasan di atas belum menunjukan danya perhatian yang kuat
tentang ilmu pengetahuan umum.kemunculan gagasan tersebut
nampaknya sesuai dengan kondisi kehidupan sosial ketika itu.karna
memang memerlukan pendidikan untuk memprioritaskan pembinaan
kepribadian kaum muslimin agar tumbuh kesadaran mengenai eksistensi
dirinya sesuai dengan ajaran agam .
Sejalan dengan sifat kedinamisan Muhammadiyah yang selalu
terbuka terhadap perkembangan baru dalam persoalan muamalah
duniawiyah, maka tujuan pendidikan yang dirumuskannya pun selalu
mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman .
Ketika Muhammadiyah menyelenggarakan muktamar yang ke -34
tahun 1959, rumusan pendidikan Muhammadiyah itu mendapat sorotan
kembali
oleh
abdul
kahar
muzakir.
Menurutnya
pokok-pokok
Muhammadiyah tidak di pisahkan dari tinjauan terhadap tujuan hidup
manusiadalam kaitannya denga makluk ciptaan Allah, anggota keluarga,
anggota masyarakat, warga negara dan sebagai manusia dihadapkan
kepada alam.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, maka ada beberapa hal
yang harus dipenuhi. Dan hal itulah yang menjadi sasaran pendidikan
Muhammadiyah. Yaitu seorang murid harus:
1. Berjiwa tauhid yang murni dan beriman
2. Beribadah kepada Allah
8

3.
4.
5.
6.
7.

Berbakti kepada orang tua


Memiliki akhlak yang tinggi dan halus perasaan
Berilmu pengetahuan dan memiliki kecakapan
Memiliki keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Yakin dapat mempergunakan alam seisinya

Adapun tujuan-tujuannya dirumuskan sebagai berikut:


1. Terwujudnya manusia muslim yamg berakhlak mulia , cakap , percaya
diri dan berguna bagi masyarakat dan negara
2. Memajukan
dan
mengembangkan
ilmu
pengetahuan
dan
keterampilan untuk membangun masyarakat .
Rumusan diatas menunjukan adanay orde baru, pada era ini , amal
usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan semakin meningkat , bahkan
menjadi patron bagi pendidikan Islam secara nasional.akan tetapi
tantangan
yang
dihadapi
oleh
Muhammadiyah
juga
tidak
ringan.tantangan itu bukan hanya datang dari luar , seperti persaingan
prestasi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau ancaman
budaya asing yang secara ideologis mengancam keyakinanumat Islam.
Dengan adanya perubahan yang terus menerus , baik dalam kondisi
kehidupan sosial maupun kebijakan politik pemerintah itu, maka
perubahan rumusan tujuan pendidikan Muhammadiyah dari waktu ke
waktu tidak dapat dielahkan. Rumusan itu selain harus menunjukan ciri
khas cita-cita dan perjuangan Muhammadiyah, secara politis juga harus
bersesuaian dengan kebijakan pemerintah sepanjang tidak merugikan
bagi Muhammadiyah.
Rumusan tentang tujuan pendidikan Muhammadiyah yang terakhir,
berdasarkan keputusan pimpinan pusat Muhammadiyah nomor :
06/PP/1988, adalah:
1. Terwujudnya manusia muslim yang bertaqwa, berakhlak mulia,
cakap dan percaya diri, cinta tanah air, dan berguna bagi
masyarakat dan negara.
2. Memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk memajukan umat.
3. Bersama pemerintah memajukan penyelaggaraan pendidikan dan
kebudayaan sesuai UUD 1945 pasal 31.
Pembaharuan yang menyangkut aspek praktis yang diperkenalkan
oleh Muhammadiyah adalah seperti belajar dengan system klasikal, guru
memberikan pelajaran di kelas, murid-murid duduk di atas bangku,
penggunaan meja, papan tulis, dan peralatan lainnya. Guru memberikan
pelajaran kepada murid-muridnya dan guru harus memonitori dengan
memberikan tugas rumah, memberikan ujian, nilai, raport dan terakhir
memberikan sertifikat atau ijazah. Melalui praktik pendidikan semacam
9

ini,
secara tidak langsung Muhammadiyah telah menanamkan jiwa
egaliter dan percaya diri kepada para murid. Karena mereka mendapat
perlakuan sama dan kualitas (prestasi) belajar dapat diketahui secara
langsung melalui penilaian yang diberikan oleh guru dalam raport dan
ijazah.
Berkenaan dengan kelembagaan pendidikan,
Muhammadiyah
memperkenalkan bentuk madrasah sebagai alternatif dari pendidikan
pesantren yang terisolir ketika itu. Alternatif ini muncul sebagai respon
terhadap sistem dualisme pemerintah dalam pengelolaan pendidikan,
yaitu antara pendidikan umum dan pesantren (sekolah tradisional).
Bentuk madrasah yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah bermula dari
lembaga pendidikan menengah Al Qismul Arqa atau sering disebut
dengan Hogere school, yang berarti sekolah menengah tinggi, sebuah
nama yang cukup mentereng jika dilihat dari konteks zamannya. Sekolah
ini didirikan oleh K.H.A. Dahlan pada tahun 1918, dan kemudian pada
tahun 1920 diubah namanya menjadi Pondok Muhammadiyah.
Pada tahun 1921 nama tersebut berubah lagi menjadi Kweekschool
Islam (Sekolah Guru Islam), dan pada tahun 1924 menjadi Kweekschool
ini kelihatannya dengan pertimbangan perlunya tenaga guru, terutama
untuk mengenbangkan sekolah-sekolah Muhammadiyah pada masa awal.
Ketika para pelajarnya, baik putra maupun putri masih digabung, dan
mulai tahun 1927 diadakan pemisahan antara pelajar putra dan putri,
dengan mendirikan Kweekschool Istri. Pada tahun 1930 kedua sekolah
tersebut resmi namanya diubah menjadi Madrasah Mualimin
Muhammadiyah (untuk putra) dan Madrasah Mualimat (untuk putri).
Kedua nama ini belum mengalami perubahan hingga sekarang.
Ketika Al Qismul Arqa diubah namanya menjadi Pondok
Muhammadiyah (1920), mulai saat itu pelajaran umum diajarkan di
samping pelajaran agama sebagai pelajaran pokok. Namun, semenjak
berdirinya (1918) kegiatan belajar mengajar telah menggunakan metode
modern.
Meskipun Muhammadiyah dalam garakan pendidikannya telah
memperkenalkan kurikulum dan metode serta tekhnik pengajaran yang
disesuaikan dengan perkembangan modern,
namun Muhammadiyah
masih tetap mengakui keunggulan pola pembinaan siswa melalui sistem
pesantren (siswa dididik dan diasramakan). Hal ini dapat dilihat dalam
sistem kebijakan yang diambil oleh Ustadz H.M.S. Ibn Juraimi- pimpinan
Madrasah Mualimin Muhammadiyah tahun 1980- yang mana jika
sebelumnya asrama tidak menjadi kesatuan sistem dengan Madrasah,

10

maka mulai tahun 1980 Mualimin mulai menetapkan kebijakan bahwa


Madrasah hanyalah merupakan sub-sistem dari Pondok Pesantren.
Kebijakan sistematisasi antara madrasah dan Pondok Pesantren
tersebut ditempuh,
nampaknya dengan pertimbangan bahwa
Muhammadiyah akan lebih efektif dalam membina para siswanya untuk
dijadikan kader-kader Persyarikatan, Ulama, Zuama, dan lain-lain,
melalui pembinaan sistem pondok dengan beberapa karakteristik yang
berbeda dari sistem pondok tempo dulu. Realisasi yang lebih besar dari
kebijakan Muhammadiyah dalam membina melalui sistem pondok ini
adalah didirikannya Pondok Muhammadiyah di tingkat Universitas, yaitu
Pondok Hajah Nuriyah Shabran di Universitas Muhammadiyah Surakarta
(UMS), yang diresmikan oleh Menteri Agama pada tanggal 8 Januari 1983.
Selain bentuk madrasah, Muhammadiyah juga memperkenalkan
sistem pendidikan umum, yang selain beda dari sekolah-sekolah yang
didirikan oleh pemerintah. Perbedaan yang mendasar dari bentuk
Madrasah adalah ; jika pada madrasah pelajaran agama menjadi mata
pelajaran agama menjadi mata pelajaran pokok dan pelajaran umum
hanya sebagai pelengkap, maka pada bentuk sekolah umum pelajaran
pokoknya adalah pelajaran umum, sedangkan pelajaran agama hanya
sebagai tambahan. Ciri pelajaran agama yang diberikan pada sekolahsekolah umum Muhammadiyah inilah yang menjadi perbedaan utama dari
sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial. Pemberian
pelajaran agama, sebagai ciri utama sekolah umum Muhammadiyah
ketika itu, kelihatannya karena Muhammadiyah memandang betapa
pentingnya lembaga tersebut untuk menyebarluaskan ajaran agama
kepada segenap lapisan masyarakat, terutama di kalangan anak didik.
Bentuk sekolah umum yang dikembangkan oleh Muhammadiyah
berawal dari sekolah yang dirintis K.H.A. Dahlan pada tahun 1911 di
Kauman, Yogyakarta. Sekolah ini semula berasal dari sebuah lembaga
pendidikan tingkat dasar dan dikelola dengan sistem pengajaran modern,
meskipun dalam taraf yang masih sangat sederhana. Belajarnya
dihgabung antara murid laki-laki dean perempuan, dengan menggunakan
papan tulis, meja dan bangku, serta alat peraga. Di samping pelajaran
umum sebagai pelajaran pokok, juga diberikan pelajaran agama sebagai
pelajaran tambahan.
Pada akhir tahun 1920-an, Muhammadiyah mendirikan Sekolah
Dasar 6 (enam) tahun dengan pengantar Bahasa Belanda (HIS). Dan tidak
lama kemudian didirikan juga sekolah putri yang mengkhususkan dalam
masalah rumah tangga, menjahit dan mengasuh anak. Dengan semakin
bertambahnya sekolah Muhammadiyah, baik yang berbentuk madrasah
11

ataupun sekolah umum, maka sistem pembinaan dan pengelolaannya


tidak mungkin lagi secara langsung oleh Muhammadiyah. Hal ini
mengingat karena bidang gerak dakwahnya bukan hanya dalam bidang
pendidikan saja. Oleh sebab itu,
pada tahun 1923 Muhammadiyah
membentuk suatu lembaga yang khusus membidangi suatu pengelolaan
pendidikan yang diberi nama Majelis Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan, yang mempunyai hubungan struktural dari tingkat Pusat,
Wilayah dan Daerah.
Setelah Majelis Pendidikan tersebut berdiri, sekolah Muhammadiyah
tumbuh makin pesat, pada tahun 1925, jumlah sekolah Muhammadiyah
telah mencapai 8 (delapan) buah HIS, 1 sekolah guru (Kweekschool), 32
sekolah ongko loro (SD 5 tahun), 1 Schakel School dan 14 Madrasah. Pada
tahun 1926 Muhammadiyah mendirikan Taman kanak-kanak (Bustam Al
Athfal) di Yogyakarta. Dan pada tahun yang sama didirikan pula
Hollandsch Inlandsch School (HIS) Met de Quran, yang dimaksudkan
untuk menandingi HIS Met de Bijbel yang didirikan oleh Missionaris
kristen.
Pada tahun berikutnya Muhammadiyah mendirikan berbagai macam
sekolah lainnya, seperti; Hollandsch Inlandsch Kweekschool (HIK), Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Algemene Middlebar School (AMS)
dan lain-lain. Baik MULO maupun AMS keduanya adalah bentuk sekolah
asli Belanda. Walaupun semua sekolah umum yang telah didirikan oleh
Muhammadiyah itu berada dalam sistem pendidikan Pemerintah, namun
karena Muhammadiyah mendirikan amal usaha ini didasari oleh gerakan
dakwahnya, maka semua dilengkapi oleh pelajaran agama, termasuk
membaca dan menulis huruf Arab.
Setelah Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya,
sistem
pendidikan kolonial yang diskriminatif itu diubah untuk disesuaikan
dengan jiwa bansa Indonesia. Pendidikan diarahkan untuk mendidik putraputri bangsa tanpa membedakan dari mana asal, golongan, serta
agamanya. Dengan demikian,
maka pendidikan menjadi hak dan
kewajiban bagi setiap warga negara. Jenjang pendidikan pun diatur mulai
dari TK, SD, SLTP, SLTA sampai dengan Perguruan Tinggi. Untuk
menangani bidang pendidikan itu, Pemerintah membentuk Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1945 yang dimaksud untuk
mengelola pendidikan umum. Sedangkan untuk pendidikan agama
dikelola oleh Departemen Agama, yang dibentuk pada tahun 1946.
Bidang tugas dalam poengelolaan pendidikan itu semakin kokoh
dengan pernyataan Panitia Penelitian Pendidikan Pemerintah Pusat yang
dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 2 Juni 1946 yang memberi
12

pengakuan tentang keberadaan lembaga pendidikan umum, lembaga


pendidikan agama dan lembaga pendidikan pesantren,
termasuk
lembaga pendidikan yang lainnya. Pembinaan ketiga lembaga pendidikan
itu akhirnya memiliki kekuatan secara konstitusional yang kokoh, dengan
dikeluarkannya Undang-undang Nomor : 12 tahun 1954 tentang Dasardasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah. Undang-undang mengenai
pendidikan yang pertama ini dengan jelas mencantumkan mengenai
pengajaran agama di sekolah negeri. Sedangkan bagi sekolah-sekolah
swasta (partikelir) diberikan keleluasan untuk mengajarkan agama sesuai
dengan keleluasaan yang diberikan oleh UUD 1945. Secara historis
dengan diterimanya pendidikan agama bentuk Madrasah dalam Sistem
Pendidikan Nasional dan pendidikan agama pada sekolah umum,
menunjukkan bahwa usaha Muhammadiyah yang diawali sejak
pemerintah Republik Indonesia untuk menyusun kebijakan pendidikannya.
Setelah
pemerintah
mulai
dapat
mengatur
pendidikan,
Muhammadiyah dengan mudah dapat menyesuaikan pola pembinaan
kelambagaan sekolah-sekolahnya. Dalam hal ini sekolah-sekolah
Muhammadiyah terbagi menjadi tiga jenis persekolahan. Pertama, jenis
sekolah yang berada di bawah binaan Departemen Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan. Kedua, jenis sekolah yang berada di bawah
binaan Departemen Agama dan ketiga,
jenis sekolah khusus
KeMuhammadiyahan.
Dengan demikian,
maka dalam penyelenggaraan sekolah,
Muhammadiyah mengikuti sistem dan peraturan tentang pendidikan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah, kecuali pada sekolah-sekolah khusus
yang
didirikan
dengan
maksud
untuk
memenuhi
kebutuhan
Muhammadiyah sendiri dalam kegiatan penyiaran agama Islam, seperti
tenaga Muballigh dan pengajar.
Pada masa Revolusi, pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah
mengalami stagnasi. Baru setelah Negara Republik Indonesia mendapat
pengakuan dunia Internasional dan mulai dapat mengatur pendidikannya,
Muhammadiyah mulai mengaktifkan kembali sekolah-sekolahnya yang
ditutup selama perjuangan kemerdekaan dan membuka sekolah-sekolah
baru. Selanjutnya amal usaha pendidikan Muhammadiyah mulai tumbuh
kembali secara pesat sejak awal tahun 1960-an, sehingga tiga dasawarsa
kemudian lembaga pendidikan Muhammadiyah mencapai 3.845 SD, 340
SMP, 45 SMA, 45 Universitas, 100 Sekolah Guru Agama (PGAP/L), 80
Sekolah Kecakapan Puteri (SKKP, SKKA, SPG/P), 15 SMEA/A dan 25
Fakultas Kejuruan.

13

Pertumbuhan sekolah Muhammadiyah mengalami akselerasi


kembali,
terutama setelah pemerintah Orde Lama membubarkan
Masyumi pada tahun 1959. Banyak para tokoh Muhammadiyah yang
memainkan peranan penting dalam partai itu, karena merupakan satusatunya partai Islam sebagai wadah perjuangan dakwah melalui jalur
politik. Setelah partai itu dianggap bubar,
banyak para tokoh
Muhammadiyah bekas aktivis partai itu terjun kembali ke dunia
pendidikan, karena menurut pandangan mereka pendidikan merupakan
alternatif perjuangan yang efektif untuk menegakkan ajaran Islam. Sudah
jelas bahwa keuntungan bagi Muhammadiyah adalah lembaga pendidikan
dapat berkembang dengan pesat. Namun hal ini juga memiliki kelemahan
dikarenakan sebagian tokoh merasa paling bertanggung jawab, bahkan
merasa paling berhak atas amal usaha tersebut. Hal ini karena hingga
tahun 1975, Pimpinan Pusat Muhammadiyah belum mempunyai pola
pembinaan yang seragan dan efektif terhadap lembaga-lembaga
pendidikannya. Banyak di antara lembaga-lembaga pendidikan
Muhammadiyah itu berjalan sendiri. Namun pada umumnya berjalan
dengan baik dan diakui eksistensinya baik oleh masyarakat maupun
pemerintah, bahkan ada yang mendapat subsidi dari pemerintah.
Ketika Pemerintah Indonesia memasuki era Orde Baru yang banyak
menjanjikan pembangunan di segala bidang kehidupan manusia jasmani
dan rohani peluang bagi pembangunan bangsa semakin besar.
Pemerintah pun dengan berbagai kebijakannya yang menyangkut
persoalanpendidikan memberikan kesempatan yang luas, bukan hanya
kepada Muhammadiyah, tetapi juga kepada semua pihak dari lembagalembaga swasta lainnya. Walaupun hal ini merupakan peluang besar bagi
Muhammadiyah, namun ia juga sekaligus sebagai tantangan, karena
semakin banyaknya lembaga pendidikan swasta yang tumbuh, baik yang
mirip dengan misi Muhammadiyah maupun yang bertentangan, seperti
lembaga-lembaga Missionaris.
Secara kelembagaan,
memang diakui bahwa pendidikan
Muhammadiyah mengalami perkembangan pesat. Hal ini dapat dilihat
dari laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah ketika Muktamar ke-45 di
Malang, dimana lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah tercatat
mencapai jumlah total 5.752 buah sekolah, yang terdiri dari : SD/MI :
2.879, SLTP/ MTs. : 1.716, SMU/SMTA : 934, Pondok Pesantren : 57 dan
PTM : 116. Selama rentang waktu 5 tahun sejak dilaksanankannya
Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000, hingga pelaksanaan Muktamar ke45 tahun 2005 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur,
perbandingan
pertumbuhan
amal
usaha
bidang
pendidikan
Muhammadiyah dapat dilihat pada tabel berikut ini :

14

Tabel 1
Perkembangan Jumlah Amal Usaha Muhammadiyah alam Bidang
Pendidikan
N
o.
1
2
3
4
5

Nama Amal Usaha

Jumlah Tahun Jumlah


Tahun
2000
2005
Sekolah Dasar (SD, MI/MD, dll.)
2.869
2.879
Sekolah
Lanjutan
Tingkat
1.713
1.716
Pertama (SMP, MTs.)
Sekolah Menengah (SMU, SMK,
929
934
MA)
Pondok Pesantren
55
57
Perguruan
Tinggi
132
166
Muhammadiyah
(Universitas,
Sekolah Tinggi, Akademi, dll.)
Jumlah
5.698
5.752

Dilihat dari segi kuantitas, memang lembaga lembaga pendidikan


Muhammadiyah cukup menakjubkan. Betapa banyak rakyat Indonesia,
bukan hanya yang beragama Islam saja yang segala langsung dapat
menikmati pendidikan Muhammadiyah. Namun dari sekian banyak jumlah
lembaga pendidikan Muhammadiyah itu, sering terdengar keluhan bahwa
dari segi kualitas Muhammadiyah masih banyak ketinggalan, baik pada
tingkat pendidikan persekolahan maupun tingkat perguruan tinggi.
Dalam konteks sosiologis,
ketinggalan dalam segi kualitas
pendidikan itu tentu tidak sepenuhnya kelemahan Muhammadiyah.
Karena realitas sosial yang menunjukkan bahwa sebagian masyarakat
Indonesia masih dililit kemiskinan akan mempengaruhi pada kepedulian
dan kemampuannya pada perbaikan pendidikan. Namun demikian,
nampaknya sudah saatnya Muhammadiyah memusatkan perhatiannya
dalam mengatasi persoalan mutu pendidikan ini. Karena dalam kehidupan
kekinian, isu mengenai kualitas Sumber Daya Manusia sudah mutlak
menjadi tuntunan. Jika Muhammadiyah tidak sanggup, maka inilah yang
mungkin merupakan salah satu gejala kemandegan dalam pembaharuan
Muhammadiyah.
Bidang Sosial-Kemasyarakatan
Kenyataan sosial (masyarakat) menjadi pendorong utama berdirinya
Muhammadiyah. Kehidupan masyarakat mencakup berbagai aspek, baik
secara materi maupun non-materi. Dengan demikian,
usaha-usaha
Muhammadiyah dalam bidang kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan
dariaspek-aspek tersebut. Usaha Muhammadiyah dalam pembaruan
15

bidang masyarakat ditandai dnegn berdirinya Pertolongan Kesengsaraan


Oemoem (PKO) menjadi bagian khusus dalam Muhammadiyah dan
selanjutnya dikenal dengan nama PKU. Ide untuk mendirikan badan ini
berangkat dari kenyataan banyaknya orang Islam yang mengalami
kesengsaraan akibat meletusnya Gunung Kelud dan kebakaran di
Yogyakarta.
Setelah mendirikan PKU ini, pada tahun 1922 Muhammadiyah
mendirikan Rumah Yatim Piatu yang pertama. Selanjutnya pada tahun
1926 mendirikan Klinik di Yogyakarta, yang kemudian diikuti oleh daerahdaerah lain seperti Surabaya, Solo dan lain-lain. Dengan berdirinya dua
bentuk layanan sosial itu, maka dapat dikatakan bahwa gerakan sosial
Muhammadiyah yang dikelola oleh PKU sejak awal telah menonjol dalam
bidang penyantunan fakir-miskin,
anak yatim piatu dan bidang
kesehatan.
Dalam usaha melayani fakir-miskin, Muhammadiyah melakukan
perbaikan sistem pengumpulan dan pembagian zakat. Jika sebelum Zakat
dalam bentuk uang atau beras dikumpulkan oleh Kaum, Modin, Naib dan
Pengulu,
yang kesemuanya merupakan para pegawai agama pada
tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Kemudian Zakat itu dibagikan
terbatas pada kalangan mereka saja. Maka Muhammadiyah mengubah
cara-cara seperti itu. Menurut Muhammadiyah, cara tersebut tidak sesuai
dengan ajaran Al-Quran dan As-Sunnah. PKU yang telah dibentuk oleh
Muhammadiyah selanjutnya berfungsi dan sekaligus sebagai amil Zakat
dan pembagian Zakat benar-benar disesuaikan dengan tuntutan Al-Quran
dan Sunnah Rasul, baik mengenai jumlah, waktu pembayaran dan
penerimanya, sehingga Zakat tidak terpusat pada satu kelompok elite
tertentu di kalangan umat Islam.
Panti asuhan Muhammadiyah didirikan pada tahun 1922 sebagai
layanan terhadap anak-anak yatim, yang pada umumnya berasal dari
keluarga tidak mampu. Pendirian panti asuhan ini selain melaksanankan
perintah Allah untuk menyantuni anak yatim, juga dimaksudkan untuk
membantu keluarga yang tidak mampu dalam pemeliharaan dan
pendidikan putra-putrinya. Sebenarnya tradisi menyantuni anak yatim
sudah lama dilaksanankan oleh Kaum Muslimin, oleh karena adanya
perintah Allah itu. Namun pelaksanaannya masih secara individual, dan
pada umumnya hanya memberikan bantuan secara material dengan tidak
memberikan pendidikan kepada mereka.
Tampilnya Muhammadiyah untuk menyantuni anak-anak yatim
dengan mengumpulkannya dalam asrama untuk diberikan perawatan dan
pendidikan merupakan inovasi dalam menyantuni anak-anak yatim. Cara
16

ini pada mulanya hanya menyontoh gerakan Missiolnaris Kristen. Namun


akhirnya mendapat respon positif dari umat Islam sehingga dapat
berkembang dengan pesat. Sampai dengan tahun 1985 pertumbuhan
panti asuhan di lingkungan Muhammadiyah telah mencapai lebih dari 300
buah, suatu jumlah yang paling besar di antara lembaga pengelola panti
asuhan yang ada.
Dalam bidang kesehatan gerakan sosial Muhammadiyah tidak
hanya diarahkan untuk melayani fakir-miskin saja. Layanan kesehatan ini
kelihatannya muncul karena dilatarbelakangi oleh ketertinggalan oleh
umat Islam dalam bidang medis, sementara orang-orang Nasrani dengan
pesat mengembangkan pelayanan kesehatan untuk mendukung
perkembangan missinya. Di samping itu, pendirian rumah sakit dan klinik
juga dimaksudkan untuk mengubah praktik pengobatan tradisiolnal Jawa
yang banyak diwarnai oleh praktik-praktik magis-perdukunan. Meminta
bantuan dukun dengan penyembuhan magis sangat ditentang oleh
Muhammadiyahkarena mengandung unsur-unsur takhayul, syirk, dan
khurafat. Oleh sebab itu, rumah sakit dan klinik Muhammadiyah tidak
hanya sebagai perantara pengobatan murni, akan tetapi juga sebagai
perantara atau bahkan merupakan lahan untuk meyebarluaskan ide-ide
pembaharuan.
Karena amal usaha dalam bidang kesehatan ini dimaksudkan
sebagai sarana dakwah amar maruf nahi munkar, maka Muhammadiyah
harus menyiapkan tenaga-tenaga pengelola badan usaha tersebut yang
memiliki pengetahuan dan berjiwa Muhammadiyah. Untuk itu,
Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dalam bidang
kesehatan yang sesuai dengan misi Muhammadiyah. Para lulusan
pendidikan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebtuhan dalam tenaga ahli
dalam amal usaha Muhammadiyah di bidang layanan kesehatan. Di
samping itu, agar mereka juga dapat membawa missi Muhammadiyah,
terutama sekali dan memiliki ciri khas pelayanan kesehatan yang Islami,
bila mereka bekerja di luar lembaga-lembaga Muhammadiyah.
Perkembangan amal usaha Muhammadiyah dalam bidang
kesehatan ini juga mengalami kemajuan pesat. Berdasarkan laporan
Pimpinan pusat Muhammadiyah pada Muktamar ke-45 di Malang, amal
usaha dalam bidang ini telah mencapai 525 buah, yang terdiri dari
berbagai bentuk layanan kesehatan dari rumah sakit besar sampai balai
pengobatan. Jumlah tersebut belum ditambah dengan jumlah lembaga
pendidikan dalam bidang kesehatan yang secara langsung maupun tidak
langsung para alumninya dapat menyediakan layanan kesehatan bagi
masyarakat. Pusat Lembaga Pendidikan Kesehatan ini diperkirakan
mencapai lebih dari 40 buah.
17

Amal usaha sosial lainnya dalam bidang kemasyarakatan yang


sampai saat ini masih menjadi pusat perhatian Muhammadiyah adalah
penyantunan anak yatim-piatu dan orang-orang jompo. Muhammadiyah
sejak lama, telah memberikan layanan yang berbeda untuk kelompok ini
dengan mendirikan panti asuhan untuk perawatan dan pembinaan
mereka. Pertumbuhan amal usaha dalam bidang ini dari tahun ke tahun
secara kelembagaan selalu meningkat. Peningkatannya yang cukup
mencolok juga terlihat mulai Muktamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000
dengan jumlah 240 panti asuhan, panti jompo, dan lain-lain, ketika
Muktamar ke-45 ini telah mencapai jumlah 474.
Meningkatnya pertumbuhan amal usaha Muhammadiyah dalam
bidang layanan masyarakat mengharuskan Muhammadiyah untuk lebih
intensif dalam pengelolaannya dan pembinaannya. Agaknya dengan
dasar itulah maka Majelis Pembinaan Kesejahtaraan Umat (PKU) mulai
tahun 1990 selanjutnya dikembangkan menjadi dua Majlis, yaitu Majlis
Pembina Kesehatan (MPK) dan Majlis Pembina Kesejahteraan Sosial
(MPKS) dan selanjutnya mulai Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta
diubah lagi namanya menjadi Majlis Kesehatan dan Kesejahteraan
Masyarakat (MKKM). Langkah pengembangan majlis tersebut dapat dinilai
sebagai kemajuan yang dicapai oleh Muhammadiyah dalam meresponi
kondisi sosial, karena dengan itu, masing-masing Majlis akan lebih dapat
perhatiannya dalam mengelola, membina, dan mengembangkan amal
usahanya.
Selain amal usaha dalam bidang kehidupan sosial secara umum,
Muhammadiyah juga berusaha merealisasikan gerakan dakwah Islamnya,
yang tidak secara langsung mempunyai dampak sosial, namun memiliki
dampak sosiologis yang besar dan luas. Diantaranya adalah
pembangunan tempat-tempat ibadah dan pengelolaan Lembaga Dakwah
Khusus
(LDK).
Dalam
bidang
pembangunan
sarana
ibadah,
Muhammadiyah telah membangun lebih dari 3000 Masjid dan Mushalla,
yang terbesar di pelosok tanah air. Dalam tradisi Muhammadiyah,
pembangunan sarana ibadah biasanya muncul dari kehendak masyarakat
setempat, dengan ketentuan bahwa daerah setempat telah harus sudah
ada sekurang-kurangnya Pimpinan Ranting Muhammadiyah dari tanah
wakaf yang disediakan secukupnya. Dari sini dapat dilihat adanya
dinamika masyarakat setempat dalam partisipasi untuk membangun
sarana ibadah tersebut. Sedangkan pembangunannya dilaksanakan
dengan cara bergotong royong, dan Muhammadiyah kadang-kadang
menyediakan dana secukupnya,
tetapi ada kalanya juga hanya
memberikan persetujuan saja.

18

Lembaga Dakwah Khusus Muhammadiyah bermula dari program


pengiriman Dai (Muballigh) yang dimulai sejak tahun 1975, dengan
nama Badan Dakwah dan Bimbingan Masyarakat Terasing (BDBMT).
Namun program ini pada Muktamar ke-41 tahun 1985 di Solo, secara
resmi diubah menjadi LDK.
Di antara program-program yang dilaksanakan oleh LDK ini adalah
pengiriman Dai
(Muballigh) untuk masayarakat suku terasing,
transmigrasi dan masyarakat tertentu lainnya.
Para Dai itu diberi tugas pokok, yaitu :
Menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang atau kelompok
masyarakat yang hidup terasing serta orang-orang atau kelompok
masyarakat yang belum sampai seruan Islam kepadanya,
dan
membimbing mereka yang masih hidup terasing agar dapat
mengembangkan dirinya, keluarga, dan lingkungannya, baik lahir
maupun bathin secara wajar, sehingga dapat menjalankan hak dan
kewajibannya, sebagai warga negara yang baik dan menjadi seorang
Muslim yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Di samping itu, mereka juga diberi tugas tambahan yang pada
umumnya berkenaan denga tugas-tugas Muhammadiyah secara
organisatoris.
LDK disamping melaksanakan tugas-tugas keagamaan secara
murni,
juga melaksanakan tugas-tugas sosial yang besar,
bahkan
menyangkut tugas secara Nasional. Hal ini dapat dilihat dari hasil-hasil
yang telah dicapai oleh LDK Muhammadiyah itu,
yang meliputi
pengiriman 135 orang Dai dan 30 orang Dai pembantu yang berasal dari
penduduk setempat,
membina 13.983 orang Muallaf. Memberikan
beasiswa kepada putra Muallaf sebanyak 15 orang yang sedang belajar di
Pondok Pesantren, mendirikan 57 ranting dan 4 cabang Muhammadiyah,
serta memiliki warga binaan sebanyak 134.848 jiwa.
Tugas-tugas yang dilakukan oleh Muhammadiyah tidak hanya
sekedar memenuhi tuntutan kemanusiaan belaka. Akan tetapi alasan
yang lebih mendasar adalah bahwa pelaksanaan amal sosial ini memiliki
landasan transendental dari sejumlah ayat-ayat Al-Quran maupun AlHadits.
Menurut A.R. Fachrudin, salah seorang tokoh Muhammadiyah, ada
ayat-ayat khusus untuk individu, namun justru lebih banyak lagi ayatayat yang pelaksanaannya bersifat kolektif. Jika diperhatikan sifat-sifat
pengalamannya,
maka amalan-amalan itu mencakup amalan yang
bersifat ritual-vertikal, yang kebanyakan pedomannya sudah jelas, dan
19

amalan yang bersifat sosio-horizontal (kemasyarakatan),


bagi
Muhammadiyah, kedua amalan tersebut, --individual dan sosialharus
dilaksanakan dan disempurnakan.
Dasar pemikiran di atas menunjukkan bahwa antara amalan
individual dan sosial sama pentingnya, sehingga tidak dapat dipandang
sebagai sesuatu yang berbeda dari segi pahalanya apabila kedua amalan
itu dikerjakan. Dengan pandangan yang tidak mengesankan dikotomis
itulah yang menyebabkan amal usaha Muhammadiyah semakin hari
semakin meningkat dan dapat dimanfaatkan oleh semua warga Bangsa
Indonesia pada umumnya. Karena baik amalan ubudiyah yang bersifat
individual maupun amalan sosial, keduanya dinilai sebagai ibadah.

Bidang Ekonomi
Kehidupan ekonomi merupakan bagian terpenting pula dalam
kehidupan sosial,
seperti halnya persoalan-persoalan yang telah
dibicarakan di atas. Tetapi karena masalah ekonomi bukan hanya hal-hal
yang berkenaan dengan soal kekayaan atau kemiskinan saja, melainkan
juga meliputi soal bagaimana memperoleh kekayaan dan mengatasi
kemiskinan, pendistribusian aset-aset ekonomi, perlindungan hak-hak
dan lain-lain, maka ekonomi menjadi persoalan khusus pula dalam
Muhammadiyah.
Suatu gerakan sosial dengan misi apapun juga tidak akan
memisahkan diri dari kegiatan perekonomian, walaupun dengan tegas
menyatakan dirinya sebagai gerakan nir-laba. Oleh sebab itu,
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial-keagamaan juga tidak dapat
berbuat banyak jika tidak ditopang oleh kehidupan ekonomi, setidaknya
dari para anggotanya.
Sebuah pesan dari K.H.A. Dahlan yang sangat populer di kalangan
Muhammadiyah adalah,
jangan kamu mencari penghidupan dari
persyarikatan kita Muhammadiyah, tetapi berusahalah menghidupkan
Muhammadiyah. Pesan tersebut mengandung kesan filosofis yang tinggi
di kalangan Muhammadiyah. Hal ini berarti bahwa setiap warga
Muhammadiyah harus memiliki kehidupan ekonomi yang cukup sehingga
tidak menjadi ebban atau membebani Muhammadiyah. Selain itu juga,
dengan mapannya kehidupan ekonomi maka akan dapat menghidupi
Muhammadiyah. Isyarat yang penting dari pesan K.H.A. Dahlan tersebut
adalah bahwa kehadiran Muhammadiyah hendaknya merupakan alternatif
bagi meningkatnya kehidupan ekonomi umat Islam yang relatif lumpuh
akibat penjajahan Belanda.
20

Meskipun dalam kenyataannya Muhammadiyah sejak dari awal


hingga kini tidak menamakan dirinya sebagai gerakan ekonomi, tetapi
karena masalah sosial yang menjadi obyek gerak Muhammadiyah, maka
bidang inipun turut menjadi perhatian besar bagi Muhammadiyah. Pada
awalnya kegiatan ini dimaklsudkan untuk mengatasi kehidupan ekonomi
yang muncul dalam bentuk kemiskinan yang melilit mayoritas umat Islam.
Sementara dari kelompok orang kaya tidak tersentuh hatinya untuk
menyantuni mereka.
Muhammadiyah memulainya dengan menggiatkan pengumpulan
Zakat, Infaq, dan Shadaqoh, kemudian mendistribusikannya untuk
menyantuni kaum dhuafa. Kegiatan ini masih dikelola langsung oleh PKU.
Muhammadiyah berusaha menggerakkan jiwa para hartawan
dengan menyegarkan pemahaman agama mengenai pentingnya Zakat,
Infaq, dan Shadaqoh itu untuk dilaksanakan sebagai bukti kepatuhan dari
perintah Allah dan manfaatnya bagi kepentingan orang lain,
serta
kepentingan dakwah Islam. Sementara itu, terhadap anggota yang masih
lemah kondisi kehidupan ekonominya selalu diberikan dorongan dan
bimbingan untuk bekerja keras dan tidak boros. Perhatian Muhammadiyah
terhadap masalah ekonomi semakin nyata dengan terbentuknya Majlis
Ekonomi yang khusus diarahkan untuk menangani masalah ekonomi, baik
untuk kepentingan persyarikatan secara internal maupun untuk
kemaslahatan umat Islam sebagai realisasi dari gerakan dakwahnya.
Sejalan dengan misi gerakan dakwahnya itu, Majlis Ekonomi berusaha
untuk memberikan bimbingan kehidupan ekonomi, terutama pada para
anggotanya, dengan memberikan garis-garis pedoman sebagai berikut :
1. Merumuskan dasar, tujuan, dan sistem ekonomi Islam.
2. Menggiatkan para anggota Muhammadiyah dalam bidang
perekonomian.
3. Mendorong
terbentuknya
wadah
atau
dasar
organisasi
perekonomian Islam di luar Persyarikatan.
4. Memberikan bantuan dan bimbingan kepada organisasi tersebut
dan menjalin hubungan kerja sama dengan Muhammadiyah.
5. Mengusahakan bantuan dan fasilitas kepada pemerintah dan badanbadan lain yang berkenaan dengan bidang ekonomi.
Usaha Muhammadiyah dalam bidang ekonomi seperti tercermin
dalam butir-butir garis pedoman tersebut masih terlihat terlalu umum,
sehingga belum mencerminkan adanya keseriusan dalam menggarap
masalah ekonomi. Kecenderungan dari garis pedoman berekonomi di atas
adalah pada etika moral ekonomi, yaitu bagaimana agar sesuai dengan
ketentuan jiwa ajaran Islam. Dengan demikian Muhammadiyah belum
mampu menjamah persoalan bagaimana menciptakan lembaga lembaga
21

ekonomi agar secara praktis agar meningkatkan taraf ekonomi umat.


Disinilah agak kelemahannya Muhammadiyah yang masih dirasakan
hingga sekarang.
Kesulitan dalam hal ini, sebenarnya bukan hanyakarena memang
gerakan ini bukan gerakan ekonomi,hanyalah merupakan melainkan
kegiatan ekonomi konsekuensi logis dari sebuah gerakan logis. Namun
juga karena masih terdapat kekhawatiran yang mendalam di kalangan
anggota Muhammadiyah apabila organisasi ini intensif bergerak dalam
lembaga lembaga ekonomi, jika kelak akan menyeret organisasi ini
sebagai sebuah korporasi. Jika hal ini terjadi, maka akan memperderas
arus yang mengikis jiwa keikhlasan dari para anggota dan simpatisan
Muhammadiyah. Alasan mendasar lainnya adalah belum adanya
kemampuan Muhammadiyah untuk berijtihad kembali dalam persoalan
hukum syariah dan akhlak yang kesemuanya cenderung mengandalkan
pelaku ekonomi
bersifat selalu impersonl, pada hal perkembangan
ekonomi kontemporer menuntut pelaku yang semakin impersonal.
Oleh karena Muhammadiyah tidak memiliki sejarah dalam
usaha ekonomi secara impersonal itu, maka selalu ketinggalan dalm
melangkah di bidang ekonom. Pada hal Muhammadiyah terutama pada
lembaga lembaga amal usahanya tidak dapat menghindarkan diri dari
persoalan ini.
Namun pada perkembangan akhi r akhir Muhammadiyah
mulai intensif perhatian dalam persoalan ekonomi, terutama sejak usai
muktamar ke-41 tahun 1985. Hal ini dapat dilihat misalnya pada
perubahan anggaran dasarnya; membimbing kearah perbaikan kehidupan
dalam ekonomi, sesuai dengan ajaran Islam dalam rangka pembangunan
manusia seutuhnya. Selain itu, di dalam muktamar tersebut juga muncul
adanya usulan usulan yang di tunjukan pada Majlis Ekonomi:
Agar Majlis Ekonomi dapat membuat tuntutan praktis dan
menyelanggarakan penataran penataran kepada pengusaha di lingkungan
Muhammadiyah untuk memajukan usahanya, dan supaya Majlis Ekonomi
mengadakan usaha usaha atau langkah langkah dalam rangka
menanggulangi penangguran.
Kedua usulan yang berkembang itu pada intinya telah di
selenggarakan pada rumusan program Majlis Ekonomi 1985-1990 dan di
tindak lanjuti oleh rakernas pada tahun i987 di Jakarta.
Usaha- usaha Muhammadiyah pendirian PT. Solar Global
Internasional oleh Majlis Ekonomi pimpinan pusat Muhammadiyah pada
tahun 1999, selanjutnya amal usaha ekonomi Muhammadiyah terus
22

berkembang, pada tahun 2002, Majlis Ekonomi bekerjasama dengan


Majlis Pembina Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat berhasil
mendirikan PT. Surya Husada yang bergerak dalam bidang distribusi obat
dan konsultan rumah sakit.
Di sisi lain, PT. Solar Global Internasional terus mengembangkan
sayapnya dengan menjadi Holding Company, yang kemudian melalui
kerjasama dengan WICS Libya mendirikan PT. Solar Sahara Investment
(SSI),
perusahaan ini kemudian berhasil mengakuisisi sejumlah
perusahaan sehingga perusahaan di bawah Group Solar ini menjadi 10
perusahaan. Di antaranya adalah PT. Solar Sentra Distribusi (bergerak
dalam bidang distribusi goods dan bisnis waralaba), PT. Solar Sahara Mina
(usaha pemasaran ikan kerapu), PT. Solar Motor (distribusi spare part
motor), PT. Inkomas Lestari, yang sejak semula diakuisisi oleh PT. SSI.
Oleh karena ketidakefektifan Group Solar ini sehingga tidak
memberikan keuntungan bagi Muhammadiyah, maka selanjutnya PT. SGI
diubah namanya menjadi PT. Surya Mitra Indonesia (Holding Company),
yang saat ini sedang merintis tiga anak perusahaan baru, yaitu : PT.
Surya Mitra Capital (bisnis reksadana surya), PT. Surya Mitra Usaha
(usaha ventura), PT. Surya Mitra Edukasi (program e-learning).
Hal
menarik
dalam setiap badan usaha
yang
dimiliki
Muhammadiyah itu adalah bahwa badan usaha tersebut tidak secara
langsung mencantumkan nama Muhammadiyah, mungkin hal ini untuk
menghindari adanya kesan korporatif dari organisasi ini. Karena
bagaimanapun juga, sistem dan pengelolaan antara badan usaha yang
bersifat korporatif dan Muhammadiyah tetap berbeda.
Di samping usaha perekonomian dalam dunia usaha bisnis atau
perdagangan, usaha yang tidak secara langsung bergerak dalam usaha
bisnis-pun telah banyak dibuat oleh Muhammadiyah. Seperti melalui
dunia pendidikan dan pelatihan-pelatihan. Walaupun usaha semacam ini
tidak secara langsung berkenaan dengan persoalan ekonomi, tetapi
pengaruhnya terhadap peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
dapat mendorong peningkatan taraf kehidupan dalam ekonomi sangat
besar artinya. Dalam hal ini,
lembaga-lembaga pendidikan formal
Muhammadiyah, terutama pendidikan kejuruannya memang memegang
peranan yang sangat penting.
Banyak diungkapkan oleh para analis bahwa kurangnya
pengetahuan merupakan salah satu sumber kemiskinan, dan kemiskinan
semacam ini dapat dikatakan kemiskinan secara struktural. Hal ini
diakibat karena kemiskinan tersebut diakibatkan oleh struktur
masyarakat, tentu masyarakat yang pendidikannya kurang memadai.
23

Muhammadiyah dengan berbagai lembaga pendidikannya dapat merubah


struktur sosial tersebut dan dapat pula meningkatkan kehidupan ekonomi.
Itu jugalah yang mendorong Muhammadiyah menyelenggarakan
pendidikan-pendidikan yang mengarah pada kejuruan seperti : SMEA,
STM, SMKK, Lembaga-lembaga Kursus Keterampilan, Akademi dan lainlain. Pendidikan semacam ini lah yang pada saat ini semakinmenjadi
alternatif, terutama dalam mempersiapkan tenaga-tenaga siap pakai.

24

Anda mungkin juga menyukai