Penyakit Menular Dan Gizi Buruk
Penyakit Menular Dan Gizi Buruk
Richard Yehezkiel
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11510
10.2011.044
Pendahuluan
Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya.
Departemen Kesehatan RI telah menyusun prioritas sasaran penanggulangan penyakit
menular pada Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009. Penyakitpenyakit menular yang sering terjadi yaitu ISPA, TBC, diare, dan penyakit kulit.1
Selain masalah penyakit menular, masalah gizi di Indonesia juga harus di perhatikan
yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak
seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak
balita(dibawah usia 5 tahun) dan ibu hamil serta menyusui merupakan termasuk salah satu
kelompok masyarakat yang rentan gizi. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam
infeksi serta berada dalam status gizi rendah.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi adalah penyakit yang sering
diderita oleh balita,frekuensi terserang penyakit, jumlah anggota keluarga, pemberian ASI,
kelengkapan imunisasi, pola asuh balita, dan asupan makanan.
Gizi Buruk merupakan suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi
yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang
Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai.
Upaya penanggulangan masalah gizi terutama difokuskan pada ibu hamil, bayi, dan
anak balita, karena mereka ini adalah golongan rawan yang paling rentan terhadap
1
kekurangan gizi serta besarnya dampak yang dapat ditimbulkan. Masalah gizi bukan hanya
masalah kesehatan, tetapi menyangkut masalah sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat.
Dengan demikian, upaya penanggulangan masalah gizi harus dilakukan secara
sinergis meliputi berbagai bidang seperti pertanian, pendidikan dan ekonomi dengan fokus
pada kelompok miskin.1
Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular dipakai dengan maksud untuk membedakan kelompok
penyakit penyakit lainnya yang tidak termasuk dalam penyakit menular. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mempergunakan istilah penyakit kronis untuk penyakit penyakit
tidak menular. Yang dimaksud dengan penyakit kronis ini memang jenis jenis penyakit
yang bersifat kronis, dan tidak memperhatikannya dari segi apakah menular atau tidak. 2
Karakteristik Penyakit Tidak Menular (PTM) :
Berbeda dengan Penyakit Menular, PTM mempunyai beberapa karakteristik tersendiri seperti
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
menetapkan hubungan antara paparan dengan penyakit dapat disebabkan oleh faktor-faktor
berikut2,3:
1.
2.
3.
4.
5.
ISPA
ISPA adalah suatu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, baik dinegara
berkembang maupun dinegara maju. Episode penyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4kali per tahun),artinya seorang
balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ
pernapasan berupa hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Bakteri penyebab ISPA antara
lain adalah dari genus Streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus,
Bordetella dan Corinebacterium. Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.
Cara penularan penyakit ISPA
Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Jasad renik yang
berada diudara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan
menimbulkan infeksi. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau bernafas, bakteri
atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada orang lain (orang lain
menghirup kuman tersebut).4
3
Epidemiologi
Agent
Proses terjadinya penyakit disebabkan oleh agent atau penyebab penyakit, manusia
atau host, dan juga factor lingkungan yang mendukung. Agent pada ISPA merupakan
bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptcocus,
Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Bakteri
tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian
atas yaitu tenggorokan dan hidung.4
Host
Ada beberapa factor yang bias mempengaruhi host pada penyakit yaitu, umur, status
gizi, status ASI, status imunisasi, dan juga berat badan saat lahir. Faktor faktor
tersebut sangat berpengaruh pada penyakit.
Environtment
Berdasarkan KepMenkes RI No.829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan
menetapkan bahwa ruang tidur minimal 8m 2 dan tidak dianjurkan untung 2 orang
atau lebih dalam sebuah ruangan kecuali untuk anak di bawah 5 tahun. Dengan
banyaknya penghuni maka kada O2 akan turun dan CO2 akan meningkat yang
menyebabkan penurunan kualitas udara dalam suatu ruangan, yang akan
menyebabkan peningkatan resiko pada ISPA.
Penggunaan anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk
dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan, karena menghasilkan asap yang
bau sehingga bias menyebabkan peningkatan resiko ISPA. Dan banyak faktor lain,
seperti bahan bakar untuk memasak dan juga keberadaan perokok yang dapat
-
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3
tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat.6,7
Penularan diare
Diare dapat menular dengan ada kontak dengan feses yang terinfeksi secara langsung
yang bisa dijelaskan seperti memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi,
bermain dengan mainan yang terkontaminasi, penggunanaan sumber air yang
tercemar, pencucian alat makan yang tidak bersih, tidak mencuci tangan dengan
-
bersih
Penyakit kulit
Ini adalah salah satu jenis penyakit menular yang banyak sekali jenisnya, dan mudah
menular dari satu orang ke orang lain. Penularan yang paling sering terjadi adalah
melalui kontak langsung atau kita menggunakan barang yang juga dipakai oleh
penderita, contohnya handuk, baju, dll.Contoh : cacar air, kudis, panu, dll.5
TBC
WHO memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia, kurang lebih sejumlah 2
bilyun orang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.Angka infeksi tertinggi di
Asia Tenggara, Cina, India dan Amerika Latin.Data yang dilaporkan WHO Indonesia
menempati urutan nomor tiga setelah india dan cina yaitu dengan angka 1,7 juta orang
Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati, tiap satu orang penderita tuberkulosis
akan menularkan pada sekitar 10 sampai 15 orang dan cara penularannya dipengaruhi
berbagai factor.8
Penularan TBC
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti udara dalam
rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang, gedung pertemuan,
dan kereta api berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara langsung, menghirup udara
bercampur bakteri TB lalu terinfeksi, lalu menderita TB, tidak demikian. Masih
banyak variabel yang berperan dalam timbulnya kejadian TB pada seseorang, meski
orang tersebut menghirup udara yang mengandung kuman. Sumber penularan adalah
5
penderita TB dengan BTA (+). Apabila penderita TB batuk, berbicara atau bersin,
maka bakteri TB akan berhamburan bersama droplet nafas penderita yang
bersangkutan, khususnya pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.8,9
Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan serta menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja (Depkes RI, 2004). Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan kesehatan
yang menyeluruh yang meliputi pelayanan promotif (peningkatan kesehatan), preventif
(upaya pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan
tersebut ditujukan kepada semua penduduk, dengan tidak membedakan jenis kelamin dan
golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
Pemberdayaan Masyarakat
Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Penyelenggaraan Posyandu pada hakekatnya dilaksanakan dalam satu bulan
kegiatan, baik pada hari buka Posyandu maupun di luar hari buka Posyandu. Hari buka
Posyandu sekurang-kurangya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih sesuai
dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka Posyandu dapat lebih dari satu kali
dalam sebulan. Satu buah Posyandu mencangkup 100 anak balita.10
Sasaran
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, terutama:
1. Bayi
2. Anak Balita
3. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, dan ibu menyusui
4. Pasangan Usia Subur (PUS)
Fungsi
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari
petugas kepada masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan
dengan penurunan AKI dan AKB.
Manfaat
1. Masyarakat
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan
dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB
b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait kesehatan ibu dan anak
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait
2. Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat
a. Memperoleh informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan
penurunan AKI dan AKB
b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan
masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB
3. Puskesmas
8
2. PENIMBANGAN BALITA OLEH KADER
3. PENGISIAN
KMS OLEH
KADER
5. PELAYANAN
KESEHATAN
OLEH
PETUGAS
4.
PENYULUHAN
OLEH KADER
b. Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:11
1) Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan
2)
3)
4)
5)
lahir (vagina).
Pemberian vitamin A dan tablet besi.
Perawatan payudara.
Senam ibu nifas.
Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan
pemerikasaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi
fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas. 6
c. Bayi dan Anak Balita
Jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup:
1. Penimbangan berat badan.
2. Penentuan status pertumbuhan.
3. Penyuluhan.
4. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan,
segera merujuk ke Puskesmas.
2. Keluarga Berencana
Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian
kondom dan pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan suntikan KB,
dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan
pemasangan IUD.
3. Imunisasi
9
rutin atau survey khusus, pengolah dan analisis data serta penyaji informasi
- Tersedianya instrument pengumpulan dan pengolahan data
- Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data
- Tersedianya biaya operasional surveilans gizi
Indikator Proses
- adanya proses pengumpulan data
- Adanya proses editing dan pengolahan data
- Adnya proses pembuatan laporan dan umpan balik hasil surveilans gizi
- Adanya proses sosialisasi atau advokasi hasil surveilans gizi
Indikator Output
- tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan
- Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)
- Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
- Tersedianya informasi rumah tangga yang menonsumsi garam beriodium
- Tersedianya informasi balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A
- Tersedianya informasi ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
- Tersedianya informasi kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi
- Tersedianya informasi penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana
- Tersedianya informasi data terkait lainnya (sesuai kondisi dan situasi daerah)
Pencegahan
ISPA
Pencegahan Tngkat Pertama
11
Ditujukan kepada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health
promotion) dan pencegahan khusus (specific prevention),diantaranya:
Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh tenaga ksehatan dimana kegiatan in diharapkan dapat
mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor
resiko terjadinya ISPA.kegiztzn penyuluhzn ini dapat berupa penyuluhan penyakit
ISPA,penyuuhan ASI eksklusif,penyuluhan gizi seimbang paa ibu dan anak,penyuluhan
kesehatan lingkungan,penyuluhan bahaya rokok
Imunisasi
Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi agar anak memperoleh kekebalan dalam
tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT. Imunisasi DPT salah satunya
dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi
saluran nafas.
Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik
untuk bayi.
Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup
protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di
peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau
minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai
dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.
Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
Program penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi baik
di dalam maupun di luar rumah. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama
bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup
sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya
memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat.
Pencegahan Tingkat Kedua
12
Diare
1. Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan
faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan
pemberian imunisasi.
1. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh
manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan
pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan
kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air
sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan
beberapa penyakit menular termasuk diare .
2. Tempat pembuangan tinja
13
mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat
lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare,
pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung
empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya,
risiko mendapatkan diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak
diberi ASI. 2
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare lebih rendah.
Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan
keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang
sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan pertama
kehidupan.
5. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan
perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan
yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air
minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat
tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke
tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan
penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja
serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.
Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya
mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah
menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum
menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung
dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat
keluarga membuang tinja anak.
Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama
yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare
bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat
menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu
cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya diare.
6. Imunisasi
15
secepat
mungkin
setelah
usia
sembilan
bulan.
2. Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau
yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi)
dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah
makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk
menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang
perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan
kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan
dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki
efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter.
3. Tersier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan
dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan
pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga
dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit
diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi
dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita
dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental
kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga
kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau
bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
16
TBC
Pencegahan
1. UPAYA PROMOTIF dan PREVENTIF
Berkaitan
dengan
perjalanan
alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan
yang dapat dilakukan antara lain :
Pencegahan Primer2,4,5
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa PraKesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan.Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah
rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan
dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku
masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran serta
masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.Dalam program
penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk
menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek,
penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai
sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan
kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan
17
bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas,
untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari suatu penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat
disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara
pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO,
sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan oleh
tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan media massa.
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung
perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina
hubungan yang baik antara petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan
penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah, puskesmas, posyandu, dan
lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada.Supaya komunikasi dengan penderita bisa
berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat
dimengerti oleh penderita.Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai
masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya.Supaya komunikasi berjalan
lancar, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat,
penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan
perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka.Dengan demikian,
penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti.11
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang
penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha
memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita serta
pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia
yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan
c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima
oleh keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan bahwa
pasien tidak tahu tentang TB.
18
b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok
orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya.
Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat
berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya menangkap isi pesan
yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga (gambar atau symbol) maka
isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti gunakan alat Bantu
penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan jelas.
c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita,
tetapi
juga
masalah
bagi
masyarakat,
oleh
karena
itu
keberhasilan
dan
TV)
akan
menjangkau
masyarakat
umum.
Bahan
cetak
TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
20
Kesimpulan
Dengan melakukan analisa pada penyakit menular dan tidak menular, serta gizi buruk
pada masyarakat sekitar, dan juga dilakukan program program yang cukup untuk mengatasi
hal tersebut, maka hasil evaluasi pada puskesmas T akan lebih baik.
Daftar Pustaka
1. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Edisi ke-2. Jakarta: Rineka Cipta,2009.
h.223-82.
2. Widyastuti P, Hardiyanti E.A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC, 2005.h.120150.
3. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2001.h.13-21.
4. Depkes R.I.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafas
anAkut, Dirjen PPM & PLP. 2002.h.10-32
5. Soegeng S. Buku ajar ilmu kesehatan anak,infeksi dan penyakit tropis. Edisi I. 2002.
Bagian ilmu kesehatan anak FKUI:jakarta. P. 125-136
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diare akut dalam Standart Pelayanan Medis Kesehatan
Anak Edisi I 2004.h.49-52. Diare
7. Nelson,WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.Jakarta:
EGC. 2000 .h.1028
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2002.h.76-80.
9. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI.
2006.h.21-45. Tbc
10. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk pelaksanaan surveilans gizi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2011.h.7-22. Gizi buruk
11. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara; 1996. h.91118.
12. Satgas Imunisasi Dewasa Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Pedoman
Imunisasi Orang Dewasa.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.2009.hal.135.
21