Anda di halaman 1dari 83

Keutamaan Petrus (1): Menurut

Kitab Suci
Sebagai pemimpin, sebagai wasit
Hari Minggu 7 Feb 2010 yang lalu adalah hari yang penting bagi para
penggemar football di Amerika. Beribu-ribu orang, kalau tidak berjuta-juta
orang, menonton pertandingan Super bowl ini melalui televisi. Di tengah
hiruk pikuknya pertandingan ini, sebenarnya kita sebagai umat beriman
dapat belajar sesuatu. Yaitu, bahwa meskipun ada peraturan yang jelas
dalam permainan football ini, tetapi toh ternyata dalam pelaksanaannya
dibutuhkan wasit yang mengawasi jalannya pertandingan, agar peraturan
permainan dapat dilaksanakan dengan baik. Demikianlah analogi sederhana
ini pernah digunakan oleh Cardinal Henry Newmann untuk menggambarkan
tugas Magisterium (Wewenang Mengajar) dalam kehidupan Gereja. Walau
sudah ada aturannya yang tertulis dalam Kitab Suci, namun tetap diperlukan
otoritas untuk menerapkannya, dan tugas ini dilakukan oleh Magisterium
dengan melibatkan Tradisi Suci, yang berawal dari kuasa yang diberikan oleh
Yesus kepada Rasul Petrus, yang atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nya (Mat
16:18).
Di luar perkiraan banyak orang, sesungguhnya doktrin tentang keutamaan
Paus ini, mempunyai dasar yang cukup jelas dan paling mudah dibuktikan.
Demikianlah yang akan kami jabarkan dalam artikel seri mengenai
keutamaan Petrus (the Primacy of Peter), yang dituliskan dengan mengambil
sumber utama dari buku karangan Stephen K. Ray, Upon this Rock, San
Francisco: Ignatius, 1999. Ray, yang adalah seorang convert dari evangelis
Protestan, menyadari bahwa masalah utama yang memisahkan umat Katolik
dan Protestan adalah hal otoritas. Protestan percaya hanya kepada otoritas
Kitab Suci, sedangkan, Gereja Katolik pada kesatuan antara Kitab Suci,
Tradisi suci dan Magisterium. Artikel seri berikut ini dituliskan untuk
menunjukkan dasar pengajaran Gereja Katolik tentang keutamaan Rasul
Petrus, yang bersumber dari Kitab Suci, pengajaran para Bapa Gereja dan
fakta sejarah:
1. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut Kitab Suci ( bagian 1)
2. Bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma (bagian 2)
3. Tanggapan terhadap mereka yang menentang keberadaan Petrus di Roma
(bagian 3)

4. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut Dokumen awal Gereja


(bagian 4)
5. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut selama 500 tahun
Gereja awal (bagian 5)
6. Keutamaan Petrus (the Primacy of Peter) menurut ajaran Gereja Katolik,
dalam Konsili Vatikan I dan Konsili Vatikan II. (bagian 6- selesai)
Mari kita sekarang memulai bagian pertama yaitu Keutamaan Petrus (the
Primacy of Peter) menurut Kitab Suci.

Keutamaan Petrus dalam kitab Perjanjian Baru


1. Yesus memilih kedua belas rasul, yang dimulai dengan Simon Petrus.
Banyak ayat dalam Kitab Suci yang selalu menyebutkan Petrus sebagai yang
pertama dari semua rasul yang lain, dan Yudas di urutan terakhir (lih. Mat
10:1-4; Mrk 3:16-19; Luk 6:14-16; Kis 1:13). Kadang-kadang para rasul
disebut sebagai Petrus dan teman-temannya (Luk 9:32). Petrus sering
berbicara atas nama semua rasul (Mat 18:21; Mrk 8:29; Luk 12:41; Yoh 6:69).
Nama Petrus ditulis di dalam Alkitab sebanyak 191 kali (162 kali sebagai
Petrus atau Simon Petrus, 23 kali sebagai Simon, and 6 kali sebagai Kephas).
Sebagai perbandingan, Yohanes hanya disebut sebanyak 48 kali. Archbishop
Fulton Sheen pernah menghitung bahwa semua nama rasul digabungkan
hanya disebut 130 kali. Semua hal ini menunjukkan keutamaan Rasul
Petrus jika dibandingkan dengan rasul-rasul yang lain.[1]
2. Rasul Petrus memegang peran sebagai yang pertama di banyak
kesempatan. Di awal pemberitaan-Nya, Yesus memilih untuk mengajar orang
banyak dari perahu Simon (Luk 5:3). Rasul Petruslah yang berinisiatif untuk
berjalan di atas air (Mat 14: 28-31). Rasul Petruslah yang dipilih oleh Tuhan
Yesus untuk mengambil koin dari mulut ikan untuk membayar pajak bagiNya
dan bagi Petrus sendiri (Mat 17: 24-27). Petruslah yang menerima wahyu
dari Allah Bapa sehingga dapat mengenali identitas Yesus sebagai Putera
Allah (Mat 16:16).
Yesus mengubah nama Petrus, yang semula bernama Simon, menjadi Kepha/
Petrus yang artinya, Batu Karang untuk menunjukkan penugasan yang
baru yang diberikan oleh Kristus kepadanya (Mat 16:13- 20)
Walaupun demikian, Petrus juga ditegur oleh Yesus atas pengertiannya yang
keliru tentang Mesias (Mat 16:23). Maka kita mengenal sifat dasar Petrus
yang pemberani namun sering terlalu cepat bertindak, tanpa berpikir terlalu

jauh, seperti terlalu cepat menjanjikan kesetiaan sebagai seorang martir


namun kemudian malah menyangkal Yesus tiga kali; walaupun ia akhirnya
bertobat (Mat 26:35; Luk 22:57-62). Di lain kesempatan ia terlalu cepat
menggunakan pedang untuk memotong telinga Malkus (Yoh 18:10). Namun
demikian, sesungguhnya Petrus mempunyai hati yang lembut, dan peka
terhadap dosa dan kelemahannya (Luk 5:8; 22:61-62).
Kelemahan Petrus ini tidak mengubah kenyataan bahwa ia tetaplah terhitung
sebagai yang pertama di antara para rasul. Petrus selalu disebut pertama
kali di antara para rasul yang dipilih Yesus, untuk melihat-Nya dimuliakan di
atas gunung Tabor (Mrk 9:2-9, 2 Pet 1:18); untuk mempersiapkan Perjamuan
Terakhir (Luk 22:8); dan untuk melihat Yesus setelah kebangkitan-Nya (Luk
24:34; 1 Kor 15:5). Petruslah yang secara khusus didoakan oleh Yesus dan
diberi tugas untuk menguatkan saudara-saudaranya yang lain (lih. Luk
22:32; Yoh 21:15-17). Segera setelah Yesus naik ke surga, Petrus mengambil
alih kepemimpinan para rasul dengan mengambil inisiatif untuk memilih
pengganti Yudas yang mengkhianati Yesus (Kis 1:15-26). Setelah Pentakosta,
Petrus tampil mewakili para rasul mengkhotbahkan pesan Injil (Kis 1:14-40)
yang mengkibatkan 3000 orang untuk dibaptis pada hari itu.
3. Setelah Pentakosta, peran kepemimpinan Petrus-pun jelas terlihat: Petrus
mengubah kebiasaan Gereja yang hanya membaptis umat Yahudi, dengan
membaptis Kornelius, umat non- Yahudi, beserta seisi rumahnya (Kis 10 dan
11). Paulus pun menemui Petrus (Kepha) dan tinggal bersamanya selama 15
hari (Gal 1:18), selanjutnya Paulus mendatangi Petrus lagi di Yerusalem
dengan menjabarkan Injil yang diberitakannya (Gal 2:2) agar usahanya tidak
percuma. Rasul Petrus juga membuat keputusan otoritatif di Konsili
Yerusalem mengenai sunat (Kis 15). Sesudah Konsili Yerusalem, Rasul Petrus
mengadakan perjalanan ke banyak daerah untuk mendirikan gereja-gereja
pada daerah kekuasaan Kaisar Roma, untuk menyebarkan Injil ke ujung
bumi, sesuai dengan pesan Kristus (lih. Kis 1:8). Akhirnya, ia menuju Roma
(yang disebut Babilon 1 Pet 5:12-13) yang dianggap sebagai pusat dunia
pada saat itu, untuk juga mendirikan gereja di sana, dan akhirnya wafat
sebagai martir, bersama dengan Rasul Paulus.

Dari siapa saja kita mengetahui keutamaan Petrus?


1. Rasul Yohanes.
Andreas mula-mula bertemu dengan Simon, saudaranya, dan ia berkata
kepadanya: Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus). Ia
membawanya kepada Yesus. Yesus memandang dia dan berkata: Engkau

Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus) (Yoh 1:
40-42).
Di Injilnya yang ditulis sekitar tahun 90-100 (60 tahun setelah kejadian),
Rasul Yohanes masih mengingat kejadian tersebut, di mana Yesus memberi
nama Batu Karang kepada Petrus. Perjanjian Lama mengajarkan kepada
kita bahwa perubahan nama sejalan dengan panggilan/ penugasan yang
baru dari Allah (lih. Kej 17:5; 32:28; 41:45), dengan demikian Rasul Yohanes
mengakui misi Simon yang baru sebagai Batu Karang.
2. Rasul Matius
Matius selalu menuliskan Petrus dalam urutan pertama dari keduabelas
rasul. Secara khusus, ia menuliskan Pengakuan Petrus (Mat 16: 13-20) yang
menunjukkan keutamaan Rasul Petrus.
3. Lukas
Demikian pula dengan Lukas, yang menuliskan Petrus di urutan pertama,
misalnya saat menuliskan kisah Yesus dimuliakan di atas gunung (Luk 8: 45:
9: 28, 32), dan para murid mengakui bahwa Kristus telah menampakkan diri
kepada Simon (Petrus) (Luk 24:33-34) sesaat setelah kebangkitan-Nya.
4. Markus
Demikian pula Markus, dengan menuliskan bahwa malaikatpun saat
memberitakan kebangkitan Yesus menyebutkan nama Petrus secara
terpisah, sedangkan para rasul yang lain tergabung dalam murid- muridNya (Mrk 16:6-7).
5. Rasul Paulus
Dengan mengakui bahwa kepada Petruslah pertama Kristus menampakkan
diri setelah kebangkitan-Nya (1 Kor 15:3-6). Kepada umat di Galatia, Paulus
mengatakan bahwa ketika akhirnya ia berhubungan dengan Gereja setelah
tiga tahun mewartakan Injil, ia menghubungi Rasul Petrus yang disebutnya
sebagai Kepha (Gal 1:17-18), dan dengan demikian ia mengakui keutamaan
Petrus yang adalah Batu Karang yang ditunjuk oleh Kristus.
6. Konsili Yerusalem (49-50)
Kis 15 menjabarkan Konsili Yerusalem dimana Rasul Petrus berbicara untuk
menyelesaikan konflik yang dihadapi oleh jemaat pada saat itu, yaitu
mengenai masalah sunat. Setelah Petrus membuat keputusan yang
mengikat semua umat beriman, maka semua umat terdiam, dan menerima
keputusan ini. Paulus dan Barnabas kemudian mengisahkan pengalaman

mereka, dan Yakobus menjabarkan pelaksanaan praktis yang harus dilakukan


sesuai dengan keputusan Petrus. [Maka jika Yakobus membuat khotbah
penutup di Konsili Yerusalem, itu disebabkan karena Yakobus adalah uskup
Yerusalem, dan bukan karena ia mempunyai keutamaan di atas Petrus.
Sebab yang disampaikannya juga hanya mendukung keputusan Petrus, dan
bukan ia yang pertama kali membuat keputusan untuk menyelesaikan
konflik yang ada].
Kita mengetahui bahwa Konsili Yerusalem mempunyai ciri-ciri seperti Konsilikonsili lainnya dalam sejarah Gereja: a) pertemuan para pemimpin seluruh
Gereja; b) penetapan aturan yang mengikat semua umat Kristen, c)
bersangkutan dengan hal iman dan moral, d) keputusannya ditulis sebagai
pernyataan Gereja, e) Petrus memimpin seluruh kongregasi.[2]
7. Rasul Petrus sendiri
Umat Protestan ada yang berpendapat bahwa Petrus bukan pemimpin
Gereja, dengan mengutip surat 1 Pet 5:1, di mana Rasul Petrus menyebut
dirinya sebagai teman penatua (a fellow elder). Namun jika kita membaca
ayat- ayat berikutnya, kita melihat bahwa Rasul Petrus mengajar para
penatua tersebut dengan otoritas seorang pemimpin. Maka jika Petrus
mengatakan sebagai teman penatua, ia seperti layaknya presiden sewaktu
menyebut rakyatnya sebagai saudara sebangsa dan setanah air, tentu
tidak berarti bahwa sang presiden tidak memiliki otoritas atas rakyatnya. Di
sini Petrus menyatakan bahwa ia adalah teman penatua untuk mengakui
keberadaan mereka sebagai para pemimpin Gereja seperti dirinya, namun
tentu Rasul Petrus menyadari atas kepemimpinannya atas mereka, oleh
sebab itu ia mengarahkan/ menasihati mereka.
8. Tuhan Yesus Kristus
Dengan memberikan nama Batu Karang kepada Petrus dan mengatakan
bahwa Ia akan mendirikan jemaat/ Gereja-Nya atasnya (Mat 16: 15-19).
Ayatnya sebagai berikut:
Lalu Yesus bertanya kepada mereka: Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?
Maka jawab Simon Petrus: Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!
Kata Yesus kepadanya: Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan
manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.
Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang

kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia
ini akan terlepas di sorga.
Jemaat/ Gereja ini akan disertai oleh Kristus sampai akhir jaman,
Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka
dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.
Dengan demikian, Yesus menyatakan bahwa Ia telah memilih Petrus dari
antara para rasul-Nya yang lain untuk memimpin Gereja, yaitu dengan
memberikan kunci Kerajaan-Nya dan kuasa untuk mengikat dan
melepaskan (ay. 19). Maka dari ayat ini, setidaknya terdapat empat hal
penting, yaitu: a) Petrus sebagai Batu Karang; b) Petrus yang kepadanya
diberikan kunci Kerajaan Sorga dan diberi kuasa untuk mengikat dan
melepaskan; c) Karena Yesus menjanjikan bahwa Gereja-Nya tak akan
dikuasai oleh maut sampai akhir jaman, maka kuasa mengikat dan
melepaskan tersebut tidak dapat salah, dan berlaku juga pada para penerus
Rasul Petrus. d) Yesus hanya mendirikan satu Gereja (bukan gereja-gereja)
dalam pimpinan Petrus. Mari kita melihat satu- persatu point ini.

Petrus sebagai Batu Karang


Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu
karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya. (Mat 16:18)
RSV: And I tell you, you are Peter, and on this rock I will build my church, and
the powers of death shall not prevail against it.
Gereja Katolik mengartikan Batu Karang ini sebagai Petrus, yang menerima
nama barunya ini karena pengakuan imannya bahwa Kristus adalah Mesias,
Anak Allah yang hidup. Namun demikian, banyak umat Protestan yang tidak
mengartikannya demikian.

Kalangan Protestan banyak yang mengartikan bahwa dalam bahasa Yunani,


dikatakan bahwa Petrus adalah Petros dan batu karang adalah petra.
Dan ini berarti bahwa Petros dan petra tidak sama, karena petros artinya
batu kecil dan petra artinya batu besar/ batu karang; sehingga tidak mungkin
Yesus mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus (petros), melainkan di atas
pengakuan Petrus (petra).

Dari tata bahasa Yunani: Penggunaan Petros dan petra adalah karena tata
bahasa Yunani, yang mengenal masculin dan feminin, yang diterapkan bukan
hanya terhadap manusia, namun juga terhadap benda-benda. Jadi, dalam hal
ini diterjemahkan Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petros dan
di atas petra ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya.Padahal sebenarnya, perbedaan ini disebabkan karena kata
Petra tidak dapat digunakan untuk menggantikan nama Petrus, karena kalau
demikian sama saja dengan memakai nama Michelle untuk Michael atau
Fransiska untuk Fransiskus.

Namun pada jaman Yesus, bahasa yang dipakai adalah bahasa Aram,
sehingga sebenarnyanya Yesus mengatakan, Dan Akupun berkata
kepadamu: Engkau adalah Kefas dan di atas Kefas ini Aku akan mendirikan
jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Yesus memberikan
nama Kefas (Petrus) kepada Simon jauh sebelum pengakuan ini, yaitu pada
waktu Yesus bertemu dengan Petrus, dimana Yesus berkata Engkau Simon,
anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus). (Yoh 1:42).

Selanjutnya, mari kita tinjau dari kelogisan kalimat: Kalau kita menafsirkan
bahwa Petros adalah Petrus dan kemudian Petra adalah pengakuan Petrus,
maka akan terlihat tidak logis, sebab bunyinya kira-kira menjadi seperti
berikut ini:Yesus berkata kepada Petrus: Engkau adalah Petrus dan di atas
pengakuanmu Aku akan mendirikan Gereja-KuDua kalimat tersebut tidak
berhubungan. Dan kalau kita melihat dari bahasa Greek, dikatakan Aku pun
(memakai kai) berkata kepadamu, Engkau adalah Petrus, dan (memakai
kata taute (this very)) di batu karang ini, Aku akan mendirikan Gereja-Ku.
Kai (dan) mengindikasikan bahwa kata benda yang dipakai harus merujuk
kepada kata benda sebelumnya. Perhatikan, bahwa yang digunakan adalah
kata dan, bukannya tapi. Jadi hal yang sedang dibicarakan adalah hal yang
sama, yaitu Batu Karang (Kepha/ Petrus), yang sejak saat itu menjadi nama
baru bagi Simon, sehingga ia tidak lagi dipanggil Simon, tetapi Petrus.

W.F. Albright, seorang ahli Kitab Suci Protestan yang dikenal secara
internasional sebagai the dean of biblical studies menulis demikian,
Tidak ada bukti bahwa Petrus atau Kepha adalah sebuah nama sebelum
jaman Kristen. Petrus sebagai Batu Karang akan menjadi pondasi dari
komunitas di kemudian hari. Yesus di sini memakai bahasa Aram, bukan
Ibrani Seseorang harus membuang interpretasi yang menyatakan bahwa
batu karang ini merupakan pengakuan iman Petrus atau pengakuannya
akan kemesias-an Yesus. Untuk mengabaikan keutamaan Petrus di antara
para murid pada jemaat perdana adalah sebuah pengingkaran suatu
bukti..[3]
Albright tidak sendirian dalam mengungkapkan interpretasi ini, sebab
banyak ahli kitab suci Protestan lainnya, yang juga mengakui bahwa
Petruslah Batu Karang yang dimaksud dalam pernyataan Yesus ini. Silakan

klik di sini untuk membaca pengajaran mereka, antara lain Oscar Cullmann
(Lutheran), Eduard Schweizer, Francis W. Beare dan Thomas G. Long
(Reformed), D.A Carson, Herman Ridderbos, Caig Blomberg, Craig Keener
(Evangelis Protestan), R. T France (Anglikan).
Senada dengan Albright, Cullmann menuliskan, Tapi apa yang dimaksudkan
oleh Yesus ketika mengatakan: Di atas Batu Karang ini Aku akan mendirikan
Gereja-Ku? Ide para Reformer bahwa Ia [Yesus] mengacu kepada iman
Petrus adalah sangat tidak terbayangkan (inconceivable). Sebab tidak ada
referensi yang mengacu kepada iman Petrus. Yang ada, paralel/
perbandingan antara Kamu adalah Batu Karang dan di atas Batu Karang
ini Aku akan membangun menunjukkan bahwa Batu Karang yang kedua
adalah sama dengan Batu Karang yang pertama. Oleh karena itu, jelaslah
bahwa Yesus mengacu kepada Petrus, yang kepadanya Ia telah memberi
nama Batu Karang. Ia telah menunjuk Petrus Dalam hal ini exegesis Gereja
Katolik benar, dan semua usaha gereja Protestan untuk menghapuskan
interpretasi ini harus ditolak.[4]
Maka di sini kita melihat, bahwa dengan memberi nama Batu Karang
kepada Simon, maka Ia memberikan kepada Petrus identifikasi yang sangat
penting, yang bahkan mengacu kepada diri-Nya sendiri (lih. 1 Kor 10:4).
Namun ini tidaklah aneh, sebab memang Yesus mengidentifikasikan GerejaNya sebagai Tubuh-Nya sendiri dan Ia adalah Kepalanya (lih. Ef 5:22-33).

Petrus sebagai pemegang Kunci Kerajaan Allah dan diberi


kuasa mengikat dan melepaskan
1. Kunci yang diberikan di sini maksudnya adalah kuasa untuk memimpin
dan mengatur Kerajaan Sorga. Dan karena Kerajaan Sorga yang ada di dunia
ini adalah Gereja, maka Rasul Petrus (dan para penggantinya) diberi kuasa
untuk memimpin Gereja. Karena Gereja direncanakan oleh Yesus untuk terus
eksis sampai akhir jaman (Mat 16:18; 28:19-20), maka kuasa memimpin ini
diberikan juga kepada para penerus Rasul Petrus.
Di Perjanjian Lama, tugas pemegang kunci ini telah digambarkan oleh
Elyakim (Yes 22) yang diberi tanggungjawab untuk memegang kunci Rumah
Raja Daud, sebagai pengatur rumah tangga, yang menjadi simbol kekuasaan
Kerajaan Yehuda, Maka pada waktu itu Aku akan memanggil hamba-Ku,
Elyakim bin Hilkia: Aku akan mengenakan jubahmu kepadanya dan ikat
pinggangmu akan Kuikatkan kepadanya, dan kekuasaanmu akan Kuberikan
ke tangannya; maka ia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan

bagi kaum Yehuda. Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya:
apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup,
tidak ada yang dapat membuka. (Yes 22:20-22)
Dengan diberikannya kuasa ini kepada Elyakim, tentu bukan berarti Elyakim
menjadi lebih tinggi daripada Raja Daud. Pemberian kunci ini hanya
dimaksudkan agar Elyakim menjadi pengurus, pengajar bagi kerajaan raja
Daud tanpa ia menjadi lebih tinggi dari Raja Daud. Di PB, oleh Yesus, Sang
Raja keturunan Daud, kerajaan Yehuda disempurnakan menjadi Gereja-Nya
yang dibangun di atas Rasul Petrus (Mat 16:18-19). Dengan analogi yang
sama, kuasa yang diberikan oleh Yesus kepada Rasul Petrus juga tidak
membuat Petrus lebih tinggi daripada Yesus. Sebab biar bagaimanapun,
Yesus tetaplah Sang Pemilik kunci yang menguasai kunci itu. Pada PL tugas
mengatur rumah tangga kerajaan Daud diberikan kepada Elyakim,
sedangkan pada PB, tugas mengatur Kerajaan Allah (yaitu Gereja) diberikan
kepada Rasul Petrus dan para penerusnya.
Maka istilah kunci ini adalah untuk menggambarkan pemberian kuasa yang
penuh dan otoritas/ kuasa yang penuh, absolut dan tertinggi yang diberikan
kepada Petrus -tentu setelah Kristus sendiri. Jadi kunci ini bukanlah hanya
berarti kunci pintu masuk saja (pembuka pintu bagi orang-orang yang belum
mengenal Kristus untuk mengimani-Nya), tetapi seluruh kunci bagi semua
pintu rumah/ Kerajaan Allah tersebut, yang menyangkut seluruh
kepemimpinan umat beriman. Tugas ini kemudian dijalankan oleh
Magisterium (Paus dan para uskup dalam persekutuan dengan Paus), yaitu
tugas/ wewenang untuk mengikat atau melepaskan dalam hal pengajaran
iman dan moral (Mat 16:19; 18:18).
2. Menurut ajaran para Bapa Gereja yang akan dibahas di artikel berikutnya,
kuasa mengikat dan melepaskan adalah kuasa mengajar dan kuasa untuk
mengampuni dosa (Mat 16:19). Menurut Suarez, seorang Teolog Scholastik
yang menggabungkan ajaran St. Gregorius dan St. Maximus, kuasa
memegang kunci ini meliputi tiga hal, yaitu kuasa memberikan sakramensakramen, kuasa memimpin/ mengatur dan kuasa untuk mendefinisikan
ajaran iman dan moral.[5] Jadi di sini kunci bukan sesuatu yang dibagibagikan sama rata kepada semua pengikut Kristus. Interpretasi kunci di PB
harus dilihat dalam konteksnya seperti di PL, sebab di PL pemberian kunci
kerajaan Yehuda hanya diberikan kepada Elyakim, maka di PB, juga hanya
kepada Rasul Petrus. Sedangkan karena Yesus menginginkan agar KerajaanNya/ Gereja-Nya terus bertahan sampai akhir jaman (Mat 28:19-20), maka

pemberian kunci/ wewenang ini berlangsung terus sampai kepada para


penerus Petrus. Dan karena secara prinsip: yang diberi wewenang selalu
tidak pernah mengatasi Yang Memberi wewenang, maka Petrus (dan
penerusnya) yang diberi wewenang tidak akan pernah menjadi lebih tinggi
daripada Kristus Sang Pemberi wewenang. Sebab apapun yang ditetapkan
oleh Petrus adalah yang menjadi ketetapan Kristus. Petrus hanya
menjalankan tugas, sesuai dengan wewenang yang diberikan kepadanya.
Flavius Josephus, seorang ahli sejarah di abad ke -1 menuliskan bahwa umat
Yahudi pada saat itu memahami istilah mengikat dan melepaskan sebagai
otoritas untuk mengatur, yang mengikat atau melepaskan masyarakat dari
suatu kewajiban, untuk menghukum atau untuk mengampuni, dan untuk
menentukan sesuatu sebagai sesuatu yang sah atau tidak sah. Kuasa
mengikat dan melepaskan ini diberikan oleh Ratu Alexandra (76-67 BC)
kepada kaum Farisi. Kuasa inilah yang sering menjadi pertentangan antara
para Rabi golongan Shamma dan Hillel, pada jaman Yesus, karena yang
diikat oleh golongan yang satu dilepaskan oleh yang lain, demikian
sebaliknya. Di sini Josephus tidak meragukan bahwa maksud ungkapan
mengikat dan melepaskan itu berkaitan dengan otoritas.[6] Maka Yesus
mengakhiri kesimpangsiuran ini dengan memberikan otoritas yang benar
kepada Petrus, yang dipercayakan untuk memimpin Gereja-Nya.
3. Sebenarnya pemberian kunci dan wewenang selama pemimpin pergi
sejenak, merupakan sesuatu yang wajar. Kita di duniapun menerapkannya,
jika seorang pemimpin perusahaan bepergian selama beberapa waktu, maka
ia akan memberikan kuasa kepada wakilnya yang akan berkuasa mengatur
selama ia pergi. Hal yang sama terjadi pada Mat 16:13-19. Yesus
memberikan kuasa kepada Petrus (dan para penerusnya), karena Ia
menyadari tak bisa selamanya berada di dunia secara fisik untuk memimpin
umat-Nya.

Kuasa mengikat dan melepaskan yang bersifat tidak mungkin


salah (infallible)
Kuasa infalibilitas yang diberikan Kristus kepada Petrus dan para penerusnya
adalah berdasarkan perkataan Yesus, Engkau adalah Petrus dan di atas
batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang
kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia
ini akan terlepas di sorga. (Mat 16:19) Karisma infalibilitas ini diberikan oleh
Tuhan Yesus untuk melindungi Gereja dari kesalahan dan perpecahan, yang

menghantar Gereja kepada alam maut (ay. 18). Tanpa kuasa wewenang
mengajar yang dijamin tidak salah ini, maka Gereja tidak mempunyain
patokan yang pasti dalam hal ajaran iman dan moral. Jika demikian halnya,
maka kebenaran menjadi sesuatu yang relatif dan tiap pribadi dapat
mengklaim pemahamannya yang paling benar, lalu memisahkan diri dari
kesatuan Gereja, dan ini tidaklah dikehendaki oleh Kristus, sebab Ia
menghendaki agar Gereja-Nya selalu bersatu (lih Yoh 17:20-23).
Maka yang dibicarakan dalam hal infalibilitas ini bukanlah mencakup segala
sesuatu tentang diri Petrus dan para penerusnya; dan bahwa mereka tidak
mungkin salah sebagai manusia. Ini adalah pandangan yang sangat keliru!
Contoh yang sering diajukan untuk menyanggah infalibilitas Petrus adalah
kisah Paulus yang pernah menentang Rasul Petrus karena kesalahannya (Gal
2: 11-14). Namun yang salah di sini bukanlah ajaran Petrus, tetapi sikapnya
yang tidak konsisten dalam menerapkan keputusan Konsili Yerusalem perihal
menyikapi kesamaan kedudukan umat yang bersunat dan tidak bersunat.
Maka hal ini bukan bukti yang menentang infalibilitas. Sebab sebagai
manusia Petrus (dan para penerusnya) bisa salah, namun yang tidak bisa
salah di sini hanya ketika ia sedang menjalankan perannya sebagai Petrus,
pemimpin Gereja, pada saat ia mengumumkan ajaran iman dan moral secara
definitif yang berlaku untuk seluruh Gereja.
Karisma infalibilitas ini tidak berlaku dalam segala hal, namun
hanya dalam hal iman dan moral, yaitu pada saat mereka mengajarkan
dengan tindakan definitif, seperti yang tercantum dalam Dogma dan doktrin
resmi Gereja Katolik. Maksud infalibilitas di sini adalah Yesus memberikan
kuasa kepada Petrus dan para penerusnya untuk memberikan pengajaran
yang tidak mungkin salah dalam hal iman dan moral, yang merupakan
ketentuan yang mengikat manusia di dunia dan kelak diperhitungkan di
sorga.

Kepemimpinan dan Karisma infalibilitas ini diberikan juga


kepada para penerus rasul Petrus
Mungkin ada umat Protestan yang beranggapan bahwa kuasa memimpin
Gereja dan karisma infalibilitas ini hanya diberikan kepada Petrus saja, tetapi
tidak kepada para penerusnya. Namun ini sungguh tidak masuk akal, karena
Kristus berjanji akan menyertai Gereja-Nya sampai akhir jaman. Jika para
rasul dan Gereja awal saja memerlukan pemimpin, apalagi Gereja-Nya di
kemudian hari! Sebab, banyak dari jemaat awal mendengar pengajaran
langsung dari Kristus sendiri dan para rasul-Nya namun, setelah para rasul

wafat, maka Gereja bahkan semakin membutuhkan adanya otoritas


kepemimpinan yang dapat menjaga kemurnian ajaran-ajaran mereka agar
dapat diturunkan dengan baik tanpa dikorupsi.
Maka jika Yesus memberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan
tersebut kepada para rasul (Mat 18:18), namun Rasul Petrus menerima
karisma ini secara pribadi pada saat Tuhan Yesus memberikan kepadanya
kunci kerajaan surga. Tuhan Yesus mengetahui pentingnya otoritas ini, dan
karena itu, tidak mungkin Yesus memberikan kuasa ini kepada Petrus dan
para penerusnya, tanpa jaminan bahwa Ia akan menghindarkan mereka dari
mengajarkan ajaran yang sesat pada saat mereka menjalankan tugas
mereka sebagai gembala Gereja.

Yesus hanya mendirikan satu Gereja, dan Gereja-Nya ini adalah


yang dipimpin Petrus
Pada Mat 16:18, Yesus mengatakan akan mendirikan Gereja-Nya (bukan
gereja- gereja), dan ini sejalan dengan pengajaran-Nya di ayat-ayat yang lain
misalnya:
Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; dombadomba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku
dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. (Yoh 10: 16)
Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti
gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan
gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudarasaudaramu. (Luk 22: 31-32)
Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orangorang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka
semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di
dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan
kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka
menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan
Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia
tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi
mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.
Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: Simon, anak Yohanes,
apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini? Jawab Petrus

kepada-Nya: Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.


Kata Yesus kepadanya: Gembalakanlah domba-domba-Ku. Kata Yesus pula
kepadanya untuk kedua kalinya: Simon, anak Yohanes, apakah engkau
mengasihi Aku? Jawab Petrus kepada-Nya: Benar Tuhan, Engkau tahu,
bahwa aku mengasihi Engkau. Kata Yesus kepadanya: Gembalakanlah
domba-domba-Ku. Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: Simon,
anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? Maka sedih hati Petrus
karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: /Apakah engkau mengasihi
Aku? Dan ia berkata kepada-Nya: Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu,
Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau. Kata Yesus kepadanya:
Gembalakanlah domba-domba-Ku.
Sejak awal Yesus bermaksud mendirikan hanya satu Gereja, dan Ia telah
memilih Petrus sebagai pemimpinnya. Ia sudah menyadari bahwa Petrus
akan jatuh menyangkal Dia, namun Ia juga mengetahui bahwa sesudah itu,
Petrus akan insaf. Yesus secara khusus mendoakan Petrus supaya ia dapat
bangkit untuk menguatkan para murid yang lain. Di sini Yesus menugasi
Petrus untuk menjadi pemimpin, yang menggembalakan kawanan murid-Nya
yang lain. Maka Yesus tidak pernah bermaksud untuk mendirikan Gereja
yang dikoyakkan oleh banyak perpecahan dan persaingan antar denominasi.
Ia juga tidak mungkin menginginkan adanya kesatuan yang tidak
kelihatan, sebab hanya kesatuan yang kelihatan-lah yang dapat dilihat oleh
dunia. Jika di suatu komunitas Kristen yang terkecil sekalipun membutuhkan
seorang pengajar, pemimpin dan pemersatu, seperti halnya peran ayah
dalam keluarga, maka menjadi sangat nyata bahwa Gereja di seluruh dunia
memerlukan seorang pemimpin. Kristus sepenuhnya mengetahui akan hal
ini, sehingga Ia menunjuk Petrus sebagai pemimpin Gereja-Nya di dunia
untuk menggembalakan kawanan umat pilihan-Nya (lih. Yoh 21:15-17).
Jika otoritas kepemimpinan di Gereja ini diabaikan, maka yang terjadi adalah
perpecahan gereja, dan ini sudah terbukti sendiri dengan adanya banyak
sekali denominasi Protestan (sekitar 28.000). Perpecahan ini umumnya
dimulai dengan ketidaksesuaian pemahaman dalam hal doktrin baik iman
maupun moral antara para pemimpin gereja Protestan, dan karena tidak ada
otoritas yang mengaturnya, masing-masing bebas memisahkan diri dan
mendirikan denominasi yang baru.

Gereja sebagai pilar kebenaran


Gereja yang dipimpin oleh Petrus dan para penerusnya yang mengajarkan
ajaran yang tidak mungkin salah itulah yang dimaksudkan oleh Rasul Paulus

ketika mengatakan demikian, Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu
bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat [Gereja]
dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran. (1 Tim 3:15).
Demikianlah, kita ketahui bahwa memang Gerejalah yang melanjutkan
secara turun temurun ajaran Kristus dan para rasul, baik yang lisan (dalam
Tradisi Suci) dan yang tertulis (dalam Kitab Suci). Kita tidak dapat
menyangkal fakta bahwa Magisterium Gereja Katolik-lah yang menentukan
kanon Kitab Suci di abad ke 4 melalui Tradisi Suci, sehingga umat Kristiani
sekarang mempunyai Kitab Suci.
Sebagai umat Katolik, kita sudah selayaknya bersyukur kepada Tuhan, atas
janji Tuhan yang telah dibuktikannya selama lebih dari 2000 tahun ini, bahwa
Gereja-Nya yang dipimpin oleh Petrus dan para penerusnya, selalu
mengajarkan Kebenaran, sehingga dapat terus bertahan dalam kesatuan,
dengan Kristus sebagai Kepalanya.
Syukur bagi-Mu ya Tuhan, atas karunia kepemimpinan Petrus dan para
penerusnya dalam Gereja Katolik. Bantulah kami agar dapat selalu hormat
dan taat kepada pengajaran mereka, sebagai tanda hormat dan ketaatan
kami kepada-Mu yang telah memilih mereka. Amin.
[Bersambung ke artikel Keutamaan Petrus (2): Bukti sejarah tentang
keberadaan Rasul Petrus di Roma]
==================================================
======
Keutamaan Petrus (2): Bukti sejarah tentang keberadaan Rasul Petrus di Roma

Pendahuluan
Salah satu pandangan yang menolak keutamaan Paus mengatakan bahwa
Petrus tidak pernah ke Roma dan karenanya tidak mungkin mendirikan
Gereja di Roma. Alasannya, karena di Kitab Suci tidak tertulis eksplisit
demikian. Artikel ini memaparkan kenyataan yang sebaliknya. Bahwa
meskipun tidak secara tertulis dengan detail di Kitab Suci, fakta
sejarah dan bukti tulisan para Bapa Gereja menyatakan bahwa
Petrus pernah beberapa kali ke Roma, dan akhirnya wafat di sana
sebagai martir.
Pertama- tama kita harus menyadari bahwa Kitab Suci bukanlah merupakan
buku sejarah di mana segala fakta harus lengkap tersusun secara kronologis.

Namun apa yang tidak tercatat di Kitab Suci bukannya berarti tidak terjadi.
Untuk mengetahui hal ini, maka di samping membaca Kitab Suci, kita perlu
melihat bukti-bukti yang lain yaitu bukti sejarah dan tulisan para Bapa
Gereja. Berikut ini saya sertakan tulisan yang mengambil sumber utama dari
Stephen K. Ray, Upon This Rock, (San Francisco: Ignatius, 1999).

Pelayanan Rasul Petrus setelah Pentakosta


Rasul Petrus memulai karya Apostoliknya di Yerusalem, untuk memberitakan
Injil kepada umat Yahudi. Iapun mengadakan perjalanan ke Samaria, untuk
memperkenalkan Keselamatan kepada orang-orang Samaria (Kis 8:4-25),
Yoppa (Kis 32-43), dan Kaisarea. Ia lalu membaptis Kornelius, seorang
pemimpin prajurit Roma. Kemudian ia kembali ke Yerusalem untuk
memberitakan bahwa bangsa- bangsa lain (non- Yahudi) telah menerima Injil
dan menerima Roh Kudus seperti mereka para murid yang adalah bangsa
Yahudi (Kis 10:40; 11:18).
Kemudian kita ketahui terjadi penganiayaan di Yerusalem, dan Rasul Yakobus
dipenggal oleh Kaisar Herodes Agrippa (42-44AD) (Kis 12:2). Petrus lalu
dipenjara dan secara ajaib dibebaskan oleh seorang malaikat (Kis 12:7),
Petrus kemudian ke Yerusalem (sekitar 44), dan kemudian berangkat ke
tempat lain (Kis 12:7), maka kita mengetahui bahwa Petrus memang terus
menerus mengadakan perjalanan untuk menyebarkan Injil di daerah Timur,
dan tinggal cukup lama di Antiokhia (Gal 2:11-21). Selama masa ini juga
Petrus mengadakan perjalanan ke Roma, seperti yang nanti akan dijabarkan
lebih lanjut. Ia juga menjelajahi daerah Asia Kecil: Pontus, Galatia, Kapadosia,
Asia dan Bitinia (1 Pet 1:1), juga Korintus.
Sejarah juga mencatat Petrus sebagai pemimpin Gereja di Antiokhia.[1]
Selanjutnya, Rasul Petrus kembali ke Yerusalem untuk menghadiri Konsili
Yerusalem pertama (49-51). Konsili ini diadakan sekitar 8 tahun setelah
wafatnya Yakobus Rasul saudara Rasul Yohanes (St. James the Greater) yang
wafat sebagai martir sekitar tahun 44, di masa pemerintahan raja Herodes
Agrippa I. Rasul Yakobus yang berbicara dalam Konsili Yerusalem adalah
kerabat Yesus, anak Alfeus, yang menjadi uskup Yerusalem (St. James the
Less), yang menutup sidang Yerusalem berdasarkan arahan Rasul Petrus (lih.
Kis 15: 6-20).
Setelah Konsili Yerusalem, memang tak banyak ayat Kitab Suci yang
menuliskan keterangan tentang Rasul Petrus dan perjalanannya, kecuali
suratnya sendiri yang dikatakannya ditulis dari Babilonia, yang menjadi

sebutan kota Roma pada saat itu (1 Pet 5:13). Meskipun tahun-tahun akhir
hidupnya tidak ditulis di kitab PB, namun tulisan-tulisan para Bapa Gereja
dan bukti sejarah sangat jelas mengacu kepada fakta bahwa Rasul Petrus
memang pernah tinggal di Roma, mendirikan Gereja di Roma, dan akhirnya
wafat di sana sebagai martir.
Berikut ini adalah daftar perjalanan Rasul Petrus, menurut para ahli sejarah,
dan juga berdasarkan Alkitab:[2]
Pelayanan Apostolik St. Petrus (30-67)

Tahun 30 Kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus, Pentakosta


30-37 Petrus memimpin Gereja di Yerusalem.
38-39 Perjalanan Petrus di Samaria dan di pantai Palestina.
40-41 Petrus di Antiokhia
42 Dipenjara di Yerusalem, dibebaskan, dan keberangkatan ke tempat lain
42-49 Persinggahan yang pertama di Roma
49 Diusir dari Roma oleh edict Claudius yang menentang kaum Yahudi
49-50 Di Yerusalem, dalam Konsili Apostolik [seperti tertulis dalam Kis 15].
50-54 Di Antiokhia, Bitinia, Pontus, Asia dan Kapadokia
54-57 Persinggahan yang kedua di Roma: Injil Markus ditulis di bawah
pengarahan Petrus
57-62 Di Bitinia, Pontus dan Kapadokia, Markus di Alexandria, Mesir
62-67 Persinggahan yang ketiga di Roma, menuliskan surat 1 Pet dan 2 Pet
Markus ada bersama Petrus di Roma.
67 Dibunuh sebagai martir di Roma, dikuburkan dekat Nekropolis di Vatikan.

Bagaimana Kitab Suci menuliskan keberadaan Petrus di Roma


dan kematiannya di sana
1. Surat Petrus yang pertama mengatakan,
Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang. Dengan
perantaraan Silwanus, yang kuanggap sebagai seorang saudara yang dapat
dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan
meyakinkan kamu, Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang
terpilih yang di Babilon, dan juga dari Markus, anakku. (1 Pet 1:1, 5:12-13)
Babilon di sini merupakan istilah/ sebutan bagi kota Roma. Sebab Roma telah
menganiaya Gereja, sebagaimana Babilon telah menganiaya umat Allah di
jaman PL (2 Raj 24). Umat Yahudi saat itu menyebut kota Roma sebagai
Babilon[3], karena melihat kesamaan ciri- ciri antara Babilon [kota dunia

yang tak bermoral, sombong, tak ber-Tuhan] yang disebut oleh para nabi (Yes
13; 43:14; Yer 50:29; 51:1-58) dengan kota Roma pada saat itu.
Menjelang kematiannya, Rasul Petrus menulis demikian, Sebab aku tahu,
bahwa aku akan segera menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana
yang telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (2 Pet 1:
14)
2. Injil Yohanes menuliskan bahwa Tuhan Yesus sudah menubuatkan
kematian Petrus, demikian:
Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu
sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau
sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain
akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak
kaukehendaki. Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana
Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia
berkata kepada Petrus: Ikutlah Aku. (Yoh 21:18-19).
Injil Yohanes ditulis tahun 90-100, sekitar 30 tahun setelah Petrus wafat
sebagai martir. Pada saat Yesus mengucapkan nubuat itu, tentu Rasul
Yohanes belum sepenuhnya memahami, tetapi ketika sudah digenapi, ia
menyadari bahwa perkataan itu mengisahkan bagaimana Petrus akan mati.
Tradisi mengatakan Petrus mati disalib terbalik, pada jaman Kaisar Nero (6467). Jadi perkataan Yesus, Ikutlah Aku tidak saja berupa ajakan untuk
mengikuti-Nya dalam kehidupan, tetapi juga dalam kematian-Nya, yaitu
dengan cara disalibkan. Di sini, Petrus sesungguhnya memenuhi janjinya
kepada Yesus untuk memberikan nyawanya bagi-Nya (Yoh 13:37).

Bukti- bukti bahwa Rasul Petrus mendirikan gereja Roma dan


akhirnya mati di sana
1. St. Klemens dari Roma, dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di
Korintus (96):[4]
. Perhatikanlah teladan yang luhur dari generasi kita sendiri Pilar yang
terbaik [yaitu Gereja Roma] telah dianiaya. Mari memusatkan mata hati
kita kepada Rasul-rasul yang baik itu: Petrus, yang menderita tidak hanya
mengalami satu atau dua kali tetapi banyak kesulitan, dan karenanya pergi
ke tempat kemuliaan yang sesuai. Paulus menunjukkan jalan kepada
penghargaan atas ketahanan [iman] telah beralih dari dunia ini ke tempat
yang suci Terhadap kedua orang ini yang telah hidup dalam kekudusan

harus ditambahkan banyak sekali orang yang menderita penganiayaan


yang menjadi contoh yang bersinar di tengah-tengah kita.
Kesaksian St. Klemens ini penting, karena St. Klemens adalah Paus yang
ketiga setelah Rasul Petrus. Urutan Paus: Petrus (sampai 67), Linus (67-79,
lih. 2 Tim 4:21), Anacletus (79-85) dan Klemens (85-96).[5]
2. St. Ignatius dari Antiokhia (35-107), Uskup Antiokhia, yang adalah
murid Rasul Yohanes, dan kemungkinan juga adalah murid rasul Petrus,
karena Petruspun pernah tinggal di Antiokhia. Sebelum wafatnya sebagai
martir di Roma, ia menulis 7 surat yaitu kepada gereja- gereja di Ephesus,
Magnesia, Tralles, Philadelphia, Smyrna, kepada Polycarpus, dan juga gereja
Roma. Topik suratnya antara lain mengenai kelahiran Yesus, hirarki, Ekaristi,
Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi. St Ignatius adalah Bapa Gereja
pertama yang menggunakan istilah katolik untuk menjelaskan Gereja
universal untuk membedakannya dari gereja heretik yang bersifat lokal.
Kepada semua gereja itu, ia memerintahkan kesatuan dan harmoni, kecuali
kepada gereja di Roma, karena ia mengetahui bahwa gereja Roma telah
mempunyai otoritas dari para Rasul:
Ignatius, yang juga disebut Theoforus, kepada Gereja yang telah menerima
belas kasihan di dalam Kemuliaan yang transenden yang juga memimpin
di tempat utama di daerah kekuasaan Roma Tidak seperti Petrus dan
Paulus, saya tidak mengeluarkan perintah kepadamu.
3. St. Papias (60-130) murid Rasul Yohanes yang menjadi Uskup Hieropolis,
dan St. Klemens dalam bukunya Hypotyposes, seperti dikutip oleh Eusebius
(325), menyetujui bahwa Markus disebut dalam surat Rasul Petrus yang
pertama, yang ditulis di Roma, yang disebut sebagai Babilon.[6]
4. Phlegon (117-138 masa Kaisar Hadrian) seperti dikutip oleh Origen.
Phlegon, (Kaisar Hadrian diperkirakan menulis dengan nama budak yang
dikasihinya ini) dikatakan oleh Origen sebagai salah sangka/ mencampur
adukkan antara Yesus dengan Petrus di dalam tulisannya. Ini adalah sangat
penting karena itu membuktikan bahwa Petrus pada saat itu telah dikenal
luas di Roma, sampai kaisarpun menyangka bahwa Petrus adalah yang
mendirikan iman Kristiani.[7].
5. St. Dionisius (166-174) Uskup Korintus, menulis kepada Paus Soter di
Roma, seperti yang dikutip oleh Eusebius:

Bahwa keduanya baik Petrus dan Paulus sama-sama wafat sebagai martir
ditegaskan kembali oleh Uskup Dionisius, kepada suratnya kepada gereja
Roma, Kamu juga telah, dengan teguranmu, menghasilkan tanaman yang
telah ditaburkan oleh Petrus dan Paulus di Roma dan Korintus, sebab mereka
berdua telah menanam di Korintus dan mengajar kami, dan keduanya juga
mengajar di Italia, dan wafat sebagai martir pada saat yang sama.[8]
6. Gaius (Caius, 198-217) seorang Imam Roma:
Ia (Nero) membantai para rasul. Oleh karena itu, tertulis bahwa Paulus
dipenggal kepalanya di Roma dan demikian juga Petrus disalibkan di bawah
kepemimpinan Nero. Tentang Petrus dan Paulus ini sesuai dengan fakta
bahwa nama mereka tetap ada di kuburan sampai saat ini. Ini juga
dikonfirmasikan oleh Caius, anggota gereja Roma, di bawah kepemimpinan
Zephyrinus, Uskup Roma (198-217)..Saya dapat menunjukkan kubur para
rasul itu, sebab jika kamu ke Vatikan atau ke jalan Ostian, kamu akan
menemukan kubur mereka yang meletakkan dasar Gereja ini.[9]
Dari tulisan ini kita ketahui bahwa lokasi kuburan dua rasul tersebut telah
dihormati dan dikenal cukup luas di Roma. Ia tidak mungkin mengatakan hal
ini dengan begitu yakin jika fakta yang sesungguhnya tidak demikian.
7. St. Irenaeus (130-200), murid Polikarpus yang adalah murid Rasul
Yohanes, Uskup Gaul:
.Tradisi diperoleh dari para rasul, dari Gereja yang sangat besar, sangat
ancient, sangat luas dikenal, yang didirikan dan diatur di Roma oleh kedua
rasul yang sangat mulia, Petrus dan Paulus . Para rasul yang terberkati ini,
setelah mendirikan dan membangun Gereja, mempercayakannya ke tangan
Linus jabatan episkopat.[10]
8. Tertullian (160-225).[11].
Bergabunglah dengan Gereja- gereja para rasul, di mana kursi (cathedrae)
Rasul masih ada; di mana tulisan-tulisan mereka yang otentik dibacakan.
Jika kamu ada di dekat Italia, kamu mempunyai Roma, yang dari mana
otoritas kami berasal. Betapa bahagianya Gereja itu, yang kepadanya para
Rasul menumpahkan darah mereka, Petrus menjalani kisah sengsara seperti
Tuhan kita [disalibkan] dan Paulus dimahkotai dengan mati dipenggal seperti
Yohanes Pembaptis.[12].

Di Roma Nero adalah yang pertama untuk menodai iman yang berkembang
dengan darah. Petrus diikat oleh orang lain (Yoh 21:18), ketika ia dipaku di
kayu salib. Paulus memperoleh kelahiran yang sesuai dengan
kewarganegaraan Roma, ketika di kota itu ia dilahirkan kembali dengan
kemartiran yang luhur.[13]
9. Origen dari Alexandria (185-254)
Sementara itu para rasul yang kudus dan para murid Penyelamat kita
tersebar ke seluruh dunia. Parthia ditentukan untuk Thomas, Scythia
untuk Andreas, Asia untuk Yohanes Petrustelah berkthotbah di Pontus,
Galatia, Bitinia, Kapadosia, dan Asia kepada umat Yahudi yang tercerai berai.
Dan akhirnya, setelah datang ke Roma, ia [Petrus] disalibkan terbalik, sebab
ia memohon untuk disalibkan dengan cara demikian. Paulus,[juga] menjadi
martir di Roma, di bawah kekuasaan Nero. Fakta- fakta ini dikumpulkan oleh
Origen[14].
10. Eusebius, (260- 340) Uskup Caesarea dan Bapa Sejarah Gereja.
Tahun kedua dari duaratus lima olympiad: Rasul Petrus, setelah mendirikan
Gereja di Antiokhia, dikirim ke Roma, di mana ia tinggal sebagai uskup di
kota tersebut, berkhotbah selama dua puluh lima tahun Tahun ketiga dari
duaratus lima olympiad: Markus Penginjil, interpreter Rasul Petrus
mengabarkan Kristus ke Mesir dan Alexandria. Tahun keempat dari
duaratus sebelas olympiad: Nero adalah yang pertama mengadakan
penganiayaan umat Kristen, yang karenanya Petrus dan Paulus wafat dengan
mulia di Roma.[15]
Di jaman Claudius [Kaisar Roma, 41-54 AD], penyelenggaraan alam
semesta. membawa kepada Roma seorang rasul yang terkuat dan
terbesar, yang dipilih untuk menjadi juru bicara dari rasul-rasul yang lain,
yaitu Rasul Petrus [16]
Para pendengar Petrus di Roma yang yakin akan terang agama yang sejati,
tidak puas dengan mendengarkan ajaran lisan tentang pesan ilahi, mereka
memohon dengan secala cara untuk mempengaruhi Markus (yang Injilnya
kita punyai sekarang), kerena ia adalah murid Petrus, untuk meninggalkan
kepada mereka ringkasan tertulis tentang perintah-perintah yang telah
mereka terima secara lisan,dan oleh karena itu [ia] bertanggungjawab
menuliskan apa yang kita kenal sebagai Injil Markus.. Klemens mengutip
kisah ini dalam Outline buku VI, dan dikonfirmasi oleh Uskup Papias dari

Hierapolis, bahwa Markus disebut oleh Petrus di suratnya yang pertama,


yang dikatakannya ditulis di Roma itu sendiri, seperti yang diindikasikan
olehnya ketika ia menyebutkan kota itu secara figuratif sebagai Babilon.[17]
11. Petrus dari Alexandria (d. 311)
Petrus, Rasul yang dipilih pertama dari antara para rasul, setelah sering
ditangkap dan dibuang di penjara, dan diperlakukan denga kejam, akhirnya
disalibkan di Roma. Dan Paulus, yang tahan dalam menghadapi berbagai
kejahatan,diserahkan kepada pedang dan dipenggal di kota yang
sama.[18]
12. Lactantius dari Afrika (240-320)
Ketika Nero memerintah, Petrus datang ke Roma, melakukan banyak
mukjizat yang dikerjakan oleh kuasa Tuhan yang diberikan kepadanya,
mempertobatkan banyak orang kepada kebenaran dan mendirikan bait Allah
yang kokoh dan teguh. Ketika hal ini dilaporkan kepada Nero, ia melihat
bahwa tak hanya di Roma, tetapi dimana-mana sejumlah besar orang telah
mencampakkan penyembahan berhala, dan memeluk agama yang baru
tersebut. Ia [Nero] menugaskan untuk menghancurkan bait Allah dan
kebenarannya. Ialah yang pertama-tama menganiaya para pelayan Tuhan.
Petrus disalibkannya, dan Paulus dipancungnya.[19].
13. St. Cyril dari Yerusalem (315- 386)
[Simon Magus], setelah diusir oleh para rasul, datang ke Roma . Ia menipu
kota Roma sehingga Claudius mendirikan patungnya yang bertuliskan,
Simoni Deo Sancto (kepada Simon Tuhan yang kudus). Ketika penipuan
meluas, Petrus dan Paulus, pasangan yang luhur, pemimpin Gereja, tiba [di
Roma] dan meluruskan kesalahan . Sebab Petrus ada di sana, yang
membawa kunci-kunci Kerajaan Surga.[20]
14. Paus St. Damasus I ( 304- 384)
Rasul Paulus yang terberkati dimahkotai dengan kematian yang agung
bersama dengan Petrus di kota Roma pada jaman Kaisar Nero keduanya
sama-sama mengkonsekrasikan Gereja Roma kepada Kristus Tuhan; dan
dengan kehadiran mereka dan dengan kemenangan yang mereka capai di
barisan terdepan mengatasi semua yang lain di semua kota di dunia. Oleh
karena itu, keuskupan/ tahta suci yang utama adalah yang dipimpin Rasul

Petrus di Gereja Roma, yang tidak mempunyai noda, atau cacat atau apapun
yang sejenisnya.[21]
15. Doktrin Addai (Dokumen gereja Siria 400).
[. Aggai yang mentahbiskan imam-imam di Siria, dibunuh sebagai martir
pada saat mengajar di gereja oleh anak Abgar. Penerusnya, Palut, diharuskan
ke Antiokhia untuk menerima konsekrasi episkopal, yang diterimanya dari
Uskup Serapion, Uskup Antiokhia] yang juga menerima penumpangan
tangan dari Zephyrinus, Uskup dari kota Roma dari penerusan penumpangan
tangan dari imamat Simon Petrus (Kepha), yang diterimanya dari Tuhan kita,
ia [Petrus] yang menjadi Uskup di Roma selama 25 tahun pada masa Kaisar
Nero yang bertahta di sana selama 13 tahun lamanya.[22]
Di sini terlihat bahwa sejak awal Gereja Siria mempunyai garis apostolik, dan
pemimpinnya tidak saja menerima penumpangan tangan dari keuskupan
Antiokhia, tetapi juga Roma.
16. Liber Pontificalis (abad 4, disusun sekitar abad 6,7) memuat kisah
Kepausan
Pada saat yang sama Kaisar Konstantin Agustus membangun, atas
permohonan Uskup Silvester, sebuah basilika bagi Rasul Petrus yang
terberkatidibaringkan di sana jenazah Petrus Peti mati ditutup di semua
sisinya dengan tembaga. Dan di atasnya ia membangun tiang-tiang
porphyry Ia membuat atap kubah di basilika, yang dilapis emas, dan di
atas jenazah Petrus yang terberkati, di atas tembaga yang menutupinya, ia
memasang sebuah salib dari emas murni, dengan berat 50 lbs
Adalah sangat tidak mungkin untuk meragukan bahwa pada abad ke- 4
Kaisar Konstantin memang telah membangun basilika bagi Rasul Petrus.
Sebab pada saat abad 15-16, ketika basilika ini dirubuhkan untuk dibangun
kembali menjadi basilika yang kita kenal sekarang, terlihat bahwa batu- batu
bata yang digunakan memiliki cap Kaisar Konstantin abad ke-4. Pada tahun
1594, saat sedang menggali untuk pondasi untuk altar, para penggali
menemukan lubang yang dalam, dan ketika disinari, terlihatlah sebuah salib
emas [seperti deskripsi di atas] yang terletak di dasar lantai yang gelap.
Paus Klemens VIII, yang dipanggil untuk menyaksikannya, memerintahkan
agar lubang ditutup kembali . Penemuan itu menunjukkan bahwa basilika
tersebut memang telah dibangun di abad ke-4, untuk menghormati tempat
Petrus dibunuh sebagai martir.[23].

17. Catalogus Liberianus (ditulis 354)


.setelah kenaikan-Nya Petrus yang terberkati mendirikan episkopat.
Petrus, 25 tahun, 1 bulan, 9 hari, adalah Uskup dalam pemerintahan Kaisar
Tiberius, dan Gaius, dan Tiberius Claudius dan Nero. Ia [ Petrus] menderita
bersama Paulus, 29 Juni, dalam pemerintahan Nero.[24]
18. Optatus dari Milevis (370)
Kita harus mengetahui siapa yang mendirikan tahta suci dan di mana. Kalau
kamu tidak tahu, akuilah Tetapi kamu tidak dapat memungkiri bahwa tahta
suci keuskupan didirikan pertama kali di kota Roma oleh Petrus dan bahwa di
sana duduklah Petrus, pemimpin dari semua rasul, yang mana ia disebut
sebagai Kepha.[25].
19. St. Agustinus dari Hippo (400)
Jika urutan episkopal secara turun temurun adalah sesuatu yang harus
dipertimbangkan, adalah lebih lagi dalam hal kepastian, kebenaran dan
keamanan, kita mengurutkannya dari Petrus sendiri, yang kepadanya,
sebagai seorang yang mewakili seluruh Gereja, Tuhan Yesus berkata,
Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan
jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Petrus digantikan oleh
Linus, Linus oleh Klemens, Klemens oleh Anacletus, Anacletus oleh Evaristus,
Evaristus oleh Sixtus, Sixtus oleh Telesforus, Telesforus oleh Hyginus,
Hyginus oleh Anicetus, Anicetus oleh Pius, Pius oleh Soter. Soter oleh,
Alexander, Alexander oleh Victor, Victor oleh Zephyrinus oleh Callistus,
Callistus oleh Urban, Urban oleh Pontianus, Pontianus oleh Anterus, Anterus
oleh Fabian, Fabian oleh Cornelius, Cornelius oleh Lucius, Lucius oleh
Stephen, Stephen oleh Sixtus, Sixtus oleh Dionisius, Dionisius oleh Felix, Felix
oleh Eutychian, Eutychian oleh Caius, Caius oleh Marcellus, Marcellus oleh
Eusebius, Eusebius oleh Melchiades, Melchiades oleh Sylvester oleh Markus,
Markus oleh Julius, Julius oleh Liberius, Liberius oleh Damasus, Damasus oleh
Siricius, Siricius oleh Anastasius. Dalam urutan ini tidak ada satupun uskup
Donatist ditemukan.[26]
Fakta bahwa Rasul Petrus pernah ke Roma tidak pernah dipertanyakan oleh
St. Agustinus. Ia malah menggunakan fakta ini untuk mendukung
argumennya melawan bidaah Donatism. Suatu pertanyaan mengapa Luther
dan Calvin yang sama- sama merupakan murid St. Agustinus dan

mempelajari tulisan-tulisannya, dapat mempunyai pandangan berbeda


dengan St. Agustinus ini.
20. St. Hieronimus /Jerome (342- 420) yang disebut sebagai Doctor of the
Church, dan ahli Kitab Suci yang terbaik di masa Gereja awal.
Simon Petrus, saudara Andreas Rasul, dan ia sendiri adalah pemimpin
para rasul, setelah menjadi uskup di Antiokhia dan pemberitaan kepada
kaum Yahudi yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadosia, Asia dan Bitinia,
di tahun kedua pemerintahan Kaisar Claudius, pergi ke Roma untuk mengusir
Simon Magus, dan mendirikan di sana tahta suci selama dua puluh lima
tahun sampai tahun terakhir Nero, yaitu ke-empat belas. Oleh Nero ia dipaku
di kayu salib dan dimahkotai dengan kemartiran, kepalanya di bawah terarah
pada tanah, sedangkan kakinya terangkat tinggi, sebab ia berkeras bahwa ia
tidak layak untuk disalibkan dengan cara yang sama dengan Tuhan-nya.Ia
dikuburkan di Roma di Vatikan, dekat Via Triumphalis, dan dirayakan dengan
penghormatan seluruh dunia.[27]
Tidak ada seorangpun saat itu yang menantang/ menolak pernyataan
historis St. Jerome. St. Jerome adalah seorang terpelajar yang sempurna (par
excellence) yang belajar di Roma dan menjelajahi dunia Kristen. Ia
mempunyai akses kepada dokumen-dokumen sejarah dan keterangan yang
sekarang sudah punah. Maka masa 25 tahun masa kepemimpinan Petrus di
Roma tidaklah dipermasalahkan oleh para ahli sejarah, yang dipersoalkan
hanya kapan tepatnya masa tersebut dimulai, dan berkaitan dengan
kejadian apa.[28] Nampaknya Rasul Petrus berada di Roma secara sporadis
antara tahun 42 sampai 62; ia memimpin Gereja bahkan saat ia aktif
melakukan perjalanan untuk menyebarkan Injil, dan melakukan tugasnya
sebagai pengurus rumah tangga dari Kerajaan Allah.

Mengapa menentang fakta keberadaan Rasul Petrus di Roma?


Jelaslah dari bukti-bukti di atas ini, bahwa kenyataan bahwa Petrus
memimpin Gereja Roma hanya diragukan pada jaman modern saja, yang
disebabkan oleh ide Sola Scriptura. (Sola Scriptura sendiri sesungguhnya
malah tidak Alkitabiah, karena Kitab Suci tak pernah mengajarkan tentang
sola/ hanya Kitab Suci satu-satunya sebagai sumber kebenaran, selanjutnya
tentang Sola Scriptura, klik di sini). Sola Scriptura adalah doktrin yang baru
lahir di jaman Reformasi Protestan, di abad ke 16, walaupun dikatakan
bahwa cikal bakalnya sudah ada di jaman John Wycliffe (1329- 1384) dan Jan
Hus (1373- 1415), yang mengatakan bahwa ajaran yang tidak tertulis secara

eksplisit di Kitab Suci tidak dapat dikatakan sebagai mengikat bagi semua
umat beriman. Jadi mereka berpendapat bahwa karena Petrus tidak pernah
mengatakan secara eksplisit bahwa ia ada di Roma (bagi mereka Babilon
bukan Roma) maka Petrus tidak pernah ke Roma, atau umat tidak dapat
yakin akan fakta tersebut. Mereka mengabaikan semua bukti-bukti di luar
kitab Perjanjian Baru, walaupun bukti- bukti itu begitu kuat.
Mereka mengatakan hal Petrus memimpin Gereja Roma dan wafat sebagai
martir sebagai cerita dongeng/ legenda, seperti yang dikatakan oleh Loraine
Boettner dalam bukunya Roman Catholicism.[29]. Padahal, jika benar Rasul
Petrus tidak pernah ke Roma, tentulah banyak tulisan pada jaman itu yang
menyangkalnya, mengingat tulisan yang menuliskan fakta ini begitu
banyaknya. Tetapi mengapa tak ada satupun tulisan pada jaman itu yang
menyanggahnya? Mengapa tak ada yang menyanggah tulisan Klemens,
Ignatius, Dionisius, Gaius, St. Agustinus dan St. Jerome? Jika Petrus wafat di
tempat lain, mengapa tidak ada tempat/ kota lain yang mengklaim tulangtulangnya atau dikenal sebagai tempat wafatnya Rasul Petrus? Bahkan
tulisan para heretik dari Gnostics dan Ebionites di abad awal tidak pernah
menempatkan lokasi lain bagi kemartiran Petrus maupun tahta suci, selain di
Roma. Perlu kita mengingat bahwa meskipun penganiayaan umat Kristen di
bawah pemerintahan Nero juga tidak secara eksplisit tertulis di PB, tetapi
kita juga tidak dapat mengabaikan bukti/ data sejarah yang menyatakan
bahwa penganiayaan yang mengerikan itu memang pernah terjadi.
Maka jika keberadaan Petrus di Roma ditolak oleh sebagian orang, umumnya
karena pandangan mereka yang menentang ajaran dan otoritas Gereja
Katolik. Dengan menganggap Petrus tidak pernah ke Roma, maka mereka
seolah dapat beranggapan bahwa tidak pernah ada keutamaan Petrus dan
tahta suci/ keuskupan Roma. Anggapan ini memaksa banyak orang untuk
menentang begitu banyaknya fakta sejarah, demi mendukung tradisi baru
Sola Scriptura itu.
Selanjutnya tentang oposisi dari pihak Protestan akan disampaikan dalam
artikel selanjutnya. Namun sebagai penutup artikel bagian ke- 2 ini, mari kita
membaca tulisan Oscar Cullman, seorang Protestant scholar, tentang hal ini,
Kita tidak mempunyai bahkan sedikitpun jejak yang menunjukkan ke
tempat yang lain yang dapat dianggap sebagai tempat kematian-nya
[Petrus]. Adalah hal lain yang penting di sini, bahwa di abad-abad kedua
dan ketiga, ketika beberapa gereja berada dalam persaingan dengan Gereja

Roma, tidak pernah terjadi satupun dari antara mereka yang menentang
klaim bahwa Roma adalah tempat wafatnya Petrus sebagai martir.[30]
[bersambung ke artikel Keutamaan Paus (3): Tanggapan terhadap mereka
yang menentang keberadaan Petrus di Roma]
==================================================
====================
Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap mereka yang menentang keberadaan
Petrus di Roma

Pendahuluan
Harus diakui, bahwa banyak orang karena satu dan lain hal tidak percaya
akan pengaruh Rasul Petrus dalam sejarah Gereja. Mereka umumnya
menutup mata terhadap fakta sejarah yang begitu jelas menyatakan bahwa
Rasul memang pernah tinggal di Roma, mendirikan Gereja di sana, dan
akhirnya wafat sebagai martir di sana. Dewasa ini, dengan adanya akses
yang semakin besar terhadap bukti- bukti sejarah dan terjemahannya, kita
dapat mengetahui kenyataan yang sebenarnya, sehingga banyak para ahli
dan komentator Protestan-pun mulai mengakui kebenaran ini.

Beberapa keberatan utama Protestan


Jika diperhatikan, terdapat beberapa keberatan Protestan tentang
keberadaan Rasul Petrus di Roma, yang jika diringkas adalah sebagai berikut:
1. Mereka menganggap kata Babilon tidak sama dengan Roma.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa pada abad- abad awal Gereja awal
menggunakan kata figuratif Babilon untuk menggambarkan kota Roma.
Pengertian ini tidak pernah dipertanyakan sampai pada sekitar masa
Reformasi.
Allan Stibbs seorang komentator Protestan, mengatakan, Hanya pada dan
sejak Reformasi, beberapa orang mulai condong untuk menganggap kata
[Babilon di 1 Pet 5:13] secara literal mengacu kepada Babilon di
Mesopotamia atau stasi militer yang bernama Babilon di Mesir.[1]
2. Mereka menganggap Rasul Petrus tidak pernah ke kota Roma.
Oscar Cullman, juga seorang Teolog Lutheran, mengatakan, Pertanyaan
[bahwa Rasul Petrus pernah tinggal di Roma] pertama kali diajukan di jaman
abad pertengahan, [yaitu] kaum Waldensian yang memegang bahwa Alkitab

hanya satu- satunya pegangan .[2]. Bagi kaum Waldensian (dipimpin oleh
Peter Valdes dari Lyon, 1205-1218) dan mereka yang sepaham dengan
mereka pada jaman Reformasi sekitar tiga abad setelahnya (1519- 1520),
alasannya adalah: karena Kitab Suci tidak secara eksplisit mengatakan
demikian.
3. Mereka menganggap Kitab Suci tidak mengatakannya.
Hal ini menjadi tanggapan umum umat Protestan yang memegang prinsip
ajaran Sola Scriptura, sehingga apa yang tidak tertulis secara eksplisit
dianggap sebagai tidak terjadi, atau dapat diragukan.

Komentar tokoh-tokoh Protestan dan bagaimana kita


menanggapinya
1. Martin Luther (1483- 1546)
Ia sebenarnya menyimpulkan bahwa Babilon dalam (1 Pet 5: 13) mengacu
kepada Roma. Namun ia selanjutnya mengatakan, Tetapi saya ingin
memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk menginterpretasikan
ayat ini sesuai dengan apa yang dipilihnya, sebab ini tidak penting.[3]
Tanggapan kita umat Katolik:
Sesungguhnya keberadaan Petrus di Roma adalah sesuatu yang penting
untuk membuktikan kepemimpinan Petrus pada Gereja awal. Sesuatu yang
layak disayangkan adalah menyerahkan kepada setiap pribadi untuk
menginterpretasikan ayat ini, tanpa mengindahkan bukti sejarah yang sudah
dengan jelas menyatakan fakta yang sebenarnya bahwa memang Petrus
pernah berada di Roma.
2. John Calvin (1509- 1564)
Dalam komentarnya terhadap teks 1 Pet 5:13, Calvin mengatakan, Banyak
dari para komentator kuno yang berpikir bahwa Roma di sini disimbolkan
[dengan Babilon]. Para pengikut Paus (Papists) dengan gembira memegang
komentar ini, sehingga Petrus kelihatannya sebagai sudah menjadi kepala
Gereja Roma. Karakter yang buruk pada nama ini tidak menghalangi mereka
asalkan mereka dapat meng-klaim gelar tersebut; tidak juga mereka
mempunyai perhatian besar terhadap Kristus, asalkan Petrus ditinggalkan
bagi mereka. Asalkan mereka dapat mempertahankan kursi Petrus, mereka
tidak akan menolak untuk menempatkan Roma di daerah yang berhubungan
dengan neraka (infernal regions). Tetapi komentar kuno ini tidak mempunyai
warna kebenaran, tidak juga saya lihat bahwa ini disetujui oleh Eusebius dan

lain-lainnya, kecuali bahwa mereka sudah disesatkan oleh kesalahan bahwa


Petrus sudah pernah ke Roma. adalah mungkin sekali bahwa ia [Petrus]
ada di Babilon, dan ini sesuai dengan panggilannya, sebab kita mengetahui
bahwa ia ditunjuk untuk menjadi rasul terutama bagi orang-orang Yahudi.
Oleh karena itu, ia mengunjungi terutama bagian dunia yang terdapat
sejumlah besar bangsa Yahudi.[4]
Tanggapan kita umat Katolik:
Tanggapan di atas sepertinya mau mengatakan bahwa semua orang sampai
abad ke 15 telah tertipu, seolah tidak ada yang mengerti fakta yang
sesungguhnya, dan bahwa Calvin-lah yang mengetahui kebenaran tentang
Petrus. Calvin kelihatannya tidak menyadari akan banyaknya bukti yang
menyatakan tentang fakta kehadiran Rasul Petrus di Roma. Memang
mungkin ini disebabkan karena banyak dari teks-teks kuno para Bapa Gereja
dan sejarahwan baru dapat diketahui dan diterjemahkan di abad-abad
terakhir ini. Pertanyaannya adalah apakah semua penulis di abad- abad
awal ini menuliskan sesuatu yang salah tentang keberadaan Rasul Petrus di
Roma? Jika fakta ini salah, mengapa tidak ada dokumen pada abad itu yang
menentang pernyataan tersebut? Mengapa bahkan sekte sesat/ bidaah
sekalipun tidak ada yang menuliskan protes tentang hal kepemimpinan Rasul
Petrus di Roma? Mengapa tidak ada kota lain yang meng- klaim tulangtulang Rasul Petrus?
Cukup menarik di sini bahwa Calvin tidak memberikan bukti yang
menentang keberadaan Petrus di Roma. Ia hanya memberikan alasan bahwa
sudah selayaknya Petrus berkhotbah kepada bangsa Yahudi, mengingat
tugas utamanya adalah untuk mengajar umat Yahudi, dan karenanya ia tidak
mungkin ke Roma. Namun alasan ini tidak tepat, sebab ahli sejarah Paul
Johnson mengatakan bahwa diaspora (penyebaran bangsa Yahudi) terjadi
sangat cepat pada abad pertama. Strabo, seorang ahli geografi Roma
(60BC- 21AD) mengatakan bahwa bangsa Yahudi adalah sebuah kekuatan
bagi seluruh dunia yang berpenghuni. Mereka telah berada di Roma,
selama 200 tahun dan saat itu telah membentuk koloni yang substansial di
sana; dan dari Roma mereka telah menyebar ke seluruh kota di Italia, dan
lalu ke Gaul dan Spanyol dan menyeberangi laut ke barat laut Afrika.[5].
Kenyataannya, pengaruh orang-orang Yahudi begitu kuatnya di Roma,
sehingga Suetonius mengatakan, Karena orang-orang Yahudi terus
membuat gangguan atas pengaruh Chrestus, Claudius (41-57) mengusir
orang-orang Yahudi ini dari Roma.[6]. Para ahli sejarah memperkirakan

bahwa pada sekitar tahun 49 terjadilah pengusiran orang-orang Yahudi


tersebut, di mana para penguasa Roma saat itu mengira bahwa Petrus
adalah Chrestus yang mendirikan agama Kristen. (lihat Kis 18:12)
Selanjutnya Peter Davids, seorang ahli Kitab Suci Protestan, mengkoreksi
Calvin, dengan mengatakan, Secara natural memang mungkin saja
Babilon dapat berarti kota Babilon yang berada di Mesopotamia. namun
pada masa pemerintahan Claudius, komunitas Yahudi sudah meninggalkan
Babilon untuk menuju ke Seleucia (Josephus, Antiquities of the Jews. 18.9.89), dan itu adalah kurang lebih waktu yang sama saat Petrus meninggalkan
Yerusalem setelah penganiayaan yang diadakan atas perintah Kaisar
Herodes Agrippa I. Selanjutnya, Babilon mulai punah/ menurun secara umum
pada abad pertama sehingga pada tahun 115 bangsa Trajan menemuinya
sebagai kota hantu (Dio Cassius, Roman History 68.30). Akhirnya, tidak ada
tradisi Siria yang mengatakan bahwa Rasul Petrus pernah melakukan
perjalanan/ tinggal di deareh Mesopotamia. Maka kemungkinan besar Rasul
Petrus tidak ada di Babilon pada saat yang sama dengan Silwanus (yang kita
ketahui melakukan perjalanan ke Asia kecil dan Yunani bersama dengan
Paulus). Ini menyebabkan Roma sebagai satu-satunya kemungkinan. Bahwa
Roma disebut sebagai Babilon telah dikenal oleh sumber- sumber kalangan
Yahudi dan Kristen.[7]
Boettner mengatakan, Menurut Tradisi Katolik Roma Petrus adalah Uskup
pertama di Roma, dan masa pontifikatnya berlangsung selama 25 tahun dari
tahun 42-67, dan ia dibunuh sebagai martir pada tahun 67.[8] Namun
demikian, herannya, kitab Perjanjian Baru tidak mengatakan apa- apa
tentang kepemimpinan Petrus sebagai uskup. Perkataan Roma disebutkan
selama sembilan kali di Kitab Suci dan tidak pernah disebutkan Petrus
berkaitan dengannya. Tidak ada bukti di kitab Perjanjian Baru atau bukti
sejarah apapun yang mengatakan bahwa Petrus berada di Roma. Semuanya
hanya legenda Tetapi tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Babilon
berarti Roma.[9]
Tanggapan kita umat Katolik:
Selayaknya kita bertanya bukti seperti apa lagi yang dikehendaki oleh
Boettner, karena sesungguhnya bukti-bukti itu sudah sangatlah jelas, silakan
klik di artikel Keutamaan Paus bagian- 2, untuk melihat contohnya. Apakah
Boettner menganggap bahwa semua pengajaran Bapa Gereja pada abadabad awal sebagai legenda? Jika ya, mengapa ia mempercayai doktrin

mengenai Trinitas, ke-Allahan Yesus dan kanon Kitab Suci yang ditetapkan
oleh para Bapa Gereja di abad- abad awal?
Walaupun Kisah Para Rasul menceritakan hal-hal yang terjadi dalam tiga
dekade pertama setelah kenaikan Yesus ke surga, harus tetap diakui, ada
banyak hal-hal yang tidak sempat tertulis di sana. Tahun- tahun Rasul Petrus
tidak tertulis di sana, sama seperti detail pelayanan para rasul yang lainnya.
Namun para jemaat pertama tersebut mengetahui bahwa sumber kebenaran
iman tak melulu tergantung dari kitab suci semata, karena pada saat itu
Kitab Suci juga belum secara mudah mereka dapatkan. Mereka bertumbuh di
dalam iman melalui pengajaran lisan para rasul dan para Bapa Gereja. Maka
sesungguhnya di sini, bukan tugas umat Katolik untuk membuktikan
keberadaan Rasul Petrus di Roma, karena bukti dan tulisan-tulisan para Bapa
Gereja telah sedemikian jelasnya membuktikan hal tersebut. Seharusnya
mereka yang menentang kebenaran ini yang harus memberikan bukti/
sumber yang menentangnya, dan inilah yang tidak pernah ada.
Jadi, menarik untuk diamati bahwa seperti halnya Calvin, Boettner juga tidak
menyertakan sumber ataupun tradisi mana yang mendukung keyakinannya,
yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Ia hanya menyatakannya
pandangannya untuk mendukung paham Fundamentalis, dan menutup mata
terhadap segala bukti yang menunjukkan sebaliknya.
4. Harry A. Ironside (wafat 1951) dan Jimmy Swaggart (1935-)
Ironside adalah pastor dari Moody Memorial Church dan Swaggart adalah
seorang pengarang dan tele-evangelist. Keduanya adalah penulis dan
pengkhotbah yang menentang keberadaan Petrus di Roma. Swaggart
mengatakan, Petrus mungkin pernah mampir atau mengunjungi Roma,
tetapi tidak ada tanda bukti Alkitabiah untuk mengkonfirmasi hal ini.
[Mengacu kepada surat Rasul Paulus kepada umat di Roma] Karena Petrus
tidak disebutkan di sini oleh Paulus, maka dapat disimpulkan dengan
kepastian bahwa ia tidak berada di sana pada saat itu! Ini tentu
merendahkan pondasi dari jalur apostolik dari uskup Roma. Jika Petrus
berada di Roma sebagai uskup (seperti diklaim oleh Gereja Roma) ia akan
disapa pertama kali oleh Paulus! Oleh karena itu adalah buang-buang waktu
untuk memperhitungkan teori yang tak berdasar ini.![10]
Tanggapan kita umat Katolik:
Baik Ironside maupun Swaggart hanya mendasarkan pandangannya dari apa
yang tertulis di Kitab Suci saja, tanpa memperhatikan bukti- bukti sejarah

lainnya yang menunjukkan dengan sangat kuat tentang keberadaan Petrus


di Roma. Mereka, seperti tokoh Protestan lainnya, hanya berpegang pada
paham silence in Scripture tanpa memberikan bukti sumber lainnya yang
mendukung pandangan mereka. Dengan demikian, mereka hanya
mengatakannya atas dasar pandangan pribadi, dan mengabaikan fakta
sejarah umat Kristen.

Mengapa Petrus tidak disebutkan dalam Surat kepada jemaat


di Roma
Kenyataan bahwa Petrus tidak disebut di dalam surat rasul Paulus kepada
jemaat di Roma, itu tidak menjadi bukti yang kuat bahwa Petrus tidak ada/
tidak pernah ke Roma. Terdapat beberapa kemungkinan mengapa nama
Petrus tidak disebutkan di sini:[11]
1. Rasul Petrus melakukan perjalanan dengan sangat ekstensif pada saat itu.
Maka dapat diperkirakan bahwa ia mengadakan perjalanan ke daerah-daerah
yang lain sementara menggunakan Roma sebagai home base, atau ia
membantu Gereja dari daerah lain. Karena ia diberi tugas untuk
mengabarkan Injil kepada umat Yahudi, maka ia akan merasa wajib untuk
mengunjungi daerah-daerah di mana ada kaum diaspora Yahudi. Dalam hal
ini Roma merupakan kemungkinan besar, karena sejumlah besar kaum
Yahudi di sana. Roma yang juga adalah pusat kerajaan Romawi, juga menjadi
pusat Gereja. Kita ketahui dari surat Rasul Paulus bahwa Rasul Petrus
melakukan perjalanan untuk pewartaan Injil, disertai oleh istrinya (1 Kor 9:5).
2. Juga, kemungkinan pada tahun 49, Rasul Petrus, bersama dengan orangorang Yahudi lainnya diusir keluar Roma oleh Kaisar Claudius, dan hanya
menyisakan sejumlah jemaat Kristen non- Yahudi. Kita mengetahui dari bukti
sejarah bahwa pada tahun itu terjadi kesalahpahaman dari pihak Kaisar
Roma (Claudius) bahwa terjadi keributan yang disebabkan oleh seorang
Chrestus, yang kemungkinan mengacu pada Kristus, di mana Petrus adalah
pemimpinnya, yang dianggap sebagai sekte Kristus Yahudi oleh pemimpin
kerajaan Roma. Keadaan ini ditulis juga di Kis 18:12.[12] Tak ada seorang
Kristen-pun yang ingin mengekspos Petrus atau pemimpin yang lain
terhadap ancaman hukuman ini, membuat mereka menjadi sasaran bagi
kerajaan Roma. Dengan demikian, adalah bijaksana bagi rasul Paulus untuk
tidak menyebutkan Rasul Petrus dalam suratnya yang dapat jatuh ke tangan
penguasa Roma, sebab jika tidak, pendirian Gereja di Roma akan menjadi
berantakan jika dokumen itu jatuh ke tangan orang Roma yang membenci
Gereja. Orang- orang Kristen saat itu sangat berhati-hati untuk tidak

membiarkan gerakan-gerakan dan tindakan- tindakan para Uskup mereka


diketahui oleh pihak penguasa negara pagan tersebut. Pernyataan Rasul
Paulus bahwa ia tidak akan membangun pada pondasi yang sudah
diletakkan oleh orang lain adalah referensi yang cukup memadai bagi
mereka yang kepadanya surat itu dituliskan.[13].
4. Ada kemungkinan, Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada sebuah
kelompok khusus dalam komunitas Kristen di Roma. Sebab di sini ia tidak
menyebut komunitas tersebut sebagai Gereja seperti yang disebutkan pada
surat- suratnya yang lain, namun hanya secara umum semua yang di
Roma.
5. Seperti telah disebutkan di point 3, ada kemungkinan juga Rasul Paulus
sudah menyebutkan Rasul Petrus walau secara terselubung, .aku telah
memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. Dan dalam pemberitaan itu aku
menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di
tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku
jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, Itulah
sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu. Tetapi sekarang,
karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku
telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu, aku harap dalam
perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu
dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku
seketika menikmati pertemuan dengan kamu. (Rom 15: 19-20, 22-24) Ayat
ini menunjukkan bahwa seseorang rasul yang lain telah membangun Gereja
(lih. Ef 2:20) di Roma. Karenanya Rasul Paulus percaya bahwa Gereja di
Roma telah dibangun dengan baik, dan hanya bermaksud singgah saja
dalam perjalanannya ke Spanyol (Rom 15:24, 28).
Menarik di sini untuk melihat bahwa Calvin telah menolak bahwa Rasul
Petrus pernah ke Roma, dan menyebutkan bahwa yang tidak setuju
dengannya sebagai tersesat. Namun dalam komentarnya terhadap ayat 1
Kor 15 tersebut, Calvin mengatakan, kita dapat menganggap bahwa para
rasul adalah para pendiri Gereja, sementara para pastor yang meneruskan
mereka mempunyai tugas untuk menjaga dan meningkatkan struktur yang
telah didirikan oleh mereka (para rasul). Rasul Paulus mengacu kepada
pondasi yang telah didrikan oleh seorang rasul lainnya sebagai pondasi
yang diletakkan oleh orang lain.[14]. Maka memang pertanyaannya adalah
siapakah rasul lain yang sudah mendirikan Gereja di Roma sebelum Rasul
Paulus mengunjungi Roma? Tentunya ini mudah dijawab dan diketahui

seandainya seseorang mau mempelajari Kitab Suci dan kaitannya dengan


fakta sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, bahwa seorang rasul lain yang
telah mendirikan Gereja di Roma, adalah Rasul Petrus.
Di atas adalah beberapa kemungkinan yang dapat terjadi, sehingga Rasul
Petrus tidak dituliskan di dalam surat Rasul Paulus kepada umat di Roma.
Kita harus mengakui bahwa Kitab suci memang secara relatif tidak
menuliskan banyak tentang akhir hidup para rasul, termasuk di antaranya
tahun- tahun terakhir Rasul Petrus dan Paulus. Di sinilah peran sejarah dan
tradisi Gereja awal untuk menjelaskannya. Tradisi ini tidak dipermasalahkan
selama 16 abad, dan baru setelah ada Reformasi, keberadaan rasul Petrus di
Roma dan keutamaannya sebagai pemimpin para rasul dipertanyakan.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, mari melihat kepada kutipan berikut ini
1. Encyclopedia Britannica memberi komentar terhadap ekskavasi/
penggalian di Roma, yang mengkonfirmasi keyakinan jemaat Kristen awal
bahwa Rasul Petrus dibunuh sebagai martir di Roma dan dikuburkan di Roma
di bawah basilika St. Petrus, yang dulunya adalah bukit Vatikan dekat dengan
Neros Circus. John Evangelist Walsh, dalam bukunya The Bones of St. Peter,
memberikan penjabaran lengkap tentang penggalian selama 30 tahun di
bawah Vatikan dan penemuan serta otentifikasi dari tulang-tulang Rasul
Petrus.[15]. Oscar Cullman, seorang Teolog Lutheran mengatakan,
Penggalian-penggalian tersebut menyatakan bukti yang mendukung
laporan bahwa tempat pelaksanaan hukuman mati Rasul Petrus adalah di
daerah Vatikan.[16]
2. Oscar Cullman mengatakan, Dalam periode mendatang, penolakan
terhadap tradisi Roma tentang Petrus secara umum sudah hampir tidak ada
lagi. Orang- orang seperti Ernest Renan menganggap sebagai suatu fakta
bahwa Petrus pernah berada di Roma. Tahun 1897, Teolog Protestan dan
sejarahwan A. Harnack menuliskan pernyataan yang jelas bahwa penolakan
terhadap keberadaan Petrus di Roma sebagai sebuah kesalahan yang begitu
jelas sekarang bagi setiap scholar yang tidak buta. Akhirnya Cullman
menyimpulkan bahwa bahkan di antara umat Protestan, kecenderungan
umum adalah untuk menerima bahwa Petrus [pernah] tinggal di Roma.[17]
3. Akhirnya, seorang ahli Kitab Suci Protestan yang bernama F.F. Bruce
menyimpulkan dengan mengutip perkataan Hans Lietzmann, demikian, .

Semua sumber awal sekitar tahun 100 menjadi jelas dan mudah dimengerti,
dan sesuai dengan konteks sejarah dan satu dengan lainnya, jika kita
menerima apa yang mereka sampaikan dengan sederhana kepada kita,
-yaitu bahwa Petrus datang ke Roma dan wafat sebagai martir di sana.
Dugaan apapun yang lain tentang kematian Petrus [selain dari yang
disebutkan di atas] menumpukkan banyak kesulitan di atas kesulitan dan
tidak dapat didukung oleh satu dokumenpun.[18]
[bersambung ke artikel Keutamaan Paus (4): menurut Dokumen ter-awal
Gereja ]
==================================================
=========
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen paling awal Gereja

Makin dekat ke sumber, makin jelas


Banyak orang mengatakan jika semakin dekat ke sumber air, maka airnya
makin jernih, atau makin dekat ke sumber terang, maka terangnya makin
jelas. Demikianlah, jika kita membaca tulisan- tulisan Bapa Gereja pada abad
awal, kita dapat mengetahui dengan jelas keutamaan kepemimpinan para
penerus Rasul Petrus, dalam mengatur dan mempersatukan Gereja.
Memang terjadi perkembangan dalam hal kepemimpinan Paus saat ini
dengan Rasul Petrus dan para penerusnya pada abad- abad pertama, namun
kita harus mengakui bahwa hakekat kepemimpinan Paus sudah ada sejak
awal mula. Ini seperti halnya perkembangan organik suatu tumbuhan dari
biji, lalu menjadi tumbuhan yang kecil dan lama- kelamaan menjadi besar;
atau pertumbuhan manusia dari bayi menjadi dewasa.

Perkembangan Gereja mula-mula


Gereja mula-mula berawal dari dua belas rasul yang ketakutan setelah
pemimpin mereka dihukum mati di kayu salib (Mrk 14:50), yang kemudian
kembali berkumpul dalam ketakutan setelah kebangkitan Kristus, yaitu
sekitar 120 orang (Kis 1:15). Kemudian pada saat Pentakosta, Roh Kudus
turun atas para rasul (Kis 2). Selanjutnya Rasul Petrus berbicara dan
mengajar yang menyebabkan 3000 orang dibaptis pada hari itu (Kis 2:5, 41).
Sejak saat itu anggota Gereja terus bertambah (lih. Kis 2:47). Pada sekitar
sepuluh tahun sesudah Pentakosta, Gereja mulai menerima orang-orang nonYahudi yang bertobat sebagai anggota, dimulai dari Kornelius dan seluruh
anggota keluarganya (Kis 10). Maka, Gereja terus bertumbuh dan wajah

Gereja-pun berkembang, tidak persis sama dengan saat awal yang hanya
melibatkan kalangan terbatas seputar para Rasul.
Maka kita ketahui, untuk mengatur jemaat/ Gereja, ditunjuklah beberapa
orang sebagai pemimpin, karena tuntutan perkembangan ini (lih. Kis 6:1-6; 1
Tim 3:8). Uskup (penilik jemaat) pertama kali disebut pada surat Rasul Paulus
kepada jemaat di Filipi (Fil 1:1) dan Kis 20: 28, sekitar 30 tahun setelah
peristiwa Pentakosta. Gerejapun mulai menyebar ke daerah-daerah dan
negara-negara lain, seperti ke Antiokhia (Kis 11:19-26). Secara internal,
Gerejapun mengalami perkembangan: Ibadah tidak lagi terbatas di
sinagoga, tetapi juga ke rumah-rumah umat beriman (Rom 16: 5; 1 Kor
16:19), dan semakin menunjukkan perbedaan liturginya dengan
penyembahan umat Yahudi. Melalui surat-surat Rasul Paulus kitapun
mempelajari bahwa titik perhatiannya bergeser; dari keselamatan umat nonYahudi oleh iman yang terlepas dari hukum Taurat (dalam hal ini sunat)
kepada pengaturan kepemimpinan hirarki Gereja. Rasul Paulus bersama
dengan para Rasul lainnya mulai mempersiapkan kepemimpinan generasi
kedua untuk memastikan bahwa Tradisi para rasul dapat dilanjutkan dengan
baik ke generasi berikutnya (lih. 2Tim 2:2; Kis 20:28; 1 Tim 3:2; Titus 1:5-9).
Uskup (penilik jemaat) ditunjuk untuk menggantikan kedudukan para Rasul
(Tit 1:5). Di sinilah kita melihat perkembangan Gereja menjadi semakin
membesar, sehingga membutuhkan juga kepemimpinan yang mengaturnya
dalam kesatuan.
Khotbah/ pengajaran lisan menandai hari- hari pertama Gereja awal. Pada
saat itu tidak ada pengajaran tertulis, entah dari Yesus atau dari para RasulNya. Pengajaran lisan ini adalah cara utama untuk meneruskan kebenaran
Tuhan kepada umat-Nya (1 Tes 2:13). Perkataan lisan ini dianggap sebagai
sesuatu yang mengikat umat. Ini sudah terjadi sebelum ajaran-ajaran
tersebut dituliskan. Maka Rasul Paulus mengingatkan kepada jemaat
pertama untuk berpegang teguh terhadap Tradisi para Rasul yang
diajarkannya (lih. 1 Kor 11:2). Setelah ajaran- ajaran tersebut ditulis, maka
tulisan tersebut juga mempunyai otoritas yang mengikat seperti halnya
pengajaran lisan para rasul, Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah
pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun
secara tertulis. (lih. 2 Tes 2:15).

St. Klemens dari Roma dan St. Ignatius dari Antiokhia


Gereja kemudian tersebar ke seluruh daerah, dan Gereja kemudian
mempunyai kata sifat, yaitu Katolik, untuk menjelaskan ke-universalannya,

yang mencakup segala bangsa di semua daerah di sepanjang waktu. Gereja


sejak awal sudah mempunyai ke-empat tandanya sejak awal mula, yaitu:
satu, kudus, katolik dan apostolik, yang dinyatakan sekitar dua abad
kemudian pada Konsili Nicea. Perkembangan Gereja secara organik ini tidak
mengubah esensi Gereja pertama yang didirikan oleh Kristus. Di tengah
tekanan- tekanan, entah dari tuntutan perkembangan, maupun dari
berkembangnya ajaran- ajaran sesat ataupun penganiayaan di abad- abad
awal, kepemimpinan Gereja malah menjadi semakin terbentuk. Ini seperti
proses pendewasaan dari sebuah organisme yang hidup dan bertumbuh.
Berikut ini kita akan melihat dokumen Gereja yang ter-awal, yang dituliskan
oleh dua orang murid rasul Petrus, yaitu yang ditulis oleh St. Klemens dari
Roma dan St. Ignatius dari Antiokhia. Tradisi para Bapa Gereja mengatakan
bahwa kedua orang ini ditahbiskan oleh Rasul Petrus sendiri.[1]. St. Klemens
(96) adalah Uskup Roma urutan ke-4 yaitu ketiga setelah Rasul Petrus, yang
juga adalah muridnya. Origen, Eusebius dan St. Jerome mengatakan bahwa
St. Klemens ini adalah Klemens yang disebut oleh Rasul Paulus dalam Fil 4:3.
St. Klemens menjadi Uskup di Roma, pada jaman Rasul Yohanes masih hidup,
dan ia-lah yang menulis Surat pertama Klemens kepada jemaat di Korintus
atas nama Gereja Roma pada tahun 96. Sedangkan St. Ignatius dari
Antiokhia (35- 107), adalah penerus langsung Rasul Petrus di Antiokhia, yang
diarak dari kota ke kota di Kerajaan Roma, sebelum akhirnya dibunuh
sebagai martir di Roma. Di tengah kondisi yang memalukan ini, sebelum
wafatnya ia menulis tujuh surat kepada Gereja- gereja[2], sebelum akhirnya
ia dengan lapang menyerahkan nyawanya demi kasihnya kepada Yesus
Penyelamatnya.

Surat pertama St. Klemens kepada jemaat di Korintus


Surat St. Klemens ditujukan kepada jemaat di Korintus yang sedang
menghadapi masalah yang serius. Kesatuan jemaat terancam oleh beberapa
orang yang dengan sombong mengambil peran para tertahbis (klerus) dan
menentang para klerus tersebut. St. Klemens menuliskan surat untuk
menegur para pelanggar aturan itu, dan mendorong jemaat untuk tetap
bersatu. St. Irenaeus (202) menulis, Pada jaman Klemens terjadi
pertengkaran yang tidak kecil di jemaat Korintus, dan Gereja Roma
mengeluarkan surat yang sangat berkuasa kepada jemaat Korintus,
mendorong mereka untuk berdamai, memperbaharui iman mereka dan
menyatakan Tradisi yang mereka terima dari para rasul.[3]. Jemaat di
Korintus tidak berkeberatan terhadap surat St. Klemens, surat ini malah
dibacakan secara teratur di Gereja Korintus selama berabad- abad, dan juga

di Gereja-gereja lainnya.[4] Pada jaman surat St. Klemens itu ditulis, Rasul
Yohanes sebenarnya masih hidup dan tinggal di Gereja Asia sekitar 240 mil
dari Korintus. Namun Rasul Yohanes tidak diminta pendapatnya untuk
mengatasi masalah di Gereja Korintus. Tugas ini diemban oleh Uskup Roma
yang tinggal lebih dari 600 mil dari Korintus. Bahkan surat St. Klemens ini
masih sering dibacakan sampai abad ke- 3 dan ke- 4 dan dianggap sebagai
salah satu kitab kanonik dalam PB menurut codex Alexandrian.[5]

Berikut ini adalah surat Pertama St. Klemens kepada Gereja di


Korintus (96) dan surat St. Ignatius kepada Gereja Roma
(106):[6]
A. Surat St. Klemens kepada Gereja di Korintus (96)
1. St. Klemens berbicara atas nama Gereja di Roma, dari kursi Rasul
Petrus.
Gereja Tuhan yang ada di Roma, kepada Gereja Tuhan yang ada di Korintus,
kepada mereka yang dipanggil dan dikuduskan oleh kehendak Tuhan, melalui
Tuhan kita Yesus Kristus: semoga dilipatgandakan kasih karunia bagimu, dan
damai sejahtera, dari Tuhan yang Maha Besar melalui Yesus Kristus.
2. St. Klemens memohon maaf kepada jemaat di Korintus.
Saudara- saudara yang terkasih, karena bencana yang tiba- tiba meledak
dengan cepat dan berturut- turut, dan karena pengalaman- pengalaman
yang melanda kami, kami menjadi sepertinya lambat, kami pikir, dalam
memberikan perhatian kepada perselisihan yang terjadi dalam komunitasmu.
Masa kepemimpinan Klemens sebagai Paus adalah dalam periode
pemerintahan kaisar Domitian yang terkenal sangat kejam dalam
penganiayaan umat Kristiani di Roma (sekitar 51-96). Memang tidak
ditemukan bukti permohonan Gereja di Korintus kepada Gereja Roma untuk
menyelesaikan perselisihan di antara Gereja Korintus. Namun sebagai Uskup
Roma, St. Klemens menganggap hal ini sebagai tugasnya. Ia meminta maaf
bukan karena ia mencampuri/ mengatur urusan Gereja Korintus, tetapi ia
minta maaf karena tidak menulis surat lebih awal untuk mengatasi
perselisihan ini.
3. St. Klemens mengajarkan tentang jalur apostolik.

Para rasul mengkhotbahkan Injil yang mereka terima dari Kristus kepada
kita, dan Yesus Kristus adalah Duta Tuhan. Dengan perkataan lain, Kristus
datang dengan pesan Tuhan, dan para Rasul dengan pesan Kristus. Karena
itu, kedua pengaturan ini terjadi atas kehendak Tuhan. Jadi setelah menerima
perintah dan dijamin sepenuhnya melalui kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.
mereka pergi dari negeri ke negeridan dari kota ke kota, mereka
mengajar, dan dari antara pengikut yang pertama para Rasul menunjuk
mereka yang telah mereka uji dengan Roh Kudus, untuk bertindak sebagai
para uskup dan diakon bagi umat. Dan ini bukanlah inovasi, sebab telah
lama sebelum Kitab Suci berbicara tentang para uskup dan diakon; dikatakan
bahwa: Aku akan mendirikan kepemimpinan mereka dalam hal pelaksanaan
hukum dan pelayanan mereka dalam kesetiaan. Para rasul, juga telah diberi
pengertian oleh Tuhan Yesus Kristus bahwa jabatan uskup dapat
menimbulkan hal- hal yang penuh intrik. Untuk alasan ini, dilengkapi dengan
pengetahuan, mereka menunjuk orang- orang seperti yang telah disebutkan
di atas, dan kemudian memberlakukan ketentuan sekali untuk selamanya
demikian: ketika orang- orang ini meninggal dunia; orang- orang lain yang
telah disetujui harus melanjutkan tugas pelayanan suci mereka. Akibatnya,
kami menganggapnya sebagai suatu ketidakadilan, [jika] orang-orang yang
telah ditunjuk oleh mereka atau selanjutnya, dengan persetujuan seluruh
Gereja, dikeluarkan dari pelayanan suci, untuk digantikan oleh orang- orang
lain dengan reputasi yang tinggi.
4. St. Klemens mengajarkan tentang otoritas dari Tuhan.
Terimalah nasihat kami, dan kamu tidak akan menyesal. Sebab selama
Tuhan hidup, dan Tuhan Yesus hidup, dan Roh Kudus, demikianlah ia, yang
dengan kerendahan hati dan bergegas dalam kelemahlembutan, tanpa
menyesal, telah melaksanakan perintah- perintah yang diberikan oleh Tuhan
[melalui kami], menjadi terdaftar dan namanya terletak di antara mereka
yang diselamatkan melalui Yesus Kristus tetapi jika orang- orang tertentu
menjadi tidak taat akan kata- kata yang diucapkan oleh Dia [Yesus Kristus]
melalui kami, biarlah mereka mengerti bahwa mereka akan menyusahkan
diri sendiri di dalam pelanggaran yang tidak kecil dan bahaya; tetapi kami
tidak bersalah atas dosa ini.
5. Klemens mensyaratkan ketaatan terhadap suratnya ini.
Sebab kamu akan memberikan suka cita yang besar dan kegembiraan, jika
kamu memberikan ketaatan kepada hal- hal yang dituliskan oleh kami

melalui Roh Kudus, dan cabutlah kemarahan yang tidak benar dari
kecemburuanmu, sesuai dengan permohonan yang telah kami buat demi
damai sejahtera dan perjanjian di dalam surat ini.
Surat St. Klemens mengklaim bahwa ia berbicara dengan otoritas dari Roh
Kudus. Ini menyerupai klaim yang dibuat oleh Rasul Paulus dalam 1 Tes 2:13.
Surat Klemens ini merupakan bukti supremasi Paus di abad pertama. Tidak
ada protes dari siapapun terhadap surat ini; sebaliknya, St. Irenaeus dan St.
Ignatius memuji surat ini, dan jemaat Korintus menghargainya dan
membacanya dalam Ibadah suci mereka pada hari Minggu (hati Tuhan)
selama bertahun- tahun sesudahnya.[7]
6. St. Klemens dan Gereja Roma mengirimkan utusan ke Korintus
Bergegaslah dan kirimkan utusan kami, Klaudius Efebus, Valerius Vito, dan
Fortunatus, kembali kepada kami dengan damai dan suka cita, sehingga
kabar tentang perjanjian dan kesatuan yang kami doakan dan kami rindukan
dapat sampai kepada kami secepatnya, dan kami dapat segera bersuka cita
karena kembalinya keteraturanmu. Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus
bersamamu, dan dengan setiap dan semua orang di manapun yang telah
dipanggil oleh Allah melalui Dia, dan melalui Dia, kemuliaan dan hormat bagi
Tuhan dengan kekuatan, kebesaran, dan kekuasaan yang kekal dari segala
abad, sekarang dan selama- lamanya. Amin.

Beberapa komentar tentang surat St. Klemens


1. Buku The Shepherd of Hermas yang sering kali dianggap sebagai
karya literatur Kristen yang sangat berharga di abad ke- 2 mengajarkan
bahwa Gereja awal melihat Uskup Roma mempunyai tanggung jawab untuk
kesejahteraan dam kesatuan komunitas Kristiani secara keseluruhan. Ia
[Uskup Roma] adalah penerus Rasul Petrus dan memenuhi peran sebagai
gembala di Gereja.[8]
2. Dionysius menyatakan pentingnya surat St. Klemens yang masih
dibacakan di hadapan jemaat Korintus sampai abad berikutnya. Pada akhir
abad ke- 2, Dionysius menulis surat kepada Paus Soter, Uskup Roma,
demikian:
Hari ini adalah hari Tuhan, kami menguduskannya, dan membaca suratmu
[Paus Soter], yang harus kami baca berkali- kali karena pengajaran yang
berharga, seperti halnya surat yang dituliskan oleh Klemens atas
namamu.[9] Atas namamu di sini maksudnya adalah atas nama Gereja

Roma. Perkataan Dionysius ini menunjukkan adanya sikap dari uskup- uskup
yang mengakui otoritas dan tanggungjawab Paus/ uskup Roma.
3. Eusebius, seorang sejarahwan, juga menuliskan pentingnya surat
Klemens.
Rasul ini (Paulus) di dalam suratnya kepada jemaat di Filipi memberitahukan
pada kita bahwa Klemens adalah kawan sekerja-nya.bersama-sama
dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang namanamanya tercantum dalam kitab kehidupan. (Flp 4:3) Ia (Klemens)
menulis atas nama Gereja Roma kepada Gereja Korintus, ketika terjadi
pemberontakan di Gereja Korintus. dan [kejadian pemberontakan ini]
mengacu kepada [kesaksian] Hegesippus, saksi yang dapat dipercaya.[10].
4. Sejarahwan Protestan, Philip Schaf menulis,
Contoh pertama perihal otoritas Paus ditemukan pada akhir abad pertama
di dalam surat Uskup Roma, Klemens Adalah sukar dipungkiri bahwa
dokumen tersebut menjabarkan superioritas tertentu di atas semua
kongregasi biasa. Di sini, Gereja Roma, tanpa diminta (seperti kelihatannya),
memberikan nasihat, dengan kebijaksanaan administratif yang superior,
kepada sebuah gereja penting di Timur, mengirimkan utusan-utusannya, dan
memerintahkan keteraturan dan kesatuan dengan nada yang tenang
berwibawa dan penuh otoritas, seperti alat Tuhan dan Roh Kudus. Ini menjadi
lebih mengejutkan jika Rasul Yohanes, seperti kelihatannya, masih hidup di
Efesus, yang lebih dekat dengan Korintus daripada Roma.[11].

B. Surat St. Ignatius kepada jemaat di Roma (106)


Latar belakang surat ini dikisahkan oleh Eusebius. St. Ignatius adalah Uskup
Antiokhia yang kedua setelah Rasul Petrus. St. Ignatius dikirim dari Siria ke
Roma untuk menjadi mangsa/ korban binatang buas karena menjadi saksi
Kristus. Pada saat ia dalam perjalanan di Asia di bawah pengawasan yang
ketat ia menguatkan paroki- paroki di kota-kota persinggahannya, di mana
ia memberikan homili dan pengajaran, dan memperingatkan mereka secara
khusus untuk melawan ajaran sesat yang marak pada saat itu, dan untuk
secara khusus berpegang teguh pada tradisi para rasul.[12]
Potongan kutipan surat St. Ignatius di alinea terakhir yang menandai
spiritualitasnya yang mendalam adalah sebagai berikut:

agar aku tidak hanya bicara tetapi sungguh akan dan tidak hanya
dikatakan sebagai seorang Kristen, tetapi sungguh menjadi seorang
Kristen Aku menulis kepada semua Gereja bahwa aku ingin mati bagi
Tuhan Aku menderita menjadi makanan bagi binatang buas, yang
melaluinya aku akan mencapai Tuhan. Aku adalah gandum Tuhan, biarlah
aku digiling oleh gigi- gigi binatang buas sehingga aku ditemukan sebagai
roti Kristus.[13]
1. Pendahuluan
Ignatius, yang juga disebut Theoforus, kepada Gereja yang telah mengalami
belas kasihan di dalam kebesaran Allah Bapa dan Yesus Kristus, Putera-Nya
yang tunggal, yang mengatasi segalanya, Gereja yang dikehendaki oleh Dia
yang menghendaki semua yang ada, yang terkasih dan yang diterangi
melalui iman dan kasih Yesus Kristus Tuhan kita; yang memimpin di tempat
terutama dalam kekuasaan Roma, sebuah Gereja yang layak bagi Tuhan,
layak dihormati, layak diberi ucapan selamat, layak dipuji, layak menerima
sukses, layak menerima pengudusan, dan memimpin di dalam kasih,
mempertahankan hukum Kristus, dan mengemban nama Allah Bapa:
kepadanya [Gereja Roma] aku memberi hormat di dalam nama Yesus Kristus
Putera Bapa. Ucapan selamat dari hati karena sukacita yang tak tertandingi
di dalam Yesus Kristus Tuhan kita, kepada mereka yang dipersatukan di
dalam daging dan roh dengan setiap perintah-Nya; yang tetap menikmati
kepenuhan kasih karunia Allah dan dijauhkan dari setiap noda asing.
St. Ignatius menuliskan surat kepada tujuh Gereja,[14] namun pembukaan
surat kepada Gereja Roma sungguh menunjukkan kata pujian yang tidak
dapat dibandingkan dengan surat- suratnya yang lain. Di sini St. Ignatius
mengakui bahwa Gereja Roma memimpin dengan kasih atas Gereja- gereja
yang lain. Gereja Roma juga dihormati karena bebas dari ajaran sesat. Hal ini
disebabkan tidak saja karena Gereja Roma menghindari ajaran sesat, namun
juga sebab ia memegang keutamaan dan janji perlindungan dari Kristus
sendiri. Bahkan ketika Gereja Timur diguncang ajaran- ajaran sesat seperti
Arianisme, Docetisme, Nestorianisme, dst, Gereja Roma selalu bebas dari
noda heresi tersebut.
2. Gereja Roma memimpin dengan kasih atas Gereja Antiokhia
St. Ignatius dicabut dari kepemimpinannya oleh otoritas kaisar Roma,
sehingga Gereja Antiokhia ditinggalkan tanpa uskup. St. Ignatius memohon
kepada Gereja Roma untuk menggembalakan umat-nya meskipun Gereja

Roma berjarak 1300 mil dari Antiokhia. Walaupun St. Ignatius menulis surat
kepada beberapa Gereja lainnya, namun hanya kepada Gereja Roma ia
mempercayakan Gereja Antiokhia, agar sama seperti Gereja Roma
memperhatikan Gereja Korintus, demikian pula Gereja Roma terhadap Gereja
Antiokhia.[15] Demikianlah katanya:
Ingatlah di dalam doa- doamu, Gereja di Siria yang sekarang mempunyai
Tuhan sebagai Gembalanya di tempatku. Yesus Kristus sendiri akan menjadi
Uskupnya, bersama denga kasihmu.[16]
3. St. Ignatius tidak berani memberikan perintah kepada Gereja
Roma
Mohonlah kepada Kristus atas namaku, bahwa melalui sarana-sarana ini
[penderitaannya] aku dapat membuktikan pengorbanan bagi Tuhan. Tidak
seperti Petrus dan Paulus, aku tidak mengeluarkan perintah apapun
kepadamu. Mereka adalah para Rasul, aku adalah seorang terhukum.[17]
Tulisan ini tidak sama dengan isi suratnya kepada Gereja- gereja yang lain, di
mana ia sering mengajarkan demikian, Taatilah uskupmu,
Berpartisipasilah dalam satu Ekaristi, Jangan terbawa oleh ajaran sesat,
Hindarilah skisma, dst. Namun dalam surat kepada Gereja di Roma, St.
Ignatius tidak mengatakan tentang hal ini sedikitpun.
4. Gereja Roma adalah Guru bagi semua
Engkau tidak pernah mengumpati siapapun. Engkau telah mengajar orangorang lain. Apa yang kuinginkan adalah ajaran- ajaran yang kautanamkan
dalam inisiasi para murid tetap berlaku[18].
Di sini St. Ignatius mengakui bahwa Gereja Roma- lah yang mengajar Gerejagereja yang lain, termasuk gereja-gereja Timur -kemungkinan Ia mengacu
kepada surat St. Klemens- padahal Gereja Roma menerima Injil dari Timur,
yaitu melalui pewartaan para Rasul. Antiokhia, tempat asal St. Ignatius
adalah pusat Kristianitas yang pertama, yang terbentuk karena
penganiayaan di Yerusalem dan kehancuran Yerusalem. Namun Ignatius
sebagai Uskup Antiokhia tidak memerintah atas Gereja Roma tetapi malah
memujinya karena telah mengajarkan jemaat/ Gereja yang lain.

Beberapa komentar tentang surat St. Ignatius


1. Eusebius menyatakan pentingnya surat Ignatius

Eusebius menulis sejarah pada saat yang berdekatan dengan masa Bapa
Gereja di abad awal dan beberapa kali mencantumkan nama St. Ignatius.
Pada saat itu Papias, uskup Hierapolis menjadi terkenal, demikian juga
Ignatius, yang dipilih menjadi uskup Antiokhia, kedua setelah Petrus,
Irenaeus juga menyebutkan kemartiran Ignatius dan surat- suratnya
Polycarpus juga menyebut surat- surat St. Ignatius ini dalam suratnya
kepada jemaat di Filipi: . Karena itu aku menasihatkan kamu, untuk taat
dan melaksanakan dengan semua kesabaran seperti yang kamu lihat dengan
matamu sendiri, tidak hanya pada yang terberkati Ignatius, Rufus dan
Zosimus, tetapi juga pada orang- orang lain di antara kamu sendiri dan
bahwa mereka pergi kepada tempat yang disediakan bagi mereka di
samping Tuhan, yang dengan-Nya mereka telah menderita Surat- surat
Ignatius yang dikirimkan kepada kami dan umat yang lainkami kirimkan
kepadamu Surat- surat itu melengkapi surat ini, dari surat- surat itu kamu
akan memperoleh keuntungan besar. Sebab mereka menunjukkan iman dan
kesabaran dan pengajaran yang berkaitan dengan Tuhan kita.((Eusebius,
The Church History, 3, 36 in NPNF 2, 1:166-169))
Jemaat awal menghormati St. Ignatius, untuk kekudusan hidupnya dan
kesetiaannya kepada pengajaran Yesus Kristus.
2. St. Yohanes Krisostomus menghormati Ignatius dan tahbisan
apostoliknya
[Ignatius] memimpin Gereja di antara kita dengan terhormat, dan dengan
kehati- hatian seperti yang dikehendaki oleh Kristus Ia telah melakukan
perbincangan yang sungguh dengan para rasul, dan meminum mata air
rohani. Orang seperti apakah yang telah dibimbing, dan yang di manapun
berbincang- bincang dengan mereka [para rasul] dan telah mengalami
kebenaran- kebenaran.? Ignatius kelihatan layak mengemban jabatannya
yang agung, bahwa ia memperolehnya dari para orang kudus itu, dan bahwa
tangan- tangan para Rasul telah menyentuh kepalanya yang kudus Aku
telah menyebut Petrus, ini adalah seorang yang telah menggantikan jabatan
setelahnya [di Antiokhia].
3. Adolf Harnack, seorang teolog Protestan mengatakan:
tetaplah jelas bahwa Ignatius menunjukkan de facto keutamaan Gereja
Roma di antara gereja- gereja lainnya, dan bahwa ia [Ignatius] mengetahui

kegiatan habitual yang penuh energi dari Gereja ini dalam hal melindungi
dan mengajar gereja- gereja yang lain.[19]
4. Nicholas Afanassief, seorang teolog Orthodox juga mengakui
keutamaan Gereja Roma dalam bukunya, The Primacy of Peter, walaupun
kemudian Gereja Timur tidak setuju dalam hal bentuk aktualnya.
Ia [Ignatius] menggambarkan gereja- gereja lokal tergabung dalam
kongregasi ekaristik dengan setiap gereja dalam cara yang khusus, dan
Gereja Roma dalam kedudukannya, berada di tempat utama. Sehingga,
kata Ignatius, Gereja Roma memang mempunyai prioritas di dalam seluruh
kumpulan gereja- gereja yang disatukan oleh perjanjian kesepakatan. Kita
tidak diajarkan oleh Ignatius (atau oleh Klemens) mengapa Gereja Roma
harus memimpin, dan mengapa bukan gereja yang lain. Bagi Ignatius hal itu
sepertinya sudah nyata sendiri dan sepertinya seperti membuang- buang
waktu untuk membuktikannya. Pada masa itu tidak ada gereja lain yang
mengklaim peran ini, yang dimiliki oleh Gereja Roma.[20]
Lalu Afanassieff membatasi apa yang disebut sebagai prioritas ini, namun ini
tidak mengubah kenyataan bahwa terdapat sebuah prioritas Gereja Roma
dibandingkan dengan gereja- gereja yang lainnya. Gereja Timur juga seperti
juga dengan Gereja Katolik mengakui adanya unsur hirarki dalam Gereja,
keberadaan uskup, dan bahkan keutamaan uskup Roma dalam dunia
kekristenan. Prinsip ini bertentangan dengan konsep gereja individual yang
independen seperti yang banyak diyakini oleh beberapa denominasi gereja
dewasa ini.

Pentingnya tulisan St. Ignatius untuk memahami ajaran


Apostolik
Adalah jelas bukan melebih-lebihkan pentingnya kesaksian yang dituliskan
oleh surat- surat Ignatius tentang karakter pengajaran Kristianitas yang
bersifat apostolik. Uskup Antiokhia yang wafat sebagai martir ini merupakan
penghubung yang penting antara para Rasul dan para Bapa Gereja di masa
Gereja awal. Menerima dari para Rasul sendiri, di mana ia menjadi auditor,
tidak hanya isi dari wahyu, tetapi juga interpretasi-nya yang diinspirasikan
[oleh Roh Kudus], yang terdapat pada sumber mata air Injil Kebenaran;
kesaksiannya pasti membawa bersamanya kepentingan yang besar dan
tuntutan agar dipertimbangkan dengan seserius mungkin. Kardinal Newman
tidak melebih- lebihkan pada saat ia mengatakan bahwa Semua sistem

pengajaran Katolik dapat ditemukan, setidak- tidaknya dalam outline/


prinsip, , dalam ketujuh suratnya ini.[21]
Pengamatan yang sama juga disampaikan oleh seorang teolog Protestan,
J.N.D Kelly, Ia [Ignatius dari Antiokhia] kelihatannya menunjukkan bahwa
Gereja Roma menempati kedudukan istimewa, ia berbicara tentang Gereja
yang mempunyai keutamaan di daerah Roma. Sesuatu dimaksudkan lebih
daripada sekedar otoritas di kawasan [Roma] tersebut, sebab ia terus
memberikan penghormatan kepada Gereja Roma sebagai yang memiliki:
keutamaan kasih (a primacy of love); ekspresi yang diterjemahkan oleh
beberapa orang, dengan setengah memaksa, memimpin atas komunitas
kasih (atas Gereja universal). Apa yang dibayangkan oleh para Bapa Gereja
hampir selalu adalah komunitas yang kelihatan dan empiris. Para Bapa
Gereja hanya mempunyai sedikit atau [bahkan] tidak ada bayangan
sedikitpun tentang pembedaan yang kemudian menjadi penting, antara
Gereja yang kelihatan dan tak kelihatan.[22]

Kesimpulan
Dari tulisan St. Klemens dan St. Ignatius ini, yang adalah kawan sekerja
Rasul Petrus dan Paulus, kita dapat melihat secara obyektif keutamaan
Gereja Roma di antara seluruh Gereja. Mungkin sudah saatnya kita mengakui
bahwa kedua orang ini, yang hidup dan bekerja bersama dengan para Rasul,
mengetahui pikiran para Rasul dan Gereja awal, lebih daripada kita semua
yang hidup berjarak 20 abad kemudian. Jika kita harus memilih dalam hal
ajaran, kepada siapakah kita akan percaya: kepada para Bapa Gereja ini
yang meneruskan perkataan para Rasul yang masih terngiang di telinga
mereka, ataukah kepada para pengajar modern yang mempunyai teori- teori
inovatif dalam hal teologi dan ekklesiologi pada 20 abad berikutnya?
Bersambung ke artikel berikutnya: Keutamaan Petrus selama 500 tahun
Gereja awal (bagian 5)
==================================================
============
Keutamaan Petrus (5): Dalam Gereja di Lima Abad Pertama

Keberatan dan Jawaban


Banyak orang yang menolak doktrin tentang keutamaan kepemimpinan dan
infalibilitas Bapa Paus, mengemukakan alasannya bahwa doktrin itu tidak
diajarkan pada abad- abad awal. Namun sebenarnya ini bukan argumen

yang baik; sebab kita mengetahui bahwa kanon Kitab Suci dan juga doktrin
tentang Allah Trinitas, juga baru dinyatakan secara definitif di abad ke-4,
walaupun doktrin itu sudah ada sejak awal mula Gereja. Apakah dengan
demikian artinya Tuhan Yesus tidak dengan jelas mengajarkan tentang
Trinitas dan ajaran yang dituliskan dalam Kitab Suci? Tentu saja tidak. Kedua
hal itu, termasuk juga hal kepausan telah ada di dalam Kitab Suci seperti
halnya sebuah embrio, yang terus mengalami pertumbuhan organik di dalam
Gereja. Ini seperti pertumbuhan biji menjadi pohon yang rimbun (lih. Mat
13:31-32).
Keberatan lainnya berkaitan dengan hal otoritas. Seperti halnya di bidang
lain -bisnis, keluarga dan organisasi- hal otoritas dapat menjadi akar dari
perselisihan; tak terkecuali juga dengan Gereja. Otoritas Gereja ditentang
dari semua segi. Kita sering mendengar pandangan yang demikian, Gereja
Katolik memerlukan pemimpin yang kelihatan bagi Gerejanya, sedangkan
kami di gereja non- Katolik tidak, sebab kami mempunyai Kristus sebagai
Pemimpin kami yang tidak kelihatan. Apakah pernyataan ini benar?
Sebenarnya, tidak juga, sebab kenyataannya gereja- gereja non Katolik
masih tetap memiliki pastor/ pendeta (yang kelihatan) untuk memimpin
gereja mereka. Apakah Kristus tidak dapat melakukan hal ini bagi mereka?
Mengapa mereka tetap memiliki pemimpin yang kelihatan juga, seperti
Gereja Katolik? Jawabannya sederhana saja, sebab Kristus sebagai Kepala
keluarga (Ef 3:14-15), melibatkan juga kepemimpinan orang- orang tertentu
yang memang telah ditugaskan-Nya untuk mengambil bagian dalam hal
otoritas kepemimpinan-Nya. Ini sama seperti kepemimpinan seorang ayah
dalam keluarga. Maka jika di gereja- gereja non Katolik ada pendeta
pemimpin jemaat, maka sangat wajarlah jika di Gereja Katolik juga ada Bapa
Paus yang menjadi pemimpin seluruh umat Katolik di dunia.
Melalui artikel seri Keutamaan Paus ini telah kita ketahui dasar Kitab Suci,
bukti- bukti yang menunjukkan keberadaan Petrus di Roma,
kepemimpinannya, yang jelas terlihat dalam surat- surat Bapa Gereja abadabad awal. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Roma tidak pernah
mensyaratkan pengakuan dari gereja- gereja di lainnya, sebab
kepemimpinannya sudah diterima dengan damai.[1]. Dari tulisan para Bapa
Gereja kita ketahui bahwa jika sampai terjadi perselisihan di Gereja- gereja
lokal, maka mereka akan datang kepada Uskup untuk menyelesaikannya dan
akhirnya para Uskup itu akan meminta dukungan dari Roma.

Apa yang diajarkan oleh sejarah Gereja di lima abad pertama?


((disarikan dari Stephen Ray, Upon This Rock, (San Francisco: Ignatius Press,
1999), p. 145-242. Sebelum menjadi Katolik, Stephen Ray adalah seorang
Evangelis non Katolik. Ia menyadari bahwa hal yang paling membedakan
antara Katolik dan non- Katolik adalah hal otoritas. Maka ia mempelajari
Kitab Suci dan tulisan jemaat di lima abad pertama, untuk membuktikan
bahwa hal keutamaan Petrus sudah ada sejak Gereja awal.))
1. Cardinal Newman, menjelaskan demikian:

. ketika para rasul masih ada, maka tidak diperlukan kuasa Uskup maupun
Paus, karena kuasa itu telah dilakukan oleh para Rasul itu sendiri. Sejalan
dengan waktu, kuasa Uskup terlihat dengan sendirinya, dan kemudian kuasa
Paus. Ketika para Rasul tidak ada lagi, dunia Kristiani tidak dengan sendirinya
terbagi menjadi beberapa bagian; tetapi beberapa daerah lokal dapat
mengalami perselisihan internal, dan sebagai akibatnya pemimpin lokal
diperlukan Ketika Gereja ditinggal sendiri [tanpa para rasul], gangguan
lokal mengakibatkan perlunya kuasa uskup- uskup, dan gangguan
ekumenikal [Gereja yang satu dengan yang lain] mengakibatkan perlunya
kuasa Paus. Adalah lebih sedikit kesulitannya bahwa keutamaan Paus tidak
[belum] diakui secara resmi di abad ke-2 daripada kesulitannya bahwa tidak
ada pengakuan resmi tentang doktrin Trinitas sampai abad ke-4. Tidak ada
doktrin didefinisikan, sampai doktrin tersebut dilanggar.[2].
Maka, jika doktrin itu belum dijabarkan secara tertulis, bukan berarti bahwa
ajaran itu tidak ada. Namun pada saat ada pelanggarannya di tempattempat tertentu, maka Gereja perlu untuk kembali kepada ajaran awal dari
para rasul, dan kepada kuasa mengajar dari Rasul Petrus dan para
penerusnya, untuk meluruskan dan menjabarkan ajaran tersebut dengan
lebih jelas. Inilah yang terjadi pada ajaran tentang Keutamaan Paus dan
Trinitas. Tentang Trinitas, sebelum didefinisikan dengan jelas di Konsili Nicea
(325), doktrin tersebut sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja di abad- abad
sebelumnya, seperti pernah dibahas di sini, silakan klik. Sedangkan tentang
keutamaan Petrus dan para penerus Petrus di abad pertama nyata dari
dokumen paling awal Gereja dari St. Clement dan St. Ignatius dari Antiokhia,
seperti sudah pernah ditulis di sini, silakan klik.
2. Para Bapa Gereja mengartikan perikop Mat 16:18 secara literal dan
allegoris/ simbolis

Perikop Kitab Suci umumnya mempunyai arti literal, namun dapat juga
mempunyai arti dan penerapan lainnya (allegoris, moral, anagogis). Perikop

Mat 16, secara literal dapat diartikan sebagai penugasan kepada Rasul
Petrus, yang diberikan oleh Kristus. Jika ada Bapa Gereja (misalnya Origen,
St. Agustinus) yang mengajarkan bahwa Batu Karang yang disebutkan di
sana adalah Kristus, ataupun pengakuan Petrus, ataupun iman Petrus,
mereka tidak menolak arti literal dari perikop tersebut.
John Lowe seorang teolog Anglikan menulis, Pernyataan Kamu adalah
Petrus (Kefas) dan di atas batu karang (kefas) ini Aku akan mendirikan
jemaat-Ku harus diambil sebagai mengacu kepada Rasul Petrus sendiri.
Walaupun benar juga jika dikatakan bahwa pada akhirnya Kristus itulah Batu
Karang, (lih. Mat 21:42 dan 1 Kor 3:11), hal itu tidak dikatakan di sini. Dan
walaupun juga wajar untuk menjelaskan bahwa batu karang-nya adalah iman
Petrus yang melaluinya ia [Petrus] telah mengakui bahwa Yesus adalah
Mesias. Tidak diragukan ini adalah dasar homili untuk menjelaskan keMesias-an Tuhan Yesus dan iman Petrus; tetapi dari sudut pandang eksegesis
murni adalah tidak mungkin untuk menyatakan bahwa artinya mengacu
kepada kedua arti di atas. Di sini jelas, permainan katanya mengharuskan
identifikasi batu karang dengan seseorang yang bernama Petrus.
Keengganan untuk menerima hal ini. disebabkan karena sadar atau tidak
sadar berkaitan dengan apa yang disebut kontroversi persyaratan
pengakuan [iman Petrus, menurut Protestan]. Jika kita memutuskan diri
dengan kontroversi ini dan melihat hanya kepada teksnya sendiri, kita harus,
menurut pandangan saya, setuju bahwa Petrus sendiri-lah yang disebut di
sini sebagai batu karang yang di atasnya Gereja akan dibangun.[3]

Kesaksian Para Bapa Gereja


Mari sekarang kita melihat cuplikan tulisan para Bapa Gereja sejak abad
pertama sampai dengan abad kelima, untuk mengetahui bahwa sudah sejak
awal Gereja mengakui keutamaan Rasul Petrus dan para penerusnya,
sebagai pemimpin tertinggi Gereja, yang mempunyai kuasa mengajar,
memimpin dan menjaga kesatuan Gereja, sesuai dengan apa yang diterima
dari Kristus dan para rasul.
St. Yustinus Martir (100- 165)

Sebab [Kristus] memanggil salah satu murid-Nya- yang dulunya dikenal


dengan nama Simon- sebagai Petrus; sebab ia mengenali-Nya sebagai
Kristus, Anak Allah yang hidup, dengan wahyu dari Allah Bapa: dan
sejak itu kita menemukannya terekam di dalam ingatan para rasul-Nya
bahwa Ia [Kristus] adalah Anak Allah.[4]

Kutipan ini adalah salah satu kutipan awal dari perikop Mat 16 dalam ajaran
Bapa Gereja. Di sini memang tujuan St. Yustinus adalah untuk menyatakan
ke- Allahan Yesus, untuk menanggapi ajaran sesat di abad pertama yang
umumnya berfokus menentang Pribadi Yesus sebagai Anak Allah, seperti
pada ajaran Gnostik. Menanggapi ajaran sesat ini, St. Yustinus mengacu
kepada perikop Mat 16; yang juga menunjukkan keutamaan Petrus sebagai
seorang Rasul Kristus yang menerima wahyu dari Allah Bapa sendiri,
sehingga ia dapat mengatakan bahwa Kristus adalah Mesias, Anak Allah
yang hidup.
St. Polycarpus (69- 155)

Dalam suratnya kepada Victor dari Roma, St. Irenaeus menjelaskan bahwa
ketika St. Polycarpus ke Roma pada masa Paus Anicetus, mereka tidak setuju
tentang hal- hal sehubungan dengan cara perayaan Paskah. Namun mereka
segera berdamai dan tidak bertengkar. Polycarpus memutuskan untuk
mengikuti tradisi dari Rasul Yohanes, sedangkan Anicetus mempertahankan
tradisi yang diturunkannya dari Rasul Petrus. Keduanya saling menghargai
dan memelihara perdamaian dengan seluruh Gereja.[5] Polycarpus yang
datang ke Roma dan bertemu Paus Anicetus, tidak dapat mempengaruhi
Paus Anicetus untuk menerima tradisi Rasul Yohanes [dalam memperingati
Paska] sebab Paus memilih untuk melestarikan apa yang sudah diterimanya
dari para pendahulunya [yaitu para penerus rasul Petrus].
Paus St. Soter (166- 174), Paus urutan ke 11 dari Rasul Petrus.

Ahli sejarah Eusebius mengutip tulisan Dionysius kepada Gereja di Roma,


kepada Paus Soter, demikian:
Sebab dari semula, sudah menjadi kebiasanmu untuk berlaku baik terhadap
semua saudara seiman dalam berbagai cara, dan untuk mengirimkan
bantuan kepada banyak gereja di setiap kota. Dengan demikian membantu
mereka yang membutuhkan engkau, Gereja Roma, mempertahankan
tradisi jemaat ini, yang oleh Uskupmu yang terberkati, Soter tidak hanya
dipertahankan melainkan dilengkapi, untuk memenuhi kebutuhan para orang
kudus, dan menghibur saudara/i yang di luar negeri [di luar Roma] dengan
perkataan berkat, sebagai bapa yang mengasihi anak- anaknya.[6].
St. Pothinus, Uskup Lyons (77-177)

Pothinus, Uskup Lyons, Gaul menuliskan surat kepada Paus Eleutherus, ketika
Gereja di Gaul dilanda heresi (ajaran sesat) Montanism, demikian:

Kami berdoa, Bapa Eleutherus, agar engkau dapat bergembira di dalam


Tuhan dalam segala sesuatu dan selalu. Kami memohon kepada saudara
kami dan saudara Irenaeus untuk membawa surat ini kepadamu, dan kami
mohon kepadamu untuk menghargainya sebagai seseorang yang
bersemangat bagi perjanjian Kristus. Sebab jika jabatan [uskup] dapat
menyampaikan kebenaran kepada seseorang, kita harus menugaskan dia
[Irenaeus] di antara yang pertama sebagai penatua Gereja[7]. Pothinus
akhirnya wafat secara mengenaskan oleh penganiayaan di bawah penguasa
Roma, Marcus Aurelius. Perhatikan bahwa di surat ini Pothinus memanggil
Eleutherus dengan sebutan Bapa, yang merupakan permohonan kepada
Roma agar tidak mentolerir heresi Montanism, yaitu dengan
merekomendasikan calon uskup Lyon yang baru yang sangat anti ajaran
sesat, yaitu Irenaeus.
St. Hegesippus dari Syria (180)

St. Hegesippus adalah seorang yang hidup setelah para rasul, dan seorang
sejarahwan Gereja abad awal. Ia menulis lima buku, Memoirs, untuk
menentang ajaran sesat Gnosticism. Ia mengunjungi Roma saat Anicetus
menjadi Paus (155-166). Di dalam bukunya, ia menuliskan perjalanannya
untuk mengumpulkan informasi tentang ajaran yang benar dari para rasul di
berbagai pusat agama Kristen. Di Roma ia bertemu dengan banyak uskup,
dan ia menerima ajaran yang sama dari mereka semua.[8]
Gereja di Korintus terus berlangsung dalam iman yang benar sampai Primus
menjadi Uskup Korintus. Ketika saya datang ke Roma, saya menetap di
sana sampai [masa] Anicetus yang diakonnya bernama Eleutherus. Dan
Anicetus dilanjutkan oleh Soter, dan Soter oleh Eleutherus[9]. Hegesippus
mengkoleksi catatan data suksesi Paus dari Rasul Petrus sampai ke
jamannya. Suksesi tidak hanya di Roma, tetapi juga di keuskupan lainnya.
Jika suksesi apostolik adalah ajaran yang salah, atau bertentangan dengan
ajaran para rasul, maka harusnya para penulis jaman abad awal
menentangnya sejak awal, seperti halnya yang dilakukan mereka terhadap
ajaran- ajaran sesat. Namun kenyataanya, jalur apostolik ini malah dituliskan
oleh banyak jemaat awal.
St. Victor, Uskup Roma ke- 13 setelah Rasul Petrus (189-198)

Berikut ini adalah surat dari Polycrates kepada Paus Victor (198) yang
membahas masalah perayaan hari Paskah, di mana semua Gereja sepakat
untuk melaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Victor selaku
Uskup Roma. Berikut ini yang dikutip oleh Eusebius:

Sinode dan kongres para uskup diadakan untuk kepentingan ini [atas
perintah Paus Victor] dan semuanya, dengan satu kesepakatan, melalui
korespondensi yang timbal balik membuat dekrit gerejawi, bahwa misteri
kebangkitan Tuhan Yesus harus dirayakan pada hari Tuhan, bukan pada hari
lainnya; dan bahwa kita harus menaati penutupan masa prapaska hanya
pada hari ini.[10]
Kemudian Eusebius juga mencatat bagaimana Uskup Roma mempraktekkan
cara untuk menjaga kemurnian doktrin dan meng- ekskomunikasi para bidat.
Dan mengapa mereka tidak malu untuk bicara salah tentang Victor., ia
[Victor] telah mengeluarkan Theodotus dari persekutuan [Theodotus
adalah] pemimpin dan bapa dari ajaran sesat yang mengingkari Tuhan, dan
yang pertama menyatakan bahwa Kristus hanya manusia biasa saja? Ini
adalah tentang Victor. Masa kepemimpinannya berlangsung sepuluh tahun,
dan Zephirinus ditunjuk sebagai penggantinya sekitar tahun ke-9 pada
kejayaan Kaisar Severus.[11]
St. Irenaeus (180)

St. Irenaeus menuliskan dalam bukunya Against Heresies, demikian:


Karena adalah terlalu panjang untuk dibahas di buku ini, untuk
menuliskan suksesi [jalur apostolik] dari semua Gereja- gereja, kami
menyalahkan mereka semua yang, dengan cara apapun, entah karena
kesenangan diri sendiri yang jahat, karena mencari kemuliaan diri sendiri,
atau karena ketidaktahuan dan pendapat yang keliru, bergabung dengan
pertemuan- pertemuan yang tidak sah;[12] [kami melakukan ini, aku
mengatakan] dengan menunjukkan bahwa tradisi diperoleh dari para rasul,
dari Gereja yang sangat besar, sangat tua, sangat luas dikenal sebagai
Gereja yang didirikan dan dipimpin di Roma oleh kedua Rasul yang mulia,
Petrus dan Paulus; sebagai iman yang dikhotbahkan kepada manusia, yang
sampai kepada jaman kita oleh karena suksesi para uskup. Sebab adalah
suatu kepastian bahwa setiap Gereja harus setuju dengan Gereja ini
[Gereja Roma], oleh karena otoritasnya yang utama (pre-eminent
authority (Inggris) / propter potiorem principalitatem (Latin), yaitu atas
semua umat beriman di manapun berada, sepanjang tradisi apostolik telah
dipertahankan oleh mereka [para uskup] yang ada di mana- mana.[13]
Di sini jelas St. Irenaeus memberikan prioritas utama kepada Gereja Roma,
dan bahwa Gereja Katolik mengajarkan bahwa para uskup mempertahankan
tradisi apostolik melalui suksesi apostolik. Seperti Rasul Petrus adalah

pemimpin para rasul, maka Gereja- gereja lain berada dalam kepemimpinan
Gereja Roma.
Pada masa Klemens, terjadi pertengkaran yang tidak kecil di antara jemaat
di Korintus, Gereja Roma mengirimkan surat yang sangat berkuasa kepada
Gereja Korintus, mendorong mereka agar berdamai, memperbaharui iman
mereka, dan menyatakan tradisi yang telah diterimanya dari para rasul .
dari dokumen ini, siapapun yang mau, dapat memahami tradisi apostolik
Gereja, sebab Surat ini [surat Klemens] ada lebih dahulu daripada mereka
yang sekarang menyebarluaskan ajaran sesat. Klemens dilanjutkan
dengan Evaristus, Allexander mengikuti Evaristus, lalu keenam dari para
rasul, Sixtus, sesudahnya, Teleforus yang menjadi martir; lalu Hyginus;
sesudahnya, Pius; lalu sesudahnya Anicetus. Soter setelah melanjutkan
Anicetus; Eleutherius, sekarang, di tempat ke duabelas dari para rasul
Dengan urutan ini, dan oleh suksesi ini, tradisi Gereja dari jaman
para rasul dan pewartaan kebenaran dapat diturunkan kepada kita.
Dan ini adalah bukti yang paling kuat bahwa terdapat iman yang satu
dan sama, yang telah dijaga di dalam Gereja dari jaman para rasul
sampai sekarang, dan diturunkan di dalam kebenaran.[14]
Dari pernyataan ini tidak dapat disangkal adanya keutamaan Gereja Roma
yang diakui oleh St. Irenaeus, yang mengatasi Gereja- gereja yang lain. Di
sini St. Irenaeus menyatakan bahwa ajaran sesat bukan sebagai ajaran yang
menentang Kitab Suci, tetapi ajaran yang menentang Gereja yang
memegang tradisi apostolik.
St. Klemens dari Alexandria (190-210)

St. Klemens dari Aleksandria adalah seorang Teolog Yunani, yang adalah
murid dari St. Pantaenus. Ia kemudian menggantikan St. Pantaenus sebagai
kepala sekolah kateketik, yang menjadi besar di bawah pimpinannya. St.
Klemens mengatakan:
Oleh karena itu, setelah mendengarkan perkataan itu, Rasul Petrus yang
terberkati, yang terpilih dan yang utama, yang pertama dari para
murid, yang hanya kepadanya Tuhan Yesus sendiri menghormatinya [Mat
17:27], dengan cepat menangkap dan memahami perkataan tersebut.[15]
Tertullian (160-225)

Tertullian adalah seorang penulis yang lahir sekitar 60 tahun setelah


wafatnya St. Yohanes Rasul. Di awal karirnya, Tertullian adalah seorang
pembela iman yang orthodoks, namun menjelang akhir karirnya, ia

bergabung dengan aliran sesat Montanism. Maka tulisan- tulisannya juga


mencerminkan hal ini. Sebelum bergabung dengan Montanism di tahun 213,
ia menulis demikian:
Apakah ada yang ditahan dari pengetahuan Petrus, yang dipanggil,
batu karang yang atasnya Gereja akan didirikan, yang juga
memperoleh kunci-kunci kerajaan surga, dengan kuasa, melepas
dan mengikat di surga dan di bumi?[16]
Perkataan Tertullian ini menunjukkan salah satu bukti yang kuat bahwa para
Bapa Gereja abad awal memahami bahwa ayat Mat 16:18 mengacu kepada
Petrus sebagai batu karang atau pondasi Gereja.
Sesudah itu, ia [Paulus] berkata, ia pergi ke Yerusalem dengan maksud
untuk bertemu dengan Petrus [Gal 1:18] karena jabatannya (Peters office),
tidak diragukan lagi, dan demi kepentingan iman dan pengajaran yang sama.
[17]
Jabatan yang dimaksud oleh Tertullian adalah seperti yang disebutkan
dalam beberapa paragraf sebelumnya. Paulus menyebut Petrus sebagai
Kefas yang diidentifikasikan oleh Yesus sebagai batu karang. Paulus,
meskipun dipanggil oleh wahyu Kristus, namun tidak melakukan tugasnya
terlepas dari Rasul Petrus dan kesebelas rasul lainnya.
Datanglah sekarang, jika kamu ingin mengikuti keingintahuan dalam urusan
keselamatan, pergilah ke Gereja- gereja apostolik di mana di dalamnya
tahta/ kursi para rasul masih ada; di mana di dalamnya tulisan- tulisan
mereka yang otentik dibacakan. Achaia ada didekatmu, dan kamu
mempunyai Korintus. Jika kamu tidak jauh dari Makedonia, kamu mempunyai
Filipi. Kalau kamu dapat menyeberang ke Asia, ada Efesus. Tetapi kalau kami
dekat ke Italia, ada Roma, dari mana kami juga memperoleh otoritas.
Berbahagialah Gereja itu, yang padanya para rasul menjabarkan
pengajaran mereka bersamaan dengan darah mereka; di mana Petrus
menjalani penderitaan seperti Kristus, di mana Paulus dimahkotai dengan
kematian seperti Yohanes Pembaptis, di mana Yohanes Rasul setelah
ditenggelamkan dalam minyak mendidih, tidak mengalami luka, dan
diasingkan ke sebuah pulau.[18].
Selanjutnya, terdapat juga puisi untuk melawan ajaran sesat Marcion. Puisi
ini ditulis oleh seorang yang tak dikenal di Gaul, namun kemudian

dilestarikan sebagai salah satu karya Tertullian. Puisi ini menjabarkan suksesi
kepemimpinan Rasul Petrus dan para penerusnya:[19]
Pada kursi kepemimpinan ini ia sendiri telah duduk, Petrus,
Di Roma yang mulia, memerintahlah Linus, yang pertama dipilih, untuk
duduk,
Dan setelah itu, Cletus, juga menerima kawanan dombanya.
Sebagai penggantinya, Anacletus dipilih dengan undi.
Klemens mengikutinya, sebagai tokoh apostolik yang terkenal.
Setelah dia, Evaristus memimpin kawanan
Alexander, suksesi ke- enam, mempercayakan kawanan kepada Sixtus.
Setelah masanya yang penuh cerita tergenapi, ia memberikannya kepada
Telesphorus.
Ia adalah martir yang istimewa dan setia.
Setelah dia, adalah seorang yang mengerti hukum, dan guru yang baik
Hyginus, pada tempat ke sembilan, kini menerima kursi kepemimpinan.
Lalu Pius, setelahnya, yang adalah saudara kandung Hermas,
seorang gembala yang seperti malaikat, sebab ia mengucapkan kata- kata
yang disampaikan kepadanya;
Dan Anicetus, menerima bagiannya di dalam suksesi yang kudus.
Origen (185- 254)

Origen adalah seorang Teolog yang dihormati di masa Gereja awal. Ia adalah
murid St. Klemens dari Aleksandria. Origen mengatakan:
Petrus, yang di atasnya dibangun Gereja Kristus, yang tidak akan
dikalahkan oleh alam maut, meninggalkan hanya satu Surat .[20]
Lihatlah pondasi Gereja yang kuat, batu karang yang besar dan kokoh itu,
yang kepada siapa Kristus mendirikan Gereja-Nya![21] Meskipun ada
banyak orang yang percaya bahwa mereka sendiri memegang ajaran Kristus,
namun ada di antara mereka berpikir lain daripada para pendahulu mereka.
Ajaran Gereja telah memang diturunkan melalui urutan suksesi dari
para rasul, dan tetap ada di Gereja bahkan sampai sekarang[22]
Berikut ini, adalah kutipan tulisan Origen, yang sering dikutip oleh gereja
Protestan yang menginterpretasikan Mat 16:18 secara allegoris/ simbolis:
Dan mungkin seperti Simon Petrus menjawab dan berkata, Engkau adalah
Kristus, Anak Allah yang hidup, jika kita mengatakan ini seperti Petrus, tidak
oleh darah dan daging yang menyatakannya kepada kita, tetapi oleh terang
dari Allah Bapa di surga yang bersinar di hati kita, kitapun juga menjadi

seperti Petrus, dinyatakan terberkati, seperti dia, karena dasar yang menjadi
alasan ia dinyatakan terberkati, juga ada pada kita. kita menjadi seorang
Petrus Sebab batu karang adalah setiap murid Kristus yang kepada-Nya
mereka minum yang meminum dari batu karang rohani yang mengikuti
mereka, dan atas batu karang ini dibangun setiap perkataan Gereja; sebab
dalam setiap orang sempurna yang mempunyai kombinasi perbuatan dan
perkataan dan pemikiran yang terberkati; Gereja dibangun oleh
Tuhan[23].
Di sini terlihat bahwa Origen, walaupun mengajarkan interpretasi allegoris/
simbolis dari ayat ini, tetaplah ia tidak menghapuskan interpretasi Mat
16:18 secara literal, sebab dengan jelas ia juga mengajarkan bahwa
Petrus adalah batu karang itu. Kemungkinan, Origen mengajarkan
interpretasi allegoris untuk Mat 16:18; karena memang secara umum ia
mengajarkan adanya 3 arti spiritual dalam teks- teks Kitab Suci yaitu
allegoris/ simbolis, moral dan anagogis, di samping arti literal (seperti pernah
dijabarkan di sini , silakan klik). Menarik di sini, bahwa gereja-gereja non
Katolik yang umumnya menerima arti literal dan menolak interpretasi
spiritual, justru pada ayat ini menolak meninterpretasikan secara literal
namun secara spiritual. Hal serupa adalah pada saat menginterpretasikan
perikop tentang Roti Hidup (Yoh 6).
St. Cyprian dari Carthage (258)
a. Pengajaran St. Cyprian

Tuhan berkata kepada Petrus: Aku berkata kepadamu, Ia berkata, bahwa


engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan
Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Dan kepadamu aku
akan memberikan kunci Kerajaan Surga: dan apapun yang kamu ikat di dunia
akan terikat di surga dan apapun yang kamu lepaskan di dunia akan terlepas
di Surga. Dan lagi Ia berkata kepadanya setelah kebangkitan-Nya,
Gembalakanlah domba- domba-Ku. Atasnya Ia mendirikan Gereja-Nya, dan
kepadanya Ia memberikan perintah untuk menggembalakan domba- dombaNya; dan meskipun Ia memberikan kuasa serupa kepada semua rasul-Nya,
namun Ia mendirikan [hanya] satu kursi kepemimpinan; dan Ia mendirikan
dengan kuasa-Nya sendiri sebuah sumber dan alasan mendasar untuk
kesatuan itu. Memang para rasul yang lain ada di mana Petrus berada,
namun keutamaan diberikan kepada Petrus, di mana sudah dinyatakan
dengan jelas bahwa hanya ada satu Gereja dan satu kursi
kepemimpinan. Demikian pula, semua gembala dan kawanan dombanya
dinyatakan satu, yang diberi makan oleh semua Rasul dengan pemikiran

yang satu. Jika seseorang tidak berpegang pada kesatuan dengan Petrus ini,
dapatkah ia membayangkan bahwa ia masih memegang iman? Jika ia
mengabaikan kursi kepemimpinan Petrus yang atasnya Gereja didirikan,
dapatkah ia masih yakin dan percaya bahwa ia berada di dalam Gereja?[24]
Hanya ada satu Tuhan dan satu Kristus, dan satu Gereja dan satu
kursi kepemimpinan yang didirikan di atas Petrus, oleh perkataan
Tuhan Yesus. Tidaklah mungkin untuk membangun altar yang lain atau
imamat yang lain di samping altar yang satu dan imamat yang satu itu.
Siapapun yang berkumpul di luar kesatuan itu, akan tercerai berai.[25].
b. Surat St. Cyprian kepada Paus Kornelius di Roma (252)

Dalam suratnya kepada Paus Cornelius di Roma (252), Cyprian menulis:


Dengan uskup yang mereka tunjuk sendiri oleh para heretik, mereka bahkan
berlayar dan membawa surat- surat dari para skismatik dan bidat kepada
kursi kepemimpinan Petrus dan pimpinan Gereja, di mana kesatuan
imamat mempunyai sumbernya; namun mereka [para bidat] tidak
berpikir bahwa mereka [Gereja Roma] ini adalah jemaat Roma, yang
imannya dipuji oleh Rasul pengkhotbah dan di antara mereka tidak mungkin
kesesatan dapat masuk.[26]
c. Surat St. Cyprian kepada Antonianus, Uskup Numidia (252)

Kamu menulis juga bahwa saya harus meneruskan kepada Kornelius [Uskup
Roma], kolega kita, salinan dari suratmu, sehingga beliau dapat
mengesampingkan semua keresahan dan mengetahui langsung bahwa kamu
berada di dalam persekutuan dengan beliau, yaitu dengan Gereja
Katolik.[27]
Di sini diketahui bahwa St. Cyprian mengajarkan bahwa untuk berada dalam
persekutuan dengan seluruh Gereja Katolik, seseorang harus berada dalam
persekutuan langsung dengan Uskup Roma.
Ketika penganiayaan sudah reda, dan kesempatan untuk bertemu
memungkinkan; sejumlah besar uskup Afrika . bertemu bersama Dan
jika sejumlah uskup di Afrika tidak puas, kamu juga menulis ke Roma, kepada
Kornelius [Paus], kolega kita tentang hal ini, yang juga akan mengadakan
konsili dengan banyak sekali uskup, yang setuju dalam satu pendapat seperti
yang kita pegang.[28].

Melalui surat ini St. Cyprian menyatakan praktek yang terjadi dalam
menangani perbedaan pendapat di keuskupannya, dengan mengakui
keutamaan Uskup Roma.
Kornelius dijadikan Uskup [Uskup Roma] oleh keputusan Tuhan dan Kristus,
oleh kesaksian hampir semua klerus, oleh dukungan orang- orang yang hadir
pada saat itu, oleh kolese para imam yang terberkati, dan orang- orang yang
baik lainnya, di mana adalah tempat Petrus, martabat kursi
kepemimpinan imamat. Sebab kursi terisi sesuai dengan kehendak Tuhan
dan dengan persetujuan kita semua. Sebab seseorang tidak dapat
mempunyai jabatan gerejawi jika tidak memegang kesatuan dengan
Gereja.[29]
d. St. Cyprian kepada Paus Stephen (254- 257)

Cyprian kepada saudaranya [Paus] Stephen, salam . Adalah pantas


bagimu untuk menuliskan surat- surat kepada sesama uskup yang ditunjuk di
Gaul, agar tidak menderita lagi karena Marcian.karena ia sepertinya tidak
di-ekskomunikasi oleh kami . Biarlah surat- surat ditujukan olehmu kepada
provinsi dan orang- orang yang ada di Arles, yang dengan demikian, Marcian
diekskomunikasi; [dan] orang lain dapat menggantikan kedudukannya
Sebab kehormatan dari para pendahulu kami, para martir Paus Kornelius dan
Lucius, seharusnya dilestarikan Tunjukkan kepada kami siapa yang ditunjuk
menggantikan Marcian, sehingga kami mengetahui kepada siapa kami
mengarahkan saudara- saudara kami, dan kepada siapa kami harus menulis
[surat].[30]
Di sini terlihat bahwa St. Cyprian tetap mengakui keutamaan dan
kepemimpinan uskup Roma, sebab jika tidak, ia tidak perlu menulis demikian
kepada Paus Stephen. Bahkan St. Cyprian yang sering dianggap menentang
kepemimpinan Paus[31], namun St. Cyprian memohon kepada Uskup Roma
(Paus Stephen) untuk melakukan kepemimpinan atas Gereja universal.
e. St. Cyprian kepada semua jemaatNya

Hanya ada satu Tuhan dan satu Kristus, dan satu Gereja dan satu Tahta
yang didirikan di atas Petrus oleh Sabda Tuhan. Adalah tidak mungkin
untuk memasang altar yang lain, atau imamat yang lain di samping altar
yang satu dan imamat yang satu. Barangsiapa yang mengumpulkan di
tempat lain akan tercerai berai.[32]

Paus Kornelius kepada St. Cyprian dari Carthage (251- 253)

Kornelius kepada Cyprian, saudaranya, salam Urbanus dan Sidonus


datang kepada para penatua kita, menjamin bahwa Maximus yang setara
dengan mereka, berkeinginan untuk kembali ke pangkuan Gereja Semua
transaksi ini disampaikan kepada saya Terdapat satu suara dari semua,
pujian kepada Tuhan. Dan untuk mengutip perkataan mereka sendiri,
Kami, kata mereka, mengetahui bahwa Kornelius adalah uskup dari Gereja
Katolik yang paling kudus, dipilih oleh Tuhan yang Maha Besar, dan oleh
Kristus Tuhan kita. Sebab meskipun kami sepertinya memegang
persekutuan dengan seseorang yang adalah skismatik dan heretik, namun
pikiran kami selalu tulus di dalam Gereja. Sebab kami tidak lalai mengetahui
bahwa hanya ada satu Tuhan; bahwa hanya ada satu Kristus Tuhan, satu
Roh Kudus; dan di dalam Gereja Katolik harus hanya ada satu
uskup.[33]
Heretik yang dimasud adalah Novatian, yang bertobat dan kembali ke
pangkuan Gereja Katolik, dan diterima oleh Paus Kornelius. Kornelius
memberitahukan Cyprian akan kembalinya beberapa imam ke pangkuan
Gereja, setelah sekian waktu terasingkan dari Gereja karena tipuan ajaran
sesat Novatian. Keutamaan Roma di sini nampak sebagai penjaga ajaran
yang murni.
Firmilian dari Kaisarea (268)

Dalam suratnya kepada St. Cyprian, Firmilian menulis:


Tetapi betapa salah dan betapa besar kebutaan seseorang yang berkata
bahwa pengampunan dosa dapat diperoleh di sinagoga- sinagoga para
heretik (bidat) dan mereka yang tidak bertahan pada pondasi satu Gereja
yang didirikan atas batu karang oleh Kristus., Kristus berkata hanya
kepada Petrus: Apapun yang kamu ikat di dunia akan terikat di
surga; dan apapun yang kamu lepaskan di dunia akan terlepas di
surga; dan dengan ini, juga dalam Injil: Terimalah Roh Kudus: jika
kamu mengampuni dosa orang, maka dosanya diampuni; dan jika
kamu menyatakan dosanya tetap ada, dosanya tetap ada. Oleh
karena itu, kuasa mengampuni dosa diberikan kepada para rasul, dan
kepada Gereja- gereja mereka yang didirikan oleh Kristus: dan kepada para
uskup yang meneruskan mereka, yang ditahbiskan untuk menggantikan
mereka.[34]
Firmilian dengan jelas menjelaskan tentang keutamaan Petrus.

Paus Dionysius (268, menjadi Paus sejak 259)

Konsili Ariminum dan Seleucia menuliskan,


Ada perkara dilaporkan oleh beberapa orang terhadap Uskup Aleksandria,
dibawa ke hadapan Uskup Roma, seperti seolah mengatakan bahwa Allah
Putera diciptakan dan tidak setara dengan Allah Bapa. Dan, sinoda di Roma
yang menolak, uskup Roma mengekspresikan sentimen yang satu dan sama,
dalam sebuah surat demi namanya [Uskup Roma]. Ia [Dionysius Uskup
Alexandria], dalam mempertahankan dirinya, menulis sebuah buku
kepadanya [Dionysius Uskup Roma].[35]
Di sini terlihat bagaimana Uskup Roma melakukan tugasnya untuk menjaga
kemurnian ajaran Gereja- gereja di luar keuskupan Roma.
Aphrahat dari Persia (kemungkinan Uskup Syria, 280-345)

Daud menerima kerajaan Saul, yang menganiayanya; dan Yesus menerima


kerajaan Israel, penganiaya-Nya . Daud meneruskan kerajaannya kepada
Salomo, dan kemudian kembali ke pangkuan leluhur.dan Yesus
meneruskan kunci kerajaan-Nya kepada Simon, dan kembali ke
pangkuan Dia yang mengutus-Nya.[36]
Yakub dari Nisibis (338)

Dan Simon, kepala para Rasul, yang telah menyangkal Kristus Tuhan
kita menerimanya, dan menjadikannya sebagai pondasi, dan memanggilnya
batu karang dasar bangunan Gereja.[37]
St. Ephraim (306-373)

Simon, pengikut-Ku, Aku telah menjadikanmu pondasi Gereja yang


kudus. Aku memanggilmu Petrus [Kefas, atau batu karang, di dalam bahasa
aslinya], sebab engkau akan mendukung semua bangunannya. Engkau
adalah inspektur dari mereka yang akan membangun Gereja bagi-Ku di dunia
ini. Jika mereka kelihatannya membangun apa yang salah, engkau,
pondasinya, akan menghukum mereka. Engkau adalah kepala dari mata air
yang daripadanya ajaran-Ku mengalir, engkau adalah pemimpin para muridKu. Melalui engkau, Aku akan memberikan minum kepada semua bangsa.
Milikmulah kemanisan yang memberi hidup, yang Kuberikan. Aku telah
memilihmu, sepertinya sebagai, yang sulung di dalam institusi-Ku, sehingga
sebagai ahli waris, engkau dapat mengatur segala milik-Ku. Aku telah
memberikan kepadamu kunci kerajaan- Ku. Lihatlah, Aku telah memberikan
kepadamu kuasa atas semua milik-Ku![38]

Konsili Nicea (325)

Konsili Nicea dengan jelas merumuskan dalam Credo/ Syahadat Aku Percaya,
Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik. Dengan demikian, ini menyebutkan otoritas institusi Gereja.
Ini berbeda dengan Credo dari gereja- gereja non- Katolik, yang umumnya
hanya menyebutkan Kitab Suci saja dan tidak pada institusi yang
kelihatan. Jemaat pada abad awal percaya atas otoritas Gereja, dan
menyebutkannya dengan jelas pada syahadat, sebab percaya akan otoritas
yang diberikan oleh Yesus kepada para rasul.
Konsili Sardika (343)

Tetapi jika ada uskup yang kalah dalam pengadilan pada kasus tertentu,
dan masih percaya bahwa ia mempunyai kasus yang baik, [maka] agar
kasusnya dapat diadili kembali, marilah menghormati kenangan Rasul
Petrus, dengan membuat mereka yang mengadili untuk menulis
kepada Yulius, Uskup Roma, sehingga jika dipandangnya layak, ia akan
mengirim para hakim, dan pengadilan dapat diadakan kembali oleh para
uskup pada provinsi tetangga.[39]
Jika seseorang menginginkan agar kasusnya didengarkan kembali, dan
memohon kepada uskup Roma untuk mengirimkan imam- imam sebagai
utusannya untuk mengadili kasus tersebut, adalah kuasa uskup itu
[Uskup Roma] untuk melakukan segala sesuatu yang dipandangnya
baik; dan jika ia memutuskan bahwa ia akan mengirimkan mereka
[utusannya] dan mereka mempunyai kuasa darinya ketika mengadili
bersama- sama dengan para uskup; ini harus diperbolehkan. Tapi jika ia
menganggap bahwa pengadilan kasus tersebut sudah cukup, ia akan
melakukan apapun yang dianggapnya baik menurutnya kebijaksanaannya
yang paling adil. Para uskup menanggapi: hal- hal yang dinyatakan
disetujui.[40].
Dari konsili ini, yang dilakukan 18 tahun setelah Konsili pertama di Nicea,
dan 55 tahun sebelum penetapan kanon Kitab Suci, diketahui adanya
supremasi kepemimpinan Paus (Uskup Roma) terhadap Gereja- gereja
lainnya.
St. Athanasius (296- 373) dan Paus Julius

St. Athanasius dikenal sebagai seorang kudus dari Gereja Timur, yang
berjuang melawan ajaran sesat Arianisme yang begitu populer di jamannya.
Dia hampir tidak memperoleh dukungan dari Gereja Timur, yang banyak
terpengaruh atas ajaran Arianism tersebut, dan karena itu ia mencari

dukungan dari Paus Yulius yang merupakan penerus Rasul Petrus. Ia


mengutip tulisan Paus Yulius untuk membela diri, demikian:
Mengapa tidak ada yang dikatakan kepada kami [Paus Yulius dan Gereja
Roma] tentang Gereja di Alexandria? Apakah kamu tidak tahu bahwa sudah
menjadi kebiasaan bahwa pernyataan dituliskan kepada kami [Roma], dan
bahwa keputusan yang adil akan dikeluarkan dari tempat ini? Jika terdapat
kecurigaan atas Uskup di sana, catatan tentang itu harus dikirimkan ke
Gereja di sini [Roma]. Aku memohon kepadamu apa yang kutuliskan
adalah demi kepentingan bersama. Sebab apa yang kami terima dari Rasul
Petrus yang terberkati, kami tunjukkan kepadamu Demikianlah dituliskan
di Konsili Roma, oleh Yulius, Uskup Roma.[41]
Berikut ini adalah tulisan St. Athanasius tentang dua orang yang
memberikan tuduhan- tuduhan kepadanya, namun kemudian bertobat, atas
teguran dari Paus Yulius:
Ketika Ursacius dan Valens melihat semua ini, mereka menghukum mereka
sendiri atas segala yang telah dilakukannya, dan pergi ke Roma, mengakui
kejahatan mereka, dan menyatakan diri menyesal dan memohon ampun,
mengirimkan surat kepada Yulius, Uskup Roma, dan kepada kami. Salinannya
dikirimkan kepadaku dari Paulinus, Uskup Triveri.[42].
Ursacius dan Valens kepada tuan yang sangat terberkati, Paus Yulius. Telah
dikenal luas bahwa kami seperti disebut dalam surat-surat telah melakukan
tuntutan- tuntutan yang berat terhadap Uskup Athanasius, dan bahwa, ketika
kami ditegur oleh surat- surat Kebaikanmu, kami tidak dapat menanggung
akibat dari pernyataan yang kami buat; kami sekarang mengaku di hadapan
Kebaikanmu dengan demikian kami menginginkan persekutuan dengan
Athanasius, terutama oleh sebab kekudusanmu, dengan kemurahan hatimu
yang khas, yang mengampuni kesalahan kami. kami tidak akan melawan
keputusanmu. Saya Ursacius, menyerahkan pengakuan ini secara langsung,
demikian juga saya, Valens.[43].
St. Hilarius dari Poitiers (315-367/8)

St. Hilarius adalah seperti St. Athanasius dari Gereja Barat. Ia adalah seorang
Pujangga Gereja, dan ia berjuang memerangi ajaran sesat Arianism di
keuskupannya.
Petrus yang pertama kali percaya, dan menjadi yang pertama dari
para rasul.[44]

Simon yang terberkati, yang setelah pengakuannya akan msiteri [Kristus


sebagai Mesias], dijadikan batu karang pondasi Gereja dan menerima
kunci kerajaan Surga Iman inilah yang adalah pondasi Gereja, melalui
iman ini alam maut tak akan menguasainya.[45]
Selanjutnya, St. Hilarius mengatakan, Iman inilah yang adalah pondasi
Gereja, melalui iman ini alam maut tak akan menguasainya,[46] dan inilah
yang sering dikutip oleh tokoh non Katolik, di antaranya James White. Namun
sayangnya White lupa atau tidak mengutip ajaran yang yang tertulis di buku
yang sama, bahwa pondasi tersebut juga adalah Rasul Petrus.
Ia [Yesus] mengangkat Petrus, yang kepadanya Ia telah memberikan
kunci kerajaan surga, yang atasnya Ia akan membangun Gereja-Nya, di
mana alam maut tidak akan pernah menguasainya, di mana apapun yang
diikat dan dilepaskannya akan menjadi terikat dan terlepas di surga
Petrus yang sama ini . adalah yang mengakui pertama kali Sang Allah
Putera, pondasi Gereja, penjaga pintu kerajaan Surga, dan sesuai dengan
keputusannya di dunia Hakim di surga memutuskan.[47]
Dan dalam kebenaran pengakuan Petrus memperoleh penghargaan O,
di dalam penunjukanmu, dengan sebuah nama yang baru, pondasi
Gereja yang berbahagia, dan sebuah batu karang yang layak bagi
pembangunan kembali apa yang tercerai berai dalam hukum maut, dan
gerbang maut dan semua jalusi kematian! O, penjaga pintu surga yang
terberkati, yang kepadanya diberikan kunci- kunci untuk memasuki
pintu masuk keabadian, yang keputusannya di dunia adalah sebuah
otoritas yang akan menjadi keputusan di surga, sehingga segala yang
diikat atau dilepaskan di dunia akan memperoleh keputusan yang sama di
surga.[48]
Dan engkau, [Paus Yulius], saudara yang sangat terkasih, meskipun tidak
hadir secara jasmani, tetapi hadir di dalam pikiran dan kehendak . Sebab
ini akan terlihat menjadi yang terbaik, dan sangat menjadi sesuatu yang
layak, jika kepada kepala tersebut, yaitu kepemimpinan Rasul
Petrus, para imam Tuhan melapor (atau mengacu) dari setiap
provinsi.[49].
St. Macarius dari Mesir (300-390)

Sebab di jaman dahulu Musa dan Harun menderita, ketika imamat


merupakan jabatan mereka; dan Kayafas, ketika ia menempati kursi mereka,
menganiaya dan menghukum Tuhan Yesus Sesudahnya Musa diteruskan

oleh Petrus, yang telah menjaga di dalam tangannya, Gereja Kristus


yang baru dan imamat yang benar.[50]
Optatus dari Milevis (367)

Optatus dari Milevis adalah seorang pembela terhadap ajaran sesat


Donatism, ia menulis:
Kamu tidak dapat mengingkari bahwa kamu menyadari bahwa di kota
Roma kursi episkopal telah pertama kali diberikan kepada Petrus;
kursi di mana Petrus duduk, yang sama sebagai kepala- sehingga inilah
mengapa ia juga disebut sebagai Kefas- dari semua Rasul- rasul, kursi
kepemimpinan di mana kesatuan dipertahankan oleh semua. Tidak
ada rasul lainnya yang secara pribadi maju sendiri dan siapapun yang akan
memasang kursi lainnya dalam posisi menentang kursi kepemimpinan akan,
dengan kenyataan tersebut, menjadi skismatik dan seorang pendosa. Ia
adalah Petrus, yang pertama kali menempati kursi tersebut. Ia diteruskan
oleh Linus, Linus oleh Klemens. Damasus oleh Siricius, tetapi aku
bertanya kepadamu untuk mengingat asal dari kursi kepemimpinanmu,
kamu yang berharap mengklaim bagi dirimu sendiri gelar Gereja yang
kudus.[51]
St. Basil Agung (330-379)

Ketika kita mendengar nama Petrus, kita menggambarkan dalam pikiran


kita sifat- sifat yang berhubungan dengannya Sebab kita akan, berpikir
tentang saudara Andreas, ia yang dipanggil dari antara para nelayan
kepada pelayanan kerasulan, ia yang demi keutamaan imannya,
menerima di atas dirinya sendiri, pembangunan Gereja
(jemaat).[52]
Selanjutnya, St. Basil mengatakan demikian, Salah satu dari bukit ini
adalah Petrus, yang merupakan batu karang di mana Tuhan Yesus berjanji
membangun Gereja-Nya.[53]. Kutipan ini sering dipergunakan oleh para
tokoh non Katolik yang mengatakan bahwa Petrus hanya salah satu dari
pondasi. Ini memang bukan sesuatu yang baru, sebab dalam Ef 2:20
dikatakan bahwa Gereja dibangun di atas pondasi para rasul dan para nabi.
Namun tulisan St. Basil tidak menyampaikan formula yang disampaikan oleh
tokoh non Katolik, yaitu seolah mempertentangkan peran Petrus dengan
Kristus. Dalam tulisan St Basil, digabungkan tiga metafor: 1) Kristus sendiri
sebagai pondasi dengan Tuhan sendiri yang mendirikannya (1 Kor 3:11); 2)
Petrus adalah pondasi dan Kristus adalah yang mendirikannya (Mat 16:18);

3) Para rasul dan para nabi adalah pondasinya (Ef 2:20, Why 21:14) dan
Kristus sebagai batu penjuru; dan Roh Kudus yang mendirikannya.
Menarik memang jika kita menyimak bahwa mereka yang tidak mengakui
keutamaan Petrus, luput/ tidak melihat ajaran St. Basil lainnya, yang jelas
menunjukkan keutamaan Petrus dan para penerusnya. Berikut ini adalah
surat St. Basil kepada St. Athanasius, di mana St. Basil mengusulkan untuk
memohon kepada Uskup Roma untuk menyelesaikan kekacauan di Gereja
Timur akibat ajaran sesat, secara khusus Arianism. St. Basil sepertinya telah
memahami bahwa Gereja Roma mempunyai otoritas superior, sehingga
berhak untuk mengatur Gereja Timur:
Adalah baik menurutku untuk mengirimkan sebuah surat ke uskup
Roma, memohon kepadanya untuk memeriksa keadaan kita, dan
karena terdapat kesulitan- kesulitan di dalam hal pengiriman para wakil dari
Gereja Barat oleh dekrit sinode, dan untuk memberi advis kepadanya [Uskup
Roma] untuk melaksanakan otoritas pribadinya dalam hal ini dengan
memilih orang- orang yang cocok., sesuai juga dengan sifat
kelemahlembutan dan keteguhan, untuk mengkoreksi mereka yang tidak
teratur di antara kita di sini.[54]
Maka di sini kita ketahui bahwa St. Basil mengatakan kepada St. Athanasius
bahwa jalan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Gereja Timur
adalah dengan memohon campur tangan uskup Roma. Dengan ini St. Basil
mengakui bahwa Gereja Roma memiliki kekuasaan superior terhadap Gerejagereja Timur.
Lagi, dalam suratnya kepada pemimpin Gereja Barat, St. Basil menulis surat
agar nama- nama para bidat diumumkan kepada semua Gereja Timur, agar
dapat dapat diusahakan tindak lanjut demi keteraturan Gereja Timur:
Dalam hal ini kami memohon kepadamu [Gereja Barat], untuk
mengumumkan secara publik kepada semua Gereja Timur .. Saya
terpaksa menyebutkan nama- nama mereka, supaya engkau sendiri dapat
mengenali siapa- siapa yang membuat kekacauan di sini, dan
mengumumkannya kepada Gereja Timur agar diketahui . Karena engkau
mempunyai lebih banyak wibawa di hadapan orang- orang, sesuai
dengan jarak yang memisahkan tempat kediamanmu dengan mereka, selain
dari fakta bahwa engkau dikaruniai dengan rahmat Tuhan untuk
menolong mereka yang sedang kesusahan.[55]

Dari surat ini kita mengetahui lebih jelas lagi bahwa St. Basil mengakui
otoritas Gereja Barat, dalam hal ini Roma. St. Basil meminta campur tangan
Roma untuk menyelesaikan kekacauan akibat ajaran para bidat, yaitu Arius,
Apollinarius, Paulinus dan lain- lain. Selanjutnya pada surat itu, St. Basil
menyebutkan bagaimana seorang bidat (seorang uskup yang telah
diasingkan) telah menipu Uskup Roma (Paus Liberius), sehingga akhirnya ia
berhasil dikembalikan kepada jabatannya setelah menerima surat dari Paus
Liberius. Ini menjadi indikasi bahwa baik uskup yang orthodox maupun uskup
bidat sama- sama mengakui kepemimpinan Uskup Roma. Michael Miller
menulis, Pada akhir abad ke-4, banyak jemaat Byzantine menerima bahwa
uskup Roma menerima dari Tuhan rahmat untuk mempertahankan dan
meneruskan kebenaran Injil yang murni Gereja Timur mengakui bahwa,
dibandingkan dengan mereka sendiri, Gereja Roma telah dibebaskan dari
(spared from) ajaran- ajaran sesat. Hal ini memberikan alasan kepada
Gereja Timur untuk menerima peran Gereja Roma dalam hal koinonia .
Karena pergolakan di Timur, pemimpin orthodoks maupun bidaah samasama mencari dukungan dan persetujuan keuskupan Roma. Munurut
Shotwell dan Loomis, sepanjang krisis, Gereja Timur telah menerima bahwa
Roma telah menerima dari Tuhan melalui Petrus, karunia tak ternilai yang
kelihatannya tidak dimiliki oleh Gereja Timur, yaitu kuasa untuk berpedang
teguh kepada kebenaran dan meneruskannya dengan murni, tanpa
cacat[56].
Dalam suratnya yang lain, yang walaupun tidak menyebutkan nama Paus
secara langsung, St. Basil menulis kepada Paus Damasus yang disebutnya
sebagai Bapa (Paus), karena ia menyebutkan secara langsung nama Paus
pendahulunya yaitu Paus Dionysius. Demikian bunyi suratnya:
Bapa yang terhormat [Paus Damasus], hampir semua Gereja Timur (
dari Illyricum ke Mesir) telah menjadi resah oleh badai yang parah dan
dashyat. Bidaah yang lama yang diajarkan oleh Arius, sang musuh
kebenaran, sekarang telah timbul kembali dengan berani dan tidak tahu
malu. Seperti akar yang asam, ia menghasilkan buah yang mematikan, dan
terus menang. Alasannya adalah, di setiap daerah, para pemenang doktrin
yang benar malah diasingkan dari Gereja mereka dengan kemarahan, dan
pengaturan urusan- urusan jemaat diberikan kepada mereka yang
memimpin para jiwa orang sederhana kepada perangkap. Saya telah
memandang penuh harap pada kunjungan belas kasihanmu sebagai
satu-satunya solusi yang mungkin terhadap kesulitan- kesulitan
ini. Saya telah terpaksa untuk memohon kepadamu melalui surat

agar engkau terdorong untuk membantu kami. Dalam hal ini, saya
tidak memohon hal yang baru, tetapi hanya memohon sesuatu yang telah
biasa dilakukan dalam kasus orang- orang yang, sebelum jaman kita,
terberkati dan dikasihi Tuhan, dan secara khusus di dalam kasus anda
sendiri. Sebab saya sungguh teringat, belajar dari jawaban yang diberikan
oleh para bapa kami ketika mereka ditanyai, dan dari dokumen- dokumen
yang masih ada pada kami, bahwa Uskup [Paus] Dionysius yang saleh
dan terberkati, yang terpandang di keuskupanmu karena imannya yang
teguh dan semua kebajikan lainnya, telah mengunjungi Gerejaku di
Kaisarea dengan suratnya, dan dengan surat mengajar para bapa
kami, dan mengirimkan orang- orang untuk membebaskan saudarasaudara kami dari perangkap.[57]
Dalam suratnya yang lain St. Basil menyebutkan bahwa orang- orang
tertentu, membawa surat- surat dari Gereja Barat, mengalihkan keuskupan
Antiokhia kepada mereka[58]. Sekarang, atas hak apa Gereja Roma
menyerahkan keuskupan Gereja Timur (dalam hal ini Antiokhia) kepada
orang- orang yang tertentu yang dipilihnya? Nampak di sini bahwa Gereja
Roma memiliki otoritas mungatur hal- hal gerejawi, dan St. Basil mengakui
hal ini. Maka tak berlebihan, jika Ray Ryland dalam majalah This Rock,
mengatakan, Semua ajaran heresi (bidaah) yang penting pada abad- abad
awal Gereja terjadi di Gereja Timur. Seringkali bidaah ini didukung oleh para
kaisar Timur. Di banyak kesempatan, tahta Patriarkh Timur diduduki oleh
para bidat. Jemaat Timur menjadi rentan terhadap ajaran sesat, namun
kurang otoritas dominan yang dapat menyelesaikannya. Di dalam setiap
kejadian, kepausanlah yang harus menyelamatkannya.[59].
St. Gregorius dari Nissa (330-395)

St. Gregorius adalah Bapa Gereja Timur dan adik dari St. Basil. St Gregorius
adalah Uskup Nissa di Kapadosia (sekarang Turki) yang disebut dalam 1 Pet
1:1. St Gregorius mengatakan:
Petrus, dengan seluruh jiwanya, menghubungkan dirinya dengan Sang
Anak Domba, dan dengan perubahan namanya, ia diubah oleh Tuhan
menjadi sesuatu yang lebih ilahi: bukan lagi Simon, tetapi menjadi dan
dipanggil sebagai sebuah batu karang (Petrus). Petrus yang agung tidak
bertumbuh sedikit demi sedikit untuk mencapai rahmat ini, namun seketika
ia mendengarkan saudaranya [Andreas], percaya kepada Anak Domba, dan
melalui iman disempurnakan, dan karena telah melekat kepada Sang
Batu Karang, menjadi batu karang Petrus.[60]

Peringatan Petrus, kepala para rasul, dirayakan; dan dimuliakanlah dengan


dia semua anggota Gereja lainnya; tetapi di atas dia Gereja Tuhan didirikan
dengan kokoh. Sebab ia adalah, sesuai dengan karunia yang diberikan
kepadanya oleh Tuhan, batu yang tak terpecahkan dan teramat kokoh yang
atasnya Tuhan telah mendirikan Gereja-Nya.
((Ibid, 2:21)).
St. Gregorius Naziansa (329-389)

St. Gregorius Naziansa adalah Uskup Konstantinopel, salah satu Bapa


Kapadosia, bersama dengan St. Basil dan St. Gregorius Nissa. St. Gregorius
Naziansa adalah tokoh penting dalam penentuan final credo Nicea di Konsili
Konstantinopel tahun 381. Ia mengajarkan:
Lihatlah kepada semua murid Kristus, semuanya besar., salah satunya
disebut batu karang [Petrus] dan dipercayakan sebagai pondasi Gereja;
sedangkan yang satu lagi disebut yang dikasihi [Yohanes], dan yang
lainnya menyandang kehormatan.[61]
Juga seseorang tidak akan tahu. apakah keturunannya akan disebut
sebagai Paulus yang kudus atau Petrus- yang menjadi batu karang yang
tak terpecah dan yang kepadanya diserahkan kunci- kunci [kerajaan
Surga].[62]
Paus St. Damasus I (304- 384)

Paus Damasus I adalah Uskup Roma dari 366 sampai 384. Ia menulis
demikian:
Meskipun semua Gereja- gereja Katolik yang tersebar di seluruh dunia
membentuk satu ruang mempelai Kristus, namun Gereja Roma yang suci
telah ditempatkan di depan, bukan oleh keputusan- keputusan konsili dari
Gereja- gereja lain, tetapi telah menerima keutamaan dari suara surgawi dari
Tuhan dan Penyelamat kita, yang berkata: Kamu adalah Petrus, dan di
atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku, dan maut tidak
akan menguasainya; dan Aku akan memberikan kepadamu kunci-kuci
Kerajaan Surga, dan apa yang kau ikat di dunia akan terikat di surga, dan
apa yang kau lepaskan di dunia akan terlepas di surga.. Oleh karena itu,
Keuskupan yang pertama, adalah keuskupan Rasul Petrus, yaitu
Gereja Roma, yang tidak memiliki noda atau cacat atau sejenisnya.
Keuskupan kedua, adalah Alexandria, yang dikonsekrasikan atas nama
Petrus oleh Markus, muridnya dan penulis Injil, yang diutus ke Mesir oleh
Rasul Petrus, di mana ia berkhotbah sabda kebenaran dan

menyelesaikannya dengan kemartirannya yang mulia. Keuskupan yang


ketiga, adalah di Antiokhia, yang didirikan oleh Rasul Petrus yang terberkati,
di mana ia tinggal sebelum ia datang ke Roma, dan di mana nama Kristen
pertama kali dipergunakan kepada sebuah bangsa yang baru.[63]
St. Hieronimus (Jerome) kepada Paus Damasus I (374-379)

St. Hieronimus (Jerome) adalah Bapa dan Pujangga Gereja, yang dikenal
karena karyanya menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Latin yang
disebut Vulgate. Setelah studinya di Roma ia mengasingkan diri di gurun dan
hidup sebagai rahib dan mempelajari Kitab Suci. Setelah ditahbiskan menjadi
imam tahun 379 ia tinggal di Konstantinopel dengan St. Gregorius Nazianzen
selama 3 tahun. Tahun 382 ia kembali ke Roma, menjadi sekretaris Paus
Damasus I. Kemudian, tahun 386 ia tinggal di Betlehem sampai wafatnya
tahun 419/ 420.
Ia menulis demikian kepada Paus Damasus:
Sebab Gereja Timur, tercerai berai karena kekacauan yang berkepanjangan,
yang ada di antara orang- orangnya, sedikit demi sedikit merobek jubah
Tuhan. Saya pikir adalah tugas saya untuk berkonsultasi dengan tahta
Petrus dan beralih kepada Gereja yang imannya dipuji oleh Rasul Paulus.
Saya memohon makanan rohani kepada Gereja yang daripadanya saya
menerima Kristus. Jarak yang jauh di laut dan daratan yang membentang di
antara kita tidak membelokkan saya dari pencarian mutiara yang mahal
harganya. Meskipun kebesaranmu menakutkan saya, namun kebaikanmu
menarik saya. Dari imam saya menuntut perlindungan terhadap korban, dari
gembala perlindungan yang layak bagi domba- domba.. Kata- kata saya
diucapkan kepada penerus dari sang nelayan, kepada sang murid Salib.
Sebab saya tidak mengikuti pemimpin lain selain dari Kristus,
sehingga saya tidak berkomunikasi kepada yang lain tetapi
kepadamu, yaitu dengan tahta Petrus. Sebab saya tahu, ini adalah batu
karang yang atasnya Gereja didirikan! Ini adalah rumah di mana Anak
Domba Paska dimakan dengan benar. Ini adalah bahtera Nuh, dan ia yang
tidak ditemukan di dalamnya akan binasa ketika air bah datang. Tetapi
karena dosa- dosa saya, saya telah membawa diri saya ke gurun ini yang
terletak antara Syria dan tempat pembuangan, saya tidak dapat, karena
jarak yang jauh di antara kita, selalu meminta dari kekudusanmu, hal hal
yang kudus dari Tuhan.[64]

Gereja di sini terpecah menjadi tiga bagian, masing- masing berusaha


menarik saya menjadi bagian dari mereka . Sementara saya tetap
berteriak: Ia yang bergabung dengan tahta Petrus akan saya terima!
Karena itu saya memohon berkatmu oleh salib Tuhan, oleh kemuliaan iman
kita, Kisah Sengsara Kristus, . beritahukan kepadaku melalui surat, kepada
siapa saya harus berkomunikasi di Syria. Jangan membuang satu jiwapun
yang untuknya Kristus telah wafat![65]
Di sini, di tengah ajaran sesat dan skisma yang memecah belah Gereja
Timur, St. Hieronimus mengacu kepada tahta Rasul Petrus di Gereja Roma,
dengan mengatakan bahwa mereka bersama dengan Gereja Roma, adalah
mereka yang bersama dengan Kristus. Maka St. Jerome tidak melihat
pertentangan antara Kristus dengan keuskupan Roma, melainkan
menegaskan bahwa mereka yang mengikuti Uskup Roma pastilah mengikuti
Kristus. Ia menjanjikan kesetiaan kepada Roma, karena menghormati Petrus
yang di atasnya Kristus mendirikan Gereja-Nya.
Gereja didirikan di atas Petrus: meskipun dimana- mana hal yang sama
ditujukan kepada semua Rasul, dan mereka semua menerima kunci-kunci
Kerajaan Surga, dan kuasa Gereja tergantung atas mereka semua, namun
satu di antara keduabelas murid dipilih sehingga ketika seorang kepala telah
ditunjuk, di sana tidak ada kemungkinan bagi skisma.[66].
Terhadap perikop ini St. Alfonsus Liguori menulis, Semua Rasul diutus oleh
Yesus Kristus untuk menyebarluaskan iman, dengan kuasa untuk
menahbiskan imam, uskup dan mendirikan Gereja. Namun demikian, kuasa
ini, yang disampaikan kepada para Rasul adalah kuasa yang ada di bawah
kuasa St. Petrus. Adalah kuasa yang luar biasa yang berakhir pada para
Rasul, sedangkan kuasa yang diberikan kepada St. Petrus adalah absolut.
Maka St. Jerome mengatakan bahwa meskipun pada awalnya, ketika iman
perlu untuk disebarluaskan, semua Rasul mempunyai kuasa yang sama,
namun di atas Petrus sajalah disampaikan kuasa tertinggi (supreme power),
supaya ia dapat memimpin sebagai kepala di atas semua yang lain.[67]
Maka saya pikir, saya perlu memperingatkan kamu, di dalam kebaikan dan
kasih, untuk berpegang teguh pada iman Paus Innocent yang kudus, anak
rohani dari St. Anastasius, dan penerusnya di tahta apostolik, dan tidak
menerima ajaran asing apapun, betapapun kamu menganggap dirimu bijak
dan pandai memilah.[68].

Apa hubungannya Paulus dengan Aristoteles? Atau Petrus dengan Plato?


Sebab walaupun Plato adalah pengeran filosofi, Petrus adalah kepala para
Rasul: di atasnya Gereja Tuhan didirikan dengan kokoh dan tak ada
serangan banjir atau badai yang dapat mengguncangkannya.[69].
St. Ambrosius dari Milan (340-397)

St. Ambrosius adalah salah satu dari empat Pujangga Gereja dalam Gereja
Latin. Sebagai Uskup ia mempertahankan Gereja Milan dari pengaruh ajaran
Arianisme, dan membawa Kaisar Roma, Theodosius I, kepada pertobatannya.
Ia dikenal sebagai uskup yang bersimpati pada St. Monika, ibu St. Agustinus,
dan ia adalah uskup yang menerima Agustinus ke dalam Gereja Katolik. Ia
menganggap uskup Roma sebagai gembala Gereja universal. Bersama
Sabinus, Bassian dan para uskup lainnya menulis kepada Paus Siricius, tahun
389, demikian:
Kami mengenali di dalam suratmu kesiagaan sebagai gembala yang baik.
Engkau dengan setia menjaga pintu gerbang yang dipasrahkan kepadamu
dan dengan perhatian yang saleh engkau menjaga kawanan Kristus (Yoh
10:7-), engkau layak mempunyai domba- domba yang mendengarkan dan
mengikuti engkau. Sebab engkau mengenal para domba Kristus, engkau
dengan mudahnya menangkap serigala- serigala dan melawan mereka
sebagai gembala yang melindungi [dombanya], sebab jika tidak mereka
mencerai beraikan kawanan domba Tuhan karena kekurangan iman mereka
dan auman mereka yang bengis.[70].
Kepada Petrus sajalah Ia [Kristus] berkata, Engkau adalah Petrus,
dan di atas batu karang ini aku akan mendirikan Gereja-Ku. Di mana
Petrus berada, Gereja berada. Dan di mana Gereja berada, tidak ada
kematian, tetapi kehidupan kekal.[71]
Petrus, setelah dicobai Iblis (Luk 22:31-32), ditempatkan atas Gereja.
Karena itu, Tuhan, yang telah melihat hal tersebut sebelum terjadi, setelah
itu memilihnya sebagai gembala kawanan domba Tuhan. Sebab kepadanya
[Petrus] Ia berkata, tetapi kamu ketika telah insaf, kuatkanlah saudarasaudaramu.[72]
Kristus adalah Sang Batu Karang, Sebab mereka minum dari Batu
Karang rohani yang mengikuti mereka, dan Batu Karang itu ialah Kristus,
dan Ia tidak menolak untuk mengaruniakan gelar ini bahkan kepada
murid-Nya, sehingga ia juga dapat menjadi Petrus [atau Batu Karang]

dalam hal, seperti batu karang, ia mempunyai ketetapan yang solid, sebuah
iman yang kokoh.[73].
St. Yohanes Krisostomus (347- 407)

St. Yohanes Krisostomus adalah seorang Pujangga Gereja dan Bapa Gereja
dari Gereja Timur (Antiokhia), yang terkenal karena kefasihannya mengajar/
berkhotbah. Menarik untuk disimak, bahwa meskipun Yohanes Krisostomus
adalah seorang uskup dari Gereja Timur, ia mengajarkan bahwa Petrus
adalah pengajar universal dari Gereja universal. Ia mengatakan:
[Yesus] berkata kepadanya, Gembalakanlah domba- domba-Ku. Dan
mengapa ia berkata demikian kepada Petrus? Ia adalah seorang yang
dipilih dari para Rasul, [menjadi] juru bicara bagi para murid,
pemimpin kelompok; karena itu juga Paulus pergi mengunjunginya untuk
bertanya kepadanya dan bukan kepada orang lain. Dan pada saat yang
sama. Yesus meletakkan ke dalam tangannya otoritas tertinggi di antara
para saudara; . Jika kamu mengasihi Aku, gembalakanlah saudarasaudaramu.[74]
Untuk apa Ia menumpahkan darah-Nya? Adalah agar Ia dapat
memenangkan domba- domba-Nya yang dipercayakan-Nya kepada
Petrus dan para penerusnya.[75]
Petrus sendiri adalah pemimpin kepala para Rasul, yang pertama di
dalam Gereja, sahabat Kristus, yang menerima wahyu bukan dari manusia
tetapi dari Allah Bapa, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus dengan berkata,
Diberkatilah engkau Simon anak Yohanes, sebab daging dan darah tidak
menyatakannya kepadamu, tetapi Bapa-Ku yang di surga; inilah Petrus, dan
ketika Aku menamai dia Petrus, Aku menamakan batu karang yang tidak
terputus, fondasi yang kuat itu, Rasul yang besar yang pertama dari para
murid, yang pertama dipanggil dan yang pertama taat.[76]
Selanjutnya, pengakuan St. Yohanes Krisostomus akan Paus ditunjukkan saat
mengirim surat kepada Paus Innocentius I untuk memperoleh koreksi dari
akta yang ditujukan melawan dia, dan pembatalan hukuman yang dijatuhkan
kepadanya, dan penegasan sangsi kepada mereka yang telah melanggar
hukum kanon[77].
Maka walaupun St. Yohanes Krisostomus pernah mengatakan tentang
Yakobus dan tahta Yerusalem (yang sering dipahami sebagai keuskupan/
tahta pertama di Gereja), namun St. Yohanes Krisostomus memahami bahwa

posisi keuskupan Yerusalem berada di bawah panggilan St. Petrus. St.


Yohanes Krisostomus menulis, Jika seseorang bertanya, Bagaimana
Yakobus menerima tahta di Yerusalem? Aku akan menjawab, bahwa Ia
menunjuk Petrus sebagai guru, tidak di Yerusalem, tetapi di dunia.[78]
Sebab perhatikanlah, mereka ada seratus dua puluh orang, dan Ia
meminta satu dari keseluruhan kelompok dengan hak yang baik sebagai
yang telah diberi kuasa atas mereka: sebab kepadanya Kristus telah berkata,
Dan ketika kamu sudah insaf, kuatkanlah saudara- saudaramu.[79]
Apa yang dapat lebih rendah hati daripada jiwa itu [Paulus]? Setelah
kesuksesannya, yang tidak kalah dengan Petrus, tetapi dengan martabat
yang sama dengan dia, ia datang kepadanya sebagai penatuanya dan
superiornya. Satu- satunya tujuan dari perjalanannya adalah untuk
mengunjungi Petrus; dan menunjukkan penghormatan kepada para
rasul. Ia mengatakan, untuk mengunjungi Petrus, dia tidak mengatakan
untuk melihat/ bertemu, tetapi untuk mengunjungi (), kata yang
digunakan untuk menunjukkan tentang mereka yang mencari pengetahuan/
pengalaman akan suatu kota yang besar dan indah, dan menerapkannya
dalam diri mereka sendiri. Dia menganggap layak semua kesukaran agar ia
dapat melihat Petrus; dan ini muncul dalam Kisah para rasul juga.[80].
Socrates Scholasticus (380-450) dan Sozomen (370-439)

Socrates Scholasticus adalah seorang sejarahwan Gereja Yunani. Kebanyakan


tulisannya adalah tentang Gereja Timur, dan hanya menyebut Gereja Barat
jika ada kaitannya dengan Gereja Timur. Maka ia tidak mempunyai
kepentingan untuk mempromosikan Gereja Barat. Namun demikian ia
menulis demikian tentang kejadian pada masa St. Athanasius:
Yulius, Uskup Roma yang mulia tidak hadir, dan juga ia tidak mengirimkan
pengganti, meskipun hukum Gereja memerintahkan bahwa semua gereja
tidak dapat membuat aturan apapun melawan pendapat Uskup Roma.[81]
Sementara itu, Athanasius, setelah perjalanan yang panjang sampai di Italia
. pada saat yang sama juga Paulus, uskup Konstantinopel, Asclepas dari
Gaza, Maercellus dari Ancyra dan Lucius dari Adrianopel, setelah dituduh
dalam berbagai kasus dan diusir dari gereja- gereja mereka, sampai di kota
kerajaan [Roma]. Di sana, masing- masing memaparkan kasusnya di
hadapan Yulius, Uskup Yulius, Roma. Ia [Yulius], atas keutamaaan hak
istimewa Gereja Roma, mengirimkan mereka kembali ke Gereja Timur,
dengan memperkuat mereka dengan surat-surat pengakuan/ persetujuan;

dan pada saat yang sama mengembalikan mereka masing- masing ke


tempat mereka, dan menegur dengan tajam mereka yang telah memecat
mereka. Mengandalkan tanda tangan Uskup Yulius, para uskup itu
meninggalkan Roma, dan mengambil kembali hak milik di gereja- gereja
mereka dengan menunjukkan surat-surat itu [dari Paus] kepada pihak- pihak
kepada siapa surat itu ditujukan.[82]
Demikian pula Salaminius Hermias Sozomen adalah seorang pengacara dari
Palestina yang menuliskan sejarah Gereja, menyambung tulisan Eusebius
tentang Sejarah Gereja. Sozomen juga menulis hal yang serupa tentang
bagaimana para Uskup Gereja- gereja Timur yang diusir oleh gereja- gereja
mereka karena mempertahankan credo Nicea, memohon dukungan dan
peneguhan dari Uskup Roma. Demikian catatan Sozomen:
Ia [Yulius] menulis kepada para uskup di Gereja Timur, dan menegur mereka
karena telah menghakimi para uskup ini (yang menemui Yulius] dengan tidak
adil, dan karena mereka telah merendahkan Gereja karena telah
mengabaikan ajaran Konsili Nicea. Ia memanggil beberapa di antara mereka
untuk menghadapnya pada suatu hari tertentu, untuk
mempertanggungjawabkan kepadanya tentang keputusan mereka, dan
mengancam akan menurunkan mereka, jika mereka tidak berhenti membuat
inovasi. Ini adalah inti dari surat-suratnya. Athanasius dan Paulus dinyatakan
kembali di keuskupan mereka, dan menyampaikan surat Yulius kepada para
uskup di Gereja Timur.[83].
Pada saat yang sama ia [Yulius] menjawab surat para uskup yang bertemu
di Antiokhia, sebab ia menerima surat mereka, dan menuduh mereka telah
secara diam- diam memperkenalkan inovasi- inovasi (penemuan baru) yang
bertentangan dengan ajaran Konsili Nicea, dan [mereka] telah melanggar
hukum- hukum Gereja, dengan tidak mengundangnya untuk menghadiri
Sinoda mereka; sebab . ada kanon Gerejawi yang menyatakan bahwa apa
yang dilakukan bertentangan dengan penentuan Uskup Roma
adalah nihil/ tidak sah.[84]
St. Agustinus dari Hippo (354-430)

St. Agustinus adalah salah satu Bapa Gereja yang paling besar dalam Gereja
Latin. Ia dibaptis oleh St. Ambrosius di Malam Paska 387, menjadi Uskup
Hippo di tahun 395.
Dalam suratnya kepada para heretik/ bidat Donatisme, St Agustinus menulis
demikian:

Sebab jika jalur suksesi para uskup harus diperhitungkan, dengan kepastian
yang lebih tinggi dan menguntungkan bagi Gereja, kita menghitung kembali
sampai kepada Petrus sendiri, kepada siapa, sebagai yang mengemban figur
seluruh Gereja, Tuhan berkata: Di atas batu karang ini Aku mendirikan
Gereja-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya! Penerus Petrus
adalah Linus, dan para penerusnya dalam kesinambungan yang tidak
terputus adalah: Klemens, Anakletus, Evaristus, Alexaner, Sixtus, Teleforus,
Iginus, Anicetus, Pius, Soter, Eleutherius, Victor, Zephirinus, Calixtus,
Urbanus, Pontianus, Antherus, Fabianus, Cornelius, Luciu, Stefanus, Xystus,
Dionisius, Felix, Eutychianus, Gaius, Marcellinus, Marcellus, Eusebius,
Miltiades, Sylvester, Marcus, Julius, Liberius, Damasus, dan Siricius yang
digantikan oleh Uskup Anastasius saat ini. Dalam jalur apostolik ini tidak
ditemukan satupun Uskup Donatis.[85]
Di sini kita melihat adanya pernyataan yang kuat yang mendukung
keutamaan Uskup/ Paus di Roma, untuk menolak ajaran sesat. St. Agustinus
memberikan dasar untuk menolak para bidat dengan menyatakan adanya
tradisi dan suksesi kepemimpinan apostolik di dalam Gereja Katolik. St.
Agustinus menanyakan secara rethorik, Apakah para Donatist mempunyai
klaim kebenaran kepada kebenaran? Tidak. Dapatkah mereka mengklaim
suksesi apostolik dari Petrus sendiri? Tidak. Oleh karena itu mereka tidak di
dalam Gereja dan tidak dapat mengklaim kembali sampai kepada para rasul.
[86].
Selanjutnya, dalam suratnya menanggapi penyerangan yang dilakukan para
bidat kepada Caecilianus, Uskup Carthage, St. Agustinus menulis demikian:
Kota itu (Carthage) mempunyai seorang uskup yang otoritasnya tidak kecil,
yang mampu untuk tidak mempedulikan banyaknya para musuhnya yang
bersekongkol menyerang dia, ketika ia [Caecilianus] melihat dirinya bersatu
dalam surat persekutuan, baik dengan Gereja Roma, yang di dalamnya
keutamaan tahta apostolik [apostolicae cathedrae principatus] telah
selalu diterapkan dan dengan daratan yang lain- yang dari mana Injil
datang ke Afrika itu sendiri, di mana ia dapat dengan siap sedia memohon
tentang kasusnya, jika para penyerangnya berusaha mengasingkan gerejagereja itu darinya.[87].
Untuk menangani ajaran sesat yang terjadi di Afrika Utara, para Uskup,
termasuk St. Agustinus, Uskup Hippo, mengirimkan surat untuk memperoleh
konfirmasi resmi konsili mereka dari tahta apostolik/ Apostolic See. Surat

tersebut diawali dengan perkataan, Sebab Tuhan, dengan kelimpahan yang


istimewa dari rahmat-Nya, telah menempatkan engkau di Tahta Apostolik
Selanjutnya setelah Paus Innocentius I memutuskan mengenai masalah
tersebut, mereka [214 para uskup itu termasuk St Agustinus] berkata, Kami
yakin bahwa penilaian harus tetap seperti yang dikeluarkan oleh Uskup
[Paus] Innocentius dari tahta Rasul Petrus yang terberkati
[Paus Innocentius] mengacu kepada semuanya, menulis kembali kepada
kita dengan cara yang sama di mana adalah sah dan menjadi tugas Tahta
Apostolik untuk menuliskannya.[88]
Jawablah kepadanya [Paus Innocentius I], ya, seperti kepada Tuhan
sendiri, yang kesaksian-Nya digunakan oleh uskup itu.[89]
Maka tidak perlu diragukan bahwa St. Agustinus mengajarkan keutamaan
Rasul Petrus, walaupun ia juga mengajarkan bahwa perikop Mat 16:18
mengacu baik kepada kepada Kristus yang kepada-Nya Petrus menyatakan
pengakuan imannya, maupun kepada Petrus sendiri:
Di dalam sebuah perikop di buku ini, saya berkata tentang Rasul Petrus: Di
atasnya Gereja didirikan. Ide ini juga dinyatakan dalam nyanyian oleh
banyak orang di dalam bait yang dikarang oleh St. Ambrosius Tetapi saya
mengetahui hal itu sering di kemudian hari, maka saya menjelaskan apa
yang dikatakan Tuhan: Kamu adalah Petrus dan di atas batu karang ini aku
akan mendirikan Gereja-Ku, bahwa ini untuk diartikan bahwa [Gereja]
didirikan di atas Ia yang di atasnya Petrus mengakui: Engkau adalah Kristus,
Anak Allah yang hidup, dan karena itu Petrus, yang dipanggil setelah batu
karang ini, mewakili orang di Gereja yang didirikan di atas batu karang ini,
dan telah menerima kunci- kunci Kerajaan Surga. Sebab batu karang ini
adalah Kristus, dan dengan mengakui-Nya, seperti juga seluruh
Gereja mengakui-Nya, Simon disebut sebagai Petrus. Tetapi biarlah
para pembaca memutuskan manakah dari kedua pendapat ini yang lebih
mungkin.[90].
Saudara-saudari kita non Katolik kerap mengutip tulisan St. Agustinus yang
berkesan seolah tidak mendukung otoritas Petrus.[91]
Namun silakan dilihat di sini bahwa St. Agustinus tidak menolak keutamaan
Paus, sebab interpretasi ini tidak membatalkan arti literalnya. Lagipula, di
tulisan- tulisannya yang lain, St. Agustinus jelas mendukung keutamaan
Rasul Petrus.

Selanjutnya St. Agustinus juga menulis tentang peran Roma sebagai yang
mengeluarkan kata terakhir tenteng suatu ajaran tertentu. Ia mengacu
kepada keputusan Paus dalan Konsili Carthage dan Milevis (416) yang
mengecam ajaran sesat Pelagianisme:
Roma locuta est, causa finita est / Roma sudah bicara
[memutuskan], kasus ditutup.[92]
Terhadap para pengikut ajaran sesat Manichaeisme, St. Agustinus
mengatakan demikian:
Jangan bicarakan tentang kebijaksanaan yang karenanya kamu [para
Manichaean] tidak percaya ada di dalam Gereja Katolik, ada banyak hal lain
yang lebih benar menjagaku tetap di dalam pangkuannya. Persetujuan
berbagai bangsa menjagaku di dalam Gereja; demikian juga otoritasnya,
diawali dengan mukjizat- mukjizat, dipelihara oleh pengharapan, dan
diperluas oleh cinta kasih, dan dimantapkan oleh waktu. Suksesi para
imam menjaga saya, dimulai dari tahta Petrus Rasul, yang kepadanya
Tuhan setelah kebangkitan-Nya memberikan kuasa untuk memberi makan
kepada domba- domba-Nya, sampai kepada keuskupan saat ini. Sebab
begitu banyak dan besar ikatan yang berharga yang dimiliki oleh suatu nama
Kristen yang dengan benar menjaga seseorang yang adalah orang percaya
di alam Gereja Katolik Tak seorangpun dapat menggoyangkan saya dari
iman yang telah mengikat pikiran saya dengan ikatan yang begitu banyak
dan kuat dengan agama Kristen . Sebab di pihak saya, saya tidak akan
percaya kepada Injil kecuali jika otoritas Gereja Katolik mendorong
saya.[93]
Pernyataan ini merangkum pandangan para Bapa Gereja tentang Gereja
Katolik, yang merupakan Gereja yang mempunyai kontinuitas dengan para
rasul.
Paus Innocentius I (401-417)

Dalam pencarian akan hal- hal Tuhan, . mengikuti teladan tradisi kuno,
kamu telah dikuatkan kekuatan agamamu dengan akal budi yang benar,
sebab kamu telah mengakui bahwa keputusan harus mengacu kepada kami
dan [keputusan] telah menunjukkan kepadamu bahwa kamu mengetahui apa
yang harus diberikan kepada Tahta Apostolik, jika kita semua ditempatkan
pada posisi untuk menghendaki agar mengikuti Sang Rasul sendiri yang
daripadanya muncul keuskupan dan otoritas total dari nama ini. Mengikuti
dia, kita mengetahui bagaimana mengecam kejahatan- kejahatan seperti

kita mengetahui bagaimana untuk menyetujui apa yang baik/ terpuji. [Para
Bapa Gereja] tidak menganggap segala sesuatunya sebagai sesuatu yang
selesai, meskipun bersangkutan dengan provinsi yang jauh dan terpencil,
sampai hal itu telah diperhatikan oleh Tahta ini [Roma], sehingga apa yang
adalah keputusan yang benar dapat diteguhkan oleh otoritas total
Tahta [Petrus] ini, dan dari situ ke Gereja- gereja lain sepertihalnya air
keluar dari sumbernya sendiri, melalui banyak daerah di seluruh dunia, tetap
menjadi cairan yang murni dari kepala yang tidak rusak.[94].
Jika kasus- kasus yang lebih penting untuk didengarkan, mereka, seperti
diputuskan dalam dekrit sinoda, dan seperti kebiasaan mensyaratkan,
setelah keputusan keuskupan, diajukan ke Tahta Apostolik [Roma].[95].
Theodoret (393- 466)

Theodoret adalah seorang Uskup Cyrrus di Syria yang memerangi paganisme


dan ajaran sesat. Ia mengatakan:
Tahta yang paling kudus ini telah mempertahankan keutamaan di atas
semua Gereja di bumi, untuk sebuah alasan yang sangat istimewa di antara
yang lain: bahwa ia telah tetap utuh/ tidak tersentuh oleh noda kotor
ajaran sesat. Tak satu orangpun yang duduk di Tahta; yang telah
mengajarkan ajaran sesat: sebaliknya Tahta itu telah
mempertahankan rahmat Apostolik yang tidak bernoda.[96]
Konsili Efesus (431)

Kata pembuka dari Filipus, wakil dari kepausan:


Tidak diragukan, dan nyatanya telah diketahui di sepanjang abad, bahwa
Rasul Petrus yang kudus dan terberkati, kepala para Rasul, tonggak
iman dan pondasi Gereja Katolik, menerima kunci- kunci Kerajaan
dari Tuhan kita Yesus Kristus, . dan bahwa kepadanya telah diberikan
kuasa untuk melepas dan mengikat dosa, yang seterusnya sampai sekarang
dan selamanya hidup dan memutuskan di dalam para penerusnya. Paus
Celestinus yang kudus dan terberkati, menurut urutannya, adalah penerus
Rasul Petrus dan menempati tempatnya, dan ia mengirimkan kami untuk
memberikan tempatnya di dalam sinoda yang kudus ini. [97].
Paus St. Leo I (440-461)

St. Leo Agung adalah salah seorang pemimpin terbesar di Gereja abad awal.
Ia tidak saja dikenal di Gereja Latin tetapi juga di Gereja Timur, terutama
melalui Konsili Kalsedon (451), yang mengecam ajaran sesat Eutychianism,

sebuah bentuk Monophysitism, yaitu ajaran yang mengajarkan bahwa Kristus


hanya mempunyai satu kodrat, yaitu kodrat ke-Allahan. Paus Leo Agung
mengeluarkan ajaran yang kemudian dikenal dengan sebutan The Tome of
Leo, yang bunyinya antara lain dapat dibaca di sini, silakan klik. Di bawah
pimpinannya tahta Paus memperoleh kesadaran akan hak- hak prerogatifnya
sebagai pusat dan pondasi Gereja.
Tuhan kita Yesus Kristus, Penyelamat umat manusia, mendirikan agama
ilahi, yang oleh rahmat Allah diinginkanNya bersinar kepada segala bangsa
. Tetapi Tuhan menghendaki bahwa sakramen/ sarana rahmat ini
berkenaan dengan semua Rasul sedemikian sehingga ia didirikan secara
prinsip di dalam Petrus yang terberkati, yang tertinggi di antara
semua Rasul. Dan Ia menghendaki agar karunia-Nya mengalir ke seluruh
tubuh melalui Petrus sendiri, seperti dari kepala sedemikian, sehingga
seseorang yang berani memisahkan dirinya sendiri dari solidaritas kepada
Petrus akan menyadari bahwa ia sendiri tidak lagi menjadi pengambil bagian
di dalam misteri ilahi Tahta Apostolik telah dilaporkan dalam kejadiankejadian yang tak terhitung banyaknya menjadi tempat konsultasi bagi para
uskup Dan melalui permohonan berbagai kasus kepada tahta ini,
keputusan- keputusan telah dibuat, entah penarikan ataupun peneguhan,
sebagaimana ditentukan menurut kebiasaan yang telah bertahan lama.[98].
Semua sama dalam hal telah dipilih, tetapi telah ditentukan bahwa seorang
menjadi lebih utama di atas yang lain . Melalui mereka [para uskup dengan
tanggung jawab yang lebih besar] pengaturan Gereja universal akan
memusat di dalam satu Tahta Petrus, dan tak ada sesuatupun yang harus
merasa ganjil dengan kepala ini. (Letter of Pope Leo I to Anastasius, Bishop
of Thessalonica, 14,11, (446 AD) in Jurgens, Faith of the Early Fathers,
3:270)).
Dari seluruh dunia hanya satu, Petrus, yang dipilih untuk memimpin
atas panggilan kepada semua bangsa, dan atas semua Rasul yang
lain, dan atas semua Bapa Gereja. Oleh karena itu, meskipun di antara
umat Allah ada banyak imam dan pastor, sesungguhnya Petruslah yang
memimpin mereka semua, yang atasnya adalah Kristus yang menjadi
pemimpin tertinggi mereka.[99].
Sebab tak seorangpun dapat mengambil resiko atas apapun yang
bertentangan dengan ketentuan kanon para Bapa Gereja, yang di kota Nicea
telah lama didirikan di atas perintah Roh Kudus, sehingga siapapun yang

ingin membuat dekrit yang berbeda mencelakai dirinya sendiri bukannya


memperlemah mereka (para Bapa Gereja). Dan jika semua Paus akan tetap
melestarikannya sebagaimana seharusnya, akan ada damai sempurna dan
harmoni yang utuh di seluruh Gereja-gereja. Tetapi persetujuan para
uskup, yang bertentangan dengan peraturan kanon- kanon yang
suci yang disusun di Nicea ., tidak kami akui, dan dengan otoritas
Rasul Petrus yang terberkati kami secara absolut membatalkan
seluruhnya dalam artian yang komprehensif.[100]
Konsili Kalsedon (451)

Konsili Kalsedon adalah konsili ekumenis ke -4 yang diadakan oleh perintah


kaisar Timur, Marcian, atas prakarsa Paus Leo I. Sekitar 600 Uskup hadir
(mayoritas dari Gereja Timur), dengan 2 orang Uskup dari Afrika, dan 2 orang
utusan dari Roma. Konsili ini mengecam ajaran Eutychianism, yang
mengajarkan bahwa Yesus hanya mempunyai satu kodrat yaitu kodrat keAllahan. Definisi Kalsedon diambil berdasarkan formula yang dituliskan oleh
Paus Leo I kepada Flavian, Uskup Konstantinopel, dan surat- surat sinode dari
St. Silirus (Cyril) dari Aleksandria kepada Nestorius, yaitu bahwa Kristus
mempunyai dua kodrat, yaitu ke-Allah-an dan kemanusiaan, yang tidak
terpisahkan, yang ada di dalam diri-Nya. Selain itu konsili
mempromulgasikan 27 kanon tentang disiplin gerejawi, hirarki dan peraturan
kleris.
Setelah The Tome of Leo dibacakan dalam Konsili, maka tanggapan Uskup
yang hadir adalah:
Petrus telah berbicara ini melalui Leo/ Peter has spoken this through
Leo[101]
Paus Leo I sendiri tidak hadir dalam Konsili ini. Sesudahnya, para Uskup
(mayoritas dari Gereja Timur) yang tergabung dalam Konsili menulis surat
demikian kepada Paus Leo I:
Dan kami selanjutnya memberitahukan kepadamu bahwa kami telah
memutuskan tentang hal- hal lain juga demi kebaikan pengaturan dan
stabilitas hal- hal gerejawi, percaya bahwa Yang Mulia akan menerima dan
meneguhkan hal- hal tersebut . Karena itu, berkenanlah, bapa yang tersuci
dan terberkati, menerima sebagai kehendakmu sendiri, dan sebagai
pemimpin pengaturan yang baik hal- hal yang telah kami putuskan demi
menghilangkan kebingungan dan demi peneguhan keteraturan Gereja
Demikianlah kami memohon dengan sangat, hormatilah keputusan kami

dengan persetujuanmu, dan sebagaimana kami telah tunduk kepada


sang kepala, [tentang] perjanjian kami mengenai hal- hal yang mulia,
semoga sang kepala juga memenuhi anak- anaknya dengan apa yang pantas
. Sebab agar engkau tahu bahwa kami telah berbuat tidak demi
kesenangan ataupun kebencian, tetapi karena telah dibimbing oleh
Kehendak Ilahi, kami telah memberitahukan kepadamu keseluruhan
jangkauan dari proses untuk memperkuat posisi kami dan untuk
meneguhkan dan menetapkan apa yang telah kami lakukan.[102]
Pada saat itu Patriarkh Konstantinopel, Anatolius, menulis kepada Paus Leo
untuk mengumumkan konsekrasinya dan peneguhannya sebagai pemimpin
keuskupan Konstantinopel. (Anatolius ini dipilih menggantikan Flavian yang
wafat karena penganiayaan akibat konsili Efesus oleh para pendukung ajaran
Eutyches). Untuk menjamin pelestarian ajaran para rasul di keuskupan
Konstantinopel, Paus Leo kemudian mensyaratkan Anatolius untuk
menandatangani The Tome of Leo, surat kedua St. Sirilus kepada Nestorius
dan perikop tulisan para Bapa Gereja yang dilampirkan dalam akta Konsili
Efesus. Lalu Pulcheria, Ratu kerajaan, menulis kepada Paus, Anatolius telah
merangkul pengakuan iman Apostolik sebagaimana tertulis dalam suratsuratmu, surat tentang iman Katolik. Paus Leo menjawab dengan memberi
selamat kepada Anatolius, mereka yang melayani Tuhan kita akan
bersukacita bahwa damaimu telah terangkum dalam Tahta Apostolik.[103].
St. Sirilus (Cyril) dari Aleksandria (370-444)

St. Sirilus adalah seorang pertapa yang diangkat menjadi Patriarkh


Aleksandria (412). Ketika Nestorius (seorang bidat) menjadi uskup
Konstantinople (428), keduanya berbeda pandangan. Nestorius menekankan
kemanusiaan Yesus sehingga menolak menyebut Bunda Maria sebagai yang
mengandung Tuhan (God-bearer/ Theotokos), dan memanggilnya yang
mengandung Kristus (Christ- bearer), atas dasar ia hanya melahirkan
manusia yang kemudian menjadi alat dan bait Allah. Maka Nestorius
memisahkan antara kemanusiaan Yesus dengan Sang Firman (Yoh 1:1).
Sedangkan St. Sirilus mengatakan, walaupun Kristus mempunyai dua kodrat
yang berbeda, yaitu kodrat manusia dan kodrat Allah, namun keduanya
bersatu sedemikian (secara hypostatic), sehingga dapat masing- masing
kodrat mempunyai sifatnya masing- masing, dalam satu kesatuan Pribadi
Yesus. St. Sirilus meminta dukungan kepada Roma (Paus Celestine) untuk
klarifikasi dan otoritas dalam menentang ajaran Nestorius.

Ia [Yesus] tidak lagi memanggilnya Simon, menunjukkan otoritas dan


memerintah atasnya, seperti menjadikannya milik-Nya sendiri. Tetapi dengan
gelar yang menyerupai benda, ia mengubah namanya menjadi Petrus,
dari kata petra (batu karang); sebab diatasnya Ia kemudian mendirikan
Gereja-Nya.[104]
Mereka (para Rasul) bekerja keras untuk belajar melalui seorang,
yang paling utama, [yaitu] Petrus.[105]
Kami belum secara terbuka dan secara publik memisahkan Nestorius dari
persekutuan, sebelum memberitahukan keseluruhan masalah kepada Yang
Mulia. Maka berkenanlah untuk merumuskan apa yang engkau pandang
benar untuk dilakukan. Apakah perlu bagi kamu untuk mempertahankan
persekutuan dengan dia, atau untuk mengumumkan secara terbuka, bahwa
persekutuan tidak mungkin dipertahankan dengan dia yang
mengembangkan dan mengajarkan ajaran yang demikian salah.[106].
Menanggapi surat St. Cyril ini Paus Celestine, yang sadar akan otoritas yang
diembannya, mengeluarkan pernyataan pengakuan iman dan keputusan,
yang menugasi St. Cyril untuk melaksanakannya, dan kepada Nestorius,
mengeluarkan peringatan ekskomunikasi, mendesak agar ia [Nestorius]
berpegang pada pengajaran yang dinyatakan tersebut. Di sini kita melihat
bukti keutamaan Paus.[107]
St. Petrus Krisologus (400-450)

St. Petrus Krisologus adalah seorang Uskup di Ravenna, Italia. Ia adalah salah
seorang Pujangga Gereja. Ia menulis demikian:
Kami mendesak kamu secara khusus, para saudara yang terhormat, untuk
memberi perhatian dengan taat kepada apa yang telah ditulis oleh Paus
yang terberkati di Roma; sebab Rasul Petrus yang terberkati, yang
hidup dan memerintah di tahtanya sendiri, memberikan kebenaran
iman kepada mereka yang mencarinya. Sebab kami, dengan alasan
untuk mengejar damai dan iman, tidak dapat mencoba kasus- kasus dalam
hal iman tanpa persetujuan Uskup Roma.[108].
St. Flavian (Uskup/ Patriarkh Konstantinopel- 449)

St. Flavian adalah Uskup/ Patriarkh Konstantinopel yang dikenal dengan


kehidupannya yang kudus. Ajaran sesat Eutyches berkembang saat St.
Flavian menjadi uskup, sehingga ia terpaksa mengumumkan ekskomunikasi
kepada Eutyches, dan keputusan ini didukung oleh Paus. Namun di Konsili

Efesus (449) terjadi kekacauan, karena para pendukung Eutcyches menyerbu


tempat Konsili dan kemudian menganiaya Flavian, sehingga tiga hari
kemudian ia wafat. Sebelum semua ini terjadi ia pernah menulis demikian
kepada Paus Leo I:
Keseluruhan masalah memerlukan hanya keputusan tunggal dari ya dan
semua akan terselesaikan dengan damai dan tenang. Surat Anda yang kudus
akan, oleh pertolongan Tuhan, mengakhiri keseluruhan ajaran sesat yang
telah timbul dan segala kekacauan yang telah diakibatkannya; sehingga
pengadaan konsili yang dalam hal ini sulit akan menjadi tidak
diperlukan.[109]
Kesimpulan

Telah banyak bukti dalam sejarah yang menunjukkan tentang keutamaan


Rasul Petrus dan para penerusnya. Sesungguhnya ajaran tentang keutamaan
Petrus ini merupakan salah satu ajaran yang paling nyata terlihat telah
diterapkan dalam kehidupan Gereja sejak awal mula. Penolakan akan ajaran
ini sesungguhnya adalah sikap penolakan terhadap kesaksian yang jelas dari
fakta yang tidak dapat dipungkiri. Mereka yang menolak ajaran ini,
umumnya mengambil sebagian saja kutipan dari tulisan para Bapa Gereja,
dan mengartikannya sendiri, tanpa melihat bahwa para Bapa Gereja tidak
pernah mengartikan batu karang melulu sebagai arti alegoris, yaitu sebagai
pengakuan iman Petrus saja; atau bahwa Batu Karang itu hanya mengacu
kepada Yesus saja. Sebab Gereja telah sejak awal mula mengartikannya
secara literal, bahwa Petruslah batu karang yang dipilih oleh Tuhan Yesus
Sang Batu Karang, dan atasnya [Rasul Petrus] Kristus mendirikan GerejaNya. Maka sekalipun ada Bapa Gereja yang menuliskan arti alegoris dalam
hal ini, yaitu bahwa batu karang itu adalah pengakuan iman Petrus, hal itu
tidak untuk diartikan terlepas dari arti literalnya yang juga mereka yakini,
yaitu bahwa Rasul Petruslah yang ditunjuk oleh Kristus untuk menjadi batu
karang yang mempersatukan dan memimpin seluruh Gereja-Nya, dan
menjaganya kemurnian ajarannya seperti yang diterimanya dari Kristus dan
para rasul. Sejarah membuktikan bagaimana Gereja Roma telah menjadi
teladan dalam menjaga kemurnian ajaran iman, dan Paus sebagai penerus
Rasul Petrus menjadi pemberi kata akhir jika terjadi perbedaan pandangan di
dalam Gereja. Demikianlah sejarah Gereja membuktikan betapa Kristus
sendiri memenuhi janji-Nya untuk menjaga Gereja-Nya, agar selalu bertahan
walau diterpa badai, sebab Rasul Petrus dan para penerusnya, oleh kuasa
yang diberikan Kristus kepada mereka, melestarikan ajaran iman yang
dipercayakan kepada mereka.

Santo Petrus, doakanlah kami.

Anda mungkin juga menyukai