instrument penilaian alternatif yang dapat digunakan guru fisika SMA untuk
mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis siswa SMA.
Kata Kunci: pengembangan, integrated assessment, keterampilan proses sains,
kemampuan berpikir analitis, kurikulum 2013
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dicapai jika memiliki Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Pembangunan di bidang pendidikan
merupakan upaya untuk mencerdaskan suatu bangsa khususnya dalam peningkatan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas SDM. Implikasinya, hal ini dapat meningkatkan kualitas suatu bangsa.
Kuwato dan Mardapi dalam Chakim (2010: 35) mengemukakan bahwa kunci
keberhasilan inovasi dalam bidang pendidikan pada dasarnya terletak pada proses
pembelajaran di kelas yang menuntut guru untuk mampu membuat persiapan
mengajar dan melaksanakan dengan baik serta melaksanakan evaluasi proses maupun
evaluasi hasil belajar dengan baik. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kunci keberhasilan dalam pendidikan dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan terletak ditangan seorang guru. Salah satu kemampuan guru dalam
mengevaluasi haruslah menjadi prioritas sehingga perbaikan kedepan berdasarkan
hasil evaluasi dapat direncanakan dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu,
kegiatan evaluasi/penilaian haruslah menjadi perhatian khusus bagi pendidik.
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses pembelajaran
yang dialami anak didik. Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pencapaian
tujuan pembelajaran
mengungkapkan informasi secara lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan.
Sedangkan hasil penilaian yang sesuai bisa diperoleh tidak lain hanya menggunakan
instrumen penilaian yang tepat.
Menurut Zuhdan Kun Prasetyo (2011: 3) penguasaan fisika melalui
pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas
peserta didik dalam menguasai keterampilan proses sains. Dalam pembelajaran fisika,
siswa dituntut untuk aktif. Artinya, siswa tidak hanya diam menerima materi secara
teori yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui proses yang dilakukan dalam
menemukan suatu konsep. Sehingga, pembelajaran fisika seharusnya berupa proses
untuk menemukan suatu gejala dengan melibatkan etika dan keterampilan.
Keterampilan proses sains, dalam hal ini diangkat sebagai materi pelajaran
yang dalam penyampaiannya terintregrasi pada materi pokok yang lain. Hal ini
berarti, keterampilan proses sains sama pentingnya dengan konsep sains. Pada
pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
dengan mengembangkan keterampilan proses sains agar peserta didik dapat
menjelajahi dan memahami alam. Selain itu, penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dalam pembelajaran sains bertujuan agar
peserta didik mampu memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah
sains.
Berdasarkan telaah KD dan KI kurikulum 2013 mata pelajaran Fisika tingkat
SMA, dapat diketahui bahwa sebagian besar kata kerja operasionalnya termasuk
dalam domain berpikir tingkat tinggi berdasarkan revisi taksonomi Bloom, salah
satunya adalah domain C4 (kemampuan berpikir analitis). Dalam KD kelas XI SMA
semester I yaitu KD 3.1 3.6, dapat diketahui bahwa berdasarkan kata kerja
operasional yang digunakan, empat dari enam KD yang telah ditentukan masih dapat
digolongkan dalam kata kerja operasional C4 (kemampuan berpikir analitis). Oleh
karena itu, hampir sebagian besar pencapaian yang ditetapkan dalam KD kelas XI
semester I mencapai domain C4 atau kemampuan berpikir analitis. Kemampuan
berpikir analitis merupakan domain ke empat dari revisi Taksonomi Bloom yang
terbaru. Derivasi dari kemampuan ini salah satunya adalah kemampuan untuk
menganalisis suatu masalah. Selain itu, keterampilan proses sains juga tidak bisa
lepas dalam penyampaian materi tersebut. Mengingat pentingnya keterampilan proses
sains dan kebutuhan kemampuan berpikir analitis dalam memahami mata pelajaran
fisika, khususnya materi kelas XI semester I, maka sangat diperlukan integrasi kedua
variabel ini dalam materi fisika.
Menurut Uzer Usman (2006: 4) selain dengan pengamatan langsung,
keterampilan proses sains memang dapat dilakukan dengan cara tes tertulis.
Sehingga, untuk melihat hasil belajar siswa yang akurat dan mencapai dua sasaran
pencapaian sekaligus (keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis),
diperlukan sebuah integrated assessment yang dapat mengukur keterampilan proses
sains dan kemampuan berpikir analitis siswa SMA.
Berdasarkan studi awal berupa wawancara yang telah dilakukan pada guru
fisika di enam sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari sekolah
negeri dan swasta, semua guru menyatakan jarang yang menggunakan integrated
assessment. Minimnya guru yang menggunakan integrated assessment disebabkan
oleh kurangnya panduan penyusunan dan contoh soal fisika yang terintegrasi
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis. Selain itu, berdasarkan
need assessment, guru juga merasa kesulitan untuk mengukur keterampilan proses
secara utuh kepada seluruh siswa dari proses awal pembelajran hingga akhir.
Olehkarena itu, sangat diperlukan penilaian alternatif yang dapat mengukur kedua
variable tersebut. Dari beberapa fakta ini, memperkuat perlu dilakukannya
pengembangan integrated assessment yang dapat mengukur keterampilan proses
sains dan kemampuan berpikir analitis siswa SMA.
PEMBAHASAN
Integrated Assessment
Kata integrated dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu integrasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi artinya pembauran hingga
menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Assessment atau penilaian merupakan proses
pengumpulan
informasi
yang
berkaitan
dengan
variabel-variabel
penting
sains. Dalam integrated assessment ini, setiap soal terdiri dari dua indikator yaitu
indikator kemampuan berpikir analitis dan indikator keterampilan proses sains.
Keterampilan Proses Sains
Menurut Rustaman (2003: 93), keterampilan proses adalah keterampilan yang
melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa
menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan
proses karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran,
penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan
proses karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses
perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman
belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih menghayati proses atau
kegiatan yang sedang dilakukan.
Menurut Moedjiono (1992 : 14), keterampilan proses sains (KPS) dapat
diartikan sebagai wawasan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual,
sains dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang
prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Kemudian ditekankan lagi menurut Indrawati
(2000 : 3) yang mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan
keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk
siswa
untuk menerapkan
metode
ilmiah
dalam
memahami,
mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, KPS sangat
penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:138), kelebihan KPS adalah:
1.
2.
3.
sejumlah ketrampilan proses dengan ciri-cirinya yang perlu dilatihkan pada siswa
disekolah. Ketrampilan proses tersebut seperti pada tabel dibawah ini:
Ketrampilan Proses
Ciri Aktivitas
Observasi (mengamati)
Klasifikasi (menggolongkan)
Interpretasi (menafsirkan)
Menggunakan alat
Mengajukan pertanyaan
membuat
tabulasi
data,
menyajikan
data
dalam
bentuk
grafik,
bike, it is not learned by sitting in a classroom and being told how to do it. Analysts
learn by doing. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa kemampuan berpikir analitis
adalah keterampilan seperti halnya keterampilan tukang kayu atau mengendarai
sebuah mobil. Hal ini dapat diajarkan, bisa dipelajari, dan dapat diimprovisasi dengan
praktikum. Akan tetapi, seperti banyak keterampilan lain, seperti menaiki sepeda, hal
ini tidak dipelajari hanya dengan duduk di kelas tetapi dengan melakukannya.
Selanjutnya dalam mempelajari kemampuan berpikir analitis hanya dengan
melakukannya dan mempraktikkanya langsung.
Salah satu aspek kognitif dalam taksonomi Bloom yang menempati urutan
keempat setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi adalah aspek analisis.
Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki
oleh siswa. Kemampuan berpikir analitis ini tidak mungkin dicapai siswa apabila
siswa tersebut tidak menguasi aspek-aspek kognitif sebelumnya. Menurut Sudjana
(1989), analisis merupakan tipe hasil yang kompleks karena memanfaatkan unsur
pengetahuan, pemahaman dan apalikasi.
Kemampuan analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan atau
memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan
antara bagian-bagian tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi
(informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antarabagianbagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana
komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari
hayalan.
Information
Processing
Reasoning
Skills
Inquiry
Skills
Creative
Thinking
Cognitive domain
Evaluation
Skills
Problem
Solving
KESIMPULAN
Ozgelen, Sinan. (2012). Students Science Process Skills within a Cognitive Domain
Framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2012, 8(4), 283-292.
Patta Bundu. 2006. Model Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains SD. Jakrta: Depdiknas
Reni, et.al, (2013). Pengembangan Integrated Assessment untuk Mengukur
Penguasaan Materi Ajar Listrik Magnet dan Keterampilan Proses Sains Siswa
SMA.
Richard J. Heuer Jr . 1999. Psychology of Intelligence Analysis. published by Center
for the Study of Intelligence.
Rustaman, N.Y. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan
Pendidikan Biologi FMFISIKA UPI.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi
Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Zuhdan Kun Prasetyo, dkk. (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains
Terpadu untuk Meningkatkan Kognitif, Keterampilan Proses, Kreativitas Serta
Menerapkan Konsep Ilmiah Peserta Disik SMP. Laporan Penelitian. UNY.