Anda di halaman 1dari 15

PENGEMBANGAN INTEGRATED ASSESSMENT UNTUK MENGUKUR

KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR


ANALITIS SISWA SMA
Faiz Hasyim1), Agus Santoso1), Rhoma Setyaningsih1)
hasyimalby@gmail.com
1)
Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak
Penelitian pengembangan integrated assessment mata pelajaran fisika ini
sebagai upaya untuk mengatasi problematika penilaian dalam pembelajaran fisika di
Sekolah Menengah Atas (SMA). Penilaian yang terdahulu cenderung hanya
mengukur kemampuan kognitif, sehingga guru jarang memperhatikan penilaian pada
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis pada siswa. Fisika sebagai
bagian dari Ilmu Pengeahuan Alam (IPA) mengandung banyak sekali keterampilan
proses sains di dalamnya. Selain itu, tuntutan dari abad XXI menuntut siswa memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi salah satunya kemampuan berpikir analitis.
Kurikulum 2013 merubah paradigma guru dalam kegiatan pembelajaran, termasuk
dalam penilaian. Seharusnya guru melakukan penilaian secara menyeluruh, tidak
hanya pada kognitif saja tetapi juga keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir analitis berdasarkan KI dan KD yang sudah ditetapkan dalam kurikulum
2013. Akan tetapi, pada kenyataannya di lapangan banyak sekali kendala dalam
mengukur dua variabel tersebut. Hal ini yang menjadi problematika mendasar
dibutuhkannya integrated assessment berupa soal pilihan ganda sebagai penilaian
alternatif yang dapat digunakan mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir analitis.
Metode penelitian yang digunakan adalah research and development (R&D)
dengan tahapan define, design, develop, dan disseminate. Pada tahap define
melakukan studi pustaka dan need assessment. Tahap design berupa kegiatan untuk
mendesain awal produk integrated assessment. Selanjutnya tahap develop berupa
validasi dari ahli materi dan ahli evaluasi serta uji terbatas pada satu SMA di DIY,
serta uji luas pada lima SMA di DIY. Tahapan disseminate merupakan tahapan
penyebarluasan produk yang tidak dilakukan. Parameter penelitian ini meliputi
kelayakan dan keefektifan produk yang dikembangkan, serta pengolahan data
dianalisis dengan teknik statistik deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk berupa integrated
assessment mata pelajaran fisika untuk mengukur keterampilan proses sains dan
kemampuan berpikir analitis pada kurikulum 2013. Produk ini dapat menjadi

instrument penilaian alternatif yang dapat digunakan guru fisika SMA untuk
mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis siswa SMA.
Kata Kunci: pengembangan, integrated assessment, keterampilan proses sains,
kemampuan berpikir analitis, kurikulum 2013
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dicapai jika memiliki Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Pembangunan di bidang pendidikan
merupakan upaya untuk mencerdaskan suatu bangsa khususnya dalam peningkatan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas SDM. Implikasinya, hal ini dapat meningkatkan kualitas suatu bangsa.
Kuwato dan Mardapi dalam Chakim (2010: 35) mengemukakan bahwa kunci
keberhasilan inovasi dalam bidang pendidikan pada dasarnya terletak pada proses
pembelajaran di kelas yang menuntut guru untuk mampu membuat persiapan
mengajar dan melaksanakan dengan baik serta melaksanakan evaluasi proses maupun
evaluasi hasil belajar dengan baik. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kunci keberhasilan dalam pendidikan dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan terletak ditangan seorang guru. Salah satu kemampuan guru dalam
mengevaluasi haruslah menjadi prioritas sehingga perbaikan kedepan berdasarkan
hasil evaluasi dapat direncanakan dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu,
kegiatan evaluasi/penilaian haruslah menjadi perhatian khusus bagi pendidik.
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses pembelajaran
yang dialami anak didik. Salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pencapaian
tujuan pembelajaran

adalah hasil penilaian. Hasil penilaian ini haruslah

mengungkapkan informasi secara lengkap dan sesuai dengan data yang diperlukan.
Sedangkan hasil penilaian yang sesuai bisa diperoleh tidak lain hanya menggunakan
instrumen penilaian yang tepat.
Menurut Zuhdan Kun Prasetyo (2011: 3) penguasaan fisika melalui
pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreativitas
peserta didik dalam menguasai keterampilan proses sains. Dalam pembelajaran fisika,
siswa dituntut untuk aktif. Artinya, siswa tidak hanya diam menerima materi secara
teori yang diberikan oleh guru tanpa mengetahui proses yang dilakukan dalam
menemukan suatu konsep. Sehingga, pembelajaran fisika seharusnya berupa proses
untuk menemukan suatu gejala dengan melibatkan etika dan keterampilan.
Keterampilan proses sains, dalam hal ini diangkat sebagai materi pelajaran
yang dalam penyampaiannya terintregrasi pada materi pokok yang lain. Hal ini
berarti, keterampilan proses sains sama pentingnya dengan konsep sains. Pada
pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung
dengan mengembangkan keterampilan proses sains agar peserta didik dapat
menjelajahi dan memahami alam. Selain itu, penggunaan dan pengembangan
keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dalam pembelajaran sains bertujuan agar
peserta didik mampu memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah
sains.
Berdasarkan telaah KD dan KI kurikulum 2013 mata pelajaran Fisika tingkat
SMA, dapat diketahui bahwa sebagian besar kata kerja operasionalnya termasuk
dalam domain berpikir tingkat tinggi berdasarkan revisi taksonomi Bloom, salah
satunya adalah domain C4 (kemampuan berpikir analitis). Dalam KD kelas XI SMA

semester I yaitu KD 3.1 3.6, dapat diketahui bahwa berdasarkan kata kerja
operasional yang digunakan, empat dari enam KD yang telah ditentukan masih dapat
digolongkan dalam kata kerja operasional C4 (kemampuan berpikir analitis). Oleh
karena itu, hampir sebagian besar pencapaian yang ditetapkan dalam KD kelas XI
semester I mencapai domain C4 atau kemampuan berpikir analitis. Kemampuan
berpikir analitis merupakan domain ke empat dari revisi Taksonomi Bloom yang
terbaru. Derivasi dari kemampuan ini salah satunya adalah kemampuan untuk
menganalisis suatu masalah. Selain itu, keterampilan proses sains juga tidak bisa
lepas dalam penyampaian materi tersebut. Mengingat pentingnya keterampilan proses
sains dan kebutuhan kemampuan berpikir analitis dalam memahami mata pelajaran
fisika, khususnya materi kelas XI semester I, maka sangat diperlukan integrasi kedua
variabel ini dalam materi fisika.
Menurut Uzer Usman (2006: 4) selain dengan pengamatan langsung,
keterampilan proses sains memang dapat dilakukan dengan cara tes tertulis.
Sehingga, untuk melihat hasil belajar siswa yang akurat dan mencapai dua sasaran
pencapaian sekaligus (keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis),
diperlukan sebuah integrated assessment yang dapat mengukur keterampilan proses
sains dan kemampuan berpikir analitis siswa SMA.
Berdasarkan studi awal berupa wawancara yang telah dilakukan pada guru
fisika di enam sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari sekolah
negeri dan swasta, semua guru menyatakan jarang yang menggunakan integrated
assessment. Minimnya guru yang menggunakan integrated assessment disebabkan
oleh kurangnya panduan penyusunan dan contoh soal fisika yang terintegrasi

keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis. Selain itu, berdasarkan
need assessment, guru juga merasa kesulitan untuk mengukur keterampilan proses
secara utuh kepada seluruh siswa dari proses awal pembelajran hingga akhir.
Olehkarena itu, sangat diperlukan penilaian alternatif yang dapat mengukur kedua
variable tersebut. Dari beberapa fakta ini, memperkuat perlu dilakukannya
pengembangan integrated assessment yang dapat mengukur keterampilan proses
sains dan kemampuan berpikir analitis siswa SMA.
PEMBAHASAN
Integrated Assessment
Kata integrated dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu integrasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi artinya pembauran hingga
menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Assessment atau penilaian merupakan proses
pengumpulan

informasi

yang

berkaitan

dengan

variabel-variabel

penting

pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk


memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Jadi, integrated assessment dapat
diartikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi yang menggabungkan dua hal
yang berbeda untuk dinilai secara bersamaan.
Menurut Reni et al. (2013), integrated assessment merupakan sebuah penilaian
terintegrasi yang mengintegrasikan dua bentuk penilaian, misalnya penilaian
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis. Integrated assessment
ini, setiap soal memiliki dua indikator yaitu indikator keterampilan proses sains dan
indikator kemampuan berpikir analitis.
Jadi, yang dimaksud dengan integrated assessment untuk mengukur
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir analitis pada materi fisika SMA
adalah sebuah sebuah instrumen penilaian berupa soal pilihan ganda yang di
dalamnya terintegrasi penilaian kemampuan berpikir anaitis serta keterampilan proses

sains. Dalam integrated assessment ini, setiap soal terdiri dari dua indikator yaitu
indikator kemampuan berpikir analitis dan indikator keterampilan proses sains.
Keterampilan Proses Sains
Menurut Rustaman (2003: 93), keterampilan proses adalah keterampilan yang
melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial.
Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa
menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan
proses karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran,
penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial juga terlibat dalam keterampilan
proses karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan. Keterampilan proses
perlu dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman langsung sebagai pengalaman
belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih menghayati proses atau
kegiatan yang sedang dilakukan.
Menurut Moedjiono (1992 : 14), keterampilan proses sains (KPS) dapat
diartikan sebagai wawasan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual,
sains dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang
prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Kemudian ditekankan lagi menurut Indrawati
(2000 : 3) yang mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan
keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk

mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan


penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).
Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa KPS adalah
kemampuan

siswa

untuk menerapkan

metode

ilmiah

dalam

memahami,

mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, KPS sangat
penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam
mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau
mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:138), kelebihan KPS adalah:
1.

KPS dapat memberikan rangsangan ilmu pengetahuan, sehingga siswa dapat

2.

memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan dengan baik.


Memberikan kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak
sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Hal

3.

ini menyebabkan siswa menjadi lebih aktif.


KPS membuat siswa menjadi belajar proses dan produk ilmu pengetahuan
sekaligus.
Secara terperinci, Hadiat dalam Patta Bundu (2006: 31) mengemukakan

sejumlah ketrampilan proses dengan ciri-cirinya yang perlu dilatihkan pada siswa
disekolah. Ketrampilan proses tersebut seperti pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Ketrampilan Proses dan ciri-cirinya

Ketrampilan Proses

Ciri Aktivitas

Observasi (mengamati)

Menggunakan alat indra sebanyak mungkin,


menumpulkan fakta yang relevan dan memadai

Klasifikasi (menggolongkan)

Mencari perbedaan, mengontraskan, mencari


kesamaan, membandingkan, mencari dasar
penggolongan

Aplikasi konsep (menerapkan


konsep)

Menghitung, menjelaskan peristiwa, menerapkan


konsep yang dipelajari pada situasi baru

Interpretasi (menafsirkan)

Mencatat hasil pengamatan, menghubungkan hasil


pengamatan, dan membuat kesimpulan

Menggunakan alat

Berlatih menggunakan alat/bahan, menjelaskan,


mengapa dan bagaimana alat digunakan

Eksperimen (merencanakan dan Menetukan alat dan bahan yang digunakan,


melakukan percobbaan)
menentukan variable, menentukan apa yang
diamati, diukur, menentukan langkah kegiatan,
menetukan bagaimana data diolah, dan disimpulkan
Mengkomunikasikan

Membaca grafik, table atau diagram, menjelaskan


hasil percobaan, mendiskusikan hasil percobaandan
menyampaikan laporan secara sistematis

Mengajukan pertanyaan

Bertanya, meminta penjelasan, bertanya tentang


latar belakang hiptesis

Sumber: Modifikasi dari Hadiat, Ketrampilan proses SAINS, Beberapa


topik Penataran Guru Sains, Patta Bundu (2006: 31).

Brotherton dan Preece (1995: 6) mengelompokkan keterampilan proses sains


kedalam dua kelompok yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi.
Keterampilan dasar terdiri atas : observation, classification, inferring,
communication, recording, using numbers, predicting,using space/time relation,
controlling variabel, collecting data, measuring, dan scientific thinking. Sedangkan
keterampilan terintegrasinya meliputi : graphing, hypothezing, interpreting data,
formulating models, experimenting dan defining operationally.
Sementara itu, Abruscato (1992:7) membuat penggolongan ketrampilan
proses sains sebagai berikut.

Tabel 2. Pengelompokkan Ketrampilan Proses


Basic Skills (Ketrampilan Dasar)
Integrated Skills (Ketrampilan
Terintegrasi)
- Mengamati (Observing)
- Menggunakan hubungan ruang
(Using space relationship)
- Menggunakan angka (Using
number)
- Mengelompokan (Classifying)
- Mengukur (measuring)
- Mengkomunikasikan
(Communicating)
- Meramalkan (predicting)
- Menyimpulkan (Inferring)

- Mengontrol variable (controlling


variable)
- Menafsirkan data (Interpreting data)
- Menyususn hipotesis (formulating
hypothesis)
- Menyusun defenisi operasional
(defining operationally)
- Melakukan percobaan
(Experimenting)

Senada dengan pendapat Abruscato di atas, Funk (Dimyati, 2006: 140)


menjabarkan keterampilan proses dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan
proses tingkat dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses terpadu
(integrated science process skill). Keterampilan proses tingkat dasar meliputi:
mengobservasi, mengklarifikasi, memprediksi, mengukur, menginferensi, dan
mengkomunikasikan. Keterampilan proses terpadu meliputi mengidentifikasi
variabel,

membuat

tabulasi

data,

menyajikan

data

dalam

bentuk

grafik,

menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data,


menganalisis penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara
operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.
Kemampuan Berpikir Analitis
Menurut Richards J. Heuer Jr. (1999: 2) menjelaskan bahwa Thinking
analytically is a skill like carpentry or driving a car. It can be taught, it can be
learned, and it can improve with practice. But like many other skills, such as riding a

bike, it is not learned by sitting in a classroom and being told how to do it. Analysts
learn by doing. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa kemampuan berpikir analitis
adalah keterampilan seperti halnya keterampilan tukang kayu atau mengendarai
sebuah mobil. Hal ini dapat diajarkan, bisa dipelajari, dan dapat diimprovisasi dengan
praktikum. Akan tetapi, seperti banyak keterampilan lain, seperti menaiki sepeda, hal
ini tidak dipelajari hanya dengan duduk di kelas tetapi dengan melakukannya.
Selanjutnya dalam mempelajari kemampuan berpikir analitis hanya dengan
melakukannya dan mempraktikkanya langsung.
Salah satu aspek kognitif dalam taksonomi Bloom yang menempati urutan
keempat setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi adalah aspek analisis.
Kemampuan berpikir analisis merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki
oleh siswa. Kemampuan berpikir analitis ini tidak mungkin dicapai siswa apabila
siswa tersebut tidak menguasi aspek-aspek kognitif sebelumnya. Menurut Sudjana
(1989), analisis merupakan tipe hasil yang kompleks karena memanfaatkan unsur
pengetahuan, pemahaman dan apalikasi.
Kemampuan analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan atau
memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat mencari keterkaitan
antara bagian-bagian tersebut. Menganalisis adalah kemampuan memisahkan materi
(informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan antarabagianbagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana
komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari
hayalan.

Dalam kemampuan analisis ini juga termasuk kemampuan menyelesaikan


soal-soal yang tidak rutin, menemukan hubungan, membuktikan dan mengomentari
bukti, dan merumuskan serta menunjukkan benarnya suatu generalisasi, tetapi baru
dalam tahap analisis belum dapat menyusun.
Penadapat lain yang sejalan, Suherman dan Sukjaya (1990: 49) menyatakan
bahwa kemampuan analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan
suatu masalah (soal) menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta
mampu untuk memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut. Hal ini juga
diperkuat oleh Bloom yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir analitis
menekankan pada pemecahan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau
kecil dan mendeteksi hubungan-hubungan dan bagian-bagian tersebut dan bagianbagian itu diorganisir.
Bloom mengklasifikasikan tingkat ranah kognitif menjadi enam kategori yaitu
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Klasifikasi ini
sering disebut dengan taksonomi Bloom. Bloom membagi aspek analisis ke dalam
tiga kategori , yaitu: 1) analis bagian (unsur) seperti melakukan pemisalan fakta,
unsur yang didefinisikan, argumen, aksioma (asumsi), dalil, hipotesis, dan
kesimpulan; 2) analisis hubungan (relasi) seperti menghubungkan antara unsur-unsur
dari suatu sistem (struktur) matematika; 3) analisis sistem seperti mampu mengenal
unsur-unsur dan hubungannya dengan struktur yang terorganisirkan. Penjabaran dari
ketiga kategori tersebut menurut Suharsimi meliputi berbagai keterampilan, yaitu:
memperinci, mengasah diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasi,
menyimpulkan, menunjukkan dan membagi. Kemampuan analisis yang dapat diukur

adalah kemampuan mengidentifikasi masalah, kemampuan menggunakan konsep


yang sudah diketahui dalam suatu permasalahan dan mampu menyelesaikan suatu
persoalan dengan cepat. Masih terkait taksonomi Bloom, dalam Mundilarto (2010: 9),
Anderson dan Krathwohl melakukan revisi taksonomi Bloom untuk ranah kognitif
agar lebih terkait dengan teori belajar yang relevan saat ini. Mereka menggabungkan
dimensi kognitif dan pengetahuan. Keenam tingkatan taksonomi Bloom yang sudah
direvisi Anderson dan Krathwohl yaitu mengingat, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.
Hubungan antara Keterampilan Proses Sains dan Domain Kognitif
Dalam naskahnya, Ozgelen (2012: 287) menjelaskan secara gamblang bahwa
keterampilan proses sains memiliki hubungan dengan domain kogntif seperti yang
tertera dalam bagan berikut:
Cognitive domain

Formal Operational Stage


(Integrated Science Process Skills)

Information
Processing

Reasoning
Skills

Inquiry
Skills

Creative
Thinking

Concrete Operational Stage


(Basic Science Process Skills)

Cognitive domain

Evaluation
Skills

Problem
Solving

Gambar 1. Conceptual framework of cognitif domain and science


process skills (SPS).
Menurut Ozgelen (2012: 284), the conceptual framework of SPS and related
cognitive domains are classified as information processing skills, reasoning skills,
inquiry skills, creative thinking skills, and problem solving skills. This study that
demonstrates the relationships among the main conceptual framework of cognitive
domain and SPS. Masih menurut Ozelgen (2012: 287), the first four steps of the
problem solving process are related with basic SPS: observing, classifying,
measuring, predicting, inferring, predicting, and communicating; skills such as
experimenting, analyzing, synthesizing, decision making, and evaluating, meanwhile,
are related to integrated SPS. Dari pernyataan di atas, menunjukkan bahwa antara
domain kognitif dengan keterampilan proses sains saling berhubungan. Salah satu
domain kognitif yang erat hubungannya adalah proses memecahkan masalah, yang
salah satu keterampilannya adalah analyzing (kemampuan berpikir analitis).
Pandangan inilah yang mendorong rencana pengembangan soal yang dapat mengukur
keterampilan proses sains sekaligus kemampuan berpikir analitis sesuai dengan ranah
taksonomi bloom.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Reni (2013: 100),
integrated assessment yang dihasilkan layak untuk mengukur penguasaan materi ajar
listrik magnet dan keterampilan proses sains siswa SMA. Tingkat keterpakaian
integrated assessment untuk mengukur penguasaan materi ajar listrik magnet dan
keterampilan proses siswa SMA pada materi listrik magnet adalah sebesar 84,5%
dengan interpretasi sangat baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan latar belakang masalah dan beberapa pembahasan di atas, dapat


disimpulkan bahwa integrated assessment sangat diperlukan oleh guru sebagai
penilian alternatif untuk mengukur keterampilan proses sains dan kemampuan
berpikir analitis siswa.
Dalam implementasi kurikulum 2013, keterampilan proses sains menjadi
variabel yang harus terukur pada setiap peserta didik, sehingga integrated assessment
ini diharapkan menjadi solusi kesulitan guru dalam mengukur keterampilan proses
sains dan kemamuan berpikir analitis siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abruscato, Joseph. 1992. Teaching Children Science, a Discovery Approach. New
York: Allyn and Bacon.
Brotherton, P. N., & Preece, P. F. W. (1995). Science process skills: Their nature and
interrelationships. Research in Science & Technological Education, 13(1), 512.
Chakim, Abdulloh. 2010. Pengembangan Penilaian Berkesinambungan di Madrasah
Aliyah Negeri Tulungagung 2. Tesis, Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
------------------------------. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Indrawati. 2000. Keterampilan Proses Sains. Depdikbud-Dirjen Dikdasmen-PPG IPA
Bandung.
Moh. Uzer Usman. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Moedjiono dan Dimyati. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Ozgelen, Sinan. (2012). Students Science Process Skills within a Cognitive Domain
Framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 2012, 8(4), 283-292.
Patta Bundu. 2006. Model Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains SD. Jakrta: Depdiknas
Reni, et.al, (2013). Pengembangan Integrated Assessment untuk Mengukur
Penguasaan Materi Ajar Listrik Magnet dan Keterampilan Proses Sains Siswa
SMA.
Richard J. Heuer Jr . 1999. Psychology of Intelligence Analysis. published by Center
for the Study of Intelligence.
Rustaman, N.Y. (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan
Pendidikan Biologi FMFISIKA UPI.
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi
Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Zuhdan Kun Prasetyo, dkk. (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Sains
Terpadu untuk Meningkatkan Kognitif, Keterampilan Proses, Kreativitas Serta
Menerapkan Konsep Ilmiah Peserta Disik SMP. Laporan Penelitian. UNY.

Anda mungkin juga menyukai