Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK


PADA MATERI REDOKS MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD DI KELAS X – MIPA SMA AL-HALIMIYAH JAKARTA

Oleh:
SITI AULIA RAHMAH,S.Pd.

Disusun Dalam Rangka Memenuhi


Tugas Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Pusat Pengembangan
Kompetensi Pendidik Tenaga Kependidikan dan Kejuruan (P2KPTK2)

PEMERINTAH DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA


DINAS PENDIDIKAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) IT AL-HALIMIYAH JAKARTA
Jl. Robusta Raya No. 31 Telp (021) 86601447 Jakarta 13460
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


yang mempelajari tentang sifat, struktur materi, komposisi materi,
perubahan dan energi yang menyertai perubahan materi tersebut. Ilmu kimia
merupakan salah satu rumpun IPA yang ilmunya diperoleh berdasarkan
pengamatan terhadap fenomena alam dalam menjawab pertanyaan apa,
mengapa dan bagaimana terkait dengan fenomena yang sedang diamati
(Suyanti, 2010; Fadiawati, 2014). Karakteristik ilmu kimia mencakup tiga
aspek yaitu kimia sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Kimia sebagai
produk merupakan pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, hukum
dan prinsip. Kimia sebagai proses berkaitan dengan bagaimana proses
penemuan pengetahuan (Tim Penyusun, 2013; Fathurohman, 2015).
Dengan demikian, apabila mata pelajaran kimia disajikan secara utuh
sebagai produk, proses dan sikap, maka akan dihasilkan peserta didik yang
terampil dalam berpikir tingkat tinggi (Fadiawati, 2014).
Materi Reaksi Reduksi dan Oksidasi (Redoks) merupakan salah satu
materi yang dipelajari di kelas X semester genap pada kurikulum 2013
mencakup perkembangan konsep redoks hingga perhitungan bilangan
redoks yang dijadikan dasar dalam menentukan rumus kimia dan tata nama
senyawa. Redoks merupakan materi yang dianggap abstrak dan sulit
dipahami, sehingga membutuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam
mempelajarinya.
Pembelajaran kimia di SMA IT Al – Halimiyah Jakarta pada materi
redoks selama ini masih menemui banyak kendala dalam pelaksanaannya.
Masih kurangnya kemampuan berpikir kritis peserta didik, yang nantinya
mengakibatkan tidak bisa menjawab soal tipe hots dengan optimal. Hal ini
dapat dilihat dari hasil ulangan harian peserta didik kelas X SMA IT Al-
Halimiyah Jakarta tahun ajaran 2018/2019 untuk materi Reaksi Redoks
yang masih tergolong rendah, yaitu kurang dari 50% peserta didik yang
nilainya sudah mencapai KKM, ini berarti sebagian besar peserta didik
belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 74 yang
ditetapkan oleh sekolah.
Hal ini disebabkan metode pembelajaran yang biasa digunakan oleh
guru adalah metode ceramah dan latihan soal. Sedangkan metode
pembelajaran tersebut kurang mengaktifkan peserta didik, sehingga peserta
didik hanya bisa mengingat dan memahami informasi yang disampaikan
oleh guru. Di dalam taksonomi Bloom, mengingat dan memahami
merupakan ranah kognitif C1 dan C2, yang termasuk dalam kategori domain
kognitif yang rendah (Anderson dan Krathwohl, 2001). Dengan demikian,
cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar tersebut, belum
menyentuh ranah kognitif yang lebih tinggi dan belum melatih kemampuan
berpikir kritis peserta didik (Asta dkk., 2015).
Berdasarkan beberapa data dan permasalahan tersebut, maka perlu
diadakan perbaikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Division). Model STAD merupakan
suatu cara pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menguasai materi dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru secara
berkelompok. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa siswa biasanya jauh
lebih mudah berkomunikasi, dengan cara dan bahasa yang paling mudah
dimengerti, dan lebih terbuka dengan rekan sebayanya dibandingkan
dengan gurunya (Slavin, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti apakah
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik pada konsep reaksi redoks pada siswa kelas X
SMA IT Al-Halimiyah Jakarta atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta
Didik pada Materi Redoks Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD di
Kelas X-MIPA SMA Al-Halimiyah Jakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
peserta didik pada materi redoks di kelas X SMA Al-Halimiyah Jakarta?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum:
Penelitian Tindakan Kelas ini secara umum untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik pada materi redoks di kelas X SMA
Al-Halimiyah Jakarta.
Tujuan Khusus:
Selanjutnya secara khusus Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada materi reaksi redoks
pada peserta didik kelas X-MIPA SMA IT Al-Halimiyah Jakarta tahun
pelajaran 2019/ 2020 semester genap melalui pembelajaran kooperatif tipe
STAD.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoretis:
Dari Hasil penelitian tindakan kelas ini memunculkan teori bahwa
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis peserta didik pada materi Redoks di kelas X-MIPA SMA
IT Al-Halimiyah Jakarta.
Hasil PTK ini dapat dijadikan acuan bagi teman sejawat untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat praktis:
Manfaat yang diharapkan setelah menyelesaikan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagi siswa:
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini, manfaat yang diperoleh
peserta didik adalah kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam
belajar kimia terutama pada materi Reaksi Redoks dengan
memanfaatkan pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami
peningkatan.
b. Bagi Guru:
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini, manfaat yang diperoleh guru
kimia dapat meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penggunaan
metode dan model yang tepat kemampuan berpikir kritis peserta didik
juga meningkat. Sedangkan guru mata pelajaran lain dapat
memanfaatkan hasil PTK ini dan terinspirasi untuk melakukan PTK
juga.
c. Bagi sekolah:
Sekolah dapat menjadikan hasil PTK sebagai masukan dalam upaya
meningkatkan kualitas pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis
peserta didik.
d. Bagi peneliti lanjut
Hasil PTK ini dapat dijadikan awal fokus penelitian bagi peneliti
lanjut untuk melakukan penyempurnaan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Hakikat Berpikir Kritis
Pengertian berpikir kritis dikemukakan oleh banyak pakar. Beberapa
di antaranya: Gunawan (2003:177-178) menyatakan bahwa keterampilan
berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks
dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Sedangkan menurut
Suryosubroto (2009: 193), berpikir kritis merupakan proses mental untuk
menganalisis informasi yang diperoleh. Informasi tersebut didapatkan
melalui pengamatan, pengalaman, komunikasi, atau membaca.
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya
adalah :
1) Menurut John Chaffe (Johnson, 2010: 187), berpikir kritis didefinisikan
sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir
itu sendiri. Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja,
tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti
dan logika.
2) Menurut Dacey dan Kenny (Desmita, 2010: 153), pemikiran kritis
adalah “The ability to think logically, to apply this logical thinking to
the assessment of situations, and to make good judgments and
decision”. Yang berarti kemampuan berpikir secara logis, dan
menerapkannya untuk menilai situasi dan membuat keputusan yang
baik.
3) Menurut Gerhand (Suwarma, 2009: 11) berpikir kritis merupakan
suatu proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan
data, analisis data, evaluasi data dan mempertimbangkan aspek
kualitatif dan kuantitatif, serta membuat seleksi atau membuat
keputusan berdasarkan hasil evaluasi.
4) Menurut Seriven dan Paul (Suharjana, 2010 : 11) berpikir kritis
merupakan sebuah proses intelektual dengan melakukan pembuatan
konsep, penerapan, melakukan sintesis, dan atau mengevaluasi
informasi yang diperoleh dari observasi, pengalaman, refleksi,
pemikiran atau komunikasi sebagai dasar untuk meyakini dan
melakukan suatu tindakan.
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa
yang dimaksud dengan kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan
untuk berpikir secara logis, reflektif, sistematis dan produktif yang
diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan
keputusan yang baik.

2. Hakikat Model Student Team Achievement Division (STAD)


STAD dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1995 di Universitas
John Hopkin Amerika Serikat dan merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana yang mengacu kepada kelompok siswa
(Ibrahim, 2003). Adapun komponen STAD menurut Slavin (2009) adalah
sebagai berikut:

1. Presentasi kelas
Presentasi kelas dalam STAD berbeda dari cara pengajaran yang
biasa. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi
kelompok mereka. Siswa harus betul-betul memerhatikan presentasi ini
karena dalam presentasi terdapat materi yang dapat membantu untuk
mengerjakan kuis yang diadakan setelah pembelajaran.
2. Belajar dalam tim
Tim merupakan hal yang paling penting dalam STAD. Pada tiap
poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan
yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik
untuk tiap anggotanya. Fungsi utama tim ini adalah memastikan bahwa
semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi,
adalah untuk mempersiapkan anggotanya bisa mengerjakan kuis
dengan baik.
3. Kuis
Setelah beberapa pertemuan, para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu
dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab
secara individual untuk memahami materinya.
4. Skor kemajuan individu
Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-rata
kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.
Skor yang didapatkan dari hasil tes selanjutnya dicatat oleh guru untuk
dibandingkan dengan hasil prestasi sebelumnya. Skor tim diperoleh
dengan menambahkan skor peningkatan semua anggota dalam 1 tim.
Nilai rata-rata diperoleh dengan membagi jumlah skor penambahan
dibagi jumlah anggota tim.
5. Penghargaan
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila memperoleh skor rata-rata terbesar daripada tim yang lain. Hal
ini bertujuan untuk memberikan motivasi tim lain agar memperoleh
hasil yang lebih baik.

Setelah semua persiapan pembelajaran selesai dilaksanakan, tahap


selanjutnya adalah melaksanakan langkah – langkah pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Slavin( Isjoni, 2013) mengemukakan ada 5 langkah
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, yaitu:

1. Tahap penyajian materi


Pada tahap penyajian materi, guru memulai dengan menyampaikan
indikator yang harus dicapai pada hari itu dan memotivasi rasa ingin
tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan
memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap
materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat
menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang
telah dimiliki. Mengenai teknik penyajian materi pelajaran dapat
dilakukan secara klasikal ataupun melalui audiovisual. Lamanya
presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung pada
kekompleksan materi yang akan dibahas.
2. Tahap kerja kelompok
Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang
akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa salin berbagi tugas,
salimg membantu memberikan penjelasan agar semua anggota
kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan satu lembar
dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
3. Tahap tes individu
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai,
diadakan tes secara indivual, mengenai materi yang telah dibahas. Pada
penelitian ini tes individual diadakan pada akhir pertemuan kedua dan
ketiga, masing-masing selama 10 menit agar siswa dapat menunjukkan
apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam
kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan
digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
4. Tahap perhitungan skor perkembangan individu
Pada tahap ini skor dihitung berdasarkan skor awal, dalam penelitian
ini, didasarkan pada nilai evaluasi hasil belajar semester I. Berdasarkan
skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan
skor tes yang diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu
dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi baik sesuai
dengan kemempuannya.
Menurut Slavin (Isjoni, 2013), untuk menghitung perkembangan
skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
berikut:
Tabel 1 Pedoman pemberian skor perkembangan individu
Skor
No. Nilai Tes
Perkembangan
1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 0 poin
2. 10 sampai 1 poin di bawah skor awal 10 poin
3. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20 poin
4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin
Nilai sempurna (tidak berdasarkan 30 poin
5.
skor awal)

5. Tahap penghargaan
Pada tahap ini pemberian penghargaan diberikan berdasarkan
pemberian skor rata –rata yang di kategorikan menjadi kelompok baik,
kelompok hebat, kelompok super. Adapun kriteria yang digunakan
untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah
sebagai berikut:
Tabel 2 Kriteria (rata-rata tim)
Kriteria (Rata – rata Tim) Predikat
0≤x≤5 -
6 ≤ x ≤ 15 Tim baik
16 ≤ x ≤ 25 Tim hebat
26 ≤ x ≤ 30 Tim super
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini cocok digunakan
untuk materi yang bersifat konsep, karena dengan menggunakan model
ini siswa saling bekerjasama, saling memotivasi, saling ketergantungan
dan saling berbagi konsep-konsep yang telah mereka peroleh.
3. Karakteristik Materi Reaksi Reduksi dan Oksidasi
Materi pelajaran merupakan suatu materi pembelajaran yang harus
dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi dan yang akan
dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun
berdasarkan indikator pencapaian belajar (Madjid, 2005). Dengan kata
lain, materi pelajaran merupakan salah satu unsur atau komponen yang
penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Ibrahim (2003)
materi pelajaran terdiri dari fakta-fakta, generalisasi, konsep,
hukum/aturan, dan sebagainya yang terkandung dalam mata pelajaran.
Materi reaksi reduksi-oksidasi adalah salah satu materi yang
diberikan pada siswa SMA kelas X pada semester ke dua, dan merupakan
bagian dari kompetensi dasar mengidentifikasi reaksi reduksi dan oksidasi
menggunakan konsep bilangan oksidasi unsur.
Berdasarkan hasil analisis uraian materi tersebut, karakteristik
materi reaksi reduksi dan oksidasi adalah sebagai berikut:
a) Fakta, terdiri dari: contoh peristiwa reduksi dan oksidasi dalam
kehidupan sehari – hari.
Contoh oksidasi:
Perkaratan logam, misalnya besi:
4Fe(s) + 3O2(g)  2Fe2O3(s)
Sumber oksigen pada reaksi oksidasi disebut oksidator. Dan pada reaksi
perkaratan logam misalnya besi, oksidator yang digunakan adalah
udara.
Contoh reduksi:
Reduksi bijih besi (Fe2O3, hematit) oleh karbon monoksida (CO)
Fe2O3(s) + 3CO(g)  2Fe(s) + 3CO2(g)
Zat yang menarik oksigen pada reaksi reduksi disebut reduktor.
Reduktor yang digunakan pada reduksi bijih besi (Fe2O3, hematit)
adalah CO.
b) Konsep, terdiri dari: perkembangan konsep reduksi dan oksidasi,
bilangan oksidasi, tata nama senyawa menurut aturan (IUPAC).
c) Prosedural, terdiri dari: praktikum reaksi reduksi-oksidasi
Materi reaksi reduksi-oksidasi ini memiliki karakter analisis
konseptual sehingga menyebabkan siswa akan jenuh dan kurang
bersemangat jika tidak digunakan model pembelajaran yang tepat. Oleh
karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga
mendorong siswa ikut terlibat secara aktif selama proses pembelajaran.
Adapun konsep dalam pembelajaran reaksi redoks dapat dilihat pada
uraian berikut.
a. Konsep definisi reduksi dan oksidasi
Dalam menjelaskan pengertian reaksi reduksi dan oksidasi, ada tiga
konsep yang digunakan, yaitu pengikatan-pelepasan oksigen,
perpindahan elektron, dan perubahan bilangan oksidasi.
1) Reaksi Oksidasi reduksi sebagai reaksi pengikatan dan pelepasan
oksigen
Menurut konsep pengikatan dan pelepasan oksigen, suatu zat
dikatakan mengalami oksidasi jika dalam reaksi zat ini mengikat
oksigen. Sementara itu, suatu zat dikatakan mengalami reaksi
reduksi jika dalam reaksinya zat ini melepaskan oksigen.
Berikut ini adalah contoh-contoh dari reaksi oksidasi dan reduksi
berdasarkan konsep pengikatan dan pelepasan oksigen. Contoh:
Reaksi oksidasi
a) Oksidasi senyawa logam yang menghasilkan oksida logam
4Fe + 3O2  2Fe2O3
2Mn + O2  2MnO
b) Oksidasi senyawa sulfida menghasilkan oksida unsur logam
penyusunnya
4FeS2 + 11O2  2Fe2O3 + 8SO2
Reaksi reduksi
a) Pemanasan Oksida Logam, misalnya oksida Raksa
2HgO  2Hg + O2
b) Pemanasan kalium per klorat
2KCIO3  2KCI + 3O2
2) Reaksi oksidasi reduksi sebagai pelepasan dan penerimaan elektron
Menurut konsep ini reaksi oksidasi adalah pelepasan
elektron, sedangkan reaksi reduksi adalah penangkapan elektron.
Jadi, reaksi oksidasi dan reduksi tidak harus saling melibatkan
oksigen. Pelepasan dan penangkapan elektron terjadi secara
simultan, artinya jika suatu spesi melepas elektron berarti ada spesi
lain yang menangkap elektron tersebut. Hal ini berarti dalam setiap
reaksi oksidasi pasti dijumpai reaksi reduksi. Reaksi yang
melibatkan reaksi oksidasi reduksi ini selanjutnya disebut reaksi
redoks. Contoh: reaksi antara Cu dan O2 atau antara Cu dan Cl2
dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

3) Oksidasi reduksi sebagai pertambahan dan penurunan bilangan


oksidasi
Reaksi oksidasi adalah reaksi yang mengalami kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi yang mengalami
penurunan bilangan oksidasi.
Contoh:

Zn mengalami oksidasi sebab mengalami kenaikan b.o (bilangan


oksidasi) dari 0 ke +2
Cl2 mengalami reduksi sebab mengalami penurunan b.o (bilangan
oksidasi) dari +2 ke -1
b. Konsep bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi adalah bilangan yang menyatakan banyaknya
elektron yang telah dilepaskan atau diterima oleh suatu atom dalam
suatu senyawa. Harga bilangan oksidasi menunjukkan banyaknya
elektron yang dilepaskan atau diterima. Harga bilangan oksidasi dapat
positif atau negatif. Jika berharga positif berarti atom melepaskan
elektron dan jika berharga negatif artinya atom menerima elektron.
Bilangan oksidasi suatu unsur dalam unsur bebas maupun
senyawanya, dapat ditentukan dengan aturan sebagai berikut:

No Aturan Contoh
1 Bilangan oksidasi unsur Bilangan oksidasi atom-atom
bebas adalah nol pada Ne, H2, O2, Cl2, P4, C,
Cu,Fe, dan Na
2 Bilangan oksidasi ion adalah nol.oksidasi Na+= + 1,
Bilangan
monoatom sama dengan dan seterusnya.
3 muatan ionnya
Jumlah bilangan oksidasi Jumlah bilangan oksidasi
untuk semua atom dalam atom Cu dan atom O dalam
senyawa adalah nol senyawa CuO adalah nol.
4 Jumlah bilangan oksidasi Jumlah bilangan oksidasi
atom-atom pembentuk ion atom O dan atom H dalam
poliatom sama dengan senyawa OH- adalah -1
muatan ion poliatom tersebut
5 Bilangan oksidasi unsur- Biloks K dalam KCl, KNO3,
unsur golongan IA dalam dan K2SO4 = +1
senyawanya adalah + 1,
sedangkan biloks golongan
IIA dalam senyawanya
6 adalah +2. oksidasi
Bilangan unsur- Bilangan oksidasi Cl dalam
unsur golongan VIIA dalam NaCl, MgCl2, FeCl3 = -1
senyawa biner logam adalah -
7 1. Bilangan oksidasi H dalam
Bilangan oksidasi hidrogen
dalam senyawanya adalah + H2O, NH3, dan HCl = +1

1, kecuali dalam hidrida,


logam hydrogen mempunyai
bilangan oksidasi -1.
8 Bilangan oksidasi oksigen Bilangan oksidasi O dalam
dalam H2O = -2
senyawanya adalah Bilangan oksidasi O dalam
-2, kecuali dalam OF2 = +2
peroksida (biloks oksigen= -
c. Reaksi 1) Autoredoks
dan dalam (reaksi disproporsionasi dan reaksi
senyawa biner dengan
konproporsionasi)
flour
Reaksi (biloks oksigen=adalah
disproporsionasi +2) reaksi redoks yang oksidator dan
reduktornya merupakan zat yang sama.

Bilangan oksidasi Ti dalam TiCl3 = +3


Bilangan oksidasi Ti dalam TiCl4 = +4
Bilangan oksidasi Ti dalam TiCl2 = +2
Sedangkan reaksi konproporsionasi merupakan kebalikan dari
reaksi disproporsionasi, yaitu reaksi redoks yang mana hasil reduksi
dan oksidasinya sama.

Bilangan oksidasi S dalam H2S= -2


Bilangan oksidasi S dalam SO2= +4
Bilangan oksidasi S dalam S= 0

B. Penelitian yang Relevan


Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
meningkatkan penguasaan konsep reaksi Redoks telah dilakukan pada tahun
2010 oleh Yoyom Yohana dengan kesimpulan penelitian penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan peluang besar kepada
peserta didik untuk terlibat langsung atau aktif selama pembelajaran sehinga
tujuan pembelajaran tercapai dan dapat meningkatkan hasil belajar serrta
aktivitas peserta didik.
Di samping itu Eka Nurhayati telah pula meneliti pendekatan problem
solving berbasis pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam pelajaran matematika dan
menyimpulkan bahwa pendekatan problem solving berbasis pembelajaran
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik dalam pelajaran matematika.

C. Kerangka Berpikir
Dalam pendidikan perlu diperhatikan beberapa komponen yang terlibat
langsung dalam proses pembelajaran seperti bahan pelajaran, metode
pelajaran, lingkungan belajar, guru dan peserta didik. Komponen – komponen
tersebut harus dapat saling melengkapi agar interaksi belajar mengajar dapat
berlangsung efektif dan efisien. Bila salah satu dari komponen itu terganggu
maka hasil dari proses belajar mengajar tidak maksimal.
Dalam proses pembelajaran, perlu diupayakan metode – metode
alternatif yang menempatkan siswa dan guru dalam posisi yang lebih tepat.
Peserta didik seharusnya dilibatkan sebagai subjek (pelaku) dalam
pembelajaran, sehingga ia akan dapat lebih bertanggung jawab terhadap
kegiatan belajar mengajar dan hasilnya, serta daya retensi terhadap informasi
(pengetahuan) yang dibangun dapat lebih baik untuk itu diperlukan suatu
model pembelajaran yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Salah satu metode pembelajaran yang digunakan adalah model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menekankan adanya kerja
sama antar peserta didik dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama antar peserta didik dalam kelompok belajar ini dianggap lebih
penting dari prestasi individu.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
membantu peserta didik mempelajari isi akademik dan hubungan sosial,
memberi peluang kepada peserta didik yang berbeda latar belakang dan
kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas – tugas
bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar
menghargai satu sama lain.
Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam model pembelajaran
kooperatif salah satunya adalah STAD. Pendekatan STAD menekankan
adanya motivasi peserta didik untuk dapat menggali pengetahuan sendiri,
melalui interaksi dengan orang lain (dalam kelompok sendiri) sehingga
diharapkan kemampuan berpikir kritis peserta didik akan meningkat.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, aktivitas yang
dilakukan oleh kelompok akan memengaruhi hasil belajar anggota kelompok,
jika anggota kelompok dapat bekerja sama dan belajar dengan baik, maka
skor tes individu akan meningkat. Selanjutnya skor perkembangan individu
dari masing – masing anggota kelompok akan meningkat sehingga nilai
kelompok akan meningkat. Dan sebaliknya jika anggota kelompok tidak
dapat bekerja sama dan belajar dengan baik, maka skor tes individu akan
menurun. Selanjutnya skor perkembangan individu dari masing – masing
anggota kelompokpun akan menurun, sehingga nilai kelompok ikut menurun.
Pendekatan STAD menekankan adanya motivasi peserta didik untuk
dapat menggali pengetahuannya sendiri seperti interaksi antar peserta didik
melalui diskusi, peserta didik secara bersama menyelesaikan tugas – tugas
yang dihadapi, bila kondisi semacam ini dibiasakan akan meningkatkan
kemampuan bekerja sama pada peserta didik. Hal ini diharapkan agar
pengetahuan yang diperoleh akan terus ada dan tersimpan dalam pikiran,
sehingga proses ini akan lebih bermakna dan tidak hanya bersifat hapalan.
Jadi, penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik sehingga penanaman
konsep pada peserta didik lebih bermakna. Untuk lebih jelasnya hubungan
dari beberapa uraian di atas disajikan dalam Gambar 1 berikut.
1. Peserta didik kurang
antusias, kurang terlibat
aktif, dan kemampuan
1. Model pembelajaran berpikir kritis peserta
Kondisi yang kurang variatif didik rendah
Awal dikarenakan
2. Penggunaan media
pembelajaran yang
yang jarang dilakukan kurang bermakna bagi
peserta didik
2. Nilai hasil belajar
terutama pada soal tipe
hots rendah

Penerapan model STAD 1. Guru hanya sebagai


pada pembelajaran kimia fasilitator
menggunakan 5 langkah, 2. Peserta didik aktif
yaitu:
menemukan konsep
1) Melaksanakan pada materi
presentasi 3. Peserta didik aktif
2) Membentuk dalam pembelajaran
Tindakan
kelompok belajar
4. Meningkatkan berpikir
3) Melaksanakan kuis
individu kritis peserta didik
4) Peningkatan skor 5. Meningkatkan hasil
5) Penghargaan belajar peserta didik
kelompok terutama pada soal yang
bertipe hots

Berpikir kritis dan hasil


belajar peserta didik kelas
X-MIPA SMA IT Al –
Kondisi Halimiyah meningkat
Akhir dengan KKM 74 dan target
ketuntasan 80% dari
jumlah peserta didik

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir


D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang dan kerangka berfikir yang telah diuraikan
di atas, maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada materi redoks di
kelas X-MIPA SMA IT Al - Halimiyah Jakarta Semester genap Tahun
Pelajaran 2019/2020.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada semester genap tahun


pelajaran 2019/ 2020 dari bulan Februari sampai dengan bulan Maret tahun
2020. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada waktu tersebut di atas
berdasarkan pertimbangan bahwa pada saat tersebut kegiatan belajar
mengajar telah memasuki materi Reaksi Redoks. Penelitian tindakan kelas
ini dilaksanakan di SMA IT Al – Halimiyah kelas X-MIPA. Pemilihan kelas
tersebut didasarkan pada pertimbangan data awal bahwa rerata nilai kelas
ini dalam hal kemampuan berpikir kritis dan pengerjaan soal tipe hots paling
rendah di antara kelas-kelas yang diampu oleh peneliti.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas X-MIPA yang berjumlah 33
yang terdiri dari 16 putra dan 17 putri. Kelas ini bersifat heterogen karena
terdiri dari peserta didik yang berkemampuan, berlatar belakang sosial, dan
berkarakter beragam.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian yang berasal dari siswa sebagai subjek


penelitian berupa data kuantitatif adalah nilai tes. Sedangkan data kualitatif
berupa hasil angket/kuesioner dan atau wawancara.
Sumber data kuantitatif lain berasal dari dokumen peneliti sendiri,
dokumen sekolah, atau dokumen teman sejawat. Data kulitatif berupa hasil
observasi yang diisi oleh observer pada saat mengamati proses
pembelajaran.
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data

1. Teknik Pengumpulan Data


a. Tes
b. Observasi
c. Wawancara
2. Alat Pengumpul Data/ Instrumen
Untuk mendapat data kualitatif tentang kegiatan peserta didik dalam
proses pelaksanaan pembelajaran digunakan instrument berupa lembar
observasi kegiatan peserta didik dan guru sebagai berikut:
Tabel 3 Lembar Observasi Berpikir Kritis

Jawaban
No. Pernyataan
SB B K SK
Indikator memfokuskan pertanyaan
1. Peserta didik bertanya ketika proses
pembelajaran
2. Pertanyaan peserta didik sesuai dengan
topik yang dibahas
3. Memahami maksud pertanyaan orang
lain
Indikator bertanya dan menjawab
pertanyaan tentang suatu penjelasan
4. Peserta didik mampu menjawab
pertanyaan orang lain
5. Menyebutkan contoh-contoh perubahan
lingkungan
6. Menjelaskan penyebab perubahan
lingkungan
Indikator mengobservasi dan
mempertimbangkan laporan
observasi
7. Memberikan penjelasan tentang objek
yang diamati
8. Memanfaatkan teknologi untuk mencari
referensi yang terkait dengan materi
9. Menjelaskan konsep berdasarkan data
pengamatan
Indikator menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi
10. Mencari tahu penyebab suatu masalah
11. Merumuskan hipotesis suatu masalah
12. Membuat kesimpulan tentang apa yang
dipelajari selama pembelajaran
Indikator mendefinisikan istilah dan
mempertimbangkan suatu definisi
13. Mampu menyatakan pendapat
14. Menjelaskan istilah-istilah pada materi
yang sedang dipelajari
15. Memberi penjelasan menggunakan
bahasa sendiri
Indikator menentukan suatu tindakan
16. Memberikan solusi terkait masalah
lingkungan
17. Mencari referensi lain untuk menjawab
pertanyaan
18. Memberikan ide untuk menyelesaikan
permasalahan
19. Mengetahui masalah lingkungan
disekitar
Berinteraksi dengan orang lain
20. Berkomunikasi secara efektif
21. Berdiskusi dengan teman untuk
menjawab pertanyaan
22. Mampu memahami penjelasan orang
lain
Model pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan berpikir
kritis
23 Guru menerapkan berbagai model
pembelajaran yang meningkatkan
kemampuan berpikir kritis
24 Guru menyajikan permasalahan
kontekstual dalam pembelajaran
25 Guru mengarahkan peserta didik dalam
memecahkan suatu permasalahan
Keterangan:
SB : Sangat Baik
B : Baik
K : Kurang
SK : Sangat Kurang

Untuk mendapat data hasil belajar dalam penelitian ini digunakan Butir
Soal Tes, khususnya soal dengan tipe hots. Tes diberikan dalam bentuk
pilihan ganda yang memiliki 5 (lima) pilihan jawaban (A, B, C, D, dan
E), dengan skor butir soal 0 dan 1. Skor 0 untuk jawaban salah dan
skor 1 untuk jawaban benar.
Kisi – kisi instrument penelitian tes hasil belajar pada konsep reaksi
redoks dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

E. Teknik Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan


kualitatif. Untuk analisis kualitatif dilakukan dengan melihat hasil observasi
selama melakukan penelitian baik dari segi kerja sama kelompok, sikap
peserta didik, maupun kendala – kendala yang dihadapi oleh peserta didik.
Untuk analisis secara kuantitatif digunakan analisis deskriptif, yaitu nilai
rata – rata dan persentase.
Selain itu, ditentukan pula tabel frekuensi, nilai minimum dan
maksimum yang peserta didik peroleh pada pokok bahasan yang diajarkan.
Selanjutnya nilai tersebut dikategorisasikan dengan menggunakan
kategorisasi skala lima berdasarkan teknik standar yang ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang terlihat pada Tabel 4
berikut.

Tabel 5 Skala Kategorisasi Standar


No. Nilai Kategori
1. 0 – 34 Sangat rendah
2. 35 - 54 Rendah
3. 55 – 64 Sedang
4. 65 – 84 Tinggi
5. 85 – 100 Sangat tinggi
Sumber: Trianto (2007)

Sedangkan untuk analisis kualitatif dilakukan dengan melihat hasil


observasi selama proses belajar mengajar dari tiap siklus yang dilihat dari
aktivitas peserta didik dalam kelompok dan sikap peserta didik. Dengan
menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh observator. Dan juga
dengan kuesioner (angket) peserta didik pada awal dan akhir siklus.

F. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Penelitian


Tindakan Kelas yang terdiri dari dua siklus atau lebih tergantung pada
indikator keberhasilan yang dicapai pada akhir siklus.

PTK ini mengacu pada desain penelitian menurut Arikunto (2010)


dengan desain sebagai berikut:

Gambar 2 Bagan Rancangan Pelaksanaan PTK Model Spiral

Menurut desain di atas, setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini, setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan
setiap pertemuan terdiri dari pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.
Pelaksanaan penelitian disusun sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 6 Jadwal Penelitian Tindakan Kelas

Februari Maret
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pelaksanaan penelitian Siklus I  
dan Refleksi
2. Pelaksanaan penelitian Siklus II  
dan Refleksi
3. Pembuatan Laporan Hasil  
Penelitian
4. Perbaikan Laporan 
5. Pembuatan Laporan Hasil 
Penelitian Akhir

G. Prosedur Penelitian

a. Analisis Kebutuhan
1) Observasi awal
2) Angket untuk peserta didik
b. Siklus I
1) Perencanaan tindakan
a) Membuat rencana pembelajaran
b) Pada pertemuan sebelumnya;
i. Guru membagi peserta didik dalam beberapa kelompok secara
heterogen
ii. Guru menjelaskan model pembelajaran tipe STAD kepada
seluruh peserta didik
2) Pelaksanaan tindakan
a) Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik
b) Guru menyampaikan materi yang sedang dipelajari kepada
peserta didik dengan bantuan media visual
c) Guru membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efisien
d) Guru membimbing kelompok-kelompok belajar saat mereka
berdiskusi
e) Guru memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok
untuk mempresentasikan hasil diskusinya
f) Guru memberikan tes evaluasi kepada peserta didik tentang
materi yang telah dipelajari
g) Guru memberi penghargaan terhadap hasil belajar baik individu
maupun kelompok
3) Evaluasi keberhasilan proses pembelajaran pada siklus I
a) Mencatat setiap detil aktivitas guru dan peserta didik di kelas pada
format observasi
b) Memberi tes evaluasi pada peserta didik di akhir siklus I
c) Memberi kuesioner pada peserta didik untuk mengetahui
tanggapan mereka tentang proses pembelajaran pada siklus I
4) Refleksi pada pembelajaran siklus I
a) Menganalisis data yang diperoleh pada siklus I
b) Menarik kesimpulan dari siklus I
c) Merefleksikan kekurangan siklus I pada siklus II
d) Menerapkan strategi baru berdasarkan hasil refleksi pada siklus I
c. Siklus II dan seterusnya
Siklus II dan seterusnya dilakukan jika masih ditemukan masalah pada
siklus I dan tahapannya sama seperti pada siklus I.

 Observasi awal
Analisis Kebutuhan
 Angket untuk peserta didik

Tahap Perencanaan Tindakan


Perencanaan rancangan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran STAD

Siklus I Tahap Pelaksanaan Tindakan


Pengimplementasian rancangan pembelajaran yang telah
dirancang bersama guru

Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dan hasil pembelajaran

Tahap Refleksi
Refleksi hasil evaluasi proses pembelajaran pada siklus I

Jika ditemukan masalah, dilanjutkan ke siklus II dan seterusnya

Tahap Perencanaan Tindakan


Perencanaan rancangan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran STAD

Siklus II
Tahap Pelaksanaan Tindakan
dan
seterusnya Pengimplementasian rancangan pembelajaran yang telah
dirancang bersama guru

Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dan hasil pembelajaran

Tahap Refleksi
Refleksi hasil evaluasi proses pembelajaran pada siklus II
Gambar 2 Skema siklus penelitian tindakan kelas
H. Indikator Keberhasilan

Penelitian tindakan kelas ini merupakan upaya peneliti untuk


meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik terutama pada
materi kimia KD 3.9 tentang Reaksi Redoks dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian tindakan kelas ini
dinyatakan berhasil bila 80% dari jumlah peserta didik telah tuntas hasil
belajar dengan nilai KKM 74.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai