Anda di halaman 1dari 5

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KETERAMPILAN PROSES PEMBELAJARAN

SAINS SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA DENGAN TOPIK PEMUAIAN ZAT
KALOR MELALUI PENDEKATAN STEM (SCIENCE TECHNOLOGY
ENGINEERING MATHEMATIC) PADA KELAS VIII SMP

A. PENDAHULUAN
Pendidikan Indonesia sekarang ini lemahnya dengan adanya proses
pembelajaran yang mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan. Menurut Dasna
dan Sutrisno (2007), hal ini disebabkan rendahnya kemampuan berpikir kritis dan
minat pada siswa. Siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Maju atau tidaknya suatu negara dapat dilihat dari pendidikan
yang diterapkan di negara tersebut. Persaingan yang semakin ketat di era globalisasi
ini mengharuskan sumber daya manusia memiliki kualitas yang baik dan profesional
di berbagai bidang kehidupan. Kemampuan berpikir kritis menjadi beku, bahkan
menjadi susah untuk dikembangkan. Oleh karena itu, pada proses pembelajaran siswa
harus di dorong secara aktif untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri serta
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya (Gasong, 2006).

Pada saat melakukan pembelajaran , siswa juga harus dan wajib berpikir
dengan kritis dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Berpikir sangat berperan dalam
prestasi belajar, penalaran formal, keberhasilan belajar, dan kreativitas karena berpikir
merupakan inti pengatur tindakan mahasiswa. (Tindangen, 2006). Meskipun dalam
pembelajaran dilakukan variasi baik pendekatan maupun metoda, pada penilaian
terutaman aspek keterampilan masih ditemukan siswa yang memiliki keterampilan
terutama keterampilan proses sains yang belum optimal. Kegiatan penilaian siswa
merupakan komponen penting dan integral di dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Untuk memperoleh informasi tentang pencapaian hasil dari proses
pembelajaran peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka
dibutuhkan penilaian hasil belajar.
Pada saat pembelajaran menggunakan metode praktikum, masih ada siswa
yang tidak berperan aktif dalam kegiatan praktikum. Mereka masih mengandalkan
anak yang pintar yang ada di kelompoknya yang lebih berperan, sehingga pada saat
kegiatan praktikum siswa tersebut tidak memiliki keterampilan proses sains yang
diharapkan. Agar penugasan tugas dapat menunjang keberhasilan proses
pembelajaran, maka: Tugas harus dikerjakan oleh siswa atau kelompok siswa, Hasil
kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan presentasi siswa dari satu kelompok dan
direspon oleh siswa. Pembelajaran berbasis praktikum menjadi alternatif
pembelajaran yang baik bagi peserta didik (mahasiswa) untuk mengembangkan
keterampilan, kemampuan berpikir (hands-on dan minds-on) karena mahasiswa
dituntut untuk aktif dalam memecahkan masalah , berpikir kritis dan kreatif dalam
menganalisis dan mengaplikasikan konsep, dan prinsip - prinsip agar menjadi lebih
bermakna. Kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis dan berpikir kreatif
merupakan hakekat tujuan pendidikan dan menjadi kebutuhan bagi mahasiswa untuk
menghadapi dunia nyata (Santyasa, 2004).

B. PEMBAHASAN
Materi atau konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemuaian zat
kalor . Saat proses pembelajaran siswa belum terlibat secara aktif karena guru masih
mendominasi, kondisi seperti ini menyebabkan suasana pembelajaran kurang
interaktif. Melalui pembelajaran berbasis praktikum diharapkan siswa mempelajari
pemuaian zat kalor tidak hanya menghafal konsep dan rumus saja , tetapi membangun
sendiri pengetahuannya sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis mahasiswa melalui penerapan pembelajaran berbasis praktikum. Keterampilan
berpikir tidak dapat berkembang secara alamiah, sebab keterampilan berpikir harus
diperkaya oleh berbagai stimulus lingkungan dan suasana yang beragam. Berpikir
adalah suatu proses kognitif atau aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan
(Presseisen dalam Costa, 1985). Berpikir juga bisa diartikan sebagai suatu keaktifan
pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah sampai pada suatu tujuan
(Purwanto, 1992). Dengan berpikir, siswa akan mendapatkan suatu penemuan baru,
setidaktidaknya siswa menjadi tahu hubungan antar sesuatu.
Menurut Priyadi (2005) berpikir kritis adalah proses mental untuk
menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari
hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Siswa yang menggunakan
keterampilan berpikir kritis memikirkan hubungan antara variabel-variabel dengan
mengembangkan pemahaman logis, memahami asumsi-asumsi dan biasbias yang
mendasari proses utamanya. Menurut Richard Paul dan Linda Elder (Inch, et al.,
2006), kemampuan berpikir kritis dapat dipilah menjadi delapan fungsi di mana
masingmasing fungsi mewakili bagian penting dari kualitas berpikir dan hasilnya
secara menyeluruh, yaitu:
a. Question at issue (Mempertanyakan masalah).
b. Purpose (Tujuan).
c. Information (Informasi).
d. Concepts (Konsep).
e. Assumptions (Asumsi).
f. Points of view (Sudut pandang).
g. Interpretation and inference (Interpretasi dan menarik kesimpulan).
h. Implication and consequences (Implikasi dan akibat-akibat).

Hasil dari tes hasil belajar siswa yang merupakan tes objektif memforsir siswa
untuk betul-betul dapat memahami apa yang sudah dipelajari. Siswa telah menguasai
sebagian besar materi yang diajarkan walaupun belum begitu sempurna. Hasil ini
menunjukkan peningkatan kemampuan peserta didik menguasai mata pelajara IPA
jika dibandingkan saat pengamatan. Hasil tes hasil belajar peserta didik telah
menunjukkan adanya efek penggunaan pembelajaran berbasis STEM yang
ditunjukkan dengan peningkatan perolehan nilai rata-rata kelas yang cukup signifikan.
Seperti telah diketahui bersama bahwasanya mata pelajaran IPA menitik beratkan
pembelajaran pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai pedoman perilaku
kehidupan sehari-hari siswa. Untuk menyelesaikan kesulitan yang ada maka
penerapan pembelajaran berbasis STEM dapat dijadikan salah satu metode inovasi
untuk berkreasi, bertindak aktif, bertukar pikiran mengeluarkan pendapat, bertanya,
berdiskusi, berargumentasi, bertukar informasi, dan memecahkan masalah yang ada
bersama dengan kelompok diskusinya. Hal inilah yang membuat siswa berpikir lebih
kritis, lebih kreatif dan inovatifsehingga mampu untuk memecahkan masalahmasalah
yang kompleks dan efek selanjutnya adalah para peserta didik akan dapat memahami
dan meresapi mata pelpelajaran IPA lebih jauh.Kendala yang masih tersisa yang perlu
dibahas adalah hasil belajar yang dicapai ini belum seluruhnya memenuhi harapan
yang sesuai dengan KKM mata pelajaran IPA di kelas VIII SMP.
Oleh karenanya harus dilakukan upaya perbaikan lebih matang untuk siklus
berikutnya. Berdasarkan hasil refleksi pertama , maka diadakan perbaikan pada
refleksi kedua , dimana akan diberikan hadiah bagi kelompok yang maju dan
membawakan hasil diskusinya dengan sangat baik dan berani. Dari awalnya masih
malu malu karena takut salah, pada siklus kedua siswa menjadi lebih berani selain
iming-iming hadiah, peserta didikjuga telah mulai terbiasa dengan perlakuan
pembelajaran berbasis STEM dikelasnya dan akan diberikan hadiah kejutan jika
berhasil memperoleh nilai tertinggi saat penilaian hasil belajar berlangsung. Tidak
memungkiri cara ini sangat aktif dalam meningkatkanperolehan hasil belajar peserta
didik. Terbukti hasil yang diperoleh dari tes hasil belajar di siklus kedua menunjukkan
bahwa kemampuan peserta didik dalam mengikuti pelpelajaran terjadi peningkatan
yang signifikan dimana rata-rata nilai peserta didik mencapai batas maksimum atau
lebih baik dari siklus pertama. Hasil ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
berbasis STEM yang telah diperbarui berhasil meningkatkan kemampuan peserta
didik sesuai dengan harapan.

C. KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh selama pelaksanaan pembelajaran untuk
meningkatkan keterampilan proses sains di kelas VIII SMP yang dilanjutkan dengan
analisis dan refleksi terhadap proses pelaksanaan tindakan dalam 2 siklus, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Penggunaan Pendekatan STEM dapat meningkatkan keteramplan proses sains
siswa dalam pembelajaran materi Pemuaian Zat Kalor. Dengan menggunakan pendekatan
STEM, siswa lebih aktif, kreatif dan menyenangkan. Hal ini berkonsekuensi pada
meningkatnya keterampilan sains siswa.
2. Penggunaan pendekatan STEM dapat meningkatkan minat belajar siswa
terhadap pembelajaran sains terutama pembelajaran fisika . Dengan minat yang baik,
kegiatan pembelajaran akan menyenangkan yang pada akhirnya diharapkan juga
meningkatkan keterampilan proses sains.
3. Pembelajaran berbasis praktikum secara signifikan dapat meningkatkan atau
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan kategori sedang. Indikator
kemampuan berpikir kritis yang mengalami peningkatan tertinggi adalah membuat
argumen, dan terendah adalah memberi contoh.

DAFTAR PUSTAKA
Dasna dan Sutrisno. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia [Online]:
http;//educorner Mitra ned.id/artikel-umum [18 Maret 2010].
Gasong, D. (2006). Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif
Mengatasi Masalah Pembelajaran. Tersedia [Online]: http://puslit.petra.ac.id/journals/int
erior/. [25 Oktober 2009].
Tindangen, M. 2006. Implementasi Pembelajaran Kontekstual dengan Peta Konsep
pada Siswa dengan Kemampuan awal Berbeda serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar
Kognitif dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Sains SMP. Disertasi pada FMIPA
Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan.
Santyasa, I.W. (2004). “Model Problem Solving dan Reasoning Sebagai alternatif
Pembelajaran Inovatif”. Makalah. Disajikan dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia
V. Bali: IKIP Negeri Singaraja.
O. Sunardi and Y. Suchyadi, ―Praktikum Sebagai Media Kompetensi Pedagogik
Guru Sekolah Dasar,‖ J. Pendidik. dan Pengajaran Guru Sekol. Dasar, vol. 03, no. September,
pp. 124–127, 2020.
Sanders, M. 2009. Integrative STEM Education: Primer. The Technology Teacher,
68(4), hlm.20-27.
Bahrum, Wahid, & Ibrahim. 2018. Integration of STEM Education in Malaysia and
Why to STEAM. International Journal of Academic Research in Business and Social
Sciences, 7(6), 645–654.

Anda mungkin juga menyukai