Anda di halaman 1dari 4

Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa 3B Sekolah Dasar

Melalui Model Pembelajaran Instruksional 5E.

Abstrak.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan efektivitas pembelajaran
berbasis model instruksional 5E untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa
sekolah dasar. Keterampilan proses sains penting bagi siswa karena merupakan dasar untuk
meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir yang dibutuhkan di abad ke-
21. Desain penelitian ini adalah eksperimental yang melibatkan satu kelompok pre-test dan
post-test design.

1. Pendahuluan
Di abad ke-21 ini, lulusan diharapkan memiliki keterampilan kompetensi saat ini dua kali
lipat. Empat keterampilan penting yang dilatih oleh guru kepada siswa adalah 4C berpikir
kritis dan pemecahan masalah, komunikasi, kolaborasi, kreativitas, dan inovasi. Dalam mata
pelajaran IPA, keempat keterampilan tersebut diintegrasikan dengan keterampilan proses
sains. Keterampilan proses sains dapat membekali siswa dengan keterampilan berpikir.
Keterampilan proses sains dasar terdiri dari mengamati (menghitung, mengukur,
mengklasifikasikan, menemukan hubungan ruang/waktu), berhipotesis, merencanakan
percobaan, mengendalikan variabel, menafsirkan data, menarik kesimpulan (inferensi),
memprediksi, menerapkan, dan berkomunikasi.

Jika dilihat dari keterampilan yang termasuk dalam keterampilan proses sains, jelas bahwa
keterampilan proses sains sangat penting dalam pembelajaran sains sebagai dasar untuk
meningkatkan keterampilan berpikir lainnya yang jauh lebih kompleks seperti 4C yang telah
dijelaskan sebelumnya. Hal ini juga didukung oleh Aydinli (2011) yang menyatakan bahwa
guru harus sangat memperhatikan keterampilan proses sains siswa dengan memberikan
kegiatan langsung yang berorientasi pada tugas untuk meningkatkan pemahaman mereka
tentang suatu konsep sains. Mata pelajaran IPA di sekolah dasar kurang bermakna jika
diajarkan melalui metode kuliah di mana guru secara aktif memberikan informasi kepada
siswa. Kurikulum telah memerintahkan bahwa proses pembelajaran harus secara aktif
dibangun konsep-konsep bahwa pembelajaran dilakukan oleh siswa itu sendiri dan proses
tersebut dapat diperkuat dengan pendekatan ilmiah. Ilmu alam adalah sejenis pengetahuan
yang memiliki karakteristik khusus untuk mempelajari fakta-fakta fenomena alam, peristiwa,
dan hubungan sebab akibat. Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran di sekolah
dasar yang mendorong siswa untuk memiliki pengetahuan, ide, dan konsep yang
terorganisir. Pengetahuan, ide, dan konsep ini terkait dengan lingkungan alam dan diperoleh
dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah seperti penyelidikan, persiapan, dan
penyajian ide. Ruang lingkup materi IPA di sekolah dasar umumnya mencakup dua aspek,
yaitu karya ilmiah dan penguasaan konsep.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang aktif mencari dan menemukan
konsep IPA sendiri tentunya tidak lepas dari keterampilan proses sains yang dimilikinya.
Siswa membutuhkan keterampilan proses sains dalam kegiatan mereka untuk menemukan
konsep sains yang tepat. Keterampilan proses sains menjadi roda penggerak penemuan dan
pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan perkembangan sikap dan nilai.
Siswa yang aktif dalam belajar IPA melalui penggunaan keterampilan proses, diskusi, dan
eksperimen, memperoleh pembelajaran yang lebih bermakna dan menghilangkan persepsi
tentang pembelajaran hafalan.

Harapan yang disampaikan oleh berbagai pakar tersebut tidak sejalan dengan fakta yang
terjadi di lapangan. Siswa tidak memahami dengan benar esensi merumuskan hipotesis dan
korelasi antar variabel. Siswa masih bertanya-tanya kapan mereka harus merumuskan
hipotesis dan mereka tidak tahu alasan melakukan itu. Selain itu, mereka tidak dapat
memahami korelasi antara variabel dependen dan independen. Keterampilan proses sains
tidak hanya tentang merumuskan hipotesis dan menentukan variabel tetapi juga melibatkan
keterampilan lain seperti mengamati, menafsirkan data, dan berkomunikasi yang dilatih
dalam penelitian ini. Keterampilan proses sains tidak dapat dianggap sebagai hal yang tidak
penting dalam pembelajaran sains. Siswa perlu dibiasakan dengan keterampilan proses
sains sejak sekolah dasar untuk mendapatkan konsep yang benar dan untuk membuat
keterampilan berpikir tingkat tinggi lainnya terus meningkat. Semakin tinggi keterampilan
proses sains siswa, semakin baik status konsepsi siswa (Knowing the Concept).

Rendahnya nilai keterampilan proses IPA siswa SD merupakan masalah yang mendesak
untuk dipecahkan. Jika terus berlanjut, maka siswa tidak dapat meningkatkan keterampilan
lain yang dibutuhkan dalam kehidupan mereka di kemudian hari. Siswa perlu difasilitasi
dalam proses pembelajaran yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi apa yang
ingin mereka ketahui secara bebas dan aktif. Model pembelajaran 5E (Engagement,
Exploration, Explanation, Elaboration, Evaluation) memberikan fase pembelajaran yang
sesuai untuk meningkatkan keterampilan proses sains. Alasan memilih model tersebut
karena model instruksional 5E berisi kegiatan terstruktur mulai dari persiapan atau
kesepakatan di mana konsep awal siswa diketahui. Titik awal kemudian diikuti oleh fase
eksplorasi di mana siswa melakukan kegiatan untuk mencari bukti melalui eksperimen dan
pada saat yang sama keterampilan proses sains mereka dilatih dalam fase ini. Pada fase
penjelasan, siswa menjelaskan, dalam bahasa mereka sendiri, hasil yang mereka peroleh
melalui presentasi dan diskusi. Pada fase elaborasi, mahasiswa menerapkan konsep
tersebut pada isu-isu baru. Pada tahap evaluasi, kemampuan akhir siswa terungkap melalui
tes [8]. Pembelajaran konstruktivis model instruksional 5E memiliki dampak yang lebih baik
daripada model pengajaran tradisional. Pembelajaran berbasis model instruksional 5E
dengan berbagai metode seperti perubahan konseptual, POE (Predict-Observed-Explain),
konsep kartun, dan animasi dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Integrasi
kegiatan sains dengan model instruksional 5E dapat menyebabkan konflik kognitif yang
mengarahkan siswa untuk mencoba memecahkan masalah sains dengan menggunakan
keterampilan berpikir mereka.

2. Metode
Jenis penelitian ini adalah studi pra-eksperimental. Subjek penelitian ini adalah kelas 3B
Sekolah Dasar Pratiwi Depok, dengan jumlah siswa sebanyak 26 siswa.

Desain penelitian yang digunakan adalah One Group Pre-test dan Post-test Design:

O1(a) X(b) O2(c)


(a) O1 = Pre-test, (b) X= 5E instructional model-based learning, (c) O2 = Post-test
Persentase pelaksanaan pembelajaran diperoleh dengan membagi jumlah aspek yang
dilaksanakan dalam pembelajaran dengan jumlah aspek dikalikan 100%. Persentase
keterampilan proses IPA siswa diperoleh dengan membagi total skor dengan skor
maksimum dikalikan 100%. Nilai pre-test dan post-test keterampilan proses IPA digunakan
untuk menemukan perbedaan dengan menggunakan paired sample t-test. Tes dilakukan
untuk dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil tes
keterampilan proses IPA, sebelum dan sesudah proses pembelajaran.

3. Hasil
3.1 Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga pertemuan. Selain itu, pelajaran nantinya
akan muncul hasil persentase yang diharapkan. Hasil belajar dapat dilihat dalam bentuk
tabel perkembangan.

3.2 Proses Keterampilan IPA siswa


Tes proses keterampilan IPA siswa akan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pre-test dan
post-test. Hasil perbedaan kedua tes tersebut nantinya ditampilkan dalam bentuk diagram
batang. Dan dari diagram tersebut kita dapat melihat perbedaan persentase nilai proses
keterampilan IPA siswa di kelas 3B.

4. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan penulis nantinya akan muncul hasil penelitian. Dari hasil
penelitian tersebut; yaitu hasil tes siswa, kita akan dapat menyimpulkan apakah
pembelajaran berbasis model instruksional 5E efektif meningkatkan kemampuan proses IPA
siswa atau tidak.
References
Griffin P 2015 Assessment and Teaching of 21st Century Skills: Methods and Aprroach (London:
Springer)
Bloom Benjamin S et al 1956 Taxonomy of Educational Objective: The Classification of Educational
Golas Handbook I Cognitive Domain. (New York: Longmans, Green and Co)
Semiawan C 1992 Pendekatan Keterampilan Proses: Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar
(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia)
Aydinli E Dokme, Unlua Z K, Ozturk N, Demir and Benli E 2011 Procedia Social & Behavioral Sciences
15 3469-3475
Harlen W and Elstgeest 1994 Unesco Sourcebook for Science in Primary School (Paris: Unesco
Publishing)
Darus F dan Saat R M 2014 The Malaysian Online Journal of Educational Science 2 pp 20-26
Choirunnisa, N L and Suyono 2014 Unesa Journal of Chemical Education 3 153-160
Bybee R W, Taylor J A, Gardner A, Scotter P V, Powell J C Westbrook A, and Landes N 2006 The BSCS
5E Instructional Model: Origins and Effectiveness (Colorado: Colorado Spring)
Alshehri M A 2016 IOSR Journal of Research and Method in Education 6 43-48
Cepni S and Sahin C 2012 Eurasian Jounal of Physics and Chemistry Education 4 97-127
Lin J L, Cheng M F, Chang Y C, Ying-Chi, Hsiao-Wen Chang J Y, Lin D M 2014 Eurasia Journal of
Mathematics 10 415-426
Nur M 1998 Teori-Teori Perkembangan (Surabaya: Unesa University Press) [13] Karsli F and Ayas A
2014 Procedia-Social and Behavioral Sciences 143 663-66

Anda mungkin juga menyukai