Anda di halaman 1dari 31

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
yang berhubungan dengan proses penuaan sel-sel Substansia Nigra Pars Compacta
(SNc). Penyakit ini merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia
Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga.1
Pada tahun 1817, dalam tulisannya yang berupa buku kecil An essay on the
shaking palsy, James Parkinson untuk pertama kalinya mendeskripsikan gejalagejala klinik dari suatu sindrom, yang pada nantinya sindrom tersebut dinamakan
sesuai dengan namanya sendiri. Pada saat itu dia berhasil mengidentifikasi 6 (enam)
kasus, dimana 3 diantara kasus tersebut diperiksa sendiri olehnya, dan 3 lainnya
hanya melalui observasi di kota London. James Parkinson sendiri menggunakan
istilah Paralysis Agitans, yang oleh Charcot pada abad ke 19 menjulukinya
sebagai maladie de Parkinson atau Parkinsons Disease. Charcot juga berhasil
mengenali bentuk non-tremor dari Parkinsons Disease dan secara benar
mengemukakan bahwa kelambanan gerakan harus dibedakan dari kelemahan atau
pengurangan kekuatan otot.2
Lebih dari 100 tahun kemudian setelah deskripsi yang dikemukakan oleh Parkinson
yaitu pada tahun 1919, diketahui bahwa pasien dengan penyakit parkinson
kehilangan sel-sel di substansia nigra. Pada tahun 1957, dopamin dikenal sebagai
putative neurotransmitter oleh Carlsson dan koleganya di Lund, Swedia. Pada
tahun 1960 didapatkan penemuan oleh Ehringer dan Hornykiewicz yang
menyatakan bahwa konsentrasi dopamin menurun secara tajam di striatum pasien
dengan penyakit Parkinson. Hal tersebut merintiskan jalan pada dilakukannya
1

percobaan pertama penggunaan levodopa pada pasien dengan penyakit Parkinson.


Penggunaan levodopa tersebut kemudian mengantarkan Carlsson mendapatkan
Nobel Prize in Medicine pada tahun 2000.2
Hingga saat ini diagnosis dari penyakit parkinson didasarkan pada kriteria klinik,
karena belum adanya tes definitif dalam menegakkan diagnosis penyakit parkinson.
Resting tremor, bradikinesia, rigidity, dan postural instability secara umum
merupakan tanda-tanda pokok dari penyakit parkinson dan merupakan suatu
disfungsi motorik.2
Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari degenerasi neuron
dopaminergik pada sistem nigrostriatal. Hilangya sel neuron berpigmen terutama
pada substansia nigra dan adanya -Synuclein yang positif pada sitoplasma (Lewy
Body) adalah gambaran utama penyakit Parkinson. Namun, derajat keparahan
defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai
depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.Tanda-tanda
spesifik tersebut diatas merupakan hal yang dapat membedakan penyakit parkinson
dengan parkinsonian disorder (Parkinsonism).2
Prevelensi Penyakit parkinson ini di Amerika Serikat berkisar 1% dari jumlah
penduduk, dan meningkat dari 0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5% pada
umur 85-89 tahun. Penyakit ini dapat mengenai semua usia, tetapi lebih sering pada
usia lanjut.1
Penyebab penyakit parkinson sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi
beberapa penelitian yang dilakukan terhadap anak kembar monozigot menunjukan
bahwa terdapat faktor genetik yang mendasari penyakit ini. Faktor lain yang juga
menjadi penyebab proses degenerasi ini antara lain dapat disebabkan juga oleh,
proses penuaan otak, stress oksidatif, terpaparnya pestisida/herbisida antijamur
yang cukup lama, infeksi, kafein, alkohol, trauma kepala, depresi dan merokok.1
1.2 Tujuan Penulisan
Melakukan penulisan referat tentang Penyakit Parkinson mulai dari definisi,
etiologi, klasifikasi, faktor resiko, gejala, tanda, penegakan diagnosa, hingga
penatalaksana dan pencegahan mutahir penyakit tersebut. yang nantinya dapat
2

berguna sebagai sumber informasi dasar baik untuk penulis maupun pembaca
dalam upaya dini menurunkan angka kejadian dan kematian yang berkaitan dengan
kasus Penyakit Parkinson.
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari referat yang berjudul Penyakit Parkinson ini adalah agar
penulis dan pembaca dapat:
1. Mengetahui informasi dasar yang dapat menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan mengenai karakteristik yang sering terjadi pada pasien-pasien usia
tua (lansia) yaitu tentang kasus Penyakit Parkinson.
2. Bisa lebih memahami bahwa penyakit parkinson ini merupakan masalah serius
yang cukup sering ditemui pada kebanyakan pasien-pasien geriatri (lansia),
yang dapat menjadikan modal awal dalam upaya ikut menurunkan angka
kejadian dan kematian yang berkaitan dengan kasus tersebut
3. Bagi penulis dapat menjadi bahan dokumentasi materi kasus, penambah
referensi dan bahan bacaan Penyakit Parkinson.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem ekstrapiramidal
yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta
(SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies).3
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin
dengan berbagai macam sebab.3
2.2 Anatomi Ganglia Basalis
Basal Ganglia terdiri dari striatum (nukleus kaudatus dan putamen), globus palidus
(eksterna dan interna), substansia nigra dan nukleus sub-thalamik. Nukleus
pedunkulopontin tidak termasuk bagian dari basal ganglia, meskipun dia memiliki
koneksi yang signifikan dengan basal ganglia. Korpus striatum terdiri dari nukleus
kaudatus, putamen dan globus palidus. Striatum dibentuk oleh nuldeus kaudatus
dan putamen. Nukleus lentiformis dibentuk oleh putamen dan kedua segmen dari
globus palidius. Tetapi letak anatomis perdarahan basal ganglia yang dibahas disini
hanya meliputi nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula interna terletak
diantara nuleus kaudatus dan nukleus lentiformis. Kapsula intema adalah tempat
relay dari traktus motorik volunter, sehingga jika ada lesi pada lokasi ini akan
menyebabkan gangguan motorik seperti hemiparesis ataupun gangguan motorik
lain.4
Vaskularisasi yang mendarahi basal ganglia adalah cabang-cabang arteri yang
berasal dari arteri serebri anterior (ACA), serebri media (MCA), choroidal anterior,
posterior communicans (P-commA), serebri posterior (PCA) dan serebelar superior.
Cabang dari MCA, yang disebut Lenticulostriata lateral, adalah yang terbanyak
mendarahi striatum dan lateral dari pallidum. Perdarahan pada basal ganglia yang
tersering adalah dikarenakan ruptur arteri lenticulostriata media. Arteri Heubner,

disebut juga arteri striata media, berasal dari A2, yaitu segmen dari ACA,
memperdarahi putamen dan kepala dari nukleus caudatus. Arteri choroidalis
anterior memperdarahi sebagian dari globus palidus dan putamen, juga ekor dari
nukleus caudatus. Arteri posterior communicans memperdarahi bagian medial dari
pallidum, medial substansia nigra dan sebagian nukleus subthalamikus. Thalamo
perforata dari PCA adalah yang terbanyak memperdarahi substansia nigra dan
sebagian dan STN. Cabang dari SCA memperdarahi bagian lateral dari substatia
nigra.5

Gambar 1. Anatomi Ganglia Basalis

2.3 Epidemiologi
Insidensi terbanyak Parkinson adalah timbul pada usia 40-70 tahun,lebih banyak
pada laki-laki dengan rasio laki-laki dibandingkan wanita 3:2. 6 Prevalensi
Parkinson yaitu 160 per 100.000 populasi dan angka kejadiannya berkisar 20 per
100.000 populasi yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kematian
biasanya tidak disebabkan oleh Parkinson sendiri tetapi oleh karena terjadinya
infeksi sekunder. Prosentase usia onset Parkinson untuk usia onsetkurang dari 40
tahun adalah 5-10%, kurang dari 50 tahun sebesar 20%, dan usia onset menderita
Parkinson yang terbanyak adalah lebih dari 60 tahun sebesar 80%.7
5

2.4 Diagnosis
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala
motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan
hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah
kriteria Hughes (1992) :

Possible : Terdapat salah satu gejala utama (tremor saat isirahat, rigiditas,

bradikinesia, kegagalan reflek postural).


Probable : Terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan reflek
postural) alternatif lain : tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris atau
bradikinesia asimetris.
Definite : Terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan

satu gejala asimetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda kardinal
dengan satu dari ketiga tanda pertama adalah asimetris. Jika semua tanda
yang didapatkan tidak jelas sebaiknya pemeriksaan diulang beberapa bulan
kemudian.
Kriteria Koller :

Ada dua dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor istirahat atau

postural, rigiditas, bradikinesia, yang berlangsung satu tahun atau lebih dan
Respon terhadap terapi levodopa (mis. Minimal 1000 mg/hari selama satu
bulan) yang diberikan sampai perbaikan sedang dan lama perbaikan satu
tahun atau lebih.

Kriteria Gelb
Gejala Klinis A (khas untuk penyakit
Parkinson)
Tremor waktu istirahat

Gejala Klinis B (gejala dini tak lazim)

Instabilitas postural menonjol pada


6

Bradikinesia
Rigiditas
Permulaan asimetris

tiga tahun pertama


Fenomena tak dapat bergerak sama
sekali (freezing) pada tiga tahun
pertama
Halusinasi yang tak ada hubungan
dengan pengobatan dalam tiga
tahun pertama
Demensia sebelum gejala motorik
atau pada tahun pertama

Diagnosa POSSIBLE :
1) Paling sedikit 2 dari kelompok A atau
2) Paling sedikit 1 dari kelompok A adalah tremor atau bradikinesia, dan atau
tak terdapat gejala kelompok B
3) Gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau

dopamin agonis
Diagnosa PROBABLE
1) Paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A dan tidak terdapat gejala dari
kelompok B
2) Lama penyakit paling sedikit 3 tahun
3) Respon jelas terhadap levodopa atau dopamin agonis
Diagnosa DEFINITE
1) Memenuhi semua kriteria probable dan
2) Kepastian histo-patologis waktu otopsi

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit


dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :

Tabel 1. Stadium Parkinson


Stadiu
m
I

Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya
terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat
dikenali orang terdekat (teman)

II
III
IV

Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara


berjalan terganggu
Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,
tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu

2.5 Diagnosis Banding


Penyakit Parkinson ini harus dibedakan dengan penyakit degeneratif yang lain seperti
multi system, progesif supra nuclear palsy, degenerasi kortiko basal, demensia
frontotemporal dengan gejala parkisonisme, atau parkinson karena penyakit vaskuler.
Gejala parkinsonisme ini juga sering ditemui pada penyakit infeksi (ensefalitis letargi,
intoksikasi, kondisi iatrogenik dan gangguan SSP.

Untuk membedakan anatara

parkinson idiopatik dapat dilakukan pemeriksaan genetik.1


Tabel 2. Kriteria untuk Menyingkirkan Diagnosis Penyakit Parkinson Penyebab Lain
Parkinsonism
Kriteria
Riwayat dari

Munculnya
gejala
parkinsonism mengikuti
Ditemukan gejala ini pada
pemeriksaan fisik

Ensefalitis
Terpapar lama dengan CO,
Mn atau toksin lain
Mendapat
obat-obat
neuroleptik
Trauma kepala
Stroke
Ataksia serebral
Gerakan ke bawah okuler
menghilang
Adanya hipotenssi postural
tanpa makan obat
Adanya rigiditas satu sisi
dengan atau tanpa distonia,
apraksia, kehilangan sensor
kortikal
Mioklonus
Pada awal penyakit terdapat
gaya berjalan jatuh atau kaku
Mengeluarkan air liur terus

Kemungkinan Diagnosis
Pasca ensefalitis
toxin induced
drug induced
Pasca Trauma
Vaskuler
OPCA, MSA
PSP
MSA
CBGD

CBGD, MSA
MSA
MSA

Demensia
awal
atau
halusinasi karena memakai
obat
Distonia yang diinduksi oleh
levodopa
Neuroimaging (MRI atau CT- infark lakunar
Ventrikel-ventrikel serebral
scan) terdapat
melemah
Atrofi serebelar
Atrofi otak tengah atau
bagian lain dari brain-stem
Efek Obat
respon
jelek
terhadap
levodopa

DLBD

Vaskuler
NPH
OPCA, MSA
PSP, MSA
PSP, MSA, CBGD, vaskuler,
NPH

2.6 Klasifikasi Parkinson


Tabel 3. Klasifikasi Parkinson
Idiopatik
- Penyakit parkinson
(Primer)
- Juvenile parkinsonism
Simtomatik
- Penggunaan obat-obatan
(Sekunder)
- Hemiatrofi-hemiparkinsonisme
- Hidrosefalus, hidrosefalus tekanan normal
- Hipoksia
- Infeksi dan pasca infeksi
- Pasca ensefalitis
- Metabolik: disfungsi paratiroid
- Toksin: Mn,Mg, CO,Sianida,metanol dan etanol
- Trauma kranioserebral
- Tumor otak
- Vaskular (multiinfark serebral)
- Siringomieli
Sindroma
- Degenerasi ganglion kortikal basal
Parkinson Plus
- Sindrom Demensia: Alzheimer, Penyakit Lewy Bodies
Difus, JacobCreutzfeldt
- Sindrome atrofi multi sistem
- Atrofi pallidus progresif
- Palsi supranuklear progresif
Heterodegenerati - Penyakit Huntington
f
- Lubag
- Nekrosis striatal dan sitopati mitokondria
- Neuroakantosis
- Penyakit wilson, sindrom talamik demensia
Sumber : Thamrin et al, 2011

2.7 Faktor Resiko


Parkinson dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya Parkinson yaitu antara lain:
1. Usia Tua
Usia tua berhubungan dengan proses degenerasi seluler, penurunan mekanisme
kompensasi dan kemampuan regenerasi sel. Penuaan dikaitkan dengan
disfungsi mitokondria, peningkatan produksi radikal bebas dan stres oksidatif,
menyebabkan

ketidakstabilan

genom

dan

mutasi

DNA,

penurunan

kelangsungan hidup sel, proses degradasi protein yang menyebabkan


peningkatan deposisi abnormal protein seluler otak yaitu -synuclein.
Peningkatan akumulasi protein ini berpengaruh pada proses degenerasi di
substansia nigra pars kompakta dan kerusakan sistem dopaminergik di ganglia
basalis.6
2. Jenis kelamin laki-laki
Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi menderita Parkinson dibandingkan
wanita hal ini diduga karena pada wanita memiliki hormon estrogen. Estrogen
memiliki sifat neuroprotektif pada jalur dopaminergik otak sehingga regulasi
dopaminergik di striatum pada wanita lebih baik dibandingkan laki-laki.6
3. Tingkat pendidikan yang rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menjadi salah satu faktor resiko terjadinya
Parkinson hal ini diduga karena kurangnya kepatuhan untuk berobat. 2 Beberapa
penelitian sebelumnya oleh Sotirios pada tahun 2010 mengenai Parkinson
dinilai dari aspek usia dan tingkat pendidikan, didapatkan bahwa jumlah
penderita Parkinson lebih banyak pada tingkat pendidikan yang tinggi, hal ini
diduga adanya hubungan bahwa pendidikan tinggi juga memiliki tuntutan kerja
yang tinggi, sehingga penderita Parkinson dengan pendidikan tinggi memiliki
kebutuhan lebih tinggi untuk upaya mengontrol gejala-gejala yang timbul dari
penyakitnya agar tetap dapat bekerja dengan baik.8
4. Faktor genetik
Faktor genetik berperan penting dalam penyakit Parkinson akibat mutasi
patogen

atau

triplikasi

gen

Synuclein

Alfa

(SCNA),

mutasi

gen

Glucocerebrosidase (GBA) dan Leucine Rich Repeat Kinase 2 (LRRK2).


Mutasi GBA mengakibatkan gangguan lisosomal berhubungan dengan
peningkatan risiko Parkinson lebih cepat menjadi demensia dan onset usia

10

muda Parkinson Disease Demensia (PDD) dibandingkan non karier PD/PDD.


Studi otopsi menunjukkan penderita Parkinson dengan karier mutasi GBA
lebih sering terjadi patologi -syn di kortikal dan limbik. GBA secara
fungsional terlibat pada jalur lisosom, sehingga perubahan GBA berkontribusi
terhadap peningkatan deposisi -syn dan mempengaruhi penyebaran patologi
-syn di kortikal pada proses demensia.7
5. Paparan zat toksik
Adanya paparan beberapa zat toksikdapat menjadi risiko terjadinya Parkinson,
zat- zat yang diduga berpengaruh pada risiko timbulnya Parkinson antara lain
Mn, Mg, CO, Sianida, metanol dan etanol. Mekanisme pasti zat tersebut
menyebabkan Parkinson sampai saat ini masih belum jelas.6
6. Penyakit Komorbid
Adanya penyakit komorbid dapat meningkatkan risiko terjadinya Parkinson.
Penyakit komorbid yang mendasari dan memperburuk derajat klinis Parkinson
antara lain hidrosefalus, hidrosefalus bertekanan normal, hipoksia, infeksi dan
pasca

infeksi

(ensefalitis),

metabolik

(disfungsi

paratiroid),

trauma

kranioserebral, tumor otak, multiinfark serebral.6


2.8 Patofisiologi
Autoregulasi Dopamin
Dopamin

adalah

katekolamin

yang

disintesa

dari

tirosin

di

ujung

neurondopaminergik. Perubahan L tyrosin menjadi Ldihydroxyphenylalanine


(L-dopa) dikatalisis oleh enzim tyrosinehidroxylase dalam neuron katekolaminergik. L dopa diubah menjadi dopamin oleh aromatic L-amino acid
decarboxylase. Di ujung saraf, dopamin dibawa ke vesikel dan dilepaskan dari
ujung saraf melalui eksitosis akibat masuknya Ca 2+ ke dalam sel. Kerja
dopamin di celah sinap dapat diakhiri dengan dua cara yaitu dopamin diambil
kembali oleh protein karier membran dan dopamin didegradasi oleh kerja
DOPAC oleh enzim MAO-B. Kerja dopamin diperantarai oleh 5 reseptorprotein
dopamin yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu D1 yang
menstimulasi sintesis intraseluler cAMP dan reseptor D2 yang menghambat
sintesis cAMP, menghambat arus Ca2+ dan meningkatkan arus K+, yang
termasuk reseptor D1 adalah protein D1dan D5, sedangkan reseptor D2
adalahprotein D2,3,4. Protein D1 dan D2 banyak terdapat di striatum.5

11

Patofisiologi Parkinson
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia
nigra sebesar 40 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik
(Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf
yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia
nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.7
Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum
disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars
retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan
dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka
tidak ada kelainan gerakan.8
Jalur langsung :
Dibentuk oleh neuron striatum dengan reseptor D1 yang memproyeksikan
langsung ke substansia nigra pars retikulata (SNR) dan globus palidus
interna (GPi) dilanjutkan ke ventroanterior dan ventrolateral talamus
kemudian ke korteks. Neurotransmiter yang terlibat adalah GABAbersifat
eksitatorik, memiliki efek akhir dari stimulasi jalur langsung adalah
peningkatan arus rangsangan dari talamus ke korteks.5
Jalur tidak langsung
Dibentuk oleh neuron striatal dengan reseptor D2 yang memproyeksikan ke
globus palidus eksterna (Gpe) kemudian ke nucleus subtalamikus (STN)
menggunakan neurotransmiter Glutamnergik yang bersifat eksitatori (jalur
rangsang positif), rangsang kemudian diteruskan ke SNR dan Gpi. Proyeksi
dari striatum ke Gpe, dari Gpe ke nukleus subtalamikus menggunakan
neurotransmiter GABA yang bersifat eksitatorik, tetapi jalur akhir proyeksi
dari STN ke SNR dan Gpi merupakan jalur rangsang negatif Glutamanergik,
sehingga efek akhir dari jalur tidak langsung adalah berkurangnya arus
rangsangan dari talamus ke kortek.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra
pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada
12

rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum


muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin
berkurang 80%.9
Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan
neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang
inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus
palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga
fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi
inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nukleus
subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat
akibat inhibisi.8
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen
interna atau substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang
eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus /
substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari
jalur langsung ,sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah
talamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah
GABAergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya
rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan
output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi
hipokinesia.10

13

Gambar 2.
Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung
Keterangan Singkatan
D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik
D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik
SNc : Substansia nigra pars compacta
SNr : Substansia nigra pars retikulata
GPe : Globus palidus pars eksterna
GPi : Globus palidus pars interna
STN : Subthalamic nucleus
VL : Ventrolateral thalamus = talamus

Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan oksidatif dalam


patogenesis PD, dan khususnya kerusakan oksidatif pada lipid, protein, dan DNA dapat
diamati pada substansia nigra pars compakta (SNc) otak pasien PD sporadik. Stress
oksidatif akan membahayakan integritas neuron sehingga mempercepat degenerasi
neuron. Sumber peningkatan stress oksidatif ini masih belum jelas namun mungkin saja
melibatkan disfungsi mitokondria, peningkatan metabolisme dopamin yang
14

menghasilkan hidrogen peroksida dan reactive oxygen species (ROS) lain dalam jumlah
besar, peningkatan besi reaktif, dan gangguan jalur pertahanan antioksidan.11

Gambar.3 Patogenesis penyakit Parkinson11

garis merah menandakan efek inhibisi


panah hijau menandakan sebab
garis putus-putus biru potensial mempunyai pengaruh

2.9 Gambaran Klinis


Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang
didapat dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal
kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik
parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita
parkinson :
Gejala Motorik

15

a) Tremor :
Merupakan gejala pertama yang bermula pada satu tangan kemudian meluas ke
tungkai sisi yang sama, kemudian sisi lain juga akan turut terkena. Tremor
terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangeal, kadang
kadang tremor seperti menghitung uang logam (pil rolling). Pada sendi tangan
fleksi ekstensi atau pronasi supinasi, pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi
ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik.
Frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan perdetik terutama timbul saat
istirahat dan berkurang jika ekstremitas digerakkan, tremor akan bertambah pada
kondisi emosi dan berkurang saat tidur. 11
Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi
ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan
menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan
menimbulkan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat.
Tremor pada penyakit Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor
neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral
talamus. Pada keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma
motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.11
b) Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot
protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot
protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa
motoneuron pada otot protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang
terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat. Pada awalnya
rigiditas hanya terbatas pada satu ekstremitas atas terdeteksi saat gerakan pasif,
kemudian stadium lanjut rigiditas menjadi menyeluruh, lebih berat dan terdapat
tahanan pada gerakan pasif.
c) Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang
misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan

16

pakaian atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila


berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban.
Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan
gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata
berkurang, menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut.
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik
sensorik, labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis.
Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa
dan gamma motoneuron.
d) Hilangnya reflek postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal
stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit
Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini.
Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin
dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang
akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan
penderita mudah jatuh.
e) Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka
serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping
itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
f). Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi
kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
g) Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit
Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala
difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung
kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.

17

h) Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan
volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara
mengurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.
I) Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit,
gerak bola mata menjadi terganggu.
j) Refleks glabela
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien
dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan.
Disebut juga sebagai tanda Mayersons sign.
Gejala Non Motorik
a) Gangguan neuropsikiatri
Depresi terjadi akibat keterlibatan nukleus raphe (serotonergik),lokus soeruleus
(nonradrenergik),amigdala, korteks singular dan jalur mesolimbik, mesokortikal,
mesotalamik. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara
anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi
degenerasi neuroodopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin
yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin
yang letaknya diatas substansia nigra.11
Psikosis dan halusinasi sering terjadi pada stadium lanjut, orang lanjut
usia,terapi polifarmasi,gangguan tidur, gangguan kognisi dan gejala visual.11
Ansietas (20-46%) lebih sering terjadi pada usia muda, wanita, adanya gejala
motorik fluktuatif dan riwayat ansietas sebelumnya.11
Gangguan fungsi kognitif terjadi sebesar 30-80%, meliputi demensia dan
gangguan fungsi kognitif tanpa demensia (Cognitive imparment non
demensia/CIND). CIND dapat timbul pada awal Parkinson sampai dengan 20

18

tahun

menderita

Parkinson

sebelum

timbulnya

demensia.

Demensia

berhubungan dengan onset penyakit pada usia yang lebih tua, laki-laki,
keparahan penyakit, durasi penyakit yang lama dan beratnya kecacatan. Usia tua
dan derajat keparahan gejala motorik menjadi prediktor utama terjadinya
demensia. Faktor resiko terjadinya gangguan kognitif dan demensia adalah usia
>70 tahun, skor UPDRS >25, disertai depresi, gejala mania, agitasi, disorientasi
dan psikosis ketika diterapi levodopa, facial masking saat didiagnosis, adanya
stress psikologi, gangguan kardiovaskular, status ekonomi, tingkat pendidikan
yang rendah, bradikinesia dan gangguan postural. Demensia (20%) tersering
pada stadium lanjut, meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori
jangka panjang dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan proses
penuaan normal. 11
b) Disfungsi otonom
Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif
neuron di ganglia simpatetik.
Sistem kardiovaskular meliputi hipotensi ortostatik, aritmia jantung.
Sistem gastrointestinal meliputi disfagia, konstipasi, eksesif saliva yaitu
sialorrhea, drooling, mual, muntah.
Sistem berkemih dan seksual meliputi urgensi,inkontinensia urin.
Disfungsi seksual meliputi kesulitan ereksi, hilangnya libido, anorgasmia
c) Gangguan sensorik yaitu nyeri, gangguan penciuman.
d) Gangguan tidur pada tahap lanjut.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak
memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson.
Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing, darah
maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol.
Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit,
maka diagnosis definitif terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan
otopsi. Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari
penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai
penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.12

19

Neuroimaging
Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Barubaru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien
yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di
striatum.
Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine
nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson.
Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa , khususnya di putamen,
dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan
pada tahap dini.Pada saat awitan gejala , penderita penyakit Parkinson telah
memperlihatkan penurunan 30%pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi
sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan
parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif

memonitor progresi penyakit, maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi


implantasi jaringan mesensefalon fetus.12

20

Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )


Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh
SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson
plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni.
Penempelan ke striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal
sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang
secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson.
Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang
diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr
sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata
penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum
pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun.
Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung
degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.12
Dengan

demikian,

imaging

transporter

dopamin

pre-sinapsis

yang

menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna
dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi
SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau
bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek.
Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi
terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.

2.11 Tatalaksana Penyakit Parkinson


Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan menjadi farmakologik dan non
farmakologik

21

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Penyakit Parkinson13

I. Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik (mengganti dopamin)
a. Levodopa, Carbidopa
Obat ini merupakan obat utama, hampir selalu digunakan untuk terapi penyakit
parkinson. Di dalam badan levodopa akan diubah sebagai dopamin. Obat ini
sangat efektif untuk menghilangkan gejala karena langsung mengganti DA
yang produksinya sangat menurun akibat degenerasi SNc. Efek samping obat
ini antara lain, mual, dizziness, muntah, hipotensi postural, dan konstipasi. Obat
ini juga mempunyai efek samping jangka lama yaitu munculnya diskinesia
(gerakan involunter yang tidak dikehendaki seperti korea, mioklonus, distonia,

22

akatisia). Ada kecenderungan obat ini memerlukan peningkatan dosis bila


dipakai sendirian. Pada pemakaian obat ini juga dikenal fenomena On-Off
atau disebut fenomena Wearing Off. Oleh sebab itu pemakaian obat ini harus
dipantau dengan baik.1
Dosis: Levodopa (dopar) 2000-500 mg/hari dalam dosis terbagi, Carbidopa
(Lydosyn) Sp. 100 mg/hari dalam dosis terbagi, Carbidopa-Levodopa
(Sinement) 40/400-200/2000 mg/hari dalam dosis terbagi.
b. Agonis Dopamin (Bromocriptine, pergolide, pramipexole, ropinirol)
Merupakan obat yang mempunyai efek serupa dopamin pada reseptor D1 dan
D2 dibadan kita tidak akan mengalami konversi, sehingga dapat digunakan
sebagai obat tunggal pengganti levodopa. Biasanya dipakai sebagai kombinasi
utama dengan levodopa-carbidopa agar dapat menurunkan dosis levodopa,
sehingga dapat menghindari terjadinya diskinesia atau mengurangi fenomena
on-off. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema
kaki, mual, dan muntah. Sayangnya obat ini tidak dapat mengurangi
progresifitas PP.1
Dosis: Bromokriptin (Parlodel, Elkrip) 1-1,5 mg 3-4 x/hari ditingkatkan sampai
max 100-200 mg/dosis terbagi, Pramipreksol (Mirapeks, Sifrol) 3x 0,5-1
mg/hari, Ropinirol (Requip) 3x3-5 mg/hari.
c. Antikolinergik (Benztropin, Triheksifenidil, Biperiden)
Obat ini menghambat aksi neurotransmiter otak yang disebut asetilkolin. obat
ini membantu mengkoreksi keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin,
sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Efek samping obat ini antara lain
mulut kering dan mata kabur. Sebaiknya jenis obat ini tidak diberikan pada
penderita PP yang berusia diatas 70 tahun, karena dapat mengakibatkan
penurunan daya ingat dan retensio urin pada laki-laki.
Dosis:

Benztropin

Mesilat

(Cogentin)

0,5-8

mg/hari

dosis

terbagi,

Triheksilpenidil (Artane) 2-20 mg/hari dosis terbagi.

23

d. Penghambat Monoamin Oxsidase/MAO (Selegilline)


Peranan obat ini untuk mencegah degradasi dopamin menjadi 3-4
dihydroxyphenilacetic di otak. Karena MAO dihambat maka umur dopamin
menjadi lebih panjang. Biasanya dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan
levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini bisa berfungsi sebagai anti depresi
ringan (merupakan obat pilihan pada PP dengan gejala depresi menonjol). Efek
samping obat ini berupa penurunan tekanan darah dan aritmia.
Dosis: Selegilin (Eldepril) 10 mg/hari sekali sehari
e. Amatadin
Berperan sebagai pengganti dopamin, tetapi bekerja dibagian lain otak. Obat
ini dulu dipakai sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui ternyata dapat
menghilangkan gejala PP dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik
(fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita penderita PP lanjut. Dapat
dipakai sendirian atau sebagi kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamin.
Efek samping obat yang paling menonjol mengakibatkan mengantuk. Obat ini
dieliminasi lewat ginjal
Dosis: Amantadin (Symmetrel) 100-300 mg/hari
f. Penghambat Catechol-0-Methyl Transferase/COMT (Tolcapone, Entacopon)
Ini merupakan obat yang relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamin
oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai
levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis
levodopa. Obat ini dapat memperbaiki fenomena on-off. Memperbaiki
kemampuan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS). Efek samping obat ini
berupa gangguan terhadap fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati
secara serial pada penggunanya. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna
urin menjadi merah oranye.
Selain obat utama tersebut diatas sering juga diberikan obat-obat neuroprotektif seperti
antioksidan dan obat-obat yang memperbaiki metabolisme otak. Obat lain yang sering

24

digunakanm juga adalah obat antidepresi dan ansietas (berdasarkan indikasi yang tepat).
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat
nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a.Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap
kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron . Termasuk dalam
kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic factor), NT 4/5 (
Neurotrophin 4/5 ), GDNT (glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin ) ,
dan sebagainya.
b.

Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat


paparan bahan neurotoksis (MPTP, Glutamate). Termasuk disini antagonis reseptor

NMDA , MK 80, CPP, remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.


c.Antioksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole, nitroarginine
methyl-ester, methylthiocitrulline termasuk didalamnya. Bahan ini bekerja
menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian
ditunjukkan vitamin E tidak menunjukkan efek anti oksidan.
II. Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan
mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka
perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada
semua orang yang ada di sekitarnya.
a. Pendidikan : Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan
care giver tentang penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan
secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas
atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga
dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.

25

b. Rehabilitasi : Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas


hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta
mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :

Abnormalitas gerakan
Kecenderungan postur tubuh yang salah
Gejala otonom
Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living ADL )
Perubahan psikologik

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )

Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan ( gait training )
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah

2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas
kehidupan sehari-hari .
3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan
diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas dalam sebelum bicara.
Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara , irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen
mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental ,keluarga dan perilaku.
5. Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial ,
untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.

26

6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural , dengan
membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus ,
akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan
gizi, penurunan berat badan, dan pengurangan jumlah massa otot, serta tidak terjadinya
konstipasi. Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi, serta cukup kalsium
untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik. Apabila didapatkan penurunan
motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali .
Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
2. Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi
memberikan respon terhadap pengobatan/intractable, yaitu masih adanya gejala dua
dari gejala utama penyakit parkinson (tremor,rigiditas,bradi/akinesia,gait/postural
instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga
memberi respons baik terhadap pembedahan.4
Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
-

Akinesia / bradi kinesia


Gangguan jalan / postural
Gangguan bicara

b. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala :


-

Tremor
Rigiditas
Diskinesia karena obat.

3. Stimulasi otak dalam

27

Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit


parkinson ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit
parkinson bisa mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada
umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 90 s . Stimulasi
ini dengan alat stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.12
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan
antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan
premordial steam atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau
astrosytes ) , testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells.
Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant
cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi
lebih panjang.12
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4
tahun kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini ,
diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan
transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.

2.12 Komplikasi
Hipokinesia
1.
2.
3.
4.

Atrofi/Kelemahan Otot Sekunder


Kontruktur Sendi
Dformitas: Kifosis, Scoliosis
Ostoeporosis

Gangguan Fungsi Luhur


1.

Afasia
28

2.
3.

Agnosia
Apraksia

Gangguan Postural
1.
2.
3.

Perubahan Kardio-Pulmonal
Ulkus Dekubitus
Jatuh

Gangguan Mental
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Gangguan Pola Tidur


Emosional
Gangguan Seksual
Depresi
Bradifenia
Psikosis
Demensia

Gangguan Vegetatif
1. Hipotensi Postural
2. Inkontinensia Urine
3. Gangguan Keringat

2.13 Prognosis
Banyak peneliti yang mengemukakan sulitnya menetapkan prognosis penyakit
parkinson karena perjalanan penyakitnya susah diramalkan. Prognosis yang
dimaksud adalah lama penyakit, komplikasi, harapan kesembuhan, dan hasil
terapi.2
Walaupun penyakit parinson merupakan penyakit yang serius dan progresif tetapi
penyakit ini tidak dianggap membawa kematian. Mereka yang mengidap penyakit
ini mempunyai umur harapan hidup yang sama dengan harapan hidup individu
yang tidak mengidapnya. Namun hal tersebut akan berbeda jika pasien sudah
mencapai tahap lanjut karena gejala parkinson dapat mengarah pada komplikasi
yang.2
Dengan pengobatan yang tepat, pengidap penyakit parkinson dapat mencapai
kualitas hidup yang baik untuk bebrapa tahun ke depan. Para peneliti yakin pada

29

suatu saat nanti mereka akan menemukan cara menghentikan perkembangan


penyakit ini dan bahkan mengembalikan fungsi tubuh yang hilang.2

30

III. KESIMPULAN

Penyakit Parkinson atau paralisis agitans merupakan bagian dari parkinsonisme


idiopatik yang secara patologis ditandai dengan degenerasi ganglia basalis
terutama di substansia nigra pars kompakta (SNc) yang disertai dengan adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies). Karakteristik gejala pada penyakit
parkinson yaitu tremor, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan gerak dan
bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak (postural instability) disebut
juga Parkinsonisme idiopatik atau primer.
Parkinsonisme adalah suatu sindrom yang ditandai dengan tremor ritmis,
bradikinesia, kekauan otot, dan hilangnya refleks tubuh. Gangguan gerakan
terutama terjadi akibat defek pada jalur dopaminergik (penghasil dopamin) yang
menghubungkan subtansia nigra dengan korpus striatum (nukleus kaudatus dan
letikularis). Ganglia basalis merupakan bagian dari sisitem ekstrapiramidal yang
mempengaruhi awal, modulasi, akhir pergerakan dan mengatur gerakan automatis.
Penyakit parkinson terjadi jika sel saraf (autonom) yang mengatur gerakan
mengalami jejas atau mati. Sedang faktor resikonya bisa dari genetik, ras, umur,
lingkungan, cedera kranioserebral dan stres emosional. Gejala utamanya adalah
tremor, bradikinesia, rigiditas, dan perunahan postur tubuh.
Secara garis besar konsep terapi farmakologis maupun pembedahan pada penyakit
parkinson dibedakan menjadi 3 hal, yaitu simtomatis, protektif, restoratif.

31

Anda mungkin juga menyukai