Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

1. BAB I. PENDAHULUAN

2. BAB II. EPIDEMIOLOGI

3. BAB III. DEFINISI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK

4. BAB IV. PATOFIOLOGIS PARKINSON

5. BAB V. PENATALAKSANAAN

6. BAB VI. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif tersering kedua yang

berhubungan dengan usia, yang dikarakteristikkan dengan kehilangan secara

progresif pada neuron dopamin substantia nigra pars compacta dan menurunnya

neurotransmiter dopamin. Penyakit Parkinson pertama kali dideskripsikan dan

dipublikasikan oleh secara resmi dalam “ An Essay on The Shaking Palsy ”yang

diterbitkan pada tahun 1817 oleh seorang klinisi dari London bernama James

Parkinson (1755-1824). Pada tahun 1861, Jean Martin Charchot (1825-1893),

bersama Alfred Vulpian (1826-1887), menambahkan bradikinesia dan rigiditas dalam

gejala klinis Parkinson. Dan pada tahun 1960, pertama kalinya etiologi Parkinson

dapat diidentifikasi.

Gejala nonmotorik sebagai bagian dari penyakitnya dan beberapa

diantaranya, seperti depresi, kecemasan dan hyposmia, dapat mendahului onset

dari Parkinsonism. Gejala nonmotorik lainnya, seperti psikosis, demensia, impulse-

control disorders (ICDs), somnolen dan disfungsi otonom, hampir semuanya

bervariasi muncul pada keadaan lanjut penyakit dan dalam kombinasinya dapat

muncul sebagai keluhan utama dan tantangan dalam terapi. Jika tidak diobati, maka

akan mengganggu kualitas hidup dan menjadi penyebab utama dari alasan pasien

dirawat.2

Gejala nonmotorik pada Parkinson sebenarnya sering terjadi, tapi kurang

disadari pada praktek klinis karena kurangnya keluhan spontan dari pasien dan juga

karena kurangnya anamnesa sistematik oleh tenaga medis profesional. Gejala

nonmotorik pada Parkinson pertama kali dideskripsikan oleh Chaudhuri et al pada


tahun 2006, dan gejalanya berupa gangguan otonom, keluhan sensorik, gangguan

neuropsikiatri, gangguan tidur, lelah, gangguan gastrointestinal, perilaku gejala

nonmotorik yang terinduksi oleh obat dopaminergik, fluktuasi gejala nonmotorik, dan

gejala lainnya.

Kebanyakan dari gejala nonmotor penyakit Parkinson diduga berhubungan

dengan keterlibatan dari sistem non-dopaminergik, dengan hipotesis keterlibatan

dari transmisi neurotransmiter lainnya seperti serotoninergik, noradrenergik, dan

kolinergik. Pada kasus depresi pada penyakit Parkinson, bisa terjadi kehilangan

transmisi dopaminergik dan nondopaminergik pada sistem limbik. Oleh karena itu

terapi nondopaminergik berperan dalam kebanyakan penatalaksanaan gejala

nonmotorik.3

Disimpulkan pula ada 5 gejala non motorik yang muncul mendahului gejala

motorik yaitu :

1. Gangguan penciuman

2. Gangguan obstipasi

3. Gangguan tingkah laku

4. Gangguan tidur

5. Gangguan kognisi
BAB II

EPIDEMIOLOGI

Paling banyak dialami pada usia lanjut dan jarang pada umur dibawah 30

tahun. Biasanya mulai timbul pada usia 40 – 70 tahun dan mencapai puncak pada

dekade ke enam. Penyakit Parkinson lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita

dengan rasio 3 : 2.

Prevalensi gejala non motor pada penderita Parkinson disease, sulit

digambarkan dengan tepat, diperkirakan 16 - 70% dari penderita mengalami

masalah neuro psikiatrik. Seperti depresi, apatis, gangguan cemas dan psikosis.

Defisit kognitif terjadi setidaknya 20 – 40% dari pasien Parkinson disease.

Gangguan tidur dialami lebih dari sepertiga pasien penyakit Parkinson.

Gangguan otonom seperti konstipasi, hipotensi ortostatik, disfungsi saluran kemih,

dan disfungsi seksual dilaporkan dialami oleh lebih dari separuh penderita penyakit

Parkinson yang berpengaruh besar terhadap kualitas hidup.


BAB III

DEFINISI DAN KRITERIA DIAGNOSTIK

DEFINISI

Ada dua istilah yang perlu dibedakan yaitu penyakit Parkinson dan

Parkinsonism. Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara

patologi ditandai dengan degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra

pars kompakta yang disertai adanya inklusi sitoplasmih osinofilih ( lowy body).

KRITERIA DIAGNOSTIK

Ada empat gejala penting penyakit Parkinson, yaitu :

1. Tremor istirahat

2. Bradikinesia, dimana gerakan menjadi lambat

3. Rigiditas atau kekakuan

4. Ketidakstabilan postur tubuh

KRITERIA DIAGNOSIS MENURUT HUGHES

a. Possible

Terdapat salah satu gejala utama:

1. Tremor istirahat

2. Rigiditas

3. Bradikinesia

4. Kegagalan refleks postural


b. Probable

Bila terdapat kombinasi dua gejala utama ( termasuk kegagalan refleks

postural ) alternatif lain : tremor istirahat asimetris, rigiditas asimetris, atau

bradikinesia asimetris sudah cukup.

c. Definite

Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu

gejala lain yang tidak asimetris ( tiga tanda cardinal ) atau dua dari tiga tanda

tersebut, dengan satu dari tiga tanda pertama, asimetris. Bila semua tanda

tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa bulan

kemudian.

KRITERIA KOLLER

Possible

1. Terdapat 2 dan 3 tanda cardinal gangguan motorik yang berlangsung satu

tahun atau lebih, dan

2. Berespon terhadap terapi Levodopa dan atau dopamin agonis

Levodopa 1000 mg/hari selama 1 bulan yang diberikan sampai perbaikan sedang

dan lama perbaikan satu tahun atau lebih.

UKDP Society Bank’s clinical criteria for probable Parkinson’s disease

Step 1. Diagnosis dari Sindrom Parkinson

 Bradikinesia + setidaknya salah satu

 Rigiditas
 4 – 6 Hz tremor saat istirahat

 Ketidakstabilan postural yang tidak disebabkan oleh

disfungsi visual, vestibular, cerebellar, atau

propioseptif.

Step 2. Kriteria eksklusi untuk Penyakit Parkinson

 Riwayat stroke berulang

 Riwayat trauma kepala berulang

 Riwayat ensefalitis

 Dalam terapi alternative saat onset gejala

 Gejala terbatas pada satu sisi setelah 3 tahun

 Supranuclear gaze palsy

 Gejala Cerebellar

 Dimensia berat onset awal

 Babinski (+)

 Adanya tumor otak pada CT Scan

 Tidak memberikan respon terhadap terapi Levodopa

Step 3. Minimal 3 dari kriteria suportif berikut :

 Unilateral onset

 Resting tremor

 Perjalanan penyakit progresif

 Gejala asimetri yang menetap pada sebagian besar onset

 Memberikan respon yang baik (70 – 100%) pada Levodopa

 Timbul khorea berat yang diinduksi Levodopa

 Memberikan respon terhadap Levodopa selama 5 tahun atau lebih


 Perjalanan klinis 10 tahun atau lebih

PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit menurut Hoehn dan Yahr, yaitu :

Stadium I Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak menimbulkan

kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak,

gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat ( teman )

Stadium II Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

jalan terganggu.

Stadium III Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu

saat berjalan / berdiri, disfungsi umum sedang.

Stadium IV Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya

untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu

berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibanding sebelumnya.


BAB IV

PATOFISIOLOGI PARKINSON

Masalah utama pada penyakit Parkinson adalah hilangnya neuron di

substansia nigra pars kompakta yang memberikan inervasi dopaminergik ke striatum

(putamen dan nucleus kaudatum).

Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamine akibat

kematian neuron di substansia nigra pars kompakta, suatu area otak yang berperan

dalam mengontrol gerakan dan keseimbangan, sebesar 40-80%.

Proses degeneratif dari neuron–neuron dopaminergik di substansia nigra

mengakibatkan gangguan dan kekacauan proses “ circuit ” di ganglia basal.

Bagaimana terjadinya proses degeneratif yang merusak kedua system nigrostriatal

dan bagian bagian otak lainnya belum sepenuhnya diketahui.

Menurut hipotesa dari Braak dkk., proses degenerasi bermula dari batang

otak bawah, yang mempengaruhi fungsi otonom. Kemudian substansia nigra dan inti

lainnya di otak tengah juga ikut terpengaruhi mengakibatkan gejala motorik yang

khas pada penyakit Parkinson. Meskipun belum ada konfirmasi yang tegas, namun

dengan hipotesis Braak et.al. ini dapat dilihat ilustrasi yang memunculkan motor dan

nonmotor pada penyakit Parkinson. Sejak simptom non motor mencakup suatu

variasi simptom dalam berbagai aspek, keterlibatannya harus ada hubungan dengan

disfungsi otak yang multipel dan difus.


Gambar 1. Braak Hypothesis. Diambil dari: Olfactory dysfunction in Parkinson
disease. Richard L. Doty. Nature Reviews Neurology 8, 329-339 (June
2012).doi:10.1038/nrneurol.2012.80
GEJALA NON MOTOR PADA PENYAKIT PARKINSON

1. Neuropsikiatrik simptom

 Depression, apathy, anxiety.

 Compulsive obsessive behavior ( possibly drug induced ),

repetitive behavior

 Attention deficit

 Hallucination, illusion, delusion

 Delirium

 Anxiete and pante attacks

 Dimensia

2. Sleep disorder

 REM sleep behavior disorder and REN loss of atonia

 Non REM sleep related movements disorders

 Insomnia

 Excessive daytime somnolence

 Restless legs and periodic limb movements

 Nightmares or vivid dreams

 Sleep disordered breathing / sleep apnea

3. Autonomics symptom

 Cardiovascular system : orthostatic hypotension, falls related to

orthostatic hypotension, bracycardia or arrhymthmia


 Gastrointestenial system : sialorrhea, dysphagia and choking,

reflux, vomiting, nausea, fecal constipation, fecal incontinence.

 Urinary system : bladder distrubances, urgency and frequency,

nocturia, incontinence

 Reproductive system : sexual dysfunction, erectile impotence,

hypersexuality (possibly drug induced)

 Thermoregulation: sweating, dry eyes (xerostomia), heat or

cold intolerance.

4. Sensory and other symptom :

 Pain

 Paraenthesia

 Olfactory disturbance

 Fatigue

 Weight changes
Tabel. 1. Spektrum gejala non motorik utama/mayor pada penyakit Parkinson

Neuropsikiatri : Gejala gastrointestinal :

 Depresi  Hipersalivasi

 Kecemasan  Disfagia

 Apati  Ageusia

 Halusinasi, delusi,ilusi  Konstipasi

 Delirium (bisa karena induksi  Mual, muntah

obat)

 Gangguan kognitif (demensia,

MCI)

 Sindrom disregulasi dopaminergik

(biasanya berkaitan dengan

levodopa)

 Impulse control disorders

(berhubungan dengan obat

dopaminergik)
Gangguan tidur: Perilaku nonmotorik terkait obat

dopaminergik :

 REM Sleep behaviour disorder  Halusinasi ,psikosis, delusional

(kemungkinan gejala premotor)  Sindroma disregulasi dopamin

 Excessive daytime somnolence,  Impulse control disorders

narcolepsy type “sleep Attack”

 Restless leg syndrome, oeriodic

leg movements
 Insomnia

 Sleep disorder breathing

 Parasomnia non-REM

(confusional wandering)
Fatigue: Gejala nonmotorik lainnya terkait obat

dopaminergik:

 Central fatigue (dapat  Bengkak pada pergelangan kaki

berhubungan dengan  Dispnea

disotonomia)  Reaksi pada kulit/alergi

 Peripheral fatigue  Nodul subkutan

 erythematous
Gejala sensoris : Fluktuasi nonmotorik :

 Nyeri  Disotonomia

 Gangguan penciuman/olfaktorius  Kognitif/psikiatrik

 Hyposmia  Sensoris/nyeri

 Anosmia fungsional  Pandangan kabur

 Gangguan penglihatan

( pandangan kabur, pandangan

ganda, gangguan sensitivitas

kontras/cahaya)
Disfungsi otonom : Gejala lainnya :

 Disfungsi kandung kemih  Penurunan berat badan

(urgensi,frekuensi, nokturia)  Peningkatan berat badan

 Disfungsi seksual ( mungkin dapat

diinduksi oleh obat)

 Abnormalitas berkeringat

(hiperhidrosis)
 Hipotensi ortostatik

BAB V

PENATALAKSANAAN
GANGGUAN NEUROPSIKIATRI

Salah satu gejala non motorik penyakit Parkinson adalah gangguan

neuropsikiatri seperti depresi, psikosis, ansietas. Gangguan neuropsikiatri seperti ini

sering tidak terdeteksi oleh klinisi pada hamper satu setengah dari kunjungan

konsultasi.

1. Depresi

Depresi merupakan gejala NMS tersering yang terjadi setiap stadium

penyakit Parkinson, bahkan pada stadium awal kadang kadang beberapa

tahun sebelum munculnya onset penyakit Parkinson.

Diperkirakan depresi dapat terjadi pada 27,6% penderita stadium awal yang

pada akhirnya mencapai 70% pada penderita penyakit Parkinson. Tidak

teddapat korelasi antara depresi dan disabilitas motorik ataupun penurunan

fungsi kognitif.

Pengobatan :

Pengobatan depresi pada penyakit Parkinson meliputi antidepresan

trisiklik, selective serotonin reuptake inhibitors seperti fluoxetine, paroxetine,

dan pengobatan yang bekerja pada beberapa neurtansmitter ( serotoninergic

atau noradreninergic ). Beberapa studi menyimpulkan bahwa D3 dopamine

agonist pramipexole secara signifikan memperbaiki simptom depresi pada

penyakit Parkinson. Disamping pramipexole mungkin berguna sebagai

antidepresan efeknya juga meperbaiki gejala motorik.


2. Psikosis dan Halusinasi

Gejala psikosis termasuk halusinasi, lost of insight, dan delusi

terdapat pada sebagian besar penderita penyakit Parkinson. Psikosis

diartikan adanya halusinasi, delusi atau keduanya pada penderita dengan

sensorium yang jelas. Insiden halusinasi pada penderita penyakit Parkinson

80 tiap 1000 orang selama setahun dan didapatkan lebih sering pada orang

tua.

3. Dimensia

Dimensia adalah perkembangan defisit kognotif multipel,

menyebabkan gangguan fungsi pekerjaan dan social, melibatkan gangguan

kognotif seperti memori, bahasa, praksis, pengenalan obyek dan fungsi

eksekutif.

Kelainan ini berkembang sebagai konsekuensi patologi penyakit

Parkinson yang disebut Parkinson’s disease dementia complex ( PDDC ).

Dimensia pada penyakit Parkinson mungkin baru akan terlihat pada stadium

lanjut, namun pasien penyakit Parkinson telah memperlihatkan perlambatan

fungsi kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal. Studi

longitudinal menunjukkan bahwa gangguan fungsi kognitif penyakit Parkinson

yang meliputi gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang,

dan fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses

penuaan normal.

4. Disfungsi otonom
Disfungsi otonom pada pasien penyakit Parkinson memperlihatkan

beberapa gejala seperti:

 disfungsi kardiovaskular ( hipotensi orthostatik, aritmia jantung ),

 disfungsi gastrointestinal ( gangguan dismotilit lambung, gangguan

pencernaan, sembelit, dan regurgitasi ),

 salurah kemih ( frekuensi, urgensi, atau inkontenensia ),

 seksual ( impotensi atau hypersexual drive ) dan

 termoregulator (berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau

dingin)

Disfungsi otonom ini mungkin terlihat sebagai gejala dini penyakit Parkinson,

namun lebih spesifik dikaitkan dengan stadium lanjut penyakit Parkinson.

5. Sistem Kardiovaskular

Kondisi hipotensi dopamine perlu mendapatkan perhatian khusus.

Hipotensi dopamine merupakan turunnya tekanan darah sistolik sedikitnya 20

mmHg dan atau diastolik sedikitnya 10 mmHg dalam 3 menit posisi berdiri.

Gejala dapat berupa dizziness yang berkaitan dengan posisi yang sering

mengakibatkan jatuh, kelelahan atau mungkin bahkan pingsan. Gejala ini

mungkin menjadi tanda awal dari penyakit Parkinson dan mungkin berkaitan

dengan berat dan lamanya penyakit.

Pengobatan

Obat anti Parkinson seperti Levodopa, agonis dopamine, MAO

inhibitor dapat menginduksi hipotensi ortostatik.


Penderita diminta banyak minum air dan banyak mengkonsumsi garam,

penderita diajarkan bangun secara perlahan dari posisi duduk dan menunggu

beberapa saat sebelum mulai berjalan. Bila tidur dilatih dengan posisi kepala

ditinggikan.

Pemakaian stoking elastik yang mengkompresi tungkai juga dapat

memperbaiki kondisi ini.

6. Sistem Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal merupakan permasalahan umum pada

penderita penyakit Parkinson seperti:

 Disfagia

 Konstipasi

 Eksesive salivasi (sialorrhea, drooling )

 Mulas

 Mual dan sembelit

Konstipasi dapat menjadi salah satu tanda awal bahkan

sebelum munculnya gejala penyakit Parkinson.

A. Konstipasi

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya konstipasi pada

pasien penyakit Parkinson.

Diantaranya:

 Mobilitas yang kurang

 Kurang intake cairan dan makanan


 Gangguan sitem parasimpatis yang menyebabkan

perpanjangan waktu transit makan di kolon.

Pengobatan konstipasi

Pengobatan konstipasi meliputi:

 Diet tinggi serat dan intake cairan yang cukup.

 Obat obat kholinergik pyrodostigmin bromida dapat

meningkatkan kinerja saraf parasimpatik sehingga

memperbaiki peristaltik.

 Obat obat dopaminergik bloker

 Obat obat serotonergik dan polyethilen glycol powder

(dikenal dengan merk Miralax) 17gr/hari dilarutkan dalam

segelas air (diminum sebelum tidur).

Untuk itu, disarankan mengkonsumsi banyak cairan dan

makanan yang berserat.

Olahraga secara teratur dapat meningkatkan

motilitas usus. Penggunaan obat antikolinergik harus

dikurangi. Obat pencahar dan enema digunakan jika

gejala telah persisten.

B. Disfagia

Gejala awal disfagia yang sering muncul adalah sering

tersedak bersamaan dengan kesulitan menelan makanan.


Disfagia muncul pada penyakit Parkinson fase lanjut. Pada fase

awal pasien tidak sering mengeluhkan disfagi.

Pengobatan disfagia

 Pasien diperintahkan waktu makan untuk mengunyah makanan

lunak secara menyeluruh sebelum ditelan.

 Pada disfagia pasien dapat diberikan diet makan lunak

 Terapi dopaminergik ( Levodopa)

 Konsultasi dengan speech pathologist

 Pada stadium lanjut mungkin diperlukan gastrostomi untuk

meningkatkan QO serta mungkin diperlukan untuk

meningkatkan gizi, mencegah terjadina aspirasi.

C. Excessive Salivation ( Sialorrhea, drooling)

Sialorrhea terjadi bukan karena over produksi kelenjar saliva,

melainkan karena kegagalan fungsi menelan karena disfagia yang

dialami pasien. Postur tubuh yang membungkuk ke depan dan

mulut yang terbuka juga berkontribusi terhadap terjadinya drooling.

Drooling juga bisa menimbulkan masalah serius pada pasien

seperti :

 Aspirasi

 Malnutrisi

 Dehidrasi dan
 Dermatitis kontak.

Pengobatan

Drooling dapat diatasi :

 Dengan menguyah permen karet dan menghisap permen

yang keras,

 Obat obatan antikolignik yang bekerja perifer, yang tidak

melewati BBB.

 Gabungan glycopyrollate dan propantheline, scopolamine.

 Jika dengan semua terapi belum bisa diatasi, bisa diatasi

dengan injeksi Botulinum toxin B.

D. Nausea dan Vomitas

Nausea dan vomitas berhubungan dengan terapi dopaminergik.

Jika nausea terjadi akibat gangguan motilitas lambung, maka hal ini

akan mengganggu absorbsi levodopa. Karena levodopa diabsorbsi,

agen prokinetik (seperti domperidone) atau tambahan carbidopa

akan memperbaiki nausea dan absorbs levodopa.

E. Sistem berkemih dan Seksual


Urgensi atau inkontenensia berkemih akibat dari kandung kemih

yang spatik terjadi pada sekitar 27-39%. Penderita mengeluhkan

frekuensi dan urgensi dalam berkemih, namun jumlah urin hanya

sedikit setiap kali. Apalagi hipertrofi prostat sering ditemukan pada

usia tua sehingga menjadi kendala dalam pengosongan urin.

Urgensi berkemih nocturnal juga merupakan hal umum yang

terjadi. Banyak pasien memiliki dorongan untuk sering buang air

kecil malam hari sehingga tidur menjadi terputus putus.

Inkontinensia urin akan terjadi jika pasien berjalan lambat dan

tidak dapat mencapai kamar mandi dalam waktu yang tepat.

Keparahan disfungsi kandung kemih berkorelasi dengan

perkembangan penyakit Parkinson.

Pengobatan :

Pemberian dosis antikolinergik atau α – bloker dapat membantu

meringankan masalah frekuensi ini.

Penggunaan obat dopaminergik untuk meningkatkan fungsi

kandung kemih telah dilaporkan tetapi pada umumnya tidak

reliable.

F. Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual, termasuk kesulitan ereksi, hilangnya libido, dan

anorgasmia dapat terjadi pada pasien penyakit Parkinson terutama

pada pria.

G. Sistem Termoregulasi

Gangguan termoregulasi terjadi pada 64% pasien penyakit Parkinson

dan mungkin mengalami intoleransi terhadap dingin atau panas dan

berkeringat berlebihan (hiperhidrosis) tiga kali lebih sering

dibandingkan orang normal.

Pengobatan

Suntikan toksin botulinum dapat meredakan hiperhidrosis lokal,

meskipun tidak berpengaruh pada fungsi tubuh atau termoregulasi.

Deep brain stimulation juga dapat menguntungkan pada penderita.

Tabel 2. Manifestasi Otonom pada Parkinson


H. Gangguan Sensorik

Walaupun tidak sering dikeluhkan seperti gejala non motor

lainnya, beberapa penderita Parkinson mengeluhkan adanya nyeri

dan masalah sensorik yang berhubungan dengan penyakit Parkinson

itu sendiri. Nyeri terjadi akibat adanya bradikinesia dan rigiditas pada

anggota gerak. Nyeri juga dihubungkan dengan penderita ” on and

off “ pada Parkinson.

Nyeri pada penyakit Parkinson diklaifikasikan sebagai berikut :

 Musculo-skeletal, sering sekunder akibat kekakuan

Parkinsonian dan hipokinesia.

 Dystonic, terkait dengan gerakan dan postur distonia, yang

sering terjadi pada kaki selama periode “off”.

Primer dan sentral, dengan nyeri rasa terbakar atau nyeri

parastesi yang tidak berhubungan dengan dermatoma aatu area

oritori, serta nyeri yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab

musculo-skeletal atau distonia. Nyeri neuropatik ditemukan pada

periode “on” berupa akhatisia yaitu perasaan gelisah batin terkait


dengan kebutuhan untuk bergerak, menyebabkan ketidakmampuan

dan tidak ingin untuk tetap diam atau istirahat.

Membedakan penyebab nyeri melalui beberapa penilaian

mungkin sulit pada penyakit Parkinson seperti membedakan nyeri

dengan distonia dan kekakuan. Penilaian secara menyeluruh dapat

mengidentifikasi asal nyeri dan menunjukkan pilihan pengobatan.

Pengobatan

Usaha yang paling baik untuk mengatasi nyeri ini adalah

dengan mempertahankan pasien penyakit Parkinson pada periode “

on”. Pengobatan nyeri tergantung atas tipe dari pada nyeri tersebut

dan biasanya membutuhkan kerjasama profesional multidisipliner.

Levodopa dapat dipakai untuk nyeri yang disebabkan distonia serta

nyeri musculo skeletal yang berhubungan dengan rigiditas dan

akinesia, akatisia. Nyeri sering dapat diatasi dengan obat obatan

dopaminergik lainnya. Toksin botolinum (botox) dapat digunakan

untuk mengatasi nyeri lokal distonia.

I. Gangguan Penciuman
Gangguan penciuman merupakan salah satu NMS paling awal

dan paling umum pada penyakit Parkinson dan telah terbukti

mempengaruhi samapai 90% dari pasien penyakit Parkinson. Defisit

penciuman dilaporkan asimtomatik pada pasien penyakit Parkinson.

J. Gangguan Tidur

Gangguan tidur merupakan gejala nonmotor yang sering

ditemukan pada penyakit Parkinson dengan prevalensi 40 – 90%.

Gangguan tidur bisa terjadi pada stadium lanjut penyakit Parkinson

namun dapat pula mendahului gejala motorik.

K. Insomnia

Dikatakan insomnia bila didapatkan satu atau lebih gejala gejala

di bawah ini:

 Kesulitan untuk jatuh tertidur dan tetap tertidur

 Bangun sebelum waktunya

 “ Sleep Fragmentation”

 Tidak merasa segar saat bangun walaupun tidur cukup.

Pada penatalaksanaanya, penting mengidentifikasi penyebab dan

mengatasinya. Tindakan nonfarmakologik seperti tempat tidur yang

nyaman, ventilasi cukup dan faktor psikologis akan membantu

penderita. Untuk terapi simptomatik dapat diberikan hipnotik kerja

singkat, seperti zolpidem yang berefek ringan terhadap relaksasi

otot dan direkomendasikan.

L. Excessive Daytime Sleepiness


Excessive Daytime Sleepiness (EDS) merupakan suatu keadaan

mengantuk yang berlebihan dari sudut pandang patologik. Keadaan

ini hampir sama dengan narcolepsy dimana seseorang dapat tiba-

tiba mengantuk bahkan tertidur meskipun dalam situasi yang tidak

sesuai, misalnya ketika sedang makan, berbicara, bahkan sedang

berhubungan intim.

Pengobatan

Manajemen pasien dengan EDS haruslah meliputi evaluasi

terhadap semua kemungkinan penyebab EDS. Bila EDS disebabkan

oleh obat-obat Parkinson, sedapat mungkin obat penyebab tersebut

dihindari. Jika tidak memungkinkan, maka dibuat perencanaan yang

baik sebagai tindaka antisipatif setelah minum obat, menghindari

berada di ruang yang gelap, ventilasi buruk, atau melakukan

pekerjaan membahayakan.

Selain itu, penggunaan obat caffeine dan modafinil dilaporkan

efektif mengatasi EDS pada penyakit Parkinson.

M. Restless Legs Syndrome (RLS)


Restless Legs Syndrome (RLS) menurut International Restless Legs

Syndrome Study Group dicirikan oleh 4 gejala inti, yaitu :

 Adanya sensasi atau dorongan untuk menggerakkan anggota

gerak

 Dorongan tersebut bertambah saat istirahat

 Membaik dengan pergerakan setidaknya bersifat temporal

 Memburuk saat sore dan malam hari

Angka kejadian RLS pada penyakit Parkinson dilaporkan berkisar

antara 15-23%. Seringkali penderita penyakit Parkinson tidak

melaporkan RLS karena mereka menganggap kelainan tersebut

merupakan bagian dari penyakitnya.

BAB VI
KESIMPULAN

Telah dibahas suatu makalah tentang gejala non motorik pada penyakit

Parkinson beserta spektrum gejalanya yang secara prevalensi sering dikeluhkan

serta penanganannya.

Diharapkan dari makalah ini dapat membantu kita agar dapat memahami dan

menangani pasien-pasien Parkinson secara menyeluruh dan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Hauser R , zeseierich T at all, Parkinsons Disease Questions and Answers, Merrit

publising International , 5th edition

Buku Panduan Tata Laksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Lainnya , Kelompok

study movement disorder , Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Juli 2015

Bahan ajar iii parkinson

Https://med.unhas.ac.id › uploads › 2016/09 › Bahan-Ajar-3_Pakinson

Non-Motor Symptoms - Parkinson's Foundation,Https://www.parkinson.org › Non-

Motor-Sympto... Page reviewed by Dr. Joash Lazarus, NPF Movement Disorders

Fellow, Department of Neurology at Emory University School of Medicine

Dr Colin Mak, Impact of non-motor symptoms in Parkinson’s disease: a pmdalliance

surveyhttps://doi.org/10.2147/NDT.S21391730 April 2019

Dewanto G manajemen gejala motorik dan non-motorik pada penyakit parkinson, Vol

29 No. 3 April 2012

Chaudhuri K.R, Schapira A.HV. Non motor symptoms of Parkinson’s disease

pathophysiology and treatment. Lancet Neurol 2009;8:464-74. National Parkinson

Foundation Centre of Excellence, King’s College Hospital and University Hospital

Lewisham. London.
Ceravolo R., Rossi C., et al. Nonmotor Symptoms In Parkinson’s Disease : The Dark

Side of The Moon. Future Neurology; 2010: 5(6):851-871.

Bonnet A.M., Jutras M.F., et al. Nonmotor Symptoms in Parkinson’s Disease in 2012:

Releveant Clinical Aspects. Parkinson Disease, Volume 2012,article ID 198316.

Dot:10.1155/2012/198316. Hindawi Publishing Corporation.

Chaudhuri K.R, Schapira A.HV. Non motor symptoms of Parkinson’s disease

diagnosis and management. Lancet Neurol 2006;5:235-45. National Parkinson

Foundation Centre of Excellence, King’s College Hospital and University Hospital

Lewisham. London.

Braak H., Muller C.M., et al. Pathology associated with sporadic Parkinson’s

disease-where does it end?.J Neural Transm 2006;70:89-97.

Rektorová I, Rektor I, Bares M et al.: Pramipexole and pergolide in the treatment of

depression in Parkinson's disease: a national multicentre prospective randomized

study. Eur. J. Neurol. 10(4), 399–406 (2003).

Menza M, Dobkin RD, Marin H et al.: A controller trial of antidepressants in patients

with Parkinson disease and depression. Neurology 72, 886–892 (2009).

Dylan P.W., et al. Psychosis in Parkinson’s Disease. J Geriatr Psychiatry Neurol

2004; 17:127.

Maria G, Eduardo E. Autonomic involvement in Parkinson’s disease :

Pathology,Pathophysiology,clinical features , and possible peripheral biomarkers. J

Neurol Sci 2011, doi:10.1016/j.jns.2011.09.030.


Asahina M., Vichayanrat E., et al. Autonomic dysfunction in Parkinsonian disorders :

assesment and pathophysiology. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2013; 84:674-680.

doi:10.1136/jnpp-21013-303135.

          

Anda mungkin juga menyukai