Anda di halaman 1dari 16

Penyakit Demam Berdarah Dengue serta Penatalaksaannya pada

Anak
Rio ramadhona
102011446
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : Rioramadhona@yahoo.com

Pendahuluan
Demam merupakan suatu keadaan dimana suhu badan seseorang
melebihi 37 C yang disebabkan oleh beberapa faktor. Demam sendiri
terklasifikasikan menjadi beberapa diantara nya adalah demam tifoid,
demam berdarah dengue, malaria, dan lain lain. Demam berdarah dengue
sendiri merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang anakanak. Penyakit DBD mempunyai perjalan yang sangat cepat dan sering
menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan
yang terlambat.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk megetahui
mengenai demam berdarah dengue, demam tifoid, demam cikunguya dan
campak, serta meliputi gejala klinis, pemeriksaan, penyebab, penyebaran,
perjalanan penyakit dan penatalaksaannya.

Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien
atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong
pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan
cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasardasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak

dari

masalah

yang

dikeluhkan

oleh

pasien.

Berdasarkan

anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai


hal-hal berikut.
1 Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2 Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab
munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
3 Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit
tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)
4 Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5 Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk
keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6 Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan
untuk menentukan diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga
mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi
dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap
dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data
yang

diperlukan

untuk

menegakkan

diagnosis,

sedangkan

akurat

berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang


diperoleh.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan setelah sebelumnya melakukan
anamnesis.Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan tahap awal yang
dilakukan terhadap pasien yang selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk mengetahui lebih lanjut mengenai diagnosis dari


penyakit yang diderita pasien. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
pemeriksaan denyut nadi pasien. Nadi pada awalnya akan cepat dan
kemudian kembali normal, selanjutnya akan melambat pada hari 4 dan 5.
Pada mata pasien dapat juga dijumpai infeksi konjungtiva, lakrimasi,
fotophobia, serta pembengkakan.Dapat juga dijumpai bradikardi yang
menetap selama beberapa hari dalam masa penyembuhan.Selain itu pada
pasien juga dijumpai kesulitan dalam buang air besar dan lidah yang
kotor.Terdapat juga gejala perdarahan pada hari 3 dan 5 berupa ptekiae,
purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epitaksis.Terdapat juga
pembesaran hati dan nyeri tekan yang tak sesuai dengan beratnya
penyakit. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri
pada ulu hati dapat disebabkan karena adanya perdarahan di lambung. 1
Dalam kasus , dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital, seperti tekanan
darah, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, dan suhu tubuh .
Pemeriksaa

Normal

Makna

Tekanan darah
Frekuensi

n
100/70
24

120/80
14-20

Hipotensi
Tidak normal

pernapasan
Frekuensi nadi

kali/menit
110

kali/menit
80-100

Cepat

Suhu Tubuh

kali/menit
39 C

kali/menit
37 C

Panas

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk melengkapi anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendekatkan
ke arah diagnosis penyakit demam berdarah ialah pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit serta hapusan darah tepi untuk
melihat gambaran limfosit serta untuk menghitung jumlah leukosit. 3
Selain pemeriksaan darah juga dapat dilakukan pemeriksaan serologis.
Deteksi pastinya ialah menggunakan teknik deteksi antigen virus RNA
dengue menggunakan teknik PCR, namun teknik ini cukup rumit. Teknik
3

lain yang dapat digunakan ialah mendeteksi antobodi total, IgG maupun
IgM. Selain pemeriksaan darah, dapat pula dilakukan rontgen untuk
melihat adanya kemungkinan dilatasi pada pembuluh darah paru, efusi
pleura, kardiomegali, serta efusi perikard. Cairan dalam rongga peritonium
yang timbul sebagai akibat bocornya plasma juga dapat dilihat dengan
menggunakan USG.2
1. Uji Tourniquet
Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan dan
dapat dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif pada harihari pertama demam.Di daerah endemis DBD, uji tourniquet dilakukan
kepada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa alasan yang
jelas.Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai standar yang ditetapkan
oleh WHO.Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah pasien. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik
dan diastolic pada alat pengukur yang diletakan dilengan atas siku,
tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan
tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di bagain volar
lengan bawah.Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi
didapatkan 10 atau lebih petekie (WHO1997).Pada DBD uji ini
biasanya menunjukan hasil positif.Namun dapat berhasil negative atau
positif lemah pada keadaan syok.
Uji tourniquet dilakukan sebagai berikut:
1. Periksa tekanan darah pasien
2. Berikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur
yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan
menetap selama
percobaan.
3. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit perhatikan timbulnya
petekiae di
kulit lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal.
4. Uji dinyatakan positif bila pada satu inci persegi (2,8 x 2,8 cm)
didapat lebih
dari 20 petekiae.
4

Pada penderita DBD, umumnya uji tourniquet memberikan hasil


positif.Pemeriksaan itu dapat memberikan hasil negatif atau positif
lemah selama masa syok. Bila pemeriksaan diulangi setelah syok
ditanggulangi, biasanya akan didapat hasil positif bahkan positif kuat.2
Sesuai dengan skenario didapatkan hasil uji tourniquet postif (+).

1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah, meliputi :
o Pemeriksaan hematokrit
o Leukosit
o Trombosit
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan yang dilakukan bisa meliputi uji HI, uji pengikatan
komplemen, uji neutralisasi, uji Mac. Elisa dan uji IgG Elisa Indirek. Dari
kelima jenis, uji HI (hemagglutination inhibition test) merupakan uji
serologi yang paling banyak dipakai secara rutin karena lebih
sederhana, mudah, murah serta sensitif. Antibodi HI ini dapat berada
dalam kurun waktu yang sangat lama hingga lebih dari 50 tahun
begitu seseorang mendapatkan infeksi demam berdarah.3
Antibodi ini timbal pada kadar yang terdeteksi yaitu titer 10 pada hari
kelima hingga hari keenam dari jalannya penyakit. Kadarnya akan
meningkat bila demam berdarah terus berlanjut (dapat mencapai 640
pada infeksi primer dan 10240 pada infeksi sekunder).
Pada infeksi akut, kadar titer yang mencapai 1280 dapat mengarahkan
diagnosis pada dugaan adanya infeksi baru. Titer HI yang tinggi ini
5

akan bertahan hingga tiga bulan sesudah infeksi dengan gejala


penurunan yang tampak mulai pada hari ke 30.
3. Radiologi
Kebocoran

plasma

dapat

diamati

melalui

radiologi.

Dengan

pemeriksaan rontgen, bisa terlihat dilatasi pada pembuluh darah paru


di daerah sekitar hilus pulmonis. Biasanya hal ini akan terlihat jelas.
Selain itu kemungkinan lainnya ialah terisi pleura oleh cairan yang
disebut sebagai efusi pleura.3
Selain itu organ yang kemungkinan terkena dampak ialah jantung.
Perbesaran jantung dapat diukur dengan cardio thoraxic ratio pada
hasil rontgen. Hasil CTR yang lebih dari 0,5 dianggap sebagai
perbesaran jantung. Efusi perikardium juga mungkin terjadi. Di dalam
gambaran hasil rontgen biasanya terlihat daerah hitam yang disertai
bercak.1
Hepatomegali dapat dilihat dengan menggunakan USG. Umumnya
dianggap hepatomegali bila pada USG didapati posisi hepar yang
melewati arcus costae. Dilatasi v. hepatika juga kemungkinan dapat
mengikuti hepatomegali. Pada USG juga bisa terlihat cairan dalam
rongga peritonium yang ditandai dengan gambaran usus yang
terkumpul pada daerah medial abdomen. Kemungkinan terlihatnya
asites ialah diantara hati dan ginjal kanan. Pada kasus, dilaporkan hasil
pemeriksaan laboratorium :
HB

Pemeriksaan
14 gr / ml darah

Normal
13-16 gr

HT
Leukosit
Trombosit

42%
3000
90.000

darah ()
40-48 % ()
5000-10.000
150.000-450.000

Makna
ml Normal
Normal
Leukopenia
Trombopenia

Working Diagnosis
Demam Berdarah Dengue

DD/DB

Derajat

DD

Gejala

Demam

Laboratorium

disertai

atau

lebih Leukopenia

tanda: sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia.

Trombositopenia,
tidak

ditemukan

bukti

kebocoran

plasma
DBD

Gejala

di

atas

bendung positif

ditambah

uji Trombositopenia
(<100.000/l),
bukti

ada

kebocoran
plasma
7

DBD

II

Gejala

di

atas

ditambah Trombositopenia

perdarahan spontan

(<100.000/l),
bukti

ada

kebocoran
plasma
DBD

III

Gejala di atas ditambah kegagalan Trombositopenia


sirkulasi (kulit dingin dan lembab (<100.000/l),
serta gelisah)

bukti

ada

kebocoran
plasma
DBD

IV

Syok

berat

tekanan darah
terukur

disertai
dan

dengan Trombositopenia

nadi

tidak (<100.000/l),
bukti

ada

kebocoran
plasma

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Virus Dengue.4

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)
Berdasarkan skenario yang ada, disimpulakan bahwa pasien menderita
DBD derajat II.

Differential Diagnosis
1 Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia
dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing
plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya
demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.5
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan:
periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode
panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap
8

tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian


periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature
turun, dan penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga
merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.
2 Demam Tifoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan
dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan
terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejalagejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah
yang

berselaput,

hepatomegali,

splenomegali,

meteroismus,

gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau


psikosis. Roseola jarang terjadi pada orang Indonesia.5
3 Chikungunya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis,
khususnya di perkotaan wilayah Asia, India, dan Afrika Timur. Masa
inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting dengan gejala
akut (demam onset mendadak (>40C,104F), sakit kepala, nyeri
sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila
diraba,

mual,

muntah,

nyeri

abdomen,

sakit

tenggorokan,

limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang


terjadi) berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran
cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemukan pada
chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu
hingga beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi
pada anak. Belum ada terapi spesifik yang tersedia, pengobatan
bersifat

suportif

untuk

demam

dan

nyeri

(analgesik

dan

antikonvulsan).5

DBD

Malaria

Tifoid

Chikunguny
9

a
Demam
tinggi

Trias

malaria demam meningkat Demam tiba-

tiba- (dingin-panas-

tiba

berkeringat)

bertahap

tiba (>40oC)

(terutama
sore/malam hari)

Nyeri otot

Nyeri otot

Nyeri otot

Nyeri sendi

Pusing

Pusing

Pusing

Limfadenopa

Trombositope

Splenomegali

Trombositopenia

ti
Sakit kepala

nia
Peningkatan

ikterus

LED meningkat

Sakit

Hematokrit

tenggorokan

Peningkatan

nyeri sendi

Diare

Insomnia

Hb
Leukositopen

Anemia

Leukositopenia/nor

Ruam

mal/

petechiae

ia
Torniquet test Blood

leukositosis
smears Widal Test

tebal dan tipis

Isolasi

virus

dan serologi
(PCR,ELISA)

Tabel 2. Differential Diagnosis

Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN10

3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang anatara serotipe


dengue

dengan

Flavivirus

lain

seperti

Yellow

fever,

Japanese

encehphalitis, dan West Nile virus.6

Epidemiologi
Demam berdarah dengue banyak terjadi pada daerah endemik di
Asia tropik, dimana pada daerah tersebut suhu panas dan banyak
ditemukan penyimpanan air di rumah sehhingga menyebabkan populasi
dari nyamuk Aedes aegypti besar dan permanen. (nelson)
Peningkatan

kasus

setiap

tahunnya

berkaitan

dengan

sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina


yaitu bejana yang berisi air jernih.Beberapa faktor diketahui berkaitan
dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat
lain.
2. Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi
dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.7

Patofisiologi
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala sebagai DD.
Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang
berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD dapat terjadi bila
seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat infeksi
berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di nodus limfatikus
regional

dan

menyebar

ke

jaringan

lain,

terutama

ke

system

retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh


akan membentuk kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah sehingga
11

akan

mengaktivasi

system

komplemen

yang

berakibat

akan

dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a sehingga permeabilitas dinding


pembuluh darah meningkat. Akan terjadi juga agregasi trombosit yang
melepaskan

ADP,

trombosit

melepaskan

vasoaktif

yang

bersifat

meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3


yang merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor
Hageman (faktorXII) akan menyebabkan pembekuan intravascular yang
meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Dua perubahan patofisiologi utama yang terjadi yaitu peningkatan
permeabilitas vaskuler dan hemostasis yang abnormal. Permeabilitas
vaskuler yang meningkat mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemi
dan syok. Kebocoran plasma dapat menyebabkan asites. Gangguan
homeostasis

dapat

menimbulkan

vaskulopati,

trombositopeni

dan

koagulopati, sehingga memunculkan manifestasi perdarahan seperti


petekie, ekimosis, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis dan melena.4
Gejala Klinis
Masa inkubasi demam berdarah dengue diduga merupakan masa
inkubasi demam dengue. Perjalanannya sangat khas pada anak. Fase
pertama biasanya dengan relatif ringan dengan demam yang mulai
mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia dan batuk sesudah
2-5 hari.8
Pada fase kedua, biasanya pasien menderita ekstremitasnya terasa
dingin, lembab, badan panas, muka merah, keringat banyak, gelisah
iritabel, dan nyeri mid-epigastrium. Seringkali juga ditemukan adanya
petekie tersebar pada dahi dan tungkai; ekimosis spontan mungkin
tampak, dan menjadi mudah memar serta berdarah pada tempat pungsi
vena. Selain itu ruam makular serta mukopapular mungkin akan muncul,
dan mungkin akan timbul sianosis pada sekeliling mulut. Pernafasan
menjadi cepat dan sering berat, nadi melemah, cepat dan kecil dan suara
jantung terdengar halus.sering juga terjadi pembesaran hati atau
hepatomegali sampai 4-6 cm dan biasanya keras serta terasa nyeri.8

12

Sesudah 24-36 jam masa krisis, diikuti masa konvalesen cukup


cepat pada anak. Suhu akan kembali normal sebelum atau selama masa
syok. Brakikardi dan ekstrasistol kerap terjadi pad masa konvalesen dan
dianggap sesuatu yang lazim. Jarang terjadi cedera otak. Strain virus
dengue 3 yang bersirkulasi di daerah Asia Tenggara sejak tahun 1983
disertai terutama sindrom klinis berat, yang ditandai oleh ensefalopati,
hpoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang
ikterus.8
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari penyakit ini antara lain :
-

Tirah baring
Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi 1,5 2 liter
dalam 24 jam ( susu, air dengan gula, atau sirup) atau air tawar

ditambah garam.
Medikamentosa yang bersifat simtomatis.Untuk hiperereksia
dapat diberi kompres, antipiretik golongan asetaminofen,eukinin,
atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena bahaya

pendarahan
antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi
sekunder

Prognosis
Kematian dikarenakan kasus DBD telah terjadi pada 40-50%
penderita disertai syok, tetapi dengan diberlakukannya perawatan intensif
yang cukup maka angka kematian akan kurang dari 2%.8
Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian
vaksin dengue tipe 1,2,3 dan 4. Selain itu pencegahan lain yang dapat
dilakukan per seorangan yaitu dengan menghndari gigitan nyamuk
menggunakan insektisida, penolak nyamukk, penutup tubuh dengan
pakaian, dan pemakaian kelambu serta melakukan penghancuran pada
tempat-tempat pembiakan nyamuk Aedes Aegypti.8
13

Hal lain yang dapat dilakukan yaitu menutup rapat tempat-tempat


penyimpanan air, dan pemberian bubuk abate dengan aman ditambahkan
ke dalam air yang dikonsumsi. Dan usaha lainnya yaitu mengubur barang
bekas yang dapat menjadi tempat penyimpanan air.11
Pada saat ini pemberantasan A. aegypti merupakan cara utama
yang dilakukan untuk memberantas

demam berdarah dengue, karena

vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum


tersedia. Pemberantasan A. aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk
dewasa ataupun jentiknya. Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan
dengan cara penyemprotan dengan pengasapan atau fogging insektisida
yaitu:

Organofosfat misalnya malation, fenotrion

Pinetroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, permetrin

Karbamat
Pemberantasan jentik A. aegypti yang yang dikenal dengan istilah

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dilakukan dengan cara-cara


sebagai berikut:

Kimia: pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dikenal


dengan abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos.
Formulasi temefos yang digunakan adalah granules (sandgranules).
Dosis yang digunakan 1ppm atau 10gram (kurang lebih 1 sendok
makan rata) untuk setiap 1 liter air. Abatisasi dengan temefos tersebut
mempunyai efek residu 3 bulan.

Biologi: dengan memelihara ikan pemakan jentik, contohnya ikan


guppy, ikan cupang dan beberapa jenis ikan lainnya.

Fisik: cara ini dikenal dengan kegiatan 3M yaitu menguras, menutup


dan mengubur. Menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat
penampungan iar, rumah tangga seperti tempayan, drum air, dan lainlainnya serta mengubur atau memusnahkan barang bekas yang bisa

14

menjadi

tampungan

air

sementara

seperti

kaleng,

ban,

dan

sebagainya. Pengurasan tempat penampungan air perlu dilakukan


secara teratur sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat tersebut.8,9
Kesimpulan
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit tropik yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue dengan vektor nyamuk Aedes
aegypti. Penyakit ini disertai gejala klinis seperti sakit kepala, nyeri otot,
sendi atau tulang, mual, dan nyeri tekan pada epigastrium. Dalam kondisi
yang lebih lanjut, pasien DBD dapat terkena syok yang berisiko pada
kematian. Untuk mencegah pasien DBD hingga mengalami syok perlu
dilakukan penanganan yang cepat dan intensif seperti rawat inap di
rumah sakit untuk tetap mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
Cara yang paling efektif untuk mengindari penyakit DBD adalah dengan
melakukan pencegahan keberadaan dan perkembangbiakan vektor sedini
mungkin melalui beberapa cara diantaranya adalah fogging dan 3M. Dari
hipotesis yang didapat yaitu anak yang berusia 6 tahun demam sejak tiga
hari didiagnosis menderita demam Dengue. Karena dari pembahasan di
atas gejala yang didapat hampir menyerupai penyakit demam Dengue.
Dengan demikian hipotesis dapat diterima.
Daftar Pustaka
1. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa
Swara, 2004.h.28-31.
2. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI Jakarta. Parasitologi
Kedokteran edisi IV. Jakarta; Balai Penerbit FK UI; 2008.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar
ilmu penyakit dalam. edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h.2773-9.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi V Jilid III. Jakarta; Interna Publishing; 2009.
5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku

15

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009.


h. 2773 9.
6. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I. Jakarta; Balai
Penerbit FK UI; 2007.
7. Nimmanitya S. Dengue and dengue hemorrhagic fever. In: Cook GC.
Mansons tropical disease. London: WB Saunders Co.2000.p.721-9.
8. Alvin BK. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-5. Jakarta: EGC;
2012.h.1134-5,1068-9.
9. World

Health

Organization.

Dengue:

guidelines

for

diagnosis,

treatment, prevention and control. France: WHO Press; 2009.h.8,15-7.

16

Anda mungkin juga menyukai