Anda di halaman 1dari 21

Diagnosa dan penatalaksanaan pada penderita PPOK

Rio Ramadhona
102011446
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Telp. (021) 56966593-4 Fax. (021) 5631731
Email : grusuk@yahoo.com

Pendahuluan
Istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) untuk mengelompokkan penyakit yang
mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Masalah yang menyebabkan
terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan maupun pada parenkim
paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronkitis kronik (masalah pada saluran
pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim). Secara logika penyakit asma bronkial
seharusnya dapat digolongkan ke dalam golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada
kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam golongan PPOK. Suatu kasus obstruksi aliran udara
ekspirasi dapat digolongka sebagai PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut
cenderung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis kronik, emfisema) hanya dapat dimasukkan
ke dalam kelompok PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat
progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum dapat digolongkan ke dalam PPOK.jika
dilakukan pemeriksaan patologik pada pasien yang mengalami obstruksi saluran napas, dianogsis
patologiknya tenyata sering berbeda satu sama lain. Diagnosis patologik tersebut dapat berupa

emfisema sebesar 68%, bronkitis 66% sedangkan bronkiolitis sebesar 41%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kelainan patologik yang berbeda menghasilkan gejala klinik yang serupa.1
Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan:2

Berapa lama pasien merasa sesak napas? Kapan pasien merasa sesak napas: saat istirahat atau
aktivitas?
Apa yang dilakukan pasien sebelum merasa sulit bernapas?
Berapa jauh pasien dapat berjalan?
Apakah pasien batuk? Jika ya, adakah sputum, berapa banyak dan apa warnanya?
Apakah terdapat mengi? Jika ya, kapan?
Berapa lama pasien mengalami keadaan seburuk ini?
Kira-kira apa pemicunya?
Apakah pasien mengalami nyeri dada atau sesak napas saat berbaring?
Pernakah pasien mendapat ventilasi? Pernakah pasien dirawat di rumah sakit ? (jika
ya,berapa hasil spirometri dan gas darah awal?)
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kondisi pernapasan terdahulu (misalnya asma, TB, bronkiektasis atau
emfisema).
Selidiki adanya kelainan kondisi jantung atau pernapasan lain.
Pernakah ada episode pneumonia?
Tanyakan gejala apnea saat tidur (mengantuk di siang hari, mendengkur). Adakah
kemunduran di musim dingin?
Obat-obatan
Tanyakan respons pasien terhadap terapi kortikosteroid, oksigen dirumah? Apakah pasien
menggunakan oksigen dirumah?
Dapatkan riwayat merokok pasien (dahulu [bungkus per hari/tahun] sekarang dan pasif).
Riwayat keluarga dan sosial.
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien?
Adakah riwayat masalah pernapasan kronis di keluarga (pertimbangkan defisiensi 1antiripsin?).
Bagaimana tingkat disabilitas pasien? Bagaimana toleransi olahraga pasien? apakah
pasien mampuh keluar rumah? Bisahkah pasien naik tangga? Dimana kamar tidur/ kamar
mandi pasien dan sebagainya? Siapa yang berbelanja, mencuci, memasak dan
sebagainya?.

Pemeriksaan Fisik
2

Biasanya hasil pemeriksaan fisik merupakan gabungan dari pemeriksaan fisik yang didapat
dari penderita bronchitis kronis dan emfisema.2
1. Inspeksi :
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup)
Takipnea dan dispnea
Dada berbentuk barrel-chest.
Sela iga melebar
Sternum menonjol.
Retraksi intercostal saat inspirasi.
Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Palpasi : vokal fremitus melemah.
3. Perkusi : hipersonor, hepar terdorong ke bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah.
4. Auskultasi :
Suara nafas vesikuler normal atau melemah.
Terdapat ronki kasar samar/nyaring
Wheezing terdengar pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.
Ekspirasi memanjang.

Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang menunjang diagnosis adalah1,2

Tes fungsi paru menunjukkan obstruksi aliran napas dan menurunnya pertukaran udara akibat
destruksi jaringan paru. Kapasitas total paru bisa normal atau meningkat akibat udara yang
terperangkap. Dilakukan pemeriksaan reversibilitas karena 20% pasien mengalami perbaikan
dari pemberian bronkodilator.
Foto toraks bisa normal, namun pada emfisema akan menunjukkan hiperinflasi disertai
hilangnya batas paru serta jantung tampak kecil.
Computed tomography bisa memastikan adanya bula emfisematosa.
Analis gas darah harus dilakukan jika ada kecurigaan gagal napas. Pada hipoksemia kadar
hemoglobin bisa meningkat. Pemeriksaan analisis gas darah dapat ditemukan
PaO2 < 8,0 kPa (60mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa
(50mmHg), saat bernapas dalam udara ruangan jika terjadi gagal napas.
PaO2 < 6,7 kPa (50mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70mmHg), dan pH < 7,30, mamberi kesan
keadaan yang mengancam jiwa sehingga perlu dilakukan monitor ketat dan penanganan
yang intensif.
Kultur dan sensitivitas kuman diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab resistensi
kuman terhadap antibiotic yang digunakan. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika pada tidak
3

ada respon terhadap antibiotic yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan penyakit.
Kuman penyebab eksaserbasi akut yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus
pneumonia, Moraxella catarrhalis, dan Haemophillus influenza.

Diagnosis Kerja
Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ditujukkan untuk mengelompokkan
penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Secara umum
biasanya yang digolongkan sebagai PPOK adalah bronchitis kronik dan emfisema, namun
beberapa ahli menambahkan fibrosis kistik dan bronkiektasis. Suatu kasus obstruksi aliran udara
ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi itu cenderung
progresif dan irreversible . Kedua penyakit yang disebutkan di awal (bronchitis kronik dan
emfisema) hanya dapat dimasukkan ke dalam PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut
dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini belum dimasukkan ke
dalam PPOK.1
Diagnosis Banding
1. Emfisema
Proses patologis utama pada emfisema dianggap sebagai proses perusakan berkelanjutan
yang terjadi akibat proses kerusakan berkerlanjutan yang terjadi akibat ketidak-seimbangan jejas
oksidan dan aktivitas proteolitik lokal (terutama elastolitik) akibat defisiensi inhibitor protease.
Berbagai oksidan, baik yang endogen (superoksida anion)maupun eksogem (misa. Asap rokok),
dapat menghambat fungsi protektif normal inhibitor protease sehingga terjadi destruksi jaringan
yang progresif.3

Etiologi3
1. Rokok. Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan
napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi
4

kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah
terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan
bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus
melemah dan alveoli pecah
2.

Polusi. Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi
dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi
udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat
fungsi makrofag alveolar

3. Infeksi. Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit
infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah
pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema .
4. Faktor genetic. Defisiensi Alfa-1 anti tripsin
5. Obstruksi jalan napas. Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus,
sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu
inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di
dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis
yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.
Patogenesis
Gambaran paru emfisematosa menunjukkan hilangnya dinding alveolar yang disertai
kerusakan bagian-bagian anyaman kapiler. Helai-helai parenkim paru yang mengandung
pembuluh darah kadangkala terlihat berjala melewati ruang udara yang melebar. Jalan napas
kecil jadi menyempit, berkelok-kelok, an berkurang jumlahnya. Selain itu, dindingnya juga tipis
dan mejadi atrofi. Perubahan yang progresif dapat dilihat dengan mata telanjang atau kaca
pembesar pada irisan paru yang besar.3
Satu hipotesis yang berlaku ialah bahwa pada emfisema enzim elastase lisosomal
dibebaskan dalam jumlah yang banyak dari netrofil paru. Hal ini menyebabkan kerusakan
elastin, sebuah protein structural penting dalam paru. Elastase netrofil juga memecah kolagen
tipe IV, dan molekul ini penting untuk menentukan kekuatan bagian tipis kapiler paru dan juga
integritas dinding alveolar. Merokok adalah factor patogenik yang penting dan mungkin bekerja
dengan merangsang makrofag untuk melepaskan kemoatraktan neutrofil, seperti c5a, atau
dengan mengurangi aktivitas inhibitor elastase.3

Berbeda dari bronkitis kronik, emfisema adalah penyakit yang bukan mengenai sakuran
napas tetapi parenkim paru di sekitarnya. Konsekuensi fisiologisnya adalah hasil dari kerusakan
unit-unit respiratorik terminal dan hilangnya jaringan kapiler alveolus serta, yang sangat penting,
struktur-struktur penunjang paru, termasuk jaringan ikat elastis. Hilangnya jaringan ikat elastis
menyebabkan paru kehilangan daya recoil elastis dan mengalami peningkatan compliance. Tanpa
recoil elastis yang normal, saluran napas yang tidak mengandung tulang rawan tidak lagi
mendapat topangan. Saluran napas mengalami kolaps prematur saat ekspirasi, disertai gejala
obstruktif dan temuan fisiologis yang khas.3
2. Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai sebagai adanya sekresi mukus yang berlebihan
pada saluran pernapasan secara terus-menerus. Bronchitis kronik didefinisikan sebagai riwayat
klinis batuk produktif selama 3 bulan dalam setahun untuk 2 thun berturut-turut. Dispnea dan
obstruksi saluran napas, sering dengan elemen reversibilitas, terjadi secara Intermitten atau terus
menerus. 3
Etiologi
Merokok sejauh ini adlah kausa utama, meskipun iritan inhalan lain dapat menimbulkan
proses yang sama.3
Patofisiologi
Bronkitis adalah suatu penyakit yang mempunyai gambaran histologi berupa hipertropi
kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan lumen
bronkus berupa metaplasia skuamosa, silia menjadi abnormal, dan Sel netrofil banyak ditemukan
pada lumen bronkus dan infiltrat netrofil pada submukosa. Tanpa adanya epitel bronkus bersilia
normal, fungsi pembersihan oleh mukosilia sangat berkurang atau lenyap sama sekali. Hipertropi
dan hyperplasia kelenjar submukosa merupakan gambaran yang mencolok, dengan kelenjar yang
sering membentuk lebih dri 50% ketebalan dinding bronkus. Hipersekresi mucus yang menyertai
hyperplasia kelenjar mukosa, yang semaki mempersempit lumen. Hipertrofi otot polos bronkus
sering dijumpai. Biasanya parenkim paru untuk pertukaran gas tidak mengalami kerusakan. 3
3. Asma
6

Penyakit ini ditandai dengan peningkatan responsivitas jalan napas terhadap berbagai
stimuli dan ditandai dengan penyempitan jalan napas yang luas yang berubah beratnya baik
secara spontan maupun akibat pengobatan. Asma adalah gangguan peradangan kronik di saluran
napas yang menyababkan serangan berulang mengi, sesak, dada terasa tertekan dan batuk
terutama malam atau dini hari. Gejala ini karena bronkokonstriksi yang luas tapi bervariasi dan
pembatasan aliran udara yang paling tdak sebagian bersifat reversible, baik secara spontan
maupun dengan pengobatan. Peradangan menyebabkan peningkatan responsivitas saluran napas
(bronkospasme) terhadap berbagai rangsangan. Sebagian dari tangsangan tersebut tidak aatu
sedikit menimbulkan efek pada bukan pengidap asma dengan saluran napas normal. Banyak sel
berperan dalam respons peradangan seperti limfosit T, eosinofil, sel mast, makrofag, neutrofil
dan sel epitel.4
Asma umumnya dimulai masa anak-anak, tetapi dapat terjadi pada usia berapapun. Pasien
asma mengalami serangan sesak hebat, batuk dan mengi yang dipicu oleh serangan mendadak
bronkospasme. Meskipun jarang, da[at terjadi keadaan serangan yang menetap disebut status
asmatikus, yang dapat mematikan, biasanya pasien ini telah lama mengidap asma. Di antara
serangan, pasien mungkin sama sekali asimptomatik. Pada sebagian kasus, serangan dipicu oleh
olahraga dan dingin atau oleh pajanan allergen terhadap pasien yang sebelumnya pernah
tersensitisasi, tetapi pemicunya sering tidak diketahui. Manifestasi klinis adalah dispnea,
ortopnea, paru mengalami hiperinflasi, dan ronki nyaring terdengar di semua lapang paru,
sputum sedikit dan kental.4
Etiologi
Seseorang yang mempunyai predisposisi memproduksi igE berlebihan disebut memiliki
sifat atopik, sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada penderita asma yang tidak atopik
dan serangan asmanya tidak dipicu terhadap pajanan alergen, biasanya jenis asma ini disebut
idiosinkratik.4
Selain IgE dan sel mast, ada bukti bahwa sel dari epitel jalan napas, sel neural, beberapa
jenis interleukin, dan sel-T ikut terlibat pada proses inflamasi pada jalan napas. Asma juga
memiliki komponen genetic. Komponen genetic tersebut bukan ciri gen tunggal, tapi poligenik.
Hubungan asma dengan berbagai lokus kromosom melalui analisis linkage telah dibuktikan.4
Patofisiologi
7

Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma menstimulasi terjadinya bronkospasme


melalui salah satu dari 3 mekanisme yaitu:4
1. Degranulasi sel mast dengan melibatkan igE
2. Degranulasi sel mast tanpa melibatkan igE
3. Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast
Episode bronkospatik berkaitan dengan fluktuasi konsentrasi c-GMP (cyclic guanosine
monofosfat) atau konsentrasi c-AMP (cyclic adenosine monfosfat),atau keduanya. Peningkatan
konsentrasi c-GMP dan penurunan konsentrasi c-AMP menyebabkan bronkodilatasi.
Penurunanaliran udara ekspirasitidak hanya diakibatkan oleh bronkokonstriksi saja, tetapi juga
oleh adanya edema mukosa dan sekresi lendir yang berlebihan Informasi patologik asma didapat
dari hasil otopsi. Pada asma yang berat, ditemukan distensi paru yang berlebihan dan penutupan
jalan napas karena lendir yang tebal dan liat. Pada kasus yang ringan dan sedang dapat
ditemukan lesi epitel, hipertrofi dan hiperplasia otot polos, penebalan membran basal,
pembesaran kelenjar mukosa dan penambahan sel goblet, edema dan infiltrasi sel eosinofil pada
dinding bronkus.4
Pemeriksaan Fisik
Kurang lebih hampir sama dengan PPOK
Manifestasi klinis
Penyakit ini ditandai dengan peningkatan responsivitas jalan napas terhadap berbagai
stimuli dan ditandai dengan penyempitan jalan napas yang luas yang berubah beratnya, baik
secara spontan maupun akibat pengobatan. Pada kasus yang berat, banyak jalan napas tersumbat
oleh sumbatan mucus, mungkin sebagian dibatukkan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya
sedikit dan putih. Fibrosis subepitel dan penambahan jumlah otot polos lazim terlihat pada asma
kronis (bagian dari remodeling). Terkadang berlimpahnya eosinofil pada sputum dpat
memberikan gambaran purulen.4
Perbedaan Asma Bronkial Dengan PPOK
Gejala asma dapat dibedakan dari PPOK. Selain asma merupakan kelainan yang
reversibel, asma juga banyak terjadi pada orang-orang yang tidak merokok; saat berada di antara
8

masa eksaserbasi juga ditemukan nilai kapasitas residual fungsional adalah normal, daya tahan
exercise dan parameter spirometrik pada penderita asma juga tidak banyak berubah
dibandingkan penderita bronkitis kronik maupun emfisema. Khas pada asma, semua nilai
meningkat jelas ketik bronkodilator diberika kepada pasien selama serangan, meskipun besarnya
peningkatan bervariasi menurut keparahan penyakit. Pada status asmatikus, mungkin terlihat
sedikit perubahan karena bronki menjadi kurang responsive.1

Tabel no.4 Perbandingan Antara Asma Bronkial dan PPOK1

Asma

PPOK

Usia mulai timbul gejala

Usia muda, di bawah 30 tahun

Usia tua, di atas 45 tahun

Batuk

Biasa Malam dan pagi hari, bisa Pagi hari, banyak dahak hampir
kering atau berdahak, terutama setiap hari
saat eksaserbasi

Sesak

Lebih berat pada malam hari

Tidak berhubungan dengan

dan hilang timbul terutama saat waktu, semakin lama semakin


eksaserbasi

berat, berhubungan dengan


aktivitas

Faktor risiko

Alergi

Rokok

Riwayat keluarga dengan

Umum ditemukan

Tidak khas

keadaan serupa

Pengobatan4
1. Antileukotrien. Obat ntileukotrien seperti, antagonus reseptor leukotrien dan inhibitor 5lipoksigenase harus dipertimbangkan dlam penatalasanaan jangka panjang asma. Obat oral
ini memberikan perbaikan jangka panjang yang cukup baik, namun hanya sekitar 50% pasien
yang merespons positif metode pengobatan ini. Obat ini sangt efektif pada asma yang
berhubungan dengan aspirin
9

2. Antikolinergik. Terdapat bukti peran system saraf parsimptis dalam reaksi asma. Pada
pasien PPOK dengn bronkokostriksi reversible berespon lebih konsisten pada antikolinergik.
Ipratropium bromide adalah satu-satunya obat yang kini tersedia dn harus diberika sebagai
aerosol.
3. Antibody untuk melawan IgE telah dikembangkan dan tampaknya cukup menguntungkan
dalam uji klinis.
4. Terapi Oksigen

4. Bronkiektasis
Penyakit yang ditandai oleh dilatasi menetap bronkus dan bronkiolus akibat kerusakan otot
dan jaringan elastik karena oleh infeksi nekrotikans kronik. Dilatasi harus menetap karena
pelebaran bronkus reversibel sering menyertai pneumonia virus dan bakteri. Meningkatnya
pengendalian terhadap infeksi paru membuat bronkiektasis kini jarang dijumpai. Manifestasi
klinik adalah batuk, demam, dan pengeluaran sputum purulen yang berbau dalam jumlah besar.
Obstruksi dan infeksi merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan bronkiektasis. Setelah
obstruksi bronkus oleh sumbatan mucus, tumor atau benda asing, mekanisme pembersihan
normal terganggu, terjadi penumpukan sekresi di distal sumbatan dan terjadi peradangan saluran
napas. Infeksi berat di bronkus menyebabkan peradangan sering disertai nekrosis, fibrosis dan
akhirnya pelebaran saluran napas. Bronkiektasis biasanya mengenai lobus bawah secara bilateral
terutama saluran napas yang vertical dan paling parah di bronkus distal dan bronkiolus. Jika
karena tumor atau benda asing, kelainan mungkin berbatas tegas di satu segmen paru. Saluran
napas melebar, kadang sampai empat kali ukuran normal sehingga saluran napas berbentuk
tabung memanjang (brinkiektasis silindris) atau berbentuk fusiform atau sakular (bronkiektasis
sakular).4
Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit
ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenza dan P.
Aeruginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan Staphylococus Aureus disebabkan
oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia. Bronkiektasis
ditemukan pula pada pasien dengan infeksi HIV atau virus lainnya, seperti adenovirus atau virus
influenza.4
10

Faktor penyebab noninfeksi yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah paparan
substansi toksik, misalnya terhirup gas toksik (amonia, aspirasi asam dari cairan lambung dan
lain-lain). Kemungkinan adanya faktor imun yang terlibat belum diketahui dengan pasti karena
bronkektasis dapat ditemukan pula pada pasien kolitis ulseratif, reumathoid artritis, dan sindrom
Sjorgen.4
Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :4
1. Kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat atau kongenital, biasanya kelainan
imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan imunitas selular atau
kekurangan alfa-1antitripsin.
2. Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindrom Kartagener, kekurangan
kartilago bronkus, dan kifoskoliosis kongenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberkulosis paru.
Manifestasi Klinis
Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10
tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi.
Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran
sputum dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada posisi yang
berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan bronkektasis.4
Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja, mungkin tidak
terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2
minggu. Komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat.4
Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang
banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat
diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura, malaise.
Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satusatunya gejala, sebab itu bronkiektasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas
sebabnya.4
11

Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai kasar
pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-kadang dapat
ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan suara napas yang
melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing Finger didapatkan pada 30-50% kasus.
Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal.4
Pemeriksaan Penunjang4
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah sereus
dan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak. Sputum yang berbau busuk menunjukkan
infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan hasil dalam batas normal,
demikian pula dengan pemeriksaan urin dan EKG, kecuali pada kasus lanjut.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya didapatkan
corakkan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakkan menjadi kabur, daerah yang terkena
corakkan tampak mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta kistik yang
berdiameter sampai 2 cm dan kadang-kadang terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.

Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk :4
1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan fisioterapi
untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar sekret dapat dikeluarkan secara maksimal.
2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotik berdasarkan
pemeriksaan bakteri dari sputum dan resistensinya. Sementara menunggu hasil biakan
kuman, dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti ampisilin, kotrimoksazol, dan
amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai produksi sputum minimal dan tidak purulen.
Pengobatan diperlukan untuk waktu yang lama bila infeksi paru yang diderita telah lanjut.
12

3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi,. Bronkodilator
diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk meperbaiki drainase sekret. Alat
pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan sekret. Bronkoskopi kadangkadang perlu untuk pengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan
untuk menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat
dan mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang menekan refleks batuk.
4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat
pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau timbul hemoptisis yang masif.
Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi pernapasan, umur, keadaan, mental, luasnya
bronkiektasis, keadaan bronkus pasien lainnya, kemampuan ahli bedah dan hasil terhadap
pengobatan.
Patofisologi PPOK
Anatomi Paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
(gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan).7
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :7
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus
media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan
5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah
segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.7

13

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluhpembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini
disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 0,3 mm.7
Fisiologis paru
Luas permukaan paru-paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari
sistem sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda
asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Tetapi, saluran respirasi bagian
bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang
mempertahankan sterilitas ini. Kita telah mengetahui refleks menelan atau refleks muntah yang
mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja eskalator mukosiliaris
yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke kerongkongan.7
Selanjutnya, lapisan mukus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif
sebagai pertahanan, yaitu immunoglobulin (terutama IIgA), PMNs, interferon, dan antibodi
spesifik. Refleks batuk merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong
sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Makrofag alveolar merupakan
pertahanan yang paling akhir dan paling penting terhadap invasi bakteri ke dalam paru-paru.
Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri khas dapat bermigrasi dan
mempunyai sifat enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta
menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel mikroba maka enzim litik yang terdapat
dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan mikroorganisme tersebut tanpa
menimbulkan reaksi peradangan yang nyata.7
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringanjaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium.7
1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke
luar paru-paru.
2. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
14

difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan
antara darah sistemik dan selsel jaringan;

distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi


udara dalam alveolus-alveolus; dan

reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.

3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama
respirasi ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :7
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalamdalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi
paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 18 x/menit, Anakanak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan
tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah
cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan
tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari
luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran
napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari
hidung dan mulut.7
Patogenesis dari PPOK adalah diakibatkan obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat
ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi,
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.7
Manifestasi Klinis
15

Spectrum penyakit PPOK secara umum dibagi dua, yaitu pink puffer dengan gejala
dominan emfisema, dan blue bloater dengan gejala dominan bronchitis kronik. Namun
pembagian ini terlalu sederhana. Pada kenyataannya di praktik kebanyakan pasien memiliki
gambaran keduanya. Biasanya tipe B hampir selalu ada pada orang yang merokok selama
bertahun-tahun.1
Tabel No.1 Tabel Perbandingan Tipe Gejala Dari PPOK1
Beberapa gambaran tipe A dan B pada PPOK
Tipe A (pink puffer)

Tipe B (blue bloater)

Dispnea yang memberat dalam beberapa tahun

Dispnea yang bertambah dalam beberapa tahun

Sedikit atau tanpa batuk

Batuk berdahak yang sering

Ekspansi berlebihan yang jelas pada dada

Penambahan volume dada yang sedang atau


tidak bertambah

Tidak ada sianosis

Bisa ada sianosis

Suara napas yang bersih; mengi dan ronkhi

Bisa ada ronkhi dan mengi

jarang
Tekanan vena jugularis normal

Bisa terjadi peningkatan teknan vena jugularis

Tidak ada edema perifer

Bisa ada edema perifer

PO2 arteri haya berkurang sedikit

PO2 biasanya sangat rendah

PCO2 arteri normal

PCO2 sering kali meningkat

Tabel. No.2 Skala Dispnea Dari MRC


Skala Dispnea Menurut Medical Research Council
Gradasi 1

Sesak napas baru timbul jika melakukan kegiatan berat

Gradasi 2

Sesak napas timbul jika berjalan cepat pada lantai datar, atau berjalan di
tempat yang sedikit landai

Gradasi 3

Jika berjalan bersama dengan teman seudia di jln yang datar, selalu lebih
lembat atau suka beristirahat untuk mengambil nafas saat berjalan
16

Gradasi 4

Perlu istirahat untuk menarik napas setiap berjalan 30m atau saat berjalan
beberapa menit

Gradasi 5

Sesak napas berat ketika mengenakan atau melepas baju

PPOK Eksaserbasi Akut


Pada seseorang yang telah didiagnosis sebagai penderita PPOK, dalam keadaan normal
penderita ini telah berada dalam keadaan dispnea, berdahak dan batuk. Pada eksaserbasi akut,
ketiga gejala ini bertambah. Eksaserbasi akut PPOK dapat disebabkan oleh lingkungan
(termasuk rokok), gagal jantung, infeksi saluran napas maupun sistemik, atau juga emboli paru.
Eksaserbasi akut PPOK yang ringan belum memerlukan perawatan di rumah sakit, sedangkan
eksaserbasi sedang dan berat harus dipertimbangkan.6

Tabel No.3 Klasifikasi Eksaserbasi Akut PPOK6


Klasifikasi Eksaserbasi Akut PPOK
Tipe 1

Adanya salah satu dari Kriteria mayor:

Bertambahnya dispnea
Bertambahnya sputum purulen
Bertambahnya volume sputum

Dan disertai satu dari criteria minor

Infeksi system perapasan 5 hari terakhir


Demam yang tidak diketahui sebabnya
Bertambahnya suara mengi
Bertambahnya gejala batuk
Bertambahnya frekuensi nafas dan kenaikan detak jantung >20%
dari deyut normal
17

Tipe 2

Adanya dua dari tiga ejala utama

Tipe 3

Adanya tiga gejala utama

Penatalaksanaan
Medika Mentosa1
1. Bronkodilator. Bronkodilator utama yang sering digunakan adalah: b2-agonis, antikolinergik
dan metilxantin. Obat tadi dapt diberikan secara monoterapi atau kombinasi. Pemberian
secara inhalasi lebih menguntungkan karena langsung megenai organ paru. obat dapat
diberikan 4-6 kali, 2-4 hirup sehari. Bronkodilator kerja cepat ( fenoterol, salutamol,
terbutalin) lebih menguntugkan daripada yang kerja lambat (salmaterol, formeterol) Karena
efek bronkodilatornya sudah bisa dirasakan dalam hitungan menit. Bisa juga menggunakan
obat-obatan antikolinergik
2. Glukokortikosteroid . Biasanya diberikan jika FEV < 50% prediksi, dapat diberikan 40 mg
prednisolon perhari bersamaan dengan bronkodilator.
3. Antibiotic. Diberikan jika ada indikasi infeksi.
4. Obat-obatan tambahan. Mukolitik untuk encerkan sputum yang sulit dikeluarkan;
Imunoregulator yang dilaporkan dapat mengurangi beratnya eksaserbasi akut, namun belum
dianjurkan penggunaannya secara rutin
5. Operasi reduksi volume paru. Pembedahan untuk mengurangi volume pru yang
mengembag berlebihan dapat berguna pada kasus tertentu. Dasar fisiologisnya, yaitu
pengurangan volume meningkatkan traksi radial pada jalan napas sehingga membantu
membatasi kompresi dinamik. Kriteria untuk operasi biasanya meliputi FEV1 kurang daari
sepertiga yang diharapkan; heterogenitas emfisema yang ditunjukan oleh demografi dan scan
computer. Tindakan ini dapat memperbaiki uji fungsi paru secara signifikan dan
meningkatkan espektasi hidup setidaknya satu tahun pada banyak kasus.

Non-Medika-Mentosa
Beberapa macam penatalaksaan non medika mentosa adalah :1

Berhenti merokok harus menjadi prioritas.

18

Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama > 16 jam mamperpanjang usia pasien
dengan gagal napas kronis (yaitu pasien dengan Pao2 sebesar 7,3 kPa dan FEV1 sebesar 1,5L
Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang
signifikan pada pasien dengan penyakit sedang-berat
Mucus clearance. Hidrasi yang adekuat sangat membantu untuk mengencerkan sputum yang
kental. Pemberian ekspektoran guaifenesin ataupun iodide akan mengurangi gejala.

Etiologi
Penyebab terjadi PPOK adalah :1

Faktor lingkungan: merokok merupakan penyebab utama, disertai resiko tambahan akibat
polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien memiliki asma kronis yang
tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Genetik: defisiensi -1-antitrypsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya PPOK dini.

Epidemiologi
Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5
juta, 726.00 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahu 2000.
Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat keempat setelah penyakit jantung,
kanker dan penyakit serebro vascular. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Depkes RI
tahun 1992, PPOK menduduki peringkat keenam sebagai penyebab kematian terbanyak.6
Komplikasi6
1. Infeksi berulang
2. Pneumotorak spontan
3. Eritrositosis karena hipoksia kronik
4. Gagal nafas

Prognosis
Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien PPOK lanjut dengan
FEV1 <1L survival rate selama 5-10 tahun mencapai 40%. Bila pasien tidak berhenti merokok,
penurunan fungsi paru akan lebih cepat dari pada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen
jangka panjang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti memperbaiki angka harapan hidup.1
19

Kesimpulan
Hipotesis Diterima. Pasien menderita PPOK. Penykit PPOK ini sangat berhubungan
dengan rokok, karena secara klinis sebagian besar penderita PPOK merupakan perokok atau
memiliki riwayat kontak dengan asap rokok. Pada PPOK yang parah, prognosis penyakit ini
buruk dengan angka mortalitas yang tinggi.

Daftar Pustaka
1. Djojodibroto D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC; 2009.h. 105-25
2. Soemantri S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1990.h.754-61.
3. Diunduh dari http://prodia.co.id/pemeriksaan-penunjang/spirometri, tanggal 5 Juli 2013
4.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, imadibrata MK, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 5 jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 2225, 2297-305

5. West JB. Pulmonary Patophysiology: The Essetials. 6th Ed. Terj. Hasrani CH.
Patofisiologi Paru Esensial, Ed.6. Jakrta:EGC; 2010.h.69-90
6. Rani AA, Soegondo S, Nazir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, penyunting.
Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009.h.54.

20

7. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2,
EGC, Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai