Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FARMAKOTERAPI
OSTEOARTHRITIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Farmakoterapi

Oleh

Iin Indrayani (10060308085)


Vina Nur Syaidah (10060308110)
Ulfah Nurhalimah (10060308094)
Farmasi C

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011

Penyakit Osteoarthritis
1.1. Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis (Artritis Degeneratif, Penyakit Sendi Degeneratif) adalah suatu
penyakit sendi menahun yang ditandai dengan adanya kemunduran pada tulang
rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya, yang bisa menyebabkan nyeri
sendi dan kekakuan.
Osteoarthritis merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat, biasa
mempengaruhi terutama sendi diartrodial perifer dan rangka aksial. Osteoarthritis
adalah suatu penyakit sendi ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago
artikular yang berakibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang
terbatas, deformitas. Inflamasi dapat terjadi atau tidak pada sendi karena gesekan
ujung-ujung tulang penyusun sendi (Elin Yulina dkk, 2008). Kartilago adalah
senyawa protein yang berperan sebagai bantal antara tulang-tulang dari sendisendi. Osteoarthritis juga dikenal sebagai degeneratif arthritis. Osteoarthritis
biasanya menyerang ketika umur semakin tua, pria biasanya akan lebih dulu
terserang oleh osteoarthritis pada kisaran umur 45 tahun lebih cepat 10 tahun dari
wanita yang biasanya terserang osteoarthritis pada usia 55 tahun. Osteoarthritis
umumnya mempengaruhi tangan-tangan, kaki-kaki, tulang belakang (spine), dan
sendi-sendi yang menahan berat yang besar, seperti pinggul-pinggul dan lututlutut. Kebanyakan kasus-kasus dari osteoarthritis mempunyai penyebab yang
tidak diketahui dan dirujuk sebagai osteoarthritis primer. Ketika penyebab dari
osteoarthritis diketahui, kondisinya dirujuk sebagai osteoarthritis sekunder.
(Anonim, Tanpa tahun).
1.2.

Penyebab Osteoarthritis

Berdasarkan penyebabnya osteoarthritis dibedakan menjadi dua yaitu


osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder.
1.2.1. Osteoarthritis primer

Osteoarthritis primer atau dapat disebut osteoarthritis idiopatik, tidak


memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh
penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
1.2.2. Osteoarthritis Sekunder
Osteoarthritis sekunder disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya.
Kondisi-kondisi yang dapat menjurus pada osteoarthritis sekunder
termasuk kegemukan, trauma atau operasi yang berulangkali pada
struktur-struktur sendi, sendi-sendi abnormal waktu dilahirkan (kelainankelainan kongenital), gout, diabetes, dan penyakit-penyakit hormon lain.
a. Kegemukan menyebabkan osteoarthritis dengan meningkatkan tekanan
mekanik pada cartilago. Nyatanya, setelah penuaan, kegemukan adalah
faktor risiko yang paling kuat untuk osteoarthritis dari lutut-lutut.
Perkembangan yang dini dari osteoarthritis dari lutut-lutut diantara
atlet-atlet angkat besi dipercayai adalah sebagian disebabkan oleh berat
badan mereka yang tinggi.
b. Trauma yang berulangkali pada jaringan-jaringan sendi (ligamenligamen, tulang-tulang, dan cartilago) dipercayai menjurus pada
osteoarthritis dini dari lutut-lutut pada pemain-pemain bola. Endapanendapan kristal pada cartilago dapat menyebabkan degenerasi cartilago
dan osteoarthritis. Kristal-kristal asam urat menyebabkan arthritis pada
gout, sementara kristal-kristal calcium pyrophosphate menyebabkan
arthritis pada pseudogout.
c. Beberapa orang-orang dilahirkan dengan sendi-sendi yang terbentuk
abnormal (kelainan-kelainan congenital) yang rentan terhadap
pemakaian/pengikisan

mekanik,

menyebabkan

degenerasi

dan

kehilangan cartilago (tulang rawan) sendi yang dini. Osteoarthritis dari


sendi-sendi pinggul umumnya dihubungkan pada kelainan-kelainan
struktural dari sendi-sendi ini yang telah hadir sejak lahir.
d. Gangguan-gangguan hormon, seperti diabetes dan penyakit-penyakit
hormon pertumbuhan, juga berhubungan dengan pengikisan cartilago
yang dini dan osteoarthritis sekunder.

1.3.

Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien Osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan

yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan.


Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoarthritis :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan
lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoarthritis masih tergolong
dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan )
maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak
melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
e. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah.
f. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut.
g. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan


ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.
1.4. Pemeriksaan
1.4.1. Pemeriksaan diagnostik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi
yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik.
Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada

bagian yang menanggung beban seperti lutut ).


Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
Kista pada tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi.

1.4.2. Pemeriksaan Laboratorium


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak
berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal.
Pemeriksaan imunologi masih dalam batas batas normal. Pada OA yang
disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan
( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein

1.5.

Terapi
a. Terapi Non Farmakologi
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang
penyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Selain itu,
diperlukan konseling diet untuk pasien OA yang kelebihan berat
badan.
Terapi fisik dengan pengobatan panas atau dingin dan program
olahraga

membantu

menjaga

dan

mengembalikan

rentang

pergerakan sendi dan mengorangi rasa sakit dan spasmus otot.

Program olahraga dengan menggunakan teknik isometrik didesain


untuk menguatkan otot, memperbaiki fugsi sendi dan pergerakan,
dan menurunkan ketidakmampuan, rasa sakit, dan kebutuhan akan
penggunaan analgestik.
Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan, alat
bantu gerak, heel cups, dan insole dapat digunakan selama olahraga
atau aktifitas harian.
Prosedur operasi

(mis.

osteotomi,

pengangkatan

sendi,

penghilangan osteofit, artroplasti parsial atau total, joint fusion)


diindikasikan untuk pasien dengan rasa sakit parah yang tidak
memberikan respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit yang
menyebabkan

ketidakmampuan

fungsional

substansial

dan

mempengaruhi gaya hidup (Elin Yulina dkk, 2008).


b. Terapi Farmakologi
Terapi obat pada OA ditargetkan pada penghilangan rasa sakit
karena OA sering terjadi pada individu yang lebih tua yang
memiliki kondisi medis lainnya, diperlukan suatu pendekatan
konservatif terhadap pengobatan obat.
Pendekatan individual untuk pengobatan adalah penting. Untuk sakit
yang ringan atau sedang, analgesik topikal atau asetaminofen dapat
digunakan. Jika hal ini gagal atau terjadi inflamasi, obat AINS dapat
berguna. Ketika terapi obat dimulai, terapi non-obat yang cocok
harus diteruskan.
Obat-obatan yang digunakan untuk terapi osteoarthritis :
1. Golongan AINS
Pertimbangan farmakologi dalam pemilihan AINS sebagai antinyeri
rematik secara rasional adalah
a.
b.
c.
d.
e.

AINS terdistribusi ke sinovium,


mula kerja AINS segera (dini),
masa kerja AINS lama (panjang),
bahan aktif AINS bukan rasemik,
bahan aktif AINS bukan prodrug,

f. efek samping AINS minimal,


g. memberikan interaksi yang minimal dan
h. dengan mekanisme kerja multifaktor
Secara kimiawi obat-obat AINS dibagi dalam berbagai kelompok, yaitu:
a. salisilat : asetosal, benorilat dan diflusinal
b. asetat : diklofenak, indometasin dan sulindac (Clioril).
indometasin termasuk obat yang terkuat daya antiradanganya, tetapi
lebih sering menyebabkan keluhan lambung-usus
c. propionat : ibuprofen, ketoprofen, flurbiprofen, naproksen, dan
tiaprofenat
d. oxicam : piroxicam, tenoxicam, dan meloxicam
e. pirazolon : (oksi) fenilbutazon dan azapropazon (prolixan)
f. lainnya : mefenaminat, nabumeton, benzidamin, dan bufexamac
(Parfenac).
Efek samping beragam tingkat keparahan dan kekerapannya.
Kadang timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual, diare, dan
kadang pendarahan dan tukak, dispepsia bisa ditekan dengan meminm
obat ini bersama makanan atau susu. Efek samping lain termasuk reaksi
hipersensitivitas (terutama ruam kulit, angiodema, dan bronkospasme),
sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pendengaran seperti tinnitus,
fotosensitivitas, dan hematuria. Juga terjadi gangguan pada darah.
Retensi cairan bisa terjadi (jarang sampai mempercepat gagal jantung
kongestif pada pasien usia lanjut). Gagal ginjal mungkin dipicu oleh
AINS khususnya pada pasien yang sebelumnya sudah mengidap gagal
ginjal.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid

berdaya

menghambat

fosfolipase,

sehingga

pembentukan prostaglandin maupun leukotrien dihalangi. Keberatannya


ialah efek sampingnya yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan
penggunaan lama yaitu bila digunakan kronis terjadi susut-tulang akibat
perombakan meningkat dan pembentukan tulang berkurang dengan efek
bertambahnya resiko fraktur.

Mekanisme kerja : kortikosteroid memiliki aktivitas glukokortikoid dan


mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang
meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid. Efek
terhadap kesetimbangan air dan elektrolit; dan efek terhadap pemeliharaan
fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat ini sangat rumit dan
bergantung pada kondisi hormonal seseorang. Namun, secara umum
efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolism KH
(glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi.
Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor
yang spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang
selanjutnya akan menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain.
Protein yang terakhir inilah yang akan mengubah fungsi seluler organ target
sehingga diperoleh, misalnya efek glukoneogenesis, meningkatnya asam
lemak, meningkatnya reabsorpsi Na, meningkatnya reaktifitas pembuluh
terhadap zat vasoaktif, dan efek antiinflamasi.
Data farmakokinetik :
Obat

Waktu Paruh (menit)

Kortison

30

Hidrokortison

80 118

Metilprednisolon

78 188

Prednison

60

Prednisolon

115 212

Triamsinolon

200+

Betametason

300+

Deksametason

110 210

Perbandingan antar obat :


Potensi Berbagai Jenis Kortikosteroid
Obat

Potensi
Antiinflamasi

Dosis
Retensi Na

ekuivalen
(mg)*

Kortison

0,8

0,8

25

Hidrokortison

20

Fludrokortison

10

125

Metilprednisolo

0,8

0,8

Prednison

0,5

Prednisolon

Triamsinolon

25

0,75

Betametason

25

0,75

Deksametason

Indikasi
Sebagai antiinflamasi, kortikosteroid digunakan dalam dosis yang beragam
untuk berbagai penyakit dan beragam untuk individu yang berbeda, agar
dapat dijamin rasio manfaat dan resiko yang setinggi-tingginya.
Sebagai penyelamat jiwa atau memperpanjang hidup, misalnya pada
leukimia akut, pemfigus, dermatitif eksofoliatif, reaksi penolakan akut
terhadap cangkokan, maka kortikosteroid digunakan dalam dosis besar
dan jangka waktu lama. Tetapi untuk penyakit yang relatif ringan,
misalnya artritis rematoid, penggunaan jangka lama manfaatnya tidak
lebih besar dari resikonya.
Colitis ulserativ memerlukan kortikosteroid sistemik dan topikal
Hiperplasia adrenal kongenital memerlukan glukokortikoid untuk
menekan sekresi kortikotropin yang dosisnya disesuaikan dengan
kadar androgen dan 17--hidroksi progesteron. Efek penekanan poros
hipotalamus hipofisis adrenal lebih kuat dan lama bila obat diberikan
malam hari sehingga betametason dan deksametason 1 mg paada
malam hari cukup untuk supresi 24 jam.
Udem otak juga diobati dengan betametason dan deksametason yang
tidak menambah retensi cairan.
Reaksi hipersensitif akut seperti angioudenum dan syok anafilaksis
memerlukan adrenalin sebagai antagonis faalan. Kortikosteroid

merupakan obat tambahan, dalam hal ini digunakan 100-300 mg


hidrokortison i.v.
Asma bronkial lebih baik diobati topikal, tetapi pada keadaan darurat
kortikosteroid i.v. diberikan bersama dengan bronkodilator.
Kortikosteroid efektif menekan radang pada demam reumatik,
hepatitis aktif kronik, dan sarkoidosis juga menyebabkan remisi pada
anemia hemolitik, sebagian kasus sindrom nefrotik (khususnya pada
anak), dan purpura trombositopenis.
Prognosis SLE (Systemic Lupus Erythematosus), arteritis temporal,
dan poliarteritis nodosa diperbaiki dengan pemberian kortikosteroid,
perjalanan penyakit dihambat dan gejaa dihilangkan, tetapi kelainan
dasarnya menetap walau akhirnya dpat dihilangkan keganasannya.
Untuk kasus ini pengobatan dimulai dengan dosis cukup tinggi,
misalnya prednison 40-60 mg/hari yang kemudian diturunkan ke dosis
terendah yang masih dpat mengendalikan penyakit.

Kontra Indikasi
Infeksi sistemik, kecuali bila diberikan antibiotik sistemik. Hindari
vaksinasi dengan virus aktif paada pasien yang menderita imunosupresif.

Peringatan
Supresi adrenal dapat terjadi pada penggunaan jangka lama dan bertahan
beberapa tahun setelah pengobatan dihentikan. Penguranagn dosis yang
tiba-tiba setelah penggunaan lama (lebih dari 7 hari) dapt menyebabkan
insufisiensi adrenal akut, hipotensi, dan kematian. Oleh karena itu,
penghentian harus bertahap.
Efek supresi adrenal ini paling kecil bila obat diberikan pagi hari. Untuk
mengurangi efek ini lebih lanjut, dosis total 2 hari sebaiknya diberikan
sebagai dosis tunggal berselang sehari. Cara ini cocok untuk terapi arthritis
rheumatoid, tetapi tidak cocok untuk terapi asma bronkial. Efek supresi ini
juga dapat dikurangi dengan pemberian intermitten.
Sediaan yang beredar meliputi :
- Deksametason
Dexamethason (Generik) cairan injeksi 5 mg/ml (K)
Camideson (Lucas Djaya) cairan injeksi 5 mg/ml (K)

- Hidrokortison
Silecort (Prafa) serbuk injeksi 100 mg/2 ml (K)
Solu-cortef (Upjohn SA-Belgium) serbuk injeksi 100 mg/ml, 250
mg/ml, 500 mg/ml (K)
- Kortison
Kortison asetat (Generik) cairan injeksi 25 mg/ml (K)
- Triamsinolon
Kenacort-A IM (Squibb-Australia) cairan injeksi 40 mg/ml (K)
Kenacort-A IM/ID (Squibb-Australia) cairan injeksi (K).

Efek Samping
Penggunaan kortikosteroid jangka lama akan menimbulkan efek
samping

akibat

khasiat

glukokortikoid

maupun

khasiat

mineralokortikoid. Efek samping glukokortikoid meliputi diabetes dan


osteoporosis yang terutama berbahaya bagi usia lanjut.
Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis avaskular dan
sindrom Cushing yang sifatnya berpulih (reversible).
Dapat juga terjadi gangguan mental, euphoria dan miopati.
Hubungan penggunaan kortikosteroid dengan timbulnya tukak peptik
tidak begitu jelas.
Pada anak, kortikosteroid dapat menimbulksn gangguan pertumbuhan,
sedangkan pada wanita hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan
adrenal anak.
Efek samping mineralkortikoidadalah hipertensi, retensi Na dan
cairan, dan hipokalemia. Efek ini paling jelas pada fludrokortison dan
cukup jelas pada kortison, hidrokortison, dan kortikotropin. Sementara
itu, efek mineralkortikoid betametason dan deksametason boleh
diabaikan debandingkan dengan efek glukokortikoidnya yang sangat
kuat. Prednison, prednisolon, metilprednisolon, dan triamnisolon
memperlihatkan efek mineralokortikoid yang ringan.
3. Golongan analgesik
a. Golongan Analgesik Non Narkotik
1. Asetaminofen ( Analgesik Oral )
Mekanisme Kerja

Belum

jelas,asetaminofen

menghambat

sintesis

prostaglandin pada SPP.

Data Farmakokinetik
Asetaminofen diabsorpsi secara cepat dan sempurna di

saluran GI pada pemberian oral. Asetaminofen terdistribusi


secara cepat dan merata pada kebanyakan jaringan tubuh.
Sekitar 25% asetaminofen di dalam darah terikat pada protein
plasma. Asetaminofen dimetabolisme oleh system enzim
mikrosomal di dalam liver. Asetaminofen mempunyai waktu
paro plasma 1,25-3 jam,dan mungkin lebih lama mengikuti
dosis toksik atau pada pasien dengan kerusakan liver. Sekitar
80-85% asetaminofen di dalam tubuh mengalami konjugasi
terutama dengan asam glukuronat dan dengan asam sulfat.
Asetaminofen diekskresiksan lewat urine kira-kira sebanyak
85% dalam bentuk bebas dan terkonjugasi.

Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang ; demam


Kontaindikasi : Pasien dengan fenilketunoria (kekurangan
homozigot fenilalanin hidroksilase) dan pasien yang harus

membatasi masukan fenilalanin.


Peringatan : berkurangnya fungsi

hati

dan

ginjal;

ketergantungan pada alkohol.


Interaksi obat:
Resin penukar anion: kolestiramin menurunkan absorpsi
parasetamol.
Antikoagulan: penggunaan paracetamol secara rutin dalam
waktu yang lama mungkin meningkatkan warfarin.
Metoklopramid dan Domperidon : metoklopramid

mempercepat absorpsi paracetamol (meningkatkan efek).


Efek samping : efek samping jarang; kecuali ruam kulit;
kelainan

darah;

pancreatitis

akut

dilaporkan

setelah

penggunaan jangka panjang; penting pada kerusakan hati


(dan lebih jarang kerusakan ginjal) setelah overdosis.

2. Kapsaisin ( Analgesik Topikal )


Mekanisme kerja
Suatu eksrtak dari lada merah yang menyebabkan pelepasan dan
pengosongan substansi P dari serabut saraf

Indikasi : bermanfaat dalam menghilangkan rasa sakit pada


OA jika digunakan secara topical pada sendi yang
dipengarugi. Kapsaisin dapat digunakan sendiri atau
kombinasi dengan analgesic oral atau AINS. Agar efektif,
kapsaisin harus digunakan secara teratur dan dapat

membutuhkan waktu hingga 2 minggu untuk bekerja.


Peringatan: pasien harus diperingatkan untuk

tidak

mengoleskan krim ini pada mata atau mulut dan untuk

mencuci tangan setslah penggunaan.


Efek samping: ditoleransi dengan baik, tetapi pada beberapa
pasien

mengalami

rasa

terbakar

atausengatan

untuk

sementara pada area yang dioleskan.


3. Glukosamin dan Kondroitin ( Analgesik Topikal )
Mekanisme kerja: Glukosamin mengurangi penyempitan

ruang sendi
Indikasi: Glukosamin dan kondroitin merupakan suplemen
makanan yang telah menunjukan hasil yang superior
terhadao placebo dalam meredakan rasa sakit pada OA lurut
atau pinggul pada 17 studi double-blind dengan control
placebo.

b. Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja obat
Data Farmakologi analgesik narkotik
Obat

Analgesi Antitus

Konstipa

Depresi

si

pernapasa si

if

Seda

Emesi Pengaru
s

h fisik

Kodein

+++

Hidrokodo

+++

n
Hidromorf

++

+++

++

++

on
Levorfanol

++

++

++

++

++

++

++

Morfin

++

+++

++

++

++

++

++

Oksikodon

++

+++

++

++

++

++

++

Indikasi: nyeri sedang sampai berat; terutama yang berasal dari

visceral
Kontraindikasi: hindari pada depresi napas akut, alkoholisme
akut, dan bila terdapat resiko ileus paralitik; tidak dianjurkan
pada akut abdomen; juga hindari pada peningkatan tekanan
kranial atau cedera kepala (selain mengganggu pernapasan juga
mempengaruhi respon pupil yang penting untuk penilaian
neurologis); hindari injeksi pada feokromositoma (ada resiko
tekanan darah naik sebagai respon terhadap pelepasaan

histamin).
Peringatan: hipotensi, hipotiroidisme, asma (hindari selama
serangan); dan turunnya cadangan pernapasan, hipertrofi
prostat; wani:ta hamil dan menyusui; dapat memicu koma pada
kerusakan hati (kurangi dosis atau hindari; tetapi banyak
pasien demikian dapat menerima morfin); kurangi dosis atau
hindari pada kerusakan ginjal; penderita lanjut usia dan sakit
parah (kurangi dosis); ketergantungan (gejala putus obatnya
berat);penggunaan antitusif golongan analgetik opioidsecara
umum tidak dianjurkan pada anak dan harus hindari

seluiruhnya pada mereka di bawah satu tahun.


Intraksi obat:
Alkohol: menaikan efek sedatif dan efek hipotensif
Antiarimia: menunda absorpsi meksiletin
Antibakteri : rifampisin mempercepat metabolisme metadon
(mengurangi efek); eritromisin menaikan kadar plasma

alfentanik;

produsen

menghindari

siprofloksasin

premedikasi

dengan

menyarankan
analgetik

(menurunkan kadar plasma siprofloksasin)


Antikoagulan: dekstropropoksi dapat meningkatan

agar
opioid
efek

nikumalon dan warfarin


Antidepresan : eksitasi atau depresi SSP (Hipertensi atau
hipetensi) apabila petidin dan mungkin analgetik opioid lainnya
diberikan kepada pasien yang menerima MAOI (termasuk
moklobemid)
Antiepileptik:

dekstropropoksifen

menambah

efek

karbamazepin; efek tramadol diturunkan oleh karbamazepin


Antipsikotik : menaikan efek sedatif dan efek hipotensif
Antivirus : metadon mungkin menaikkan kadar plasma
zidovudin
Ansiolitika dan hipnotika: menambah efek sedatif
Cisaprid: mungkin antagonisme terhadap efek saluran cerna
Dopaminergik: dilaporkan adanya hiperpireksia dan toksisitas
SSP dengan selegilin
Metoklopramid dan Domperidon: antagonism saluran cerna
Obat-obatan antiulkus: simetidin menghambat metabolism

analgetik opioid terutama petidin (meningkatkan kadar plasma)


Efek samping: mual, muntah, kontipasi, dan rasa mengantuk.
Dosis yang lebih besar menimbulkan depresi napas dan
hipotensi.

Daftar Pustaka

Dr. Elin Yulinah, Apt. dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI

Penerbitan, hal. 629 642


Tan, H.T. & Rahardja, K., 2002. Obat-obat Penting, Khasiat dan

Penggunaannya. PT. Elek Komputindo, Jakarta, hal. 321 337


Anonim. Tanpa tahun. Osteoarthritis dalam
http://www.totalkesehatananda.com/osteoarthritis1.html

org dg peptic ulcer:


-

NSAID COX-2 inhibitor yaitu celecoxib, etoricoxib


NSAID+H2RA yaitu ranitidine
NSAID+PPI yaitu mesoprostol
NSAID+analog PG

Anda mungkin juga menyukai