Anda di halaman 1dari 17

Poliomyelitis pada Anak-anak

Risa Sucitra Munthe 102010293, Ida Ayu Dyah Wahyu Suhari 102012467, Yono Suhendro
102013002, Yudanti Abigail Tranggono 102013116, Grevonds Austen 102013223, Stella
102013239, Wiranti Fani Putri 102013391, Fahala Lamboy Sihaloho 102013424, Nurul Amira
Binti Rostathi 102013512
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

ABSTRAK
Poliomyelitis (polio) adalah penyakit virus yang sangat menular, yang terutama mempengaruhi
anak-anak muda. Virus ini ditularkan dari orang-ke-orang dan menyebar terutama melalui rute
fecal-oral atau, lebih jarang melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan bermultiplikasi di
dalam usus, dari mana ia dapat menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
Gejala awal polio termasuk demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan pada leher, dan
nyeri pada anggota badan. Pada sebagian kecil kasus, penyakit ini menyebabkan kelumpuhan,
yang seringkali permanen. Tidak ada pengobatan untuk polio, ianya hanya dapat dicegah dengan
imunisasi.
Kata kunci: poliomyelitis, kelumpuhan, imunisasi

ABSTRACT
Poliomyelitis (polio) is a highly infectious viral disease, which mainly affects young children.
The virus is transmitted by person-to-person spread mainly through the faecal-oral route or, less
frequently, by a common vehicle (e.g. contaminated water or food) and multiplies in the
intestine, from where it can invade the nervous system and can cause paralysis.
Initial symptoms of polio include fever, fatigue, headache, vomiting, stiffness in the neck, and
pain in the limbs. In a small proportion of cases, the disease causes paralysis, which is often
permanent. There is no cure for polio, it can only be prevented by immunization.
Keywords: poliomyelitis, paralysis, immunization

PENDAHULUAN
Kata polio (abu-abu) dan myelin (sumsum, menunjukkan sumsum tulang belakang) berasal dari
bahasa Yunani. Efek dari virus polio inilah pada sumsum tulang belakang yang menyebabkan
manifestasi klasik kelumpuhan pada penderitanya. 1
Catatan dari zaman kuno menyebutkan penyakit yang melumpuhkan adalah kompatibel dengan
poliomyelitis. Michael Underwood pertama kali menggambarkan kelemahan dari ekstremitas
bawah pada anak-anak yang dikenali sebagai polio di Inggris pada tahun 1789. Wabah pertama
di Eropa dilaporkan pada awal abad ke-19, dan wabah pertama kali dilaporkan di Amerika
Syarikat pada tahun 1843. Untuk ratusan tahun berikutnya, epidemi polio dilaporkan dari
negara-negara maju di belahan bumi utara setiap musim panas dan musim gugur. Epidemi ini
menjadi semakin parah, dan usia rata-rata orang yang terkena meningkat. Dengan bertambahnya
usia orang dengan infeksi primer, tingkat keparahan penyakit dan jumlah kematian akibat polio
meningkat. Polio mencapai puncaknya di Amerika Syarikat pada tahun 1952, dengan lebih dari
21 000 kasus lumpuh. Namun, setelah pengenalan vaksin yang efektif, kejadian polio menurun
secara drastis. Kasus terakhir dari virus polio liar yang diperoleh di Amerika Syarikat adalah
pada tahun 1979, dan eradikasi polio global mungkin dapat dicapai dalam satu dekad ini.1

ANAMNESIS
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan
langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali,
orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di
dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian
besar anak belum dapat memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak
alloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting dari pada autonamnesis. Yang perlu
dilakukan pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut: 2

1)Identitas

Nama (+ nama keluarga)


Umur/ usia

Jenis kelamin
Nama orang tua
Alamat
Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua
Agama dan suku bangsa. 2

2)Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )

Keluhan utama kaki kanan tidak dapat digerakkan


Sejak kapan keluhan utama berlaku sejak dua hari yang lalu
Apakah tidak dapat digerakkan terus atau waktu tertentu sahaja
Apakah tidak dapat bergerak total atau masih bisa gerak sedikit
Apakah ada kejang / nyeri / lemas
Keluhan lain : demam / sakit kepala / batuk / mual / muntah
demam ringan 38C, batuk pilek, sakit kepala dan nyeri otot

3)Riwayat Penyakit Dahulu ( RPD )

Pernah mengalami sakit seperti ini?

4)Riwayat Penyakit Keluarga ( RPK )

Dalam keluarga ada yang pernah mengalami keluhan sama?


Teman-teman di sekolah?
Tetangga?

5)Riwayat Pengobatan

Ada mengkonsumsi obat-obatan untuk keluhan?

6)Riwayat Sosio-ekonomi

Sanitasi rumah / lingkungan


Sanitasi diri
Asupan gizi

7 hari yang lalu, pasien

Anamnesis ibu:
1)Riwayat kehamilan

Antenatal care

2)Riwayat kelahiran

Normal per vagina / Caesar


Komplikasi
Tempat lahir ( rumah sakit, rumah )
Bantuan lahir ( dokter, bidan )
APGAR Score

3)Riwayat imunisasi ( lengkap / tidak )


dan 4 bulan)

Lengkap kecuali polio hanya mendapatkan 2x (usia 2

PEMERIKSAAN FISIK
Pertama, saat pasien datang, dilihat keadaan umum dan tahap kesedaran pasien. Kemudian,
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Selepas itu, dilakukan pemeriksaan fisik neurologis. Seperti biasa, dilakukan inspeksi untuk
menilai bentuk dan ukuran otot serta apakah terdapat gerakan abnormal. Perhatikan semua
kelompok otot untuk melihat posisi yang abnormal (akibat kelemahan atau kontraktur), atrofi
dan fasikulasi (kontraksi ireguler daerah-daerah kecil otot).3
Seterusnya dilakukan palpasi untuk menilai tonus otot ekstremitas atas dan bawah. Pemeriksaan
gerakan pasif juga dilakukan. Penurunan tonus akibat kelainan lower motor neuron (LMN),
kelainan serebelum atau miopati akan menyebabkan kondisi lunglai (flaccid). Peningkatan
tonus pula akan menyebabkan spastisitas (kekakuan pisau lipat) yang dijumpai pada lesi upper
motor neuron (UMN), rigiditas, distonia, miotonia dan paratonia. Pasien juga diminta untuk
melakukan gerakan aktif seperti fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi pada paha, fleksi dan ekstensi
lutut serta plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki. Hasil pemeriksaan dibandingkan
antara yang normal dengan yang mengalami keluhan. Pemeriksaan ini perlu untuk menilai
kekuatan motorik ekstremitas dan dinilai sesuai skala klasifikasi kekuatan berdasarkan Medical
Research Council (MRC). Refleks tendon juga diperiksa (lutut dan tendo Achilles). Pada lesi

LMN atau miopati, refleks berkurang atau tidak ada, tetapi meningkat atau kuat pada lesi
UMN.3
Selain itu, pemeriksaan sensorik juga dilakukan untuk menguji sensasi nyeri, raba, suhu dan
getaran. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk, Tanda Brudzinski, Tanda
Kernig dan Tanda Lasegue juga dilakukan.3

Tabel 1: Klasifikasi Kekuatan berdasarkan Medical Research Council (MRC) 3


Gred
0
1
2
3
4
5

Keterangan
Tidak ada gerakan
Kontraksi tetapi tidak ada gerakan yang terlihat
Gerakan melawan gravitasi lenyap (misalnya, dapat menggeser kaki ke samping di
tempat tidur tetapi tidak dapat mengangkatnya)
Gerakan melawan gravitasi, tetapi tidak terhadap resistensi
Gerakan melawan resistensi tetapi tidak normal
Kekuatan normal

Keadaan umum: tampak sakit sedang


Kesedaran: compos mentis
Dinding faring hiperemis
Lain-lain dalam batas normal
Pemeriksaan neurologis:

Kaku kuduk (+)


Lumpuh flaccid (+)
Sulit mengangkat kepala dan kaki pada posisi
supine
Refleks tendon (-)
Kekuatan motorik (-)
Tes sensorik (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Isolasi Virus
Virus polio dapat diisolasi dari tinja, kurang diperoleh dari faring, dan jarang diperoleh dari
cairan cerebrospinal (CSF) atau darah. Jika virus polio diisolasi dari seseorang dengan acute
flaccid paralysis, harus diuji lebih lanjut, menggunakan reverse transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR) atau sekuensing genom (genomic sequencing), untuk menentukan
apakah virus tersebut adalah jenis liar (yaitu, virus yang menyebabkan penyakit polio) atau jenis
vaksin (virus yang bisa berasal dari strain vaksin).1

Serologi
Serologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit jika diperoleh di awal
perjalanan penyakit. Dua spesimen yang diperlukan: satu di awal perjalanan penyakit dan satu
lagi diambil tiga minggu kemudian. Kenaikan titer sebanyak empat kali menunjukkan infeksi
virus polio. Dua spesimen yang tidak ada antibodi terdeteksi mungkin menyingkirkan infeksi
virus polio. Namun begitu, ada keterbatasan pemeriksaan titer antibodi. Pasien yang
immunocompromised mungkin memiliki dua titer tanpa terdeteksi antibody dan masih bisa
terinfeksi virus polio. Seseorang yang telah divaksinasi dan tidak pernah diinfeksi virus polio
mungkin memiliki spesimen dengan antibodi yang terdeteksi dari vaksin.1

Cairan Serebrospinal(CSS)
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) dapat ditemukan peningkatan jumlah sel darah putih
yaitu 10-200 sel/mm3 terutama sekali adalah sel limfositnya dan berlaku sedikit peningkatan
protein sebanyak 40-50 mg/100 ml. Isolasi virus juga dapat dilakukan pada CSS.1

WORKING DIAGNOSIS

POLIOMYELITIS
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh infeksi
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan polio virus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut dan menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralisis).4
Tropisme (respons pertumbuhan) khusus virus polio terhadap sistem saraf pusat, yang biasanya
masuk dengan menembus sawar darah-sistem saraf pusat, kemungkinan dipermudah dengan
refleks dilatasi kapiler yang mensuplai pusat motor di kornu anterior batang otak atau korda
spinalis yang terkena. Jalur lainnya mungkin masuk ke dalam motor neuron pada sambungan
neuromuscular perifer. Motor neuron sangat rentan terhadap infeksi dan berbagai derajat
kerusakan. Penemuan histopatologis dalam batang otak dan korda spinalis meliputi nekrosis sel
saraf dan cuffing perivascular oleh infiltrasi sel mononuclear, terutama limfosit.4

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

HYPOKALEMIC PERIODIC PARALYSIS


Gangguan yang menyebabkan pasien bertenaga normal, menjadi lemah secara intermitten tidak
umum. Gangguan ini terjadi sebagai keadaan dominan autosomal pada dua pertiga kasus dan
sebagai kasus sporadic pada sepertiga lainnya. Laki-laki lebih sering dan terpengaruh secara
lebih hebat. Frekuensi serangan bervariasi dari sehari-hari sampai bertahun-tahun. Serangan
bertahan dari 3 sampai 4 jam sampai selama satu hari atau lebih. Santapan tinggi karbohidrat
atau tinggi kandungan natrium dapat menimbulkan serangan. Paralisis melibatkan otot anggota
gerak proksimal lebih dari distal; jarang-jarang otot mata/okuler, bulbar, atau otot pernafasan
melemah, dan keterlibatan bulbar dan pernafasan mungkin terbukti fatal. Refleks menjadi
hipoaktif, dan aritmia jantung dapat terjadi selama serangan. Pada pasien mungkin berkembang
kelemahan proksimal yang terus-menerus setelah bertahun-tahun serangan. Pemeriksaan selama
interval bebas serangan sebaliknya normal kecuali sering dijumpai miotoni kelopak mata.5

Diagnosis ditegakkan dengan menunjukkan kalium serum yang rendah selama suatu serangan
paralitik dan dengan menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia. Elektrokardiogram rutin
selama serangan menunjukkan ciri hipokalemia yang karakteristik. Elektromiografi rutin tidak
bermanfaat dalam diagnosis, tetapi biopsi otot sering menunjukkan adanya vakuole tunggal atau
multiple yang terletak sentral. 5

MYASTHENIA GRAVIS
Myasthenia gravis (MG) adalah suatu gangguan neuromuskular yang dicirikan oleh kelemahan
dan kelelahan otot rangka. Defek yang mendasarinya ialah pengurangan dalam jumlah reseptor
acetylcholine (AChRs) yang tersedia pada persambungan neuromuscular akibat suatu serangan
autoimun yang diperantarai antibodi. Perubahan ini menyebabkan berkurangnya efisiensi
transmisi neuromuscular. Antibodi anti-AChR mengurangi jumlah AChR yang tersedia pada
persambungan neuromuscular oleh tiga mekanisme:
1)

2)

3)

reseptor asetilkolin dapat diturunkan derajatnya pada kecepatan yang dipercepat oleh
mekanisme yang melibatkan cross-linking dan endositosis reseptor yang cepat
tempat aktif AChR, yaitu tempat yang secara normal mengikat Ach, dapat diblok oleh
antibodi
membran otot pascasinaptik dapat dirusak oleh antibodi dengan kerjasama sistem
komplemen.6

Kelainan ini dapat mengenai individu pada semua kelompok umur, tetapi puncak insidensi pada
perempuan di usia dua puluhan atau tiga puluhan dan pada laki-laki di usia lima puluhan dan
enam puluhan. Secara keseluruhan, perempuan yang terkena lebih sering daripada laki-laki,
dengan perbandingan sekitar 3:2. Ciri utamanya adalah kelemahan dan kelelahan otot.
Kelemahan bertambah selama penggunaan berulang dan dapat membaik setelah istirahat atau
tidur. Perjalanan MG sering bervariasi. Eksaserbasi dan remisi dapat terjadi, terutama selama
beberapa tahun pertama setelah awitan penyakit. Remisi jarang sempurna atau permanen. Infeksi
yang tidak berhubungan atau gangguan sistemik sering menyebabkan kelemahan miastenik yang
bertambah dan mencetuskan krisis.6
Distribusi kelemahan otot mempunyai pola yang karakteristik. Otot cranial, khususnya otot
kelopak dan ekstraokuler, sering terlibat secara dini, dan diplopia serta ptosis adalah keluhan
permulaan yang umum. Kelemahan muka menyebabkan air muka yang geram bila pasien
mencoba tersenyum. Kelemahan dalam mengunyah adalah yang paling kelihatan setelah upaya
yang berkepanjangan, seperti pada waktu mengunyah daging. Bicara seperti suara hidung yang
disebabkan kelemahan palatum atau kualitas cengeng disartrik akibat kelemahan lidah.
Kesulitan menelan dapat terjadi sebagai hasil kelemahan palatum, lidah atau faring yang

memberikan regurgitasi hidung atau aspirasi cairan atau makanan. Pada sekitar 85% pasien,
kelemahan menjadi umum, mengenai atau mempengaruhi juga anggota gerak. Kelemahan
anggota gerak pada MG sering pada bagian proksimal dan dapat asimetris. Meskipun terdapat
kelemahan otot, namun refleks tendo dalam (profunda) tetap bertahan. Jika kelemahan
pernafasan atau penelanan menjadi berat sampai membutuhkan bantuan pernafasan atau intubasi,
pasien disebut dalam keadaan krisis.6

POLYMYOSITIS
Polymyositis adalah suatu peradangan otot yang etiologinya belum diketahui, dan merupakan
kelainan jaringan ikat yang jarang terjadi. Gangguan imunologi mempengaruhi derajat variasi
dari polymyositis. Polymyositis ini biasanya terjadi pada dewasa dan merupakan kelainan yang
didapat, walaupun mungkin ada predisposisi genetik.7
Polymyositis merupakan penyakit jaringan ikat menahun yang ditandai dengan peradangan yang
menimbulkan nyeri dan degenerasi dari otot-otot.
Insidens polymyositis biasanya terjadi pada dewasa (usia 40-60 tahun) atau pada anak-anak (usia
5-15 tahun). Insidens polymyositis diperkirakan 5-10 kasus / 1 juta penduduk / tahun, dengan
prevalensi 6-7 kasus/100.000 penduduk. Polymyositis lebih banyak ditemukan pada wanita,
dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1:2.
Penyebab polymyositis tidak diketahui secara pasti, namun virus atau reaksi autoimun diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kanker juga bisa memicu timbulnya penyakit ini, dimana
reaksi autoimun terhadap kanker mungkin diarahkan untuk melawan bahan yang terkandung di
dalam otot. Sekitar 15% penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun, juga menderita kanker.7
Gejala polymyositis pada semua umur hampir sama, tetapi biasanya pada anak-anak gejalanya
timbul secara lebih mendadak. Gejalanya bisa dimulai selama atau sesudah suatu infeksi, yaitu
berupa kelemahan otot (terutama otot lengan atas, panggul dan paha), nyeri otot dan sendi,
kemerahan (ruam kulit), kesulitan menelan, demam, kelemahan, hingga penurunan berat badan.
Terapi untuk komponen otot dermatomiositis melibatkan penggunaan kortikosteroid, dengan
atau tanpa agen imunosupresif. Penyakit kulit diobati dengan menghindari sinar matahari, tabir
surya, kortikosteroid topikal, agen antimalaria, metotreksat, mycophenolate mofetil, atau
intravena (IV) imunoglobulin. Terapi fisik dan tindakan rehabilitatif diperlukan pada pasien
tertentu. Langkah-langkah pelindung matahari diperlukan untuk pasien dengan penyakit kulit.7

MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar infeksi merupakan infeksi subklinis atau sangat ringan. Jika terjadi penyakit,
masa inkubasi dapat berkisar antara 4 sampai 35 hari tetapi biasanya antara 7 sampai 14 hari.
Penyakit ini dibagi dalam 3 kelas: Pertama, poliomyelitis abortif, penyakit demam non-spesifik
selama 2-3 hari tanpa tanda lokalisasi sistem saraf pusat. Kelas kedua adalah pasien yang
mengalami meningitis aseptik non-paralitik. Penyembuhan terjadi cepat dan sempurna biasanya
dalam beberapa hari. Kelas ketiga, poliomyelitis paralitik, merupakan akibat utama infeksi yang
mungkin terjadi dan seringkali didahului periode demam dan penyakit ringan. Secara klasik,
setelah beberapa hari, gejala menghilang. Dalam waktu 5 sampai 10 hari demam terjadi lagi, dan
muncul tanda iritasi meningen serta paralisis flasid asimetris sebagai akibat sebaran virus secara
hematogen ke sistem saraf pusat. Kemudian diikuti oleh nyeri dan spasme otot mengejang serta
kejang kaku pada bagian yang terkena. Secara khas, distribusi paralisis adalah asimetris, yang
lebih sering terkena ialah otot anggota gerak bawah dan otot yang lebih besar dibandingkan
dengan anggota gerak bagian atas dan otot yang lebih kecil. Bisa mengenai kelompok otot yang
terisolasi, atau bisa juga terjadi perluasan paralisis ke seluruh anggota tubuh. 4
Refleks tendo berkurang atau menghilang. Sensasi tetap utuh, berlawanan dengan kelumpuhan
simetris yang biasanya terjadi dan dengan gangguan sensori ringan pada sindroma GuillainBarre. Kelumpuhan karena keracunan logam berat juga mungkin sulit dibedakan secara klinis
dari poliomyelitis.4
Biasanya ketika suhu pasien kembali normal, paralisis tidak menjadi progresif dan pemulihan
terjadi dengan derajat yang berbeda-beda dalam beberapa minggu atau beberapa bulan
berikutnya. Atrofi otot yang terlibat jelas terlihat setelah 4-8 minggu. Pemulihan mungkin sangat
lambat dan tidak didapat kesempurnaan pemulihan dalam 6-18 bulan.8
Poliomyelitis paralitik diklasifikasikan menjadi tiga jenis, tergantung pada tingkat keterlibatan.
Polio tulang belakang (spinal polio) adalah yang paling umum, dan dari 1969-1979,
menyumbang 79% dari kasus paralitik. Hal ini ditandai dengan kelumpuhan asimetris yang
paling sering melibatkan kaki. Bulbar polio menyebabkan kelemahan otot yang dipersarafi oleh
saraf kranial dan menyumbang 2% dari kasus selama periode ini. Polio bulbospinal (Bulbospinal
polio), kombinasi bulbar dan kelumpuhan tulang belakang (spinal), menyumbang 19% dari
kasus. Rasio kematian:kasus polio paralitik umumnya 2% -5% di kalangan anak-anak dan hingga
15% -30% untuk orang dewasa (tergantung pada usia). Hal ini meningkat sampai 25% -75%
dengan keterlibatan bulbar. 1 Bila pusat pernafasan dikenai, pernafasan menjadi tidak teratur dan
bisa menimbulkan apnea. Terkenanya pusat vasomotor akan mengubah denyut nadi dan tekanan
darah secara dramatis. Dikenainya segmen servikalis dan torakalis medulla spinalis bisa
melumpuhkan otot-otot pernafasan.8
Pada dekade setelah infeksi yang menimbulkan paralisis, korban poliomyelitis akan mengalami
kelemahan neuromuskular yang progresif, nyeri dan kelemahan tungkai yang terkena

sebelumnya. Keadaan ini disebut atrofi neuromuscular pascapoliomyelitis atau sindrom


pascapolio. Gejala bervariasi dari gangguan fungsi ringan sampai sedang dengan kelelahan, nyeri
otot, fasikulasi dan kelemahan yang dapat stabil atau meningkat menjadi atrofi otot. Anggota
tubuh seringkali terkena; selain itu keterlibatan klinis atau subklinis otot-otot bulbar dan
pernafasan kadang-kadang dapat menyebabkan disfagia berat, episode tercekik, aspirasi atau
apnea ketika tidur. Biasanya patogenesis dianggap melibatkan disfungsi motor neuron yang
mempertahankan hidup disertai disintegrasi lambat terminal akson sehingga terjadi denervasi
otot. Juga terdapat beberapa bukti yang menunjukkan pada beberapa penderita dapat terjadi
reaktivasi virus polio yang laten atau persisten pada sistem saraf pusat.4

ETIOLOGI
Virus Polio termasuk famili Picornaviridae dan genus Enterovirus merupakan virus kecil dengan
diameter 20-32 nm, berbentuk sferis dengan ukuran utamanya RNA yang terdiri daripada 7.433
nukleotida, tahan pada pH 3-10, sehingga dapat tahan terhadap asam lambung dan empedu. Virus
tidak rusak beberapa hari dalam suhu 2-8C, tahan terhadap gliserol, ether, phenol 1% dan
berbagai deterjen, tetapi dapat dimatikan dengan pemanasan pada suhu 50-55C selama 30
menit, bahan oksidator, formalin, klorin dan sinar ultraviolet.1
Secara serologi, virus polio dibagi kepada tiga: 1 Brunhilde; 2 Lansing; dan 3 Leon. Tipe 1
sering menimbulkan epidemic luas dan ganas, tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus
sporadic dan tipe 3 menyebabkan epidemic ringan. Virus ini tidak menimbulkan imunitas silang.9

EPIDEMIOLOGI
Tidak ada kasus infeksi virus polio liar telah dilaporkan di Amerika Syarikat sejak tahun 1979.
Hingga tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus vaksin dilaporkan setiap
tahun. Sejak diperkenalkan all-inactivated poliovirus vaccine (IPV) dalam jadwal imunisasi
rutin, jumlah kasus vaksin-terkait telah menurun secara signifikan. 10
Insiden global infeksi virus polio telah menurun lebih dari 99% sejak tahun 1988. Meskipun
tidak ada wabah telah dilaporkan di belahan bumi barat sejak tahun 1991, Organisasi Kesehatan
Pan Amerika (Pan American Health Organization) melaporkan wabah di Haiti dan Republik
Dominika pada tahun 2001. Sejak tahun 2001, tidak ada wabah tambahan penyakit yang
disebabkan oleh virus polio liar telah dilaporkan di Amerika. Cluster penyakit tipe liar masih
ditemukan di beberapa daerah di Afrika dan Asia Tenggara.10

Pada 2014, kemajuan yang signifikan telah dibuat terhadap pemberantasan polio di India, yang
sekarang dianggap sebagai daerah non-endemic. Pakistan, Afghanistan, dan Nigeria adalah 3
negara di mana transmisi virus polio liar asli masih terjadi. Namun, impor virus polio liar ke
negara yang sebelumnya dianggap bebas dari polio terus menjadi masalah, terutama di Afrika.
Selain itu, telah dikonfirmasi kasus polio di Suriah dan Iraq disebabkan oleh virus polio liar tipe
1 ( WPV1).10

PATOGENESIS
Penularan virus ini adalah melalui fecal-oral dan konsumsi air minuman yang tercemar. Virus
masuk melalui mulut, dan bermultiplikasi di nasofaring dan traktus gastrointestinal pada
awalnya. Kemudian, virus akan menyerang jaringan limfoid lokal, memasuki aliran darah dan
akhirnya dapat menginfeksi sel-sel dari sistem saraf pusat. Replikasi poliovirus dalam neuron
motorik kornu anterior dan batang otak membawa kepada destruksi sel dan menyebabkan
flaccid paralysis, yang merupakan ciri khas poliomyelitis.1

Poliomyelitis Pathogenesis
Entry into mouth

Replication in pharynx, GI tract


Hematologic spread to lymphatics and
central nervous system
Viral spread along nerve fibers
Destruction of motor neurons

PENATALAKSANAAN

Belum ada pengobatan antivirus yang spesifik untuk penyakit polio sampai saat ini. Untuk
mengurangi jumlah virus dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dapat diberikan zat
immunoglobulin. Pada prinsipnya, pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya kecacatan pada
anak agar anak dapat tumbuh seoptimal mungkin.4
Istirahat di tempat tidur dianggap penting sebagai bagian perawatan pendukung pada pasien
poliomyelitis paralisis, dan sedatif mungkin perlu diberikan sebagai obat tambahan. Namun,
pengobatan tersebut merupakan kontraindikasi bila penyakit mengenai bulbar atau terjadi
kelemahan otot pernafasan. Pemberian pemanas lembap secara intermitten tampaknya
menghilangkan nyeri otot dan spasme otot dini. Kadang-kadang mandi air panas lebih efisien
dan berakibat lebih baik, terutama untuk anak kecil. Terapi fisik seperti gerakan pasif yang
ringan harus dilakukan bersama dengan pemanasan lembap untuk memperluas rentang gerak dan
menghindari kontraktur potensial dan deformitas. Rehabilitasi memerlukan usaha intensif tim
terapi fisik yang terlatih dalam mengevaluasi gerak otot dan mampu menentukan kapan
diperlukan bidai atau alat penopang saat masa pemulihan.4
Pasien yang menderita palsi bulbar mungkin memerlukan intubasi endotrakea untuk menjaga
saluran nafas dan untuk menghindari aspirasi sekret yang tidak dapat ditelan. Ventilasi mekanik
mungkin perlu bila pusat pernafasan terlibat, seperti pada penderita dengan paralisis diafragma.
Masalah lain termasuk ketidakmampuan berkemih mungkin memerlukan pengosongan kandung
kemih berulang melalui kompresi manual, atau melalui kateter urethra.4

KOMPLIKASI
Polio paralitik dapat menyebabkan kelumpuhan sementara atau permanen otot, cacat, dan
kelainan bentuk pinggul, pergelangan kaki dan kaki. Meskipun banyak cacat dapat diperbaiki
dengan operasi dan terapi fisik, perawatan ini mungkin tidak menjadi pilihan di negara
berkembang di mana polio masih umum. Akibatnya, anak-anak yang bertahan hidup polio dapat
menghabiskan hidup mereka dengan cacat berat.4
Pada dekade setelah infeksi yang menimbulkan paralisis, korban poliomyelitis akan mengalami
kelemahan neuromuscular yang progresif, nyeri dan kelemahan tungkai yang terkena
sebelumnya. Keadaan ini disebut atrofi neuromuscular pascapoliomyelitis atau sindrom
pascapolio. Gejala bervariasi dari gangguan fungsi ringan sampai sedang dengan kelelahan, nyeri
otot, fasikulasi dan kelemahan yang dapat stabil atau meningkat menjadi atrofi otot. Anggota
tubuh seringkali terkena; selain itu keterlibatan klinis atau subklinis otot-otot bulbar dan
pernafasan kadang-kadang dapat menyebabkan disfagia berat, episode tercekik, aspirasi atau
apnea ketika tidur. Biasanya patogenesis dianggap melibatkan disfungsi motor neuron yang
mempertahankan hidup disertai disintegrasi lambat terminal akson sehingga terjadi denervasi
otot. Juga terdapat beberapa bukti yang menunjukkan pada beberapa penderita dapat terjadi
reaktivasi virus polio yang laten atau persisten pada sistem saraf pusat.4

PENCEGAHAN
Terdapat dua tipe vaksin virus polio yang diizinkan di Amerika Syarikat: vaksin polio yang
diinaktivasi (Salk) dan vaksin dari virus hidup yang dilemahkan (Sabin) yang diberikan secara
oral. Setiap tipe mengandungi tiga serotipe virus poliomyelitis.4
Vaksin polio yang diinaktivasi (IPV, inactivated polio vaccine) sudah digunakan secara meluas
dan efikasinya sangat memuaskan. Produk ini aman, tanpa efek samping yang mengganggu yang
cukup bermakna. Pada tahun 1988, diizinkan satu jenis vaksin polio yang diinaktivasi yang lebih
kuat, yang dihasilkan dalam sel diploid manusia. Vaksin polio yang diinaktivasi yang sudah
diperkuat potensinya ini dapat menghasilkan seropositif 99 sampai 100 persen terhadap ketiga
tipe virus polio setelah pemberian dua dosis pada bayi. Vaksin primer dengan tiga dosis subkutan
(2 dosis dengan selang waktu 4 sampai 8 minggu dan dosis ketiga 6 sampai 12 bulan kemudian)
dianjurkan untuk anak-anak dan orang dewasa yang belum diimunisasi. Pada saat anak mulai
masuk sekolah dianjurkan pemberian vaksin penguat (booster). Lama perlindungan minimal 5
tahun dan dapat lebih lama lagi.4
Vaksin polio oral (OPV) berisi virus hidup yang sudah dilemahkan. Vaksin ini diberikan dalam 3
dosis sebagai seri primer (2 dosis pertama biasanya selang 6 sampai 8 minggu dan dosis ketiga 8
sampai 12 bulan kemudian) dan dapat menghasilkan antibodi terhadap ketiga serotipe pada lebih
dari 95 persen penerima. Seperti virus polio liar, virus vaksin polio oral menginfeksi dan
memperbanyak diri dalam orofaring dan saluran usus dan dapat terbungkus dalam feses selama 6
minggu atau lebih.4
Satu kerugian vaksin polio oral adalah risiko yang jarang berupa penyakit kelumpuhan yang
berhubungan dengan vaksin pada beberapa penerima, seperti pada individu dengan respon imun
yang lemah; orang dewasa yang rentan mempunyai risiko lebih besar dibanding anak-anak.
Insidensi poliomyelitis paralitik akibat vaksin diperkirakan 1 per 2.6 juta dosis dan 1 per 520 000
setelah dosis pertama. Dari tahun 1980 sampai 1999 di Amerika Syarikat, 95% kasus polio
paralitik yang dilaporkan adalah berkaitan dengan vaksin.4
Keuntungan utama vaksin polio oral adalah cara pemberian yang mudah dan adanya imunisasi
sekunder pada kontak non-imun melalui terbungkusnya virus vaksin dalam saluran cerna,
menghasilkan kekebalan yang lebih luas dalam masyarakat. Juga diperkirakan selama wabah,
kolonisasi virus vaksin sementara menyebabkan induksi kekebalan mukosa ( terutama melalui
IgA sekretoris) yang dapat mempengaruhi penerimaan dan penyebaran virus polio liar
berikutnya.4
Pilihan antara vaksin polio yang diinaktivasi dan vaksin polio oral untuk imunisasi primer rutin
masih diperdebatkan; namun demikian jelas bahwa keduanya merupakan vaksin yang sangat
efektif dan bahwa imunisasi dengan salah satu vaksin ini penting untuk mencegah penyakit.

Idealnya imunisasi harus diberikan pada masa bayi. Orang dewasa yang rentan dan berisiko
terpajan infeksi karena pekerjaan atau karena bepergian ke daerah endemic harus mendapat
imunisasi lengkap, lebih baik dengan vaksin polio yang diinaktivasi. Individu dengan defisiensi
imun atau perubahan status imun sebaiknya tidak mendapat vaksin polio oral, baik secara
langsung maupun melalui kontak dengan anggota keluarga, karena meningkatnya risiko paralisis
yang berhubungan dengan vaksin. Pada keadaan imunisasi vaksin polio yang diinaktivasi secara
spesifik diindikasikan untuk individu dengan respon imun lemah yang belum diimunisasi atau
diimunisasi sebagian, pasien yang terinfeksi HIV baik bergejala ataupun tidak, kontak keluarga
dengan salah satu kelompok di atas dan orang dewasa yang belum diimunisasi atau diimunisasi
sebagian (atau kontak dekat lainnya) dalam keluarga yang anaknya mendapat vaksin polio oral,
tetapi hanya jika saat imunisasi yang tepat diketahui.4
Meskipun kini tidak dijumpai lagi daerah baru dengan prevalensi virus polio liar, dapat terjadi
masuknya strain ini (strain import) dari daerah endemis di negara berkembang. Sekali masuk ke
dalam masyarakat, virus dapat menyebar dengan cepat di antara individu yang rentan. Karena itu
program imunisasi yang berkesinambungan sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit
ini.4
Selain pencegahan dengan vaksinasi polio, harus disertai dengan peningkatan sanitasi
lingkungan dan higienis sanitasi perorangan untuk mengurangi penyebaran virus ini.

PROGNOSIS
Pasien dengan penyakit ringan dan pasien polio non-paralitik sembuh sepenuhnya, dan
kebanyakan orang dengan penyakit utama yang lumpuh juga sembuh sepenuhnya. Kurang dari
25% orang dengan poliomyelitis mengalami cacat seumur hidup. 11
Meskipun pasien dapat sembuh sepenuhnya dari gejala polio, polio meninggalkan beberapa
kerusakan. Ketika usia semakin meningkat, sistem saraf mungkin menjadi kurang mampu
mengkompensasi kerusakan yang disebabkan polio, sehingga gejala dapat muncul kembali
secara bertahap. Hal ini dapat terjadi 15 atau 30 tahun setelah infeksi polio aktif. Gejala berulang
dari polio disebut sindrom pasca-polio.11

KESIMPULAN
Hipotesis diterima. Anak laki-laki 8 tahun yang kaki kanannya tidak dapat digerakkan
mengalami poliomyelitis. Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang

disebabkan oleh infeksi virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan polio
virus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan (paralisis). Belum ada pengobatan antivirus yang spesifik untuk penyakit
polio sampai saat ini. Pada prinsipnya, pengobatan adalah untuk mencegah terjadinya kecacatan
pada anak agar anak dapat tumbuh seoptimal mungkin. Penyakit ini dapat dicegah dengan
vaksinasi. Terdapat dua tipe vaksin virus polio: vaksin polio yang diinaktivasi (Salk) dan vaksin
dari virus hidup yang dilemahkan (Sabin) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin telah
dapat menurunkan kasus poliomyelitis secara drastis.

DAFTAR PUSTAKA
1.Poliomyelitis. Diunduh dari http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf
pada 28 Desember 2015.
2. David H. Dasar-dasar pediatri. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.p.4-9
3.Thomas J, Monaghan T. Pemeriksaan fisik dan keterampilan praktis:buku saku Oxford. Edisi 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.279-307
4.Ray G. Infeksi virus polio. Dalam: Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper.
Editor Edisi Bahasa Indonesia: Asdie AH. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam: Edisi
13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.h.927-28
5.Ptacek J, Griggs R. Paralisis periodik. Dalam: Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci,
Kasper. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Asdie AH. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam:
Edisi 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.h.2641-42
6.Drachman D. Miastenia gravis. Dalam: Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper.
Editor Edisi Bahasa Indonesia: Asdie AH. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam: Edisi
13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.h.2638
7.Polymyositis. Diunduh dari http://www.mda.org/disease/polymyositis/overview pada 28
Desember 2015
8.Rudolph A, Hoffman J, Rudolph C. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi 20. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006.h.712-14
9.Brunhilde. Diunduh dari http://insidevaccines.com/wordpress/tag/brunhilde/ pada 29 Desember
2015
10.Pediatric poliomyelitis. Diunduh
overview#a6 pada 29 Desember 2015

dari

http://emedicine.medscape.com/article/967950-

11.Polio prognosis. Diunduh dari http://www.sparkpeople.com/resource/health_a-z_detail.asp?


AZ=366&Page=8 pada 29 Desember 2015

Anda mungkin juga menyukai