KATA PENGANTAR
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun pelajaran 2013/2014 telah
menetapkan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270 SMA sasaran
dan sejumlah SMA yang melaksanakan secara mandiri. Selanjutnya pada tahun pelajaran
2014/2015, Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh SMA untuk kelas X dan XI.
Mempertimbangkan pentingnya Kurikulum 2013 dan masih ditemukannya beberapa kendala
teknis, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan kebijakan penataan kembali
implementasi Kurikulum 2013 pada semua satuan pendidikan mulai semester dua tahun
pelajaran 2014/2015 melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160
Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013.
Implementasi Kurikulum 2013 di SMA akan dilakukan secara bertahap mulai semester
genap tahun pelajaran 2014/2015 di 10% SMA sampai dengan tahun pelajaran 2020/2021 di
seluruh SMA. Sepanjang implementasi secara bertahap tersebut akan dilakukan evaluasi,
perbaikan konsep dan strategi implementasi Kurikulum 2013 agar siap untuk dilaksanakan
secara menyeluruh di semua SMA.
Sejalan dengan kebijakan diatas, Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan tugas dan
fungsinya terus melakukan fasilitasi pembinaan implementasi Kurikulum 2013, antara lain
melalui pengembangan naskah pendukung kurikulum. Pada tahun 2015 Direktorat
Pembinaan SMA melakukan reviu naskah yang dikembangkan tahun sebelumnya dan
menyusun naskah baru mengikuti perkembangan kebijakan Kurikulum 2013. Naskah-naskah
yang direviu dan disusun sebagai berikut : Panduan Pengembangan KTSP, Panduan
Pengembangan Silabus, Panduan Pengembangan RPP, Model-Model Pembelajaran, Panduan
Pengembangan Penilaian, Model Pembelajaran dan Penilaian Projek, Model Pelaksanaan
Remedial dan Pengayaan, Model Penyelenggaraan SKS, Model Penyelenggaraan Aktualisasi
Mata Pelajaran Dalam Kegiatan Kepramukaan, Model Penyelengaraan Peminatan, Model
Penyelenggaraan Pendalaman Minat, Panduan Pengembangan Muatan Lokal, Model
Penyelenggaraan Kewirausahaan, Panduan Transisi Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2006, dan
Panduan Pengisian Aplikasi Rapor. Naskah-naskah pendukung kurikulum dikembangkan
oleh tim pengembang yang terdiri dari unsur staf Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
pengawas, kepala sekolah, dan guru dengan prinsip dari kita, oleh kita, dan untuk kita.
Naskah-naskah tersebut disusun sebagai acuan bagi sekolah dalam mengelola pelaksanaan
kurikulum dan acuan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran di kelas sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
Naskah-naskah pendukung kurikulum akan terus dikembangkan, sehingga menjadi lebih
operasional. Oleh karena itu, sekolah diharapkan memberi masukan untuk penyempurnaan
lebih lanjut. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pembahasan
naskah-naskah ini diucapkan terima kasih.
Jakarta, 00Juni 2015
Direktur Pembinaan SMA,
ii
DAFTAR ISI
B.
Tujuan ........................................................................................................................................ 2
C.
D.
Landasan .................................................................................................................................... 3
Pengertian ................................................................................................................................. 4
B.
Prinsip ........................................................................................................................................ 4
C.
Penyelenggaraan ...................................................................................................................... 5
B.
C.
D.
E.
F.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003). Departemen Pendidikan
Nasional menjelaskan dalam visinya bahwa kecerdasan mencakup cerdas intelektual,
cerdas emosional dan cerdas spiritual (Renstra Kemdiknas 2010-2014). Sedangkan
kemandirian merupakan salah satu dari tugas perkembangan yang harus dicapai siswa.
Kondisi
kemandirian
siswa
SMA
dewasa
ini
(Sarlito
Wirawan,
2003)
cukup
memprihatinkan. Umumnya siswa ragu dan tidak tahu kemana mereka harus
melanjutkan studi. Banyak siswa yang belum dapat menentukan pilihan karier dan
pendidikan di masa depan. Sejumlah siswa merasa yakin memilih jurusan bisnis yang
dianggap favorit juga tidak memiliki alasan yang rasional. Mereka umumnya hanya
ikut-ikutan berdasarkan trend yang terjadi di kalangan remaja. Salah satu
penyebabnya adalah pengembangan kemandirian di sekolah maupun keluarga belum
optimal. Belum ada iklim yang kondusif dalam membangun kemandirian siswa SMA.
Sekolah dengan layanan yang dilakukan selama ini belum memberikan alternatif yang
dapat dipilih dan diambil keputusan sebagai bentuk pengembangan kemandirian.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan potensi
peserta didik agar lebih optimal. Sekolah dapat mengembangkan kurikulum sesuai
dengan karakteristik kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan
lingkungan.
Realitas menunjukkan bahwa peserta didik memiliki karakteristik yang beragam.
Masing-masing memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Dengan mudah kita
temukan bahwa kecepatan belajar, potensi belajar, serta minat peserta didik terhadap
mata pelajaran tidak sama. Padahal peserta didik akan lebih sukses jika belajar sesuai
dengan potensi dan minatnya. Dengan demikian diperlukan pola penyelenggaraan
pendidikan yang dapat secara optimal melayani realitas tersebut.
Pola pembelajaran Sistem Kredit Semester (SKS) yang memberikan kebebasan peserta
didik dalam memilih beban belajar dan mata pelajaran dipandang dapat melayani
keragaman lebih luas dibanding dengan Sistem Paket. Peserta didik dapat memilih
2015, Dit. Pembinaan SMA
mata pelajaran dan beban belajar sesuai dengan minat, potensi, dan
kebutuhan.
Dengan demikian kondisi belajar diharapkan merupakan upaya sadar yang diawali sejak
pemilihan beban belajar dan mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan dan potensi
yang dimiliki. Kebebasan memilih beban belajar dan mata pelajaran dapat mendorong
kesadaran dan motivasi yang tinggi sehingga memungkinkan prestasi belajar tercapai
lebih optimal.
Peraturan Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Nomor158 tahun 2014 menjelaskan
konsep dan strategi penerapan sistem kredit semester (SKS) di SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK. Dalam lampiran tersebut dijelaskan tentang kebijakan, konsep, dan
prinsip penyelenggaraan SKS di sekolah. Penjelasan tersebut masih bersifat umum
sehingga sekolah masih banyak mengalami kendala, diantaranya dalam menentukan
beban belajar, menyusun struktur kurikulum, menfasilitasi pilihan beban belajar dan
mata pelajaran, serta menyusun jadwal pelajaran fleksibel untuk mata pelajaran
tertentu. Di sisi lain sekolah belum mampu memfasiltasi keragaman peserta didik
dalam hal kecepatan belajar sehingga memungkinkan mereka menyelesaikan studi
dalam waktu yang beragam. Oleh karena itu diperlukan model pelaksanaan yang
didasarkan pada pengalaman empirik dan ide yang relevan dengan kebijakan SKS yang
dapat digunakan sekolah untuk melaksanakan SKS.
Sebagai respon atas temuan dan masukan tersebut, Direktorat Pembinaan SMA perlu
menyusun model penyelenggaraan yang memberikan gambaran tentang alternatif
penyelenggaraan SKS di SMA.
B. Tujuan
Secara umum naskah ini bertujuan untuk memberikan gambaran mekanisme
pelaksanaan SKS di SMA. Secara khusus, naskah ini bertujuan:
1. Memberikan gambaran tentang teknis persiapan, pelaksanaan, dan pengendalian
pelaksanaan SKS di SMA;
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup naskah model penyelenggaraan SKS di SMA mencakup prinsip dan
mekanisme penyelanggaran mulai dari persiapan, pelaksanaan dan pengelolaan secara
bertahap, pembelajaran dan penilaian, serta pengawasan dan evaluasi.
D. Landasan
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional;
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013Tentang
Standar Penilaian Pendidikan;
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan SKS pada Pendidikan Dasar dan Menengah;
7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 tentang
Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang
Kepramukaan sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Menengah
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2014 tentang
Peminatan pada Pendidikan Dasar dan Menengah
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang
Penilian oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Menengah
12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah
13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014 tentang
Kriteria
Kelulusan
Peerta
Didik
pada
Satuan
Pendidikan
Penyelenggaran
BAB II
PENGERTIAN DAN KONSEP
A. Pengertian
Pada hakikatnya, SKS merupakan perwujudan dari amanat Pasal 12 Ayat (1) UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tersebut
mengamanatkan bahwa
satuan pendidikan
berhak, antara lain: (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya; dan (f) menyelesaikan program pendidikan sesuai
dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan
batas waktu yang ditetapkan.
Penerapan SKS dalam pengelolaan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah di Indonesia
kekayaan
hanya
pengelolaan
menggunakan
pembelajaran. Selama
satu cara,
yaitu
ini
Sistem
menambah
B. Prinsip
Penyelenggaraan SKS di SMA mengacu pada prinsip sebagai berikut.
1. Fleksibel, artinya penyelenggaraan
SKS
harus memberikan
pilihan
mata
2. Keunggulan, artinya
penyelenggaraan
SKS
memungkinkan
peserta
didik
untuk
SKS
memungkinkan
memperoleh
perlakuan
peserta
sesuai
didik
dengan
kapasitas belajar yang dimiliki dan prestasi belajar yang dicapainya secara
perseoranga
C. Penyelenggaraan
SKS
diselenggarakan
melalui
pengorganisasian
pembelajaran
bervariasi
dan
pengelolaan waktu belajar yang fleksibel. SKS adalah alternatif sistem belajar selain
sistem paket yang dapat dilakukan oleh SMA berakreditasi A. Penyelenggaraan SKS di
SMA merupakan salah satu upaya inovatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu
pendidikan melalui layanan yang bervariasi untuk mengakomodasi kemajemukan
peserta didik dalam hal minat, kebutuhan, potensi, bakat, dan kecepatan belajarnya.
Penyelenggara SKS harus melakukan persiapan fisik dan non fisik dalam memberikan
layanan yang bervariasi dan fleksibel.Berbeda dengan sistem paket dengan pola
layanan yang seragam, penyelenggara SKS perlu menyiapkan paradigma terkait
keragaman dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevalusai program pendidikan di
sekolahnya.
Pengorganisasian pembelajaran bervariasi dilakukan melalui penyediaan unit-unit
pembelajaran utuh setiap mata pelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik. Variasi
pembelajaran normal ditempuh rata-rata enam semester dengan beban rata-rata 42
s.d 46 jam pelajaran per minggu. Variasi pembelajaran lebih cepat dapat diselesaikan
dalam waktu empat atau lima semester. Layanan seperti ini ditempuh dengan beban
belajar 54 s.d 70 jam pelajaran per minggu.
Pengelolaan waktu belajar yang fleksibel dilakukan melalui pengambilan beban
belajar untuk unit-unit pembelajaran utuh setiap mata pelajaran oleh peserta didik
sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing. Peserta didik dengan kecepatan
belajar dan prestasi tinggi dapat mengambil beban lebih banyak dibanding dengan
lainnya. Layanan pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk individu dan/atau
kelompok.
Layanan individu diberikan kepada peserta individu yang meminta tambahan beban
belajar dan mata pelajaran di luar jam pelajaran kelas atau rombongan belajar.
2015, Dit. Pembinaan SMA
Layanan dapat diberikan sampai malam hari sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
peserta didik.Layanan kelompok dapat dilakukan dengan membuat kelompok/kelas
tertentu
dengan
kecepatan
dan
prestasi/kemampuan
yang
hampir
sama.
Pengelompokan dalam kelas secara bervariasi dapat dilakukan berdasarkan data yang
diperoleh pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Pada beberapa sekolah berasrama (boarding)
layanan individu
lebih mudah
Aspek
Pola Kontinu
Pola Diskontinu
Penjadwalan mata
pelajaran
Pengambilan beban
tambahan sesuai
dengan indeks Prestasi
Pengalihan dari
rombongan belajar
lebih cepat ke lebih
lambat
Pengalihan dari
rombongan belajar
lebih lambat ke lebih
cepat
Pelaksanaan tugas PA
Penyusunan perangkat
pembelajaran (silabus,
RPP, bahan ajar)
Pengaturan beban
megajar guru minimal
24 jam pelajaran
Disusun masksimal 4
seri berlaku sama
untuk semua variasi
kecepatan belajar
Program aplikasi dapat
disusun dengan kode
matapelajaran yang
sama
Aspek
Penerapan sesuai
jumlah rombongan
belajar
Pola Kontinu
Pola Diskontinu
minat, dan
kemampuannya
2) Kemandirian peserta didik terkondisi dengan adanya pengisian KRS (kartu rencana
studi) setiap semester pada saat memilih beban belajar dan mata pelajaran.
3) Dapat menyusun strategi lebih efektif dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) di
semester 6, yaitu dengan cara menyelesaikan semua beban belajar dan mata
pelajaran di semester 5. Dengan demikian ujian sekolah (US) sudah terlaksana
sampai awal semester 6. Sedangkan di semester dapat difokuskan pada kegiatan
Try Out persiapan UN dan seleksi perguruan tinggi.
4) Ujian Sekolah dapat dilakukan tiap semester untuk mengurangi beban yang selama
ini terpusat di semester 6.
5) Hubungan antara peserta didik dengan pembimbing akademik (PA) lebih kuat sejak
awal tahun pertama sampai dengan selesai masa studinya.
6) Tidak ada kenaikan kelas. Kelulusan mata pelajaran dilakukan di akhir semester.
7) Dapat melayani peserta didik tertentu sesuai dengan kecepatan belajarnya dengan
tetap memungkinkan hasil belajar tinggi meskipun masa studinya lebih lama.
Keunggulan ini memungkinkan peserta didik yang selesai 8 semeter (empat tahun)
tetap dapat mengikuti seleksi perguruan tinggi jalur SNMPTN (Undangan)
8) Motivasi belajar peserta didik lebih tinggi karena hak memilih beban belajar dan
mata pelajaran tiap semester.
Beberapa kelemahan penyelenggaraan SKS di SMA antara lain adalah sebagai berikut.
1) Keragaman layanan dianggap menyulitkan karena terbiasa dengan pola yang
seragam
2) Memerlukan dukungan administrasi berbasis TIK yang memadai
3) Pengaturan peta jalan (roadmapp) pada pola diskontinu dianggap sulit karena harus
mengakomodasi distribusi jam mengajar guru. Hal ini untuk memenuhi tuntutan
minimal mengajar 24 jam tatap muka
2015, Dit. Pembinaan SMA
4) Pemahaman peran dan fungsi pembimbinag akademik (PA) yang berbeda dibanding
dengan wali kelas. Pelaksanaan layanan PA sampai peserta didik selesai juga
dianggap sulit dalam pengadministrasian.
5) Adaptasi terhadap PDSS, terutama pada pola diskontinu (On/Off). Satuan
pendidikan perlu membuat tabel konversi dari serial pada SKS dengan semester
pada sistem paket. Hambatan ini dapat diatasi dengan penyediaan PDSS yang
fleksibel dan difasilitasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
6) Peraturan daerah dan tradisi harus masuk dan pulang secara bersamaan
masihmenjadi kendala bagi satuan pendidikan. Peserta didik tertentu yang tidak
dapat masuk mulai jam pertama belum bisa dilayani.
7) Pelaksanaan UN tiap semester oleh pemerintah belum terlaksana. Sebagian satuan
pendidikan penyelenggaran SKS masih ragu untuk melaksanakan US tiap semester.
8) Sebagian perguruan tinggi masih belum memahami pelaksanaaan SKS di SMA.
BAB III
MODEL IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN
Model Penyelenggaran
SKS
Jenis/Pola
Kontinu
Variasi
Kecepatan
Belajar
Implikasi Pelaksanaan
Variasi
Struktur
Kurikulum
Diskontinu
Variasi
Konversi
Mapel
Variasi
Kecepatan
Belajar
Variasi
Roadmapp
Variasi beban
Mengajar
Guru
A. Mekanisme Persiapan
Pelaksanaan atau penyelenggaraan SKS dilakukan secara bertahap dengan strategi
phasing in/out dimulai tahun pertama.Sehingga penerapan SKS dimulai kelas X,
sedangkan kelas XI dan XII menggunakan Sistem Paket. Pada tahun kedua, terdapatdua
angkatan yang menerapkan SKS,dan pada tahun ketiga seluruh angkatan menerapkan
SKS.
Tabel 2. Tahapan Penyelenggaraan SKS di SMA
PELAKSANAAN
PERIODE
Tahun Pertama
Tahun Ke Dua
Tahun Ke Tiga
KELAS X
Sistem Kredit
Semester
Sistem Kredit
Semester
Sistem Kredit
Semester
KELAS XI
KELAS XII
Sistem Paket
Sistem Paket
Sistem Kredit
Semester
Sistem Paket
Sistem Kredit
Semester
Sistem Kredit
Semester
Menyusun KTSP yang memuat struktur kurikulum dengan Sistem Paket dan SKS
yang telah ditandatangani Dinas Pendidikan Provinsi.
2.
Menyusun perangkat pembelajaran (Silabus dan RPP) SKS sesuai dengan unit-unit
pembelajaran tiap mata pelajaran, minimal untuk tahun pertama.
3.
4.
Mendapat izin tertulis dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Izin
tersebut kemudian dilaporkan kepada Direktorat PSMA.
10
Tahapan
Persiapan
Kepala Sekolah
o Mempersiapkan
dan
menyamakan
persepsi warga
sekolah tentang
SKS
o Sosialisasi
internal
o Membentuk Tim o
Pelaksana SKS
(Tim
Pengembang
Kurikulum)
o Mengajukan ijin
kepada Dinas
Pendidikan
Awal
o Sosialisasi
Pelaksanaan
eksternal
kepada
masyarakat
o Menetapkan
tugas guru, PA,
dan BK kelas X
Deskripsi Kegiatan
Tim
Pengembang
Guru
Kurikulum
Out Put
PAdanBK
o Mendalami
o Memahami
dan
konsep SKS
memahami
o Mempelajari
konsep SKS
dan
o Membuat
membahas
jadwal
draft
kegiatan
dokumen
o Membuat dan o Menyusun KIm membahas
KD sesuai
draft
struktur
dokumen
kurikulum
Merevisi draft
Merancang
dokumen
Silabus dan
o Merancang
RPP sesuai
sistem
dengan unit
aplikasi
pembelajaran
pendukung
o Merancang
struktur
kurikulum dan
peta
pembelajaran
untuk 6
semester
o Memahami
konsep SKS
o Merancang
program
layanan
o Merancang
program
konsultasi
o Menghimpun
dokumen
perangkat
pembelajaran
dan penilaian
o Pembagian
tugas guru,
PA, dan BK
o Menyusun
jadwal
pelajaran
o Menyiapkan
perangkat
layanan dan
konsultasi
bimbingan
o Menyiapkan
perangkat
pembelajaran
dan penilaian
o Meningkatkan
pemahaman
pembelajaran
SKS
Dokumen KTSP
dan Ijin
Pelaksanaan
o Dukungan
warga
sekolah dan
publik
o Kelengkapa
n dokumen
perangkat
pembelajar
an dan
penilaian
o Dokumen
peangkat
layanan dan
bimbingan
11
Tahapan
Kepala Sekolah
Deskripsi Kegiatan
Tim
Pengembang
Guru
Kurikulum
o menjamin
pelaksanaan
pembelajaran
dan penilaian
o mengatur
penjadwalan
dan
pembagian
tugas
mengajar
o Membantu
pelaksanaan
monitoring
dan evaluasi
o Melaksanakan
pembelajaran
o Melakukan
penilaian
o Menganalisis
hasil belajar
o Melaksanakan
tindak lanjut
hasil analisis
o Melaporkan
penilaian
kompetensi
peserta didik
Out Put
PAdanBK
o Melaksanakan
layanan dan
bimbingan
o Menganalisis
hasil layanan
dan
bimbingan
o Menindaklanjuti hasil
analisis
o Melaporkan
hasil layanan
dan
bimbingan
Efektifitas
pelaksanaan
12
Tabel 4. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Enam Semester
NO
Mata Pelajaran
JML
KELOMPOK A (UMUM)
1
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
18
12
Bahasa Indonesia
24
Martematika
24
Sejarah Indonesia
12
Bahasa Inggris
12
KELOMPOK B (UMUM)
7
8
Seni Budaya
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
2
3
12
18
12
KELOMPOK C (PEMINATAN)
10
MP 1
22
11
MP 2
22
12
MP 3
22
13
MP 4
22
14
MP 5
22
15
MP 6
42
42
6
44
44
44
44
260
Keterangan
(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama
yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa
(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar
peminatan utama
Tabel 5. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Lima Semester
NO
Mata Pelajaran
JML
KELOMPOK A (UMUM)
1
18
12
Bahasa Indonesia
24
Martematika
24
Sejarah Indonesia
12
Bahasa Inggris
12
12
KELOMPOK B (UMUM)
7
Seni Budaya
13
NO
Mata Pelajaran
1
4
2
4
3
4
4
3
5
3
JML
18
12
KELOMPOK C (PEMINATAN)
10
MP 1
22
11
MP 2
22
12
MP 3
22
13
MP 4
22
14
MP 5
22
15
MP 6
53
53
48
6
54
52
260
Keterangan
(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama
yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa
(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar
peminatan utama
Tabel 6. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Kontinu Empat Semester
NO
Mata Pelajaran
Semester/ Beban
(JP)
1
2
3
4
JML
KELOMPOK A (UMUM)
1
18
12
Bahasa Indonesia
24
Martematika
24
Sejarah Indonesia
12
Bahasa Inggris
12
KELOMPOK B (UMUM)
7
Seni Budaya
12
18
12
KELOMPOK C (PEMINATAN)
10
MP 1
22
11
MP 2
22
12
MP 3
22
13
MP 4
22
14
MP 5
22
15
MP 6
63
63
6
67
67
260
14
Keterangan
(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama
yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa
(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar
peminatan utama
2. Pola Diskontinu (On/Off)
Pada pola pembelajaran diskontinu, mata pelajaran disusun dalam bentuk serial.
Untuk mengakomodasi peserta didik yang cepat, maka jumlah serial maksimum
adalah 4 (empat) seri. Dengan serial mata pelajaran ini, satuan pendidikan
menyusun peta pembelajaran (road map) untuk enam, lima, dan empat semester
secara bervariasi. Contoh struktur kurikulum dan beban belajar model empat seri
tersaji pada tabel berikut ini.
Tabel 7. Contoh Struktur Kurikulum dan Beban Belajar SKS Pola Diskontinu
NO
Mata Pelajaran
JML
KELOMPOK A (UMUM)
1
18
12
Bahasa Indonesia
24
Martematika
24
Sejarah Indonesia
12
Bahasa Inggris
12
12
KELOMPOK B (UMUM)
7
Seni Budaya
18
12
KELOMPOK C (PEMINATAN)
10
MP 1
22
11
MP 2
22
12
MP 3
22
13
MP 4
22
14
MP 5
22
15
MP 6
6
JUMLAH BEBAN BELAJAR (JP)
6
260
Keterangan
(1) MP 1, MP 2, MP 3, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran peminatan utama
yang terdiri atas kelompok MIPA, IPS, dan Ilmu Bahasa
(2) MP 5, MP 6, dan/atau MP 4 adalah mata pelajaran lintas minat di luar
peminatan utama.
2015, Dit. Pembinaan SMA
15
Selanjutnya struktur kurikulum dengan serial mata pelajaran menjadi acuan untuk
merancang peta pembelajaran (roadmapp) yang disediakan sebagai pilihan oleh
peserta didik sesuai dengan kecepatan belajar dan strategi belajarnya. Peserta
didik dapat memilih masa studi 4, 5, atau enam semester sesuai dengan kecepatan
belajaranya. Di sisi lain untuk masa studi 5 atau 6 semester diberikan variasi
roadmapp yang disusun untuk mengakomodasi distribusi lebih merata terkait beban
mengajar guru 24 jam pelajaran tatap muka.
C. Pengelolaan Pembelajaran
SKS
diselenggarakan
melalui
pengorganisasian
pembelajaran
bervariasi
dan
berbeda
kecepatan
belajarnya.Diferensiasi
pembelajaran
yang
terjadi
bergantung paa pola kontinu dan diskontinu. Perbandingan implikasi dari pola kontinu
dan diskontinu tersaji pada tabel berikut.
dan diskontinu tersaji pada tabel berikut.
Tabel 8. Perbandingan Imlpikasi Diferensiasi Pembelajaran Pola Kontinu dan Diskontinu
No
Aspek Pembanding
Pola Kontinu
Pola Diskontinu
1.
Variasi Kecepatan
4, 5, 6 semester dan
seterusnya
4, 5, 6 semester dan
seterusnya
2.
Struktur Kurikulum
3.
4.
Bahan ajar
5.
6.
7.
8.
16
No
Aspek Pembanding
9.
Pengkodean mata
pelajaran pada sistem
aplikasi penilaian
Pengaturan beban
mengajar guru
10.
Satuan
pendidikan
perlu
Pola Diskontinu
Pola Kontinu
Bervariasi sesuai kecepatan
belajar
melakukan
beberapa
langkah
dalam
pengelolaan
17
kompetensi inti dan kompetensi dasar; kontinuitas dan kontinuitas materi pelajaran
dan antar mata pelajaran; dan kemudahan dalam keterpakaian.
Penyusunan KI dan KD serial mata pelajaran dilakukan dengan cara mengurutkan KD
sesuai serial dan beban belajar (sks). Berikut ini contoh ilustrasi konversi serial
mata pelajaran.
Tabel 9. Contoh Konversi Serial Mata Pelajaran
Mata Pelajaran
PPKn, Sejarah
Indonesia, seni
Budaya, atau
Bhasa Inggris
Bahasa
Indonesia atau
Matematika
2, 2
4, 4
2, 2
4, 4
2, 2
4, 4
Serial MP
1
3, 3
3, 3
Agama,
Pendidikan
Jasmani dan
Olah Raga
3, 3
Keterangan
18
Selanjutnya KI dan KD yang sudah tersusun dalam serial mata pelajaran dijadikan
dokumen KTSP dan acuan dalam mengembangkan Silabus dan RPP.
19
Penetapan Pendidik
Penetapan pendidik mencakup guru mata pelajaran, pembimbing akademik, dan
konselor/BK
pada
tahun
pertama
sangat
berpengaruh
pada
keberhasilan
20
Penyusunan RPP dilakukan oleh guru mata pelajaran sesuai dengan silabus yang
dikembangkan. Penyediaan unit-unit pembelajaran dilakukan oleh satuan pendidikan
(sekolah) berdasarkan struktur kurikulum dan materi pokok serta Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar.Satuan pendidikan mengkoordinir kegiatan penyusunan unit-unit
pembelajaran dengan mempertimbang-kan hal-hal sebagai berikut.
1) Kegiatan dilakukan oleh guru mata pelajaran dibawah koordinasi wakil bidang
akademik
2) Guru mata pelajaran merekap seluruh materi pokok dan alokasi waktu smata
pelajaran yang tertuang dalam struktur kurikulum dan beban belajar.
3) Satu materi pokok dapat dinyatakan sebagai satu satuan unit pembelajaran yang
dinyatakan dengan beban belajar yang harus ditempuh dalam tatap muka beserta
tugas terstruktur dan tugas mandiri. Kemudian dilakukan rekapitulasi jumlah unit
pembelajaran untuk seluruh seri dan masing-masing di tiap serial mata pelajaran.
Beban belajar yang dimaksud dinyatakan dalam satuan jam pelajaran (JP).
4) Setiap unit pembelajaran dikembangkan menjadi bahan ajar atau modul
mempertimbangkan:
perbedaan
kecepatan
belajar,
perbedaan
pilihan
peminatan, dan perbedaan pilihan lintas minat. Lebih jauh lagi, variasi pilihan
disesuaikan dengan perbedaan pendidikan lanjutan.
Pengambilan beban belajar sebagaimana dimaksud menggunakan kriteria sebagai
berikut.
a. prestasi yang dicapai pada satuan pendidikan sebelumnya untuk pengambilan
beban belajar ada semester 1; atau
2015, Dit. Pembinaan SMA
21
yang
diperoleh
pada
semester
sebelumnya
untuk
IP < 2,67 dapat mengambil beban belajar paling banyak 46 jam pelajaran;
IP 2,67
beban belajar
paling
banyak
54
jam
pelajaran;
IP > 3,66 dapat mengambil beban belajar paling banyak 70 jam pelajaran.
Kegiatan
tatap
muka
dalam
beban
belajar
kecepatan belajar di atas rata-rata yang ditunjukkan dengan IP > 3,50 durasi setiap
satu jam pelajaran dapat dilaksanakan selama 30 menit.
22
pendidikan
akademik. Guru
akademik
bagi
akhir.Satuan
penyelenggara
pembimbing
SKS
wajib
akademik
menyediakan
bertanggung
jawab
guru pembimbing
terhadap
aspek
peserta
didik
pendidikan
dapat
mengganti
guru
pembimbing
akademik
sesuai
dengan kebutuhan.
Pembimbing Akademik (PA) dan Bimbingan Konseling (BK) merupakan tenaga pendidik
yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan SKS. PA dan BK melayani
konsultasi peserta didik dalam rangka mendorong optimalisasi potensi dan prestasi
belajar di sekolah.
PA adalah guru yang diberi tugas untuk membimbing perkembangan prestasi akademik
peserta didik sampai akhir masa studinya. PA membimbing peserta didik maksimal 20
orang dengan tugas sebagai berikut:
a. Memantau dan melakukan analisis terhadap data potensi, kebutuhan, minat, dan
prestasi yang diperoleh dari Konselor/BK, serta memberikan rekomendasi
konstruktif selama mengikuti pendidikan di sekolah agar potensi akademik peserta
didik berkembang secara maksimal;
b. Membimbing siswa pada saat pengisian kartu rencana studi (KRS), pemilihan
jurusan,
pembagian
laporan
capaian
kompetensi
(LCK),
dan/
atau
23
Menyelesaikan beban belajar minimal 260 JP mencakup minimal 144 JP pada mata
pelajaran kelompok A dan B (Umum) dan minimal 116 JP sks pada mata pelajaran
kelompok C (Peminatan), serta memperoleh IPK minimal 2,66;
2.
3.
Laporan hasil belajar mengacu pada permendikbud 104 tahun 2014 dan dilengkapi
dengan indeks prestasi (IP).IP merupakan gabungan hasil penilaian kompetensi KD dari
KI-3 (pengetahuan) dan KI-4 (Keterampilan) dari seluruh mata pelajaran yang diikuti
tiap semester.
2015, Dit. Pembinaan SMA
24
IP
( N i xBi )
Bi
IP = Indeks Prestasi
Ni = rata-rata nilai pengetahuan dan keterampilan tiap mata pelajaran
Bi = Beban belajar tiap mata pelajaran (sks)
NO
Mata Pelajaran
KELOMPOK A (UMUM)
Pendidikan Agama dan
1
Budi Pekerti
Pendiikan Pancasila
2
dan Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia
4 Martematika
5 Sejarah Indonesia
6 Bahasa Inggris
KELOMPOK B (UMUM)
7 Seni Budaya
Pendidikan Jasmani
8 Olahraga dan
Kesehatan
Prakarya dan
9
Kewirausahaan
KELOMPOK C (PEMINATAN)
10 MP 1
11 MP 2
12 MP 3
13 MP 4
14 MP 5
15 MP 6
JUMLAH BEBAN BELAJAR
(JP)
3.17
B+
3.34
5
5
3
3
B
AB+
A
3.42
3.30
9.89
B+
3.27
3.31
9.92
2.89
3.56
3.35
3.92
B
B+
B
B+
2.98
3.33
3.17
3.34
2.94
3.45
3.26
3.63
14.68
17.23
9.78
10.89
B-
2.72
2.96
2.84
5.68
3.02
B+
3.35
3.19
12.74
3.12
3.92
3.52
7.04
4
4
4
4
4
3
AAAB
B
B+
3.56
3.81
3.77
3.13
3.11
3.22
AB+
A
B
BB
3.56
3.35
3.92
3.14
2.72
3.02
3.56
3.58
3.85
3.14
2.92
3.12
14.24
14.32
15.38
12.54
11.66
9.36
53
B+
BxN
175.33
=3.31
25
daerah
melalui
dinas
pendidikan
menjamin
keterlaksanaan
untuk
dijadikan
pertimbangan
melakukan
perbaikan
dan
institusional
sekolah
melaksanakan
evaluasi
keterlaksanaan
dan
hasil
26
Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan melalui analisis hasil belajar peserta didik dalam bentuk hasil
tiap mata pelajaran dan perubahan perilaku.Setiap mata pelajaran memilki data hasil
belajar pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.Evaluasi dilakukan setiap
semester hingga hasil akhir Ujian Sekolah, UN, dan kelanjutan peserta didik di
perguruan tinggi.
Evaluasi terhadap prilaku dilakukan melalui survey dan pengamatan pada aspek
kemandirian, motivasi, dan kepuasan terhadap layanan pembelajaran dan penilaian.
Hasil evaluasi menjadi data pendukung bagi penguatan mutu pendidikan melalui
pelaksanaan SKS.
27
BAB IV
PENUTUP
Pelaksanaan Kurikulum 2013 memerlukan panduan, model, ataupun contoh-contoh yang
dapat mengotimalkan dan memaksimalkan kualitas pelaksanaan kurikulum tersebut. Salah
satu pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah istem Kredit Semester (SKS).
Sistem Kredit Semester yang disingkat SKS merupakan bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang peserta didiknya menentukan jumlah beban belajar
dan mata
pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuan/kecepatan belajar. Pola penyelenggaraan SKS secara kontinu atau
secara diskontinu merupakan variasi yang dapat dipilih sekolah dan guru dalam
menyelenggaran sistem terbut. Oleh karena itu, penyelenggaraan SKS di SMA bukan
sesuatu yang niscaya, melainkan sesuatu yang bersifat inovatif dan membawa warna
berbeda dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.
Model penyelenggaraan Sistem Kredit Semester (SKS) yang disusun oleh Direktorat SMA
diharapkan dapat memandu satuan pendidikan ataupun guru dalam menyelenggarakan SKS
dengan lebih baik, walaupun dalam kenyataannya pelaksanaan SKS di setiap satuan
pendidikan sangat bervariasi disesuaikan dengan kondisi di setiap satuan pendidikan.
Penyusun menyadari bahwa naskah ini belum sempurna. Untuk itu, kritik dan saran demi
peningkatan dan perbaikan naskah model ini sangat diharapkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anthono J. Nitco, (1996). Educational Assessment of Students.Ohio: Prentice Hall.
Harrow, A. J. (1972). A taxonomy of the psychomotor domain: A guided for developing
behavioral objective. New York: David Mc Key Company.
James A, Athanasou (2002). A Teachers Guide to Assessment. Sydney: Social Science
Press.
Mardapi, Dj. danGhofur, A, (2004).Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum
Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: DirektoratPendidikanMenengahUmum.
Mehrens, W.A, and Lehmann, I.J, (1991). Measurement and Evaluation in Education and
Psychology. Fort Woth: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013Tentang
StandarPenilaian Pendidikan;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan SKS pada Pendidikan Dasar dan Menengah;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 62 Tahun 2014 tentang Ekstra
kurikuler pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Kepramukaan
sebagai Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2014 tentang Peminatan
pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentangPenilian
oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan
dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 144 Tahun 2014 tentang Kriteria
Kelulusan Peserta Didik pada Satuan Pendidikan Penyelenggaran
US/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional
29
30
MATA
PELAJARAN/
KELAS
Beban (JP)
1
A-B
4
C-D
4
E-F
4
G-H
4
I
4
Jumlah
Ga
Ge
54
36
28
32
72
48
72
48
24
36
32
28
28
32
KELOMPOK A
1
Pendidikan
Agama dan Budi
Pekerti
Pendidikan
Pancasila dan
Kewarganegaraan
Bahasa Indonesia
Matematika
Sejarah Indonesia
Bahasa Ingris
4
4
6
4
KELOMPOK B
7
Seni Budaya
Prakarya dan
Kewirausahaan
Penjas Orkes
4
4
4
4
6
6
4
4
28
32
42
48
60
50
54
56
54
40
62
48
56
38
30
32
KELOMPOK C
(Peminatan)
10
MP 1
11
MP 2
12
MP 3
13
MP 4
14
MP 5
15
MP 6
JUMLAH
6
6
46
46
50
260
52
16
48
48
50
48
260
44
22
50
46
44
26
48
48
6
50
6
260
40
54
260
31
46
46
260
48
24
66
66
68
260
60
: ....................
NIS
: ....................
: ............................. Pilihan/Alt
Beban
Belajar (JP)
Mata Pelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
No. Mata Pelajaran Tambahan (pilihan)*
1.
2.
3.
JUMLAH
*) Dipilih dari mata pelajaran di semester atau seri berikutnya
Jakarta, 20 Desember 2015
Mengetahui
Siswa
Pembimbing Akademik
.....................................
...................................
32
33