Latar belakang perubahan KTSP 2006 ke K-2013 adalah sebuah perubahan proses
pembelajaran, karena pada kurikulum KTSP dinilai banyak permasalahan yang ada dalam
sebuah pendidikan yang ada. Berbagai permasalahan yang di hadapi baik berupa (I) padatnya
konten materi sebuah kurikulum yang ada, yaitu banyaknya mata pelajaran dan materi
pelajaran yang dinilai sulit untuk tingkat kemampuan anak, (II) belum sepenuhnya berbasis
kompetensi sesuai dengan tuntutan pendidikan nasiaonal, (III) kompetensi belum
menggambarkan secara holistik baik dari segi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
lebih dominan, (IV) tidak peka terhadap perubahan sosial baik pada tingkat lokal, nasional,
maupun global, (V) pembelajaran hanya berpusat pada guru, (VI) standar penilaian hanya
berpusat pada proses dan hasil, (VII) KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci
agar tidak multitafsir.
Permasalahan
Secara umum kurikulum pendidikan dasar dan menengah menghadapi dua permasalahan
pokok: “Pertama” yang berkaitan dengan materi/perangkat pengaturan yang ditetapkan oleh
pusat (kurikulum tertulis), dan “Kedua” pelaksanaan dari kurikulum yang ditetapkan.
Secara garis besar permasalahan kurikulum dapat diuraikan sebagai berikut:
Permasalahan yang Berkaitan dengan Kurikulum Tertulis
Yang dimaksud dengan kurikulum (tertulis) adalah dokumen KTSP yang disusun dan
dikembangkan oleh sekolah yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar di sekolah.
Masalah yang dihadapi adalah:
1. Sekolah mengalami kesulitan dalam menyusun isi dokumen KTSP, mulai dari
pembuatan misi dan visi sekolah, pemilihan materi pelajaran, hingga penyusunan
silabus. Hal ini dikarenakan sumber daya manusianya kurang memadai.
2. Kekurangpahaman pihak sekolah terhadap penyusunan KTSP mengakibatkan banyak
sekolah membuat KTSP asal jadi saja, mengadopsi mentah-mentah KTSP yang
disusun oleh sekolah lain tanpa menyesuaikan dengan kondisi sekolah yang
bersangkutan.
3. Kesulitan dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan tuntutan pembangunan
nasional (kebutuhan tenaga bidang industri dan bidang lainnya yang belum sinkron
dengan perencanaan pendidikan sebagai penghasil lulusan / tenaga kerja).
4. Tidak mudah memilih materi dan komposisi kurikulum yang tepat untuk mendukung
berbagai tujuan yang telah ditetapkan sesuai kemampuan dan perkembangan jiwa
anak.
5. Pengembangan kurikulum tidak melibatkan tim kerja yang kompak dan transparan,
baik dari komponen guru maupun masyarakat.
6. Sebagai guru borongan, guru-guru SD mengalami kesulitan dalam menganalisis setiap
mata pelajaran dalam kurikulum dan menentukan bahan ajar yang sesuai dengan
karakteristik lingkungan serta peserta didik.
1. Besarnya sasaran pembinaan pendidikan dasar dan menengah tidak mudah mencukupi
keperluan sarana/alat pendukung untuk melaksanakan kurikulum (antara lain: buku
kurikulum, buku pelajaran, alat peraga, alat praktek).
2. Besarnya jumlah guru pendidikan dasar dan menengah yang tersebar diseluruh tanah
air, sulit mendapatkan pembinaan yang intensif dan merata untuk dapat melaksanakan
kurikulum pendidikan nasional dengan sebaik-baiknya.
3. Kurangnya jumlah dan mutu tenaga supervisi serta fasilitas pendukungnya,
mengakibatkan pelaksanaan supervisi tidak dapat dilakukan dengan baik.
4. Sistem penataran guru dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan
kurikulum pendidikan nasional belum mantap. Tak jarang guru yang dikirimkan
untuk mengikuti penataran adalah orang yang itu-itu saja dan hasilnya tidak
disampaikan secara maksimal kepada guru lainnya.
5. Belum terciptanya kondisi yang kondusif yang memberikan kemungkinan para
pelaksana pendidikan (Pembina, Kepala Sekolah, dan Guru) untuk melaksanakan
tugasnya secara kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab.
6. Peran KKG dan MGMP yang tidak maksimal menyebabkan terhambatnya sosialisasi
KTSP.
7. Kurangnya sosialisasi KTSP, keterlambatan pengesahan pedoman standar penilaian
oleh BSNP, keterlambatan pencetakan buku rapor siswa berdampak pada kinerja guru
di sekolah.
Pada bagian ini mari kita mengenali kelebihan dan kekurangan KTSP:
Kelebihan KTSP
[1] Mendorong terwujudnya otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa
lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada
situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya
penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di
daerah pedesaan.
Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di
daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri
sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang
operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk
mengembangkan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya.
Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya
kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran.
Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap
mutu dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara
bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi
lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam
penyusunan KTSP.
Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun
secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan
Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu
Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional.
Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam
merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan,
organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar
mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.
[2] Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk
semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program
pendidikan
Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan
mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi
keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar
yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Dengan demikian dapat terjadi persaingan yang cukup sehat diantara sekolah-sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Keberadaan suatu sekolah pun, pencitraan sekolah, kualitas
lulusan yang dihasilkan pada akhirnya menjadi tolak ukur masyarakat dalam penilaian kinerja
sekolah. Hal ini dapat menyebabkan seleksi alam, bahwa hanya sekolah bermutulah yang
akan bertahan dan diminati masyarakat, sedangkan sekolah dengan kinerja yang kurang baik
akan ter-eleminasi. Mau tak mau sekolah harus meningkatkan kualitasnya untuk
mempertahankan eksistensinya.
[3] Memberikan kesempatan bagi masyarakat dan orangtua untuk berpartisipasi
dalam menentukan arah kebijakan pendidikan di sekolah
Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah:
(1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya;
(2) Beragam dan terpadu;
(3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(5) Menyeluruh dan berkesinambungan;
(6) Belajar sepanjang hayat;
(7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
1. Pengembangan KTSP perlu didukung oleh iklim pembelajaran yang kondusif bagi
terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran
dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning). Iklim yang
demikian akan mendorong pembelajaran yang menekankan pada learning to know,
learning to do, learning to be dan learning to live together. Suasana tersebut akan
memupuk tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan di kalangan
warga sekolah tidak hanya bagi peserta didik, melainkan bagi guru dan pimpinannya.
2. KTSP yang memberikan otonomi luas kepada sekolah perlu disertai seperangkat
kewajiban, serta monitoring dan tuntutan pertanggungjawaban yang relative tinggi
untuk menjamin bahwa sekolah selain memiliki otonomi luas juga memiliki
kewajiban melaksanakan kebijakan pemerintah dan memenuhi harapan masyarakat.
Sekolah memiliki kewajiban untuk melaksanakan pelayanan prima yang berusaha
untuk memuaskan pengguna jasa ( customer satisfaction) dalam hal ini peserta didik
dan orangtua murid.
3. Pelaksanaan KTSP memerlukan sosok kepala sekolah yang professional, memiliki
kemampuan manajerial yang handal serta demokratis dalam setiap pengambilan
keputusan. Pada umumnya kepala sekolah di negeri ini belum dapat dikatakan
professional seperti yang diungkapkan oleh Bank Dunia (1999) bahwa salah satu
penyebab makin menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah kurang
profesionalnya kepala sekolah sebagai manager pendidikan di lapangan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemerintah sebaiknya melakukan perubahan dalam hal
pengangkatan kepala sekolah, dari yang berorientasi pada pengalaman kerja ketika
menjadi guru menjadi orientasi kemampuan dan keterampilan secara professional.
4. Dalam pengembangan KTSP, wujud partisipasi masyarakat dan orang tua murid tidak
hanya dalam bentuk financial. Ide, gagasan dan pemikiran masyarakat sangat
dibutuhkan untuk dapat menunjang keberhasilan sekolah. Sekolah harus berupaya
untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat dan orangtua murid bahwa sekolah
adalah lembaga yang harus didukung oleh semua pihak. Keberhasilan sekolah adalah
kebanggaan bagi masyarakat, dan untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama yang
harmonis.
5. KTSP menuntut kinerja sekolah terutama guru dalam implementasinya. Oleh sebab
itu guru harus senantiasa mengembangkan kemampuan dan keterampilan
profesionalismenya. Hal ini dapat juga dilakukan melalui KKG atau MGMP.
Pemberdayaan KKG dan MGMP dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi guru
dalam menyususn, merumuskan, melaksanakan, dan melakukan penilaian dalam
pembelajaran. Kekompakan guru sebagai tim pengembang kurikulum perlu
ditingkatkan untuk memberdayakan KKG dan MGMP.
Rekomendasi
Untuk menangani permasalahan tersebut, perlu diambil langkah-langkah kebijaksanaan baik
mengenai kurikulum (tertulis) maupun kurikulum dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah
kebijaksanaan yang ditempuh antara lain sebagai berikut:
Kelebihan KTSP