Anda di halaman 1dari 23

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan

pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. KURIKULUM 2004 Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. KTSP 2006 Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. DAFTAR PUSTAKA http://andibagus.blogspot.com/2008/03/kurikulum-pendidikan-di-indonesia.html

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas. Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan sistem caturwulan. Sedangkan dalam kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester.

Dahulu pun, para murid hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, namun meski begitu pendidikan yang ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan lagi objek, namun subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya. Sejak tahun ajaran 2006/2007, diberlakukan kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang merupakan penyempurnaan Kurikulum 2004. DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Berbasis_Kompetensi

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masingmasing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat:

kerangka dasar dan struktur kurikulum,

beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.

SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum_Tingkat_Satuan_Pendidikan

KURIKULUM pendidikan Indonesia rupanya terus ditakdirkan berada dalam dunia yang berbeda. Dunia ideal untuk memperbaiki mutu pendidikan dan tataran praksis yang justru menghasilkan kenyataan sebaliknya. Dari sudut pandang pemerintah, kurikulum sering dianggap seperti mantra baru, sementara publik justru menganggapnya sebagai petaka baru. Kurikulum sering dinilai tidak hanya menjadi momok, tetapi juga mengganggu dunia pendidikan. Pendidikan kita seperti disandera oleh sistem kurikulum yang tak kunjung menghasilkan apa yang ada dalam cita-cita ideal kita. Seperti juga sekarang telah muncul Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Ia merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004. Kurikulum yang sesungguhnya belum sepenuhnya dilaksanakan. Bahkan, di beberapa sekolah masih ada yang melaksanakan Kurikulum 1994.

Seperti yang sudah-sudah, munculnya kurikulum baru itu juga disambut kontroversi. Ada yang optimistis dan juga sebaliknya. Yang optimistis berkeyakinan KTSP akan mampu mengatasi mandulnya kreativitas guru karena kurikulum itu dibuat oleh sekolah, oleh para guru. Sekolahlah sebagai penentu pendidikan, bukan pemerintah pusat. Kini sekolah dan komite sekolah harus bermitra mengembangkan kurikulum sendiri. Guru, dalam kurikulum baru itu, benar-benar digerakkan agar menjadi manusia profesional. Ia dipaksa untuk meninggalkan cara-cara konservatif dan menggantinya dengan cara kerja yang kreatif. Selama ini para guru lebih banyak menampakkan wajahnya sebagai perpanjangan wajah birokrasi. Ia terlampau patuh pada apa yang disebut petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan. Sementara itu, yang pesimistis mengolok-olok KTSP sebagai (K)urikulum (T)idak (S)iap (P)akai karena lahir terlalu prematur. Sumber kelemahannya bukan berada di manamana, melainkan ada pada guru sendiri. Seberapa banyak guru yang kreatif dan siap dalam spirit perubahan zaman yang disyaratkan KTSP? Bukankah pendidikan keguruan di negeri ini memang tidak membekali guru sebagai penyusun kurikulum? Selain persoalan guru, prasyarat lain seperti gedung dan komitmen pemerintah juga akan menjadi kendala yang serius. Kita khawatir kurikulum baru itu pun akan sama nasibnya dengan kurikulum-kurikulum lainnya. (Sekadar catatan kurikulum yang pernah berlaku: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004). Ironisnya lagi, meski KTSP benar-benar memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengembangkan pendidikan, ujung dari seluruh proses itu juga harus lewat ujian negara. Ujian negara akan membuat guru sibuk bagaimana agar seluruh siswa lulus, dan pada akhirnya lupa mengembangkan kreativitas sekolah. Kita khawatir niat suci pemerintah untuk memberikan otonomi seluas-luasnya kepada sekolah dan guru, justru menjadi belenggu. Sebab, pemerintah sendiri belum menyiapkan guru-guru untuk menyusun dan melaksanakan kurikulum berbasis sekolah tersebut. Kita khawatir KTSP tidak menjadi jawaban yang tepat atas dunia pendidikan kita yang masih terhuyung-huyung untuk menghadapi persaingan global yang keras.

Tentang KURIKULUM Indonesia


Deskripsi singkat tentang kurikulum apa saja yang pernah dikembangkan dalam program pendidikan di negeri tercinta Indonesia. Salah satu konsep terpenting untuk maju adalah melakukan perubahan, tentu yang kita harapkan adalah perubahan untuk menuju keperbaikan dan sebuah perubahan selalu di sertai dengan konsekuensikonsekuensi yang sudah selayaknya di pertimbangkan agar tumbuh kebijakan bijaksana. Ini adalah perkembangan Kurikulum Pendidikan Kita:

KURIKULUM 2004 Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. (sumber: depdiknas.go.id) KTSP 2006 Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. (TIAR)

Daftar Pustaka

http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/11/kurikulum-pendidikan-kita.html

Pembaharuan mengikuti perkembangan ataukah kebijakan? Dari berbagai kurikulum yang dilalui oleh Indonesia ini, kiranya dapat ditelisik bahwa kurikulum tersebut mengalami pembaharuan dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan kondisi zaman yang menuntut memang suatu kurikulum harus berubah ataukah terdapat suatu presser dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan? Problem seperti ini bukan suatu hal baru bagi pendidikan kita. Pada era sebelum reformasi banyak kalangan, para pakar pendidikan mengkritik hal itu dengan istilah ganti menteri, ganti kebijakan. Tetapi untuk saat ini, akankah hal tersebut terjadi pula? Jika pendapat tokoh pendidikan Ki Supriyoko sebagaimana tersebut sebelumnya, bahwa pergantian kurikulum biasanya terjadi sepuluh tahun kemudian dari kurikulum sebelumnya, namun jika kita menyoroti KBK ke KTSP atau kurikulum 2004 ke kurikulum 2006 menunjukkan kurang dari sepuluh tahun, tentu akan muncul suatu pertanyaan, mengapa? Kalau kita mencermati secara mendalam implementasi KBK pada tingkat grassroot, yakni sekolah sebagai pelaksana dari KBK tersebut. Pada kenyataanya tidak setiap sekolah sudah mampu melaksanakan KBK ini, bahkan mungkin sekolah tersebut masih taraf trial and error terhadap KBK. Karena kurangnya dukungan dari SDM sekolah tersebut yang belum menguasai tentang KBK. Nah, apakah ini tidak secara langsung menunjukkan bahwa penentu kebijakan tersebut terlalu tergesa-gesa dalam mengadakan perubahan, tanpa harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, misal ketidaksiapan para tukang didik (pendidik/guru) yang akan terjun langsung mengoperasikan mesin pendidikan. Karena suatu konsep yang ideal tetapi belum mampu teraplikasikan dalam realita akan menghasilkan suatu kesia-siaan. Tentu menjadi renungan bagi kita. Menurut, S. Nasution bahwa pembaharuan kurikulum mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach dan grass roots approach. Administrative approach, yaitu suatu perubahan atau pembaharuan yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru, jadi from the top down, dari atas ke bawah, atas inisiatif para administrator. Yang kedua, grass roots approach, yaitu yang dimulai dari akar, from the bottom up, dari bawah ke atas, yakni dari pihak guru atau sekolah secara individual dengan harapan agar meluas ke sekolah-sekolah lain. Namun, pola seperti itu bergantung kepada pengelolanya, yakni pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Dan bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Kita tentu dapat obyektif dalam mencermatinya.

Penutup Sudah bukan hal baru lagi bagi kita bangsa Indonesia dalam mengkaji dan memperdebatkan tentang problematika kurikulum di Indonesia. Karena kondisi perkembangan pendidikan di Indonesia, bahkan mungkin di belahan negara lain mengalami problem yang sama. Secara tidak langsung pendidikan tersebut mampu menyepadani dengan tuntutan kondisi zaman yang berkembang begitu cepat. Apalagi disertai dengan perkembangan arus informasi dan teknologi, tidak bisa tidak, kondisi seperti ini akan menuntut perubahan dalam pendidikan. Di mana hal itu nantinya akan berefek kepada perubahan kurikulum, sebagai main concept, sketsa, blue print kemanakah pendidikan kita, generasi kita akan dibawa? Berkaitan dengan perubahan, pembaharuan dan perbaikan pendidikan (kurikulum) membutuhkan peran serta berbagai pihak. Akan tetapi hal itu tidak sampai mengesampingkan antara satu pihak dengan pihak lain. Agar dalam mewujudkan perubahan dan pembaharuan dapat sejalan dengan baik, serasi dan harmonis. Sehingga apa yang menjadi tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.

Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi Karakteristik KBK antara lain mencakup selekasi kompetensi yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menetukan kesuksesan pencapaian

kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran. Sehubungan dengan itu Depdiknas (2002) mengemukan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Menekankan pada kecakapan kompetensi mhs baik secara individu maupun klasikal. 2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. 3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. 4. Sumber belajar bukan hanya dosen tetapi juga sumber lain yang memenuhi unsur edukatif. 5. Penilaian penekanan pada proses dan hasil belajar dlm upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi Keunggulan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pengembangan KBK mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan model-model kurikulum sebelumnya. 1. KBK bersifat alamiah (konstekstual), karena berangkat berfokus dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini peserta didik merupakan subjek belajar dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk bekerja dan mengalami berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan transfer pengetahuan (transfer of knowledge). 2. KBK boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. 3. Ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan ketrampilan. Kunci keberhasilan pembelajaran berbasis kompetensi adalah : Fokus pada kemampuan apa sebenarnya yang dapat dilakukan oleh siswa didik. Penekanan lebih kepada praktik lapangan yang mutakhir dan terbaik. Mengajarkan aplikasi secara riil. Mencocokkan keterampilan melalui observasi kinerja siswa didik dalam kerjapraktik. Kurikulum Berbasis Kompetensi Kompetensi merupakan per- paduan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksi- kan dalam kebiasaan berfikir dan ber tindak. Achsan juga mengemukakan bahwa kompetensi : is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or he being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pe- ngetahuan, ketrampilan dan ke- mampuan yang dikuasai

oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat me- lakukan perilaku-perilaku kognitif, affektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. (Mulyasa, 2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah seperangkat rencana dan pe- ngaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar m ngajar, dan pemberdayaan sumber da ya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah (Nugraha, 2004). Tujuan utama kurikulum ber- basis kompetensi adalah me- mandirikan atau memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan (Mulyasa, 2004)
Daftar Pustaka http://smk3ae.wordpress.com/2009/03/15/analisis-pelaksanaan-kurikulum-berbasiskompetensi-untuk-mata-pelajaran-kimia-di-sma-kota-tanjung-balai/ http://weblog-pendidikan.blogspot.com/2009/08/karakteristik-dan-keunggulankurikulum.html

KARAKTERISTIK KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)


A. Apakah KTSP itu? Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). B. Mengapa KTSP Lahir? Pada hakikatnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3). Berangkat dari idealisme pendidikan yang demikian itu, undang-undang tersebut mengamanatkan agar proses pendidikan mengarah kepada terbentuknya kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Keutuhan harus dimengerti sebagai utuh eksistensi (keberadaan) maupun potensi. Dalam pengertian utuh eksistensi, kualitas manusia Indonesia yang diharapkan adalah manusia yang berguna dalam kapasitasnya sebagai insan Tuhan, insan pribadi, insan sosial, dan insan politik. Utuh dalam pengertian potensi, adalah kemampuan produk pendidikan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikotor, atau cerdas spiritual, emosional, dan intelektual. Selain itu, diperlukan produk pendidikan yang berwawasan global yang berpijak lokal, memiliki kualitas internasional tanpa meninggalkan wawasan kebangsaan: nasionalisme dan patriotisme. Penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa gerakan refromasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berpijak dari tuntutan tersebut, pendidikan harus mampu menyesuaikan diri, yang diwujudkan dalam proses pendidikan yang aktif, kreatif, dinamis, inovatif, dan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan peserta didik dalam konteks lokal, nasional, dan internasional. Tuntutan reformasi dan demokratisasi tersebut berimplikasi pada pembaharuan sistem pendidikan, salah satunya adalah kurikulum. Diperlukan diversifikasi kurikulum untuk dapat melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam. Dengan kata lain, diperlukan kurikulum yang kontekstual, dalam arti internasional, nasional, dan lokal. Setiap daerah, bahkan setiap sekolah, mempunyai potensi, kebutuhan, dan persoalan masing-masing, yang tidak bisa dengan mudah diseragamkan. Bukan berarti meniadakan kurikulum nasional. Kurikulum lokal disusun berdasarkan kerangka kurikulum nasional. Hal itu sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 38 ayat (2), Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan

relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah. Atas dasar itulah, setiap sekolah/ kelompok sekolah dan komite sekolah wajib menyusun kurikulum, yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan proses pendidikan di satuan pendidikan tersebut, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Mengingat adanya keberagaman etnis, budaya, kemampuan, dan potensi daerah selama ini belum terakomodir secara optimal dalam pengembangan kurikulum pendidikan nasional. Padahal keberagaman tersebut merupakan aset yang dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai keunggulan nasional. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya tanggungjawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggung jawab daerah. Oleh sebab itu dilihat dari pola dan model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat desentralistik.

C. Bagaimanakah Karakteristik KTSP? Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang disusun di tingkat satuan pendidikan sehingga mempunyai karakteristik yang membedakan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Adapun karakteristik dari KTSP adalah : 1. KTSP merupakan kurikulum yang menggunakan empat desain kurikulum sekaligus yaitu : a. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu Desain kurikulum ini merupakan desain yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin

ilmu(Anonim, 2008 : 41). Dilihat dari desainnya, KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ni dapat dilihat dari (1) struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dan mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan namanama disiplin ilmu juga ditentukan jumlah jam pelajarannya; (2) kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran. b. Desain Kurikulum Berorintasi pada Masyarakat Asumsi yang mendasari desain kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah yaitu melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena tu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum(Anonim, 2008 : 43). KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada masyarakat. Hal itu terlihat dari : 1) Salah satu prinsip pengembangannya adalah relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan KTSP dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kebutuhan masyrakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. 2) Acuan operasional penyusunan KTSP memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan kesetaraan gender. KTSP harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang pelestarian keragaman budaya serta harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan mendukung upaya kesetaraan gender. c. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari

kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan siswa sebagai sumber isi kurikulum (Anonim, 2008 : 46). Hal itu tampak pada salah satu prinsip pengembangan KTSP yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. KTSP dikembangkan berdasrkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengebangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. d. Desain Kurikulum Teknologis Model desain kurikulum teknologi difokuskan pada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Desain instruksional menekankan pada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, tes, dan pengembangan bahan ajar (Anonim 2008 : 48). KTSP merupakan kurikulum teknologis, hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan menjadi indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilain.

2. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu. Prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya pendekatan CTL yang salah satu ciri utamanya adalah ikuiri. Demikian juga secara tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri, yakni komponen kurikulum yang menekankan kepada aspek pengembangan minat dan bakat individu peserta didik.

3. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Salah satu acuan operasional penyusunan KTSP yaitu keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. KTSP disusun dengan memperhatikan bahwa

daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalman hidup sehari-hari. Oleh karena itu KTSP disusun dengan memperhatikan keragaman tersebut unruk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.

4. KTSP merupakan kurikulum yang memberikan otonomi yang luas kepada sekolah atau satuan pendidikan dalam penyusunan, pengembangan, serta pelaksanaannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dilihat dari pengertian KTSP tersebut, terlihat jelas bahwa sekolah (satuan pendidikan) mempunyai otonomi yang luas baik pada penyusunan, pengembangan maupun pelaksanaannya. Hali ini diperkuat lagi dengan acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan karakteristik satuan pendidikan. KTSP harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan ciri khas satuan pendidikan. Dengan pemberian otonomi yang luas kepada masing-masing sekolah (satuan pendidikan) dalam penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan KTSP, seyogyanya pengembangan kurikulum yang dilakukan sekolah harus mempertimbangkan SDM, sarana serta kearifan lokal yang dimiliki. Sekolah berhak me-reformulasi ulang tatanan kurikulum yang sudah ada. Namun, formulasi yang dibuat tetap harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan pemerintah, dalam hal ini adalah BSNP. Formulasi yang dibuat harus dapat menonjolkan nilai jual atau nilai lebih dari sekolah penyusunnya. Atau dengan kata lain formulasi tersebut dapat menjawab pertanyaan Apakah yang dapat dibanggakan dari sekolah tersebut?
Daftar Pustaka http://pojokhermanto.blogspot.com/2009/01/karakteristik-ktsp.html

Ciri-ciri KTSP
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah. 2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 3. Guru harus mandiri dan kreatif. 4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.

KTSP dan Problem Standar Nasional Pendidikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diharuskan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Walaupun dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Menurut Panduan penyusunan KTSP, Standar Isi (SI) mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah: kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006. Pemahaman yang dapat dibangun dari rumusan panduan di atas adalah, antara standar isi dan standar kelulusan jelas memiliki korelasi, bahwa standar isi memberikan arahan bagi pengembangan silabus di tingkat sekolah yang selanjutnya diharapkan dapat mencapai standar kompetensi lulusan. Persoalannya adalah, apakah antara pengembangan silabus dan standar kompetensi lulusan juga masih memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi. Sebab, bukankah dengan menyerahkan kewenangan kepada sekolah untuk mengembangkan silabusnya sendiri merupakan sebuah mekanisme yang justru meninggalkan lubang menganga. Persoalan semakin intens ketika pemerintah masih menggunakan Ujian Nasional (UN) sebagai alat satu-satunya untuk mengukur kompetensi lulusan. Padahal mekanisme ini sendiri masih belum sesuai dengan aturan. Sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), "Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan; c. lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. lulus Ujian Nasional". Merujuk pada aturan di atas, maka dari segi implementasi, belum sesuai dengan aturan, yang mana hanya menggunakan UN sebagai patokan dalam menentukan kelulusan siswa. Pada pihak lain masih pasal yang sama ayat (2), "Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri". Di

sini nampak belum konsistennya pemerintah, pada satu sisi menyerahkan tanggungjawab kepada pihak sekolah, tetapi pada pihak yang lain pemerintah ikut menentukan kelulusan. Pertanyaannya adalah apakah antara standar kelulusan yang ditentukan pihak pemerintah (BSNP) realistis dengan proses pembelajaran yang berlangsung di masing-masing sekolah di seluruh Indonesia. Apakah dari segi standar isi (SI) telah dipenuhi oleh seluruh sekolah di Indonesia sehingga dalam hal standar kelulusan pun (melalui UN) diberlakukan sama. Jadi, kalau mau jujur secara substansial dalam KTSP tidak dikenal UN, sebab pengembangan standar isi oleh sekolah-sekolah menurut karakteristik, potensi daerah, dan kebutuhan-kebutuhan daerah, bukan diarahkan kepada pencapaian standar kompetensi lulusan, sebagaimana yang diukur hanya melalui UN. Dalam suatu kesempatan bedah buku di FIP UNY, Wakasek kurikulum SMA N I Kota Yogyakarta mengatakan, "Kami di sekolah cenderung mengejar target UN ketimbang maksimal dalam implementasi KTSP". Ini masalah, bagi sekolah antara KTSP dan UN, lebih baik memilih mengejar target UN agar tingkat kelulusan tidak melorot dari pada KTSP. Pertanyaannya, sudah efektifkah penerapan KTSP sekaligus UN. Anik Gufron (2008:1) menyatakan, "upaya peningkatan mutu pendidikan seringkali dilakukan secara tak proporsional dan mengabaikan dimensi kepentingan pengguna dan konteks di mana usaha tersebut hendak dilakukan. Akibatnya, banyak produk peningkatan mutu pendidikan tak memiliki nilai efektivitas dan adaptabilitas yang tinggi". Satu hal yang perlu dicatatt pula bahwa, KTSP tidak semata-mata sebagai sebuah dokumen tetapi juga sebagai program. Karenanya memiliki dimensi praksis. Ikuti pertanyaan berikut: Mungkinkan sebuah kurikulum dapat diimplementasikan di lapangan? Dan, apakah dalam implementasinya didukung oleh sumber daya yang memadai? Sebab bukan tidak mungkin, penerapan suatu kurikulum baru berpotensi gagal, jika kurang mempertimbangkan secara masak-masak kekuatan sumber daya pengguna. Sebagaimana dinyatakan oleh Allan Ornstein dan Francis Hunkins (2004:298) bahwa, "One reason that a new curriculum may miscarry is that implementation has not been considered critical in curriculum development." Lebih lanjutnya ditegaskan bahwa, "Frequently, new and innovative programs are blunted at classroom doors." Jadi, suatu kurikulum baru yang baik secara ilmiah belum tentu dapat dilaksanakan, atau akan tumpul keilmiahannya di depan pintu ruang kelas.

Kurikulum 2004 (KBK) & Kurikulum 2006 (KTSP) Memang Berbeda Secara Signifikan
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun

2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk menghibur guru agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf ujicoba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga muncullah statement yang menghibur tersebut. Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga mereka hanya mengulang-ulang pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara signifikan. Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara keduanya. Berikut ini saya rangkum perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 (periksa tabel)

Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006


ASPEK
1. Landasan Hukum

KURIKULUM 2004
Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004 UU No. 20/1999 Pemerintah-an Daerah UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003 PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004. Keputusan Direktur Dikmenum No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003. Liberalisme Pendidikan :

KURIKULUM 2006
UU No. 20/2003 Sisdiknas PP No. 19/2005 SPN Permendiknas No. 22/2006 Standar Isi Permendiknas No. 23/2006 Standar Kompetensi Lulusan

2. Implementasi / Pelaksanaan Kurikulum

Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL

3. Ideologi Pendidik-

Liberalisme Pendidikan :

an yang Dianut 4. Sifat (1)

terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan

terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut. Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP

5. Sifat (2)

Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur) Berbasis Kompetensi Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian

6. Pendekatan

Berbasis Kompetensi Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengembangan diri untuk semua jenjang sekolah Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD) Ada perubahan nama mata pelajaran KN dan IPS di SD dipisah lagi Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran Jumlah Jam/minggu : SD/MI 1-3 = 27/minggu SD/MI 4-6 = 32/minggu SMP/MTs = 32/minggu SMA/MA= 38-39/minggu Lama belajar per 1 JP: SD/MI = 35 menit SMP/MTs = 40 menit SMA/MA = 45 menit Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.

7. Struktur

Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999) Ada perubahan nama mata pelajaran Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD)

8. Beban Belajar

Jumlah Jam/minggu : SD/MI = 26-32/minggu SMP/MTs = 32/minggu SMA/SMK = 38-39/minggu Lama belajar per 1 JP: SD = 35 menit SMP = 40 menit SMA/MA = 45 menit

9. Pengembangan Kurikulum lebih

Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat

mengembangkan KTSP. lanjut Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya Penguatan Integritas Nasional Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika Kesamaan Memperoleh Kesempatan Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi Pengembangan Kecakapan Hidup Belajar Sepanjang Hayat Berpusat pada Anak Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan

Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya Beragam dan terpadu Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Relevan dengan kebutuhan kehidupan Menyeluruh dan berkesinambungan Belajar sepanjang hayat Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

10. Prinsip Pengembangan Kurikulum

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

1.

2. 3.

4. 5. 6. 7.

11. Prinsip Pelaksanaan Kurikulum

Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum

1.

Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Menegakkan lima pilar belajar: belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.

1.

1. 2. 3. 4. 5.

3. Memungkinkan peserta didik

mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

1. Dilaksanakan dalam suasana


hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada 5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. 6. Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. 7. Diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan. 12. Pedoman Pelaksanaan Kurikulum 1. 2. 3. 4. Bahasa Pengantar Intrakurikuler Ekstrakurikuler Remedial, pengayaan, akselerasi 5. Bimbingan & Konseling 6. Nilai-nilai Pancasila 7. Budi Pekerti 8. Tenaga Kependidikan 9. Sumber dan Sarana Belajar 10. Tahap Pelaksanaan 11. Pengembangan Silabus Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.

12. Pengelolaan Kurikulum

Untuk sementara baru 12 aspek yang saya temukan, dimana hanya 2 (dua) hal saja yang sama, yakni landasan ideologis dan pendekatan yang digunakan. Sementara 10 aspek lainnya berbeda sangat nyata, meskipun ada kemiripan pada butir-butir tertentu. PERBEDAAN ESENSI SK DAN KD Hal yang sering dikatakan oleh pejabat Depdiknas dan Dinas Pendidikan, bahwa Kurikulum 2004 dan 2006 adalah pada aspek Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya. Sepintas memang ya, padahal sesungguhnya tidak semuanya benar. Dalam Kurikulum SD/MI 2004 hanya terdapat satu SK masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran. Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah diplot mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004. KD-KD yang ada dalam Kurikulum 2004 ada yang masih digunakan dengan rumusan yang sama atau mirip dengan rumusan KD dalam Kurikulum 2006. Ada beberapa KD Kurikulum 2004 yang dibuang. Ada beberapa KD yang baru dalam Kurikulum 2006. Sehingga kalau ruang lingkup materi (scope) ini dijadikan ukuran, maka memang tidak terlalu banyak perbedaan Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006. Namun KD-KD yang ada dalam Kurikulum 2004 tersebut direkonstruksikan kembali, ditata kembali sedemikian rupa sehingga menjadi sangat berbeda dalam urutannya (sequence). Walaupun ruang lingkup materi yang sama antara kedua kurikulum tersebut, namun karena urutan penyajian per kelasnya menjadi berbeda, maka kedua kurikulum tersebut berbeda. Sebagai contoh, ada KD pada kelas III SD untuk mata pelajaran IPS yang dipindahkan ke kelas II. Beberapa KD dalam mata pelajaran IPS di SD dipindahkan dari kelas VII ke kelas VIII, atau sebaliknya. KD untuk PKN di SMP dipindahkan ke kelas VIII dan IX dari kelas VII. Sebaliknya ada KD di kelas VIII yang diturunkan ke kelas VII. Pemindahan KD sebagai penataan kembali KD dari Kurikulum 2004 ini terjadi pada semua mata pelajaran dan semua jenjang sekolah pada Kurikulum 2006. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran di kelas, terlebih jika sekolah berkehendak akan melaksanakan Kurikulum 2006 secara penuh pada tahun pembelajaran 2006/2007 ini. Perubahan lain adalah bahwa pembelajaran di kelas I, II dan III SD/MI perlu dilaksanakan secara tematik, sementara untuk kelas IV, V dan VI dengan pembelajaran bidang studi. Khusus untuk IPA dan IPS di SD digunakan pendekatan pembelajaran terpadu. Sedangkan IPA dan IPS di SMP yang semula SK dan KD-nya disusun dengan menggunakan pendekatan sub-bidang studi, pada Kurikulum 2006 tidak lagi menggunakan

pendekatan tersebut. Hal ini berdampak pada manajemen kurikulum dan pembelajaran di kelas. Sementara itu di SMA/SMK tidak ada perubahan seperti yang ada di SD dan sebagian di SMP. Namun bukan berarti tidak ada perubahan atau penataan KD di kurikulum SMA/SMK. Jumlah SK dalam Kurikulum 2004 yang semula 1 atau beberapa pada setiap mata pelajaran, pada Kurikulum 2006 dikembangkan menjadi beberapa SK . SK-SK ini sebagian besar diambil isi SK dalam Kurikulum 2004. Namun kalau dicermati, ternyata SK-SK dalam Kurikulum SMA 2006 ini identik, sangat mirip dengan KD-KD dalam Kurikulum SMA 2004. Demikian pula KD-KD pada Kurikulum 2006 ini sangat identik dengan indikator pencapaian pada Kurikulum 2004. Dengan kata lain, terdapat peningkatan status KD dan Indikator pada Kurikulum 2004, sehingga menjadi SK dan KD pada Kurikulum SMA 2006. Kalau terjadi banyak kali kasus seperti ini, rasanya tidak elok jika kita masih saja mengatakan bahwa Kurikulum 2004 sama dengan Kurikulum 2006, atau perubahan yang ada tidak banyak. Kalau mau melihat seberapa banyak perubahan kedua kurikulum tersebut, buatlah matriks pemetaan SK dan KD + indikator dari kurikulum dengan Kurikulum 2006. Pasti kepala puyeng, dan mata berkunang-kunang.

IMPLIKASI PADA MANAJEMEN KURIKULUM & PEMBELAJARAN Akibat perubahan dan penataan kembali SK dan KD pada Kurikulum 2006, maka akan berdampak pada manajemen kurikulum dan pembelajarannya. Sebagai misal, bagaimana membuat jadwal pelajaran pada kelas I s.d. III SD/MI sesuai dengan model pembelajaran tematik. Sedangkan selama ini guru Pendidikan Agama dan Penjas Orkes adalah guru bidang studi? Bagaimana mengisi rapor siswa? Bagaimana penilaiannya? Demikian pula dengan mata pelajaran IPS dan IPA di SMP/MTs. Karena tidak lagi menggunakan pola sub-bidang studi, maka pengaturan siapa yang mengajarkan KD tertentu sesuai dengan rumpun ilmu pembentuknya harus disusun dengan baik. Ambil contoh, di KD IPA SMP pada semester 1 kelas VII terkait dengan Fisika dan Kimia. Sementara untuk Biologi terdapat pada semester 2. Nah, apakah guru Biologi ini akan dibiarkan menganggur selama satu semester untuk menunggu gilirannya pada semester 2? Atau guru Fisika kemudian akan menganggur setelah satu semester mengajar? Bagaimana dengan guru-guru di sekolah swasta yang hanya dibayar sesuai jam riil mengajarnya? Dalam pelajaran IPS, kasus ini juga akan terjadi. Persoalan manajemen kurikulum dan pembelajaran yang sangat berbeda antara Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006. Kedua persoalan ini akan sangat dirasakan oleh para guru pengajarnya karena mereka adalah perencana, pelaksana dan penilai pembelajaran. Merekalah yang akan dibingungkan setiap hari dalam melaksanakan tugasnya.

Jadi, sekali lagi, jika perbedaan antara kedua kurikulum tersebut sangat sugnifikan. Dan para guru adalah korban pertama dari perubahan kurikulum ini. Secara rinci perubahan kurikulum pada masing-masing jenjang sekolah akan saya kupas dalam tulisan-tulisan berikutnya. Selamat menikmati perubahan!

Anda mungkin juga menyukai