Anda di halaman 1dari 5

NUSYZ DAN SYIQQ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa: 34)

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka


kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa:
35)
Tafsir










nusyuz pada asalnya berarti terangkat atau tertinggi. Seorang perempuan

yang meninggalkan rumah dan tidak melakukan tugasnya terhadap sang suami berarti dia
telah meninggikan dirinya dari suaminya dan mengangkat dirinya di atas suaminya,
padahal menurut kebiasaannya dia mengikuti atau mematuhi suaminya itu. Dengan kata

lain si istri telah melakukan tindakan durhaka dan membesarkan diri kepada ssang
suami.1 Tindakan yang dilakukan oleh istri ini adalah sebuah pembangkangan istri
terhadap suami.2


Kata
menurut sebagian ulama kata ini berarti jika


diketahuinya dengan pasti isterinya itu akan berbuat demikian. Sementara itu ulama lain
menafsirkan dengan jika disangkanya istrinya itu telah melakukan nusyuz dengan
memperhatikan qarinah perempuan itu, atau gerak-geriknya telah berubah dari yang
biasanya

dalam melayani

suaminya.

Maka ditempuhlah

tiga tahapan

dalam

penyelesaiannnya. Pertama: diberikan ajaran atau nasihat dengan cara yang baik. Jika
langkah pertama ini tidak berhasil, maka ditempuhlah langkah yang kedua. Langkah
kedua adalah memisahkan isteri dari tempat tidur (pisah ranjang). Menurut Ibn Abbas
maksud dari langkah yang kedua II adalah jangan diajak bicara. Menurut Said bin Zubayr
maksud ayat tersebut adalah tidak mencampuri isteri. Sementara itu menurut Syabi
diartikan dengan tidak menyetubuhinya. 3.
Menurut al-Mannar ketiga hal di atas tidak berarti sebuah urutan, tetapi terserah
pada suami manakah langkah yang akan diambil, sesuai dengan watak dari sang wanita.
Hal ini disebabkan karena watak wanita itu tidak sama, ada wanta yang embutuhkan
peringatan keras dan adapula wanita yang cukup denga suatu peringatan yang halus. 4
Nuzyuz itu sendiri sebenarnya bukan tabiat perempuan, melainkan sifat yang timbul
kemudian.
Langkah ketiga adalah memukulnya dengan suatu pukulan yang tidak
membahayakan bagi isteri, yaitu pukulan yang tidak menyakitkan badan (fisik) si isteri.
Bahkan berdasar riwayat Ibn Abbas, pukulan yang dimaksud adalah pukulan dengan
kayu siwak (alat menggosok gigi) atau yang sejenisnya. Jadi tujuan pukulan itu tidak
bermaksud untuk menyakiti badannya, melainkan semata-mata memberinya peringatan
dan menegurnya supaya dia kembali kepada tabiat aslinya. 5 Pendapat ini didukung oleh
beberpa hadis yang menganjurkan supaya memberi nasehat kepada kaum wanita dengan
1

Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, (jakarta: Kencana, 2006), h. 263; Ahmad Musthafa alMaraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra, 1987), 41.
2
Muhammad Ali A-Shobuni, Rawai al-Bayan, I, .
3
Inid., 264.
4
Abdul Hkim Binjai, 264,
5
Abdul Hakim Injai, 265.

cara yang lemah lembut dan orang yang memukul isterinya lebih dari yang diijinkan amat
dicela. Di antara hadis tersebut adalah riwayat Abdullah bin Zamaah, Nabi saw
bersabda, apakah salah seorang diantaramu mau memukul isterinya seperti seorang
budak? Kemudian pada petang harinya istri itu dicampuriya? Abdur Razaq mriwayatkan
dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: Apakah tidak mersa malu salah
seorang diantaramu memukul istrinya pada siang hari seperti memukul seorang budak,
kemudian dicampurinya pada malam harinya?6. Dengan demikian maksud kata
memukul bukan dalam arti menyakiti. Dalam hal ini Rasululah mengingatkan agar
jngan memukul wajah dan jangan pula menyakiti. Beliau juga bersabda: Tidakkah
kalian malu memukul istri kalian seperti memukul keledai?. Malu bukan saja karena
memukul, tetapi juga malu karena gagal mendidik sang istri dengan nasehat dan cara
lain.7

( jika
Kata (








sang isteri telah melakukan perubahan yang baik, janganlah kemudian sang suami masih
tetap beruaya untuk mencari jalan menyakiti isteri.

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka


kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Nisa:
35)
Syiqoq adalah perselisihan, percekcokan dan permusuhan, perselisihan yang
berkepanjangan dan meruncing antara suami dan istri.8
Ketika tiga upaya di atas gagal, maka dalam upaya menyelesaikan kasus ini
adalah dengan mengutus seorang hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri.
6

Abdul HKIM, 265.


M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 3, (Tangerang: Lentera Hati, 2005), h. 431.
8
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, 1708.
7

dalam proses angap mengetahui (tahkim ini) meeka bertugas sebagai menyelesaikan
sengketa rumaah tangga tersebut. Mayoritas ulama berpendapat bahwa. Hakam ini
sebaiknya adalah diambil dari pihak keluarga, atau orang lain yang dianggap memahami
kondsi mereka berdua.
Ada dua persyaratan yang harus dimiliki oleh hakam (juru damai), yaitu syarat
eksternal dan syarat internal. Yang pertama bahwa hakam itu harus dari pihak keluarga.
Sedangkan syarat yang kedua (eksternal) menurut Wahbah az-Zuhaili, guru besar Fikih
dan Usul Fikih pada universitas Damaskus adalah a). laki-laki, b). adil, c). mengetahui
(cukup informasi mengenai permasalahan keluarga yang didamaikan). Sedangkan
menurut Sayyid Sabiq, syaratnya adalah: a). berakal, b). baligh, 3). Adil, dan 4). Muslim. 9
Apabila kedua belah pihak (suami-istri) tidak menemukan kata sepakat untuk
berdamai, (tetapi sebaliknya mereka sepakat untuk berpisah) maka juru damai berhak
utuk menceraikan keduanya. Karena kedua hakam ini berstatus sebagai penguasa yang
ditujuk oleh imam dan berhak melaksnakan keputusannya, baik menyatukan kembali
(keduanya) maupun mencerikannya.
Menurut Wahbah az-Zuhaili, perceraian yang diakibatkan oleh syiqaq ini adalah
berstatus sebagai talak bain sughra, yakni suami bisa kembali kepada bekas isterinya
dengan akad nikah yang baru, dan mahar baru.10
Jika nusyuz berasal dari suami
128. Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz [357] atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarbenarnya[358], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir[359]. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara
dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
[357]. Lihat arti nusyuz dalam no. [291]. Nusyuz dari pihak suami ialah bersikap keras
terhadap isterinya; tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberikan haknya.
[358]. Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi asal suaminya mau baik kembali.
[359]. Maksudnya: tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada
orang lain dengan seikhlas hatinya, kendatipun demikian jika isteri melepaskan
9

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru,1996),h. 1709.
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, h. 1710.

10

sebahagian hak-haknya, maka boleh suami menerimanya.

Anda mungkin juga menyukai