Anda di halaman 1dari 31

Tutorial Klinik

ILMU PENYAKIT MATA

Disusun Oleh :
Aniki Puspita

G99152030

Putri Nur Kumalasari

G99152031

Katherine Gowary Sugiarto

G99152032

Pembimbing
Kurnia Rosyida, dr., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Berasal dari kata Yunani yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan
warna tersebut pada penderita glaukoma.(Ilyas, 2010)
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan ekskavasi glaukomatosa, neuropati
saraf optik, serta kerusakan lapang panang. Penyakit ini bersifat kronik dan
progresif, ditandai dengan peninggian tekanan intraokular dan dapat disebabkan
oleh:
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil.
Pada glaukoma akan terdapat penurunan fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
1. Glaucoma sudut sempit primer dan sekunder
2. Glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder
3. Kelainan pertumbuhan pada mata.(Ilyas, 2010)

BAB II

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama

: Ny. P

Umur

: 63 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Sragen

Tanggal periksa

: 26 Mei 2016

No. RM

: 01-24-1x-xx

Cara Pembayaran

: BPJS

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama

: penglihatan kedua mata kabur terutama pada

mata kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dengan diagnosis ODS POAG sejak 12 Mei 2016, datang ke poli
mata RSUD Dr. Moewardi untuk kontrol ke-2 dengan keluhan penglihatan
kedua mata kabur terutama pada mata kiri sejak satu tahun yang lalu. Keluhan
dirasakan semakin lama semakin memberat. Keluhan dirasakan terus-menerus.
Keluhan tersebut tidak disertai dengan mata merah, nyeri, cekot-cekot, ataupun
pandangan dobel.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa

: (+) POAG

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat pemakaian kacamata

: disangkal

Riwayat pengobatan glaukoma

- 12 Mei 2016 : Timolol dan Glaucon


- 26 Mei 2016 : Timolol, Glaucon, KSR
D. Riwayat Penyakit Keluarga
R. Hipertensi

: disangkal

R. DM

: disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum baik E4V5M6, gizi kesan cukup
B. Pemeriksaan subyektif
Visus
Pinhole
Konfrontasi test

OD
6/60
Tidak maju
Lapang pandang

OS
3/60
Tidak maju
Lapang pandang

menyempit

menyempit

Tanda radang

tidak ada

tidak ada

Luka

tidak ada

tidak ada

Parut

tidak ada

tidak ada

Kelainan warna

tidak ada

tidak ada

Kelainan bentuk

tidak ada

tidak ada

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata

2. Supercilium
Warna

hitam

hitam

Tumbuhnya

normal

normal

Kulit
Geraknya

sawo matang
dalam batas normal

sawo
dalam batas normal

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita


Heteroforia

tidak ada

tidak ada

Strabismus

tidak ada

tidak ada

Pseudostrabismus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Enophtalmus

tidak ada

tidak ada

Anopthalmus

tidak ada

tidak ada

Mikrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Makrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Ptisis bulbi

tidak ada

tidak ada

Atrofi bulbi

tidak ada

tidak ada

Buftalmus

tidak ada

tidak ada

Megalokornea

tidak ada

tidak ada

Temporal superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Temporal inferior

dalam batas normal

dalam batas normal

Temporal

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal inferior

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

4. Ukuran bola mata

5. Gerakan Bola Mata

6. Kelopak Mata
Gerakannya

matang

Lebar rima
Blefarokalasis

10 mm

10 mm

tidak ada

tidak ada

Tepi kelopak mata


Oedem

tidak ada

tidak ada

Margo intermarginalis

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Entropion

tidak ada

tidak ada

Ekstropion

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

7. Sekitar saccus lakrimalis

8. Sekitar Glandula lakrimalis


Odem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

kesan normal

kesan normal

tidak dilakukan

tidak dilakukan

17 mmHg

22 mmHg

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

9. Tekanan Intra Okuler


Palpasi
Tonometer Schiotz
NCT
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
ada

Konjungtiva Fornix

Konjungtiva Bulbi

ada

Pterigium

tidak ada

tidak ada

Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Injeksi konjungtiva

tidak ada

tidak ada

ada

Caruncula dan Plika Semilunaris


Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

putih

putih

tidak ada

tidak ada

12 mm

12 mm

11. Sklera
Warna
Penonjolan
12. Kornea
Ukuran
Limbus

jernih

jernih

Permukaan

rata, mengkilat

rata, mengkilat

Sensibilitas

normal

normal

Keratoskop (Placido)

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Fluoresin Test

tidak dilakukan

tidak dilakukan

13. Kamera Okuli Anterior


Isi

jernih

jernih

Kedalaman

dalam

dalam

coklat

coklat

spongious

spongious

bulat

bulat

tidak ada

tidak ada

14. Iris
Warna
Gambaran
Bentuk
Sinekia Anterior

ada

15. Pupil
Ukuran

3 mm

3 mm

Bentuk

bulat

bulat

Tempat

sentral

sentral

(+)

(+)

Reflek direk
Reflek indirek

(+)

(+)

Reflek konvergensi

baik

baik

Ada/tidak

ada

ada

Kejernihan

keruh

keruh

Letak

sentral

sentral

16. Lensa

VII. GAMBAR

Gambar 1. Occouli Dextra-Sinistra

Gambar 2. Occuli Dextra

Gambar 3. Occuli Sinistra


VIII. DIAGNOSIS BANDING
ODS Primary Open Angle Glaukoma (POAG)
ODS Primary Close Angle Glaukoma (PCAG)
OS Hipertensi occuli
ODS Katarak senilis insipien
ODS Katarak senilis imatur
IX. DIAGNOSIS
ODS primary open angle glaucoma (POAG)
ODS katarak senilis imatur
X. TERAPI
Evaluasi pengobatan POAG

1.

Pemeriksaan TIO
Kontrol setiap bulan. Hasil pemeriksaan TIO dengan NCT saat
kontrol OD 17.0 dan OS 22.0. Hasil ini masih tergolong tinggi untuk
pasien dalam pengobatan glaukoma, sehingga harus di periksa ulang
atau diperiksa dengan tonometer jenis lain misalnya tonometer
schiotz. Karena terdapat kemungkinan kesalahan pembacaan alat.
Jika hasil pemeriksaan TIO masih tergolong tinggi, maka perlu
dievaluasi mengenai kepatuhan pemakaian obat dan cara pemakaian
obat apakah sudah tepat. Jika kepatuhan pemakaian obat dan cara
pemakaian obat ternyata sudah tepat maka perlu dipertimbangkan
obat lain atau penambahan obat.

2.

Pemeriksaan funduskopi
Kontrol setiap bulan. Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk
mengevaluasi progresifitas perluasan ekskavasio glaukomatosa. Hasil
pemeriksaan: refleks fundus (+) kurang cemerlang, lainnya sulit
dievaluasi karena tertutup kekeruhan lensa.

3.

Pemeriksaan perimetri setiap 6 bulan.


Pemeriksaan perimetri baru dilakukan satu kali tanggal 12 Mei 2016.

Untuk penatalaksanaan katarak senilis imatur, belum perlu dilakukan tindakan


pembedahan.
XI. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad kosmetikum

OD

OS

bonam

bonam

dubia ad sanam
bonam

Ad fungsionam dubia ad malam

dubia ad sanam
bonam
dubia ad malam

SARAN
1. Menurut American Academy of Opthamology (2015), pasien harus melakukan
beberapa pemeriksaan secara komprehensif agar diagnosis dapat ditegakkan.
Pemeriksaan ini antara lain :
- Pemeriksaan TIO dengan tonometri : nilai normal 10-21 mmHg dan ditegakkan
glaukoma apabila nilainya >21mmHg.
- Pemeriksaan gonioskopi dengan gonioskop : membedakan sudut tertutup atau
terbuka pada glaukoma
- Pemeriksaan fuduskopi dengan opthalmoskop, dalam hal ini pasien sebelumnya
ditetesi midriatil terlebih dahulu. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui
pelebaran Cup Disk Ratio (CDR).
- Pemeriksaan visus perifer dengan perimetri yang dilakukan 6-12 bulan sekali
- Pemeriksaan ketebalan kornea dengan pacymetry : semakin tebal kornea akan
meningkatkan risiko glaukoma.
2. Pada saat kunjungan pertama (tanggal 12 Mei 2016) TIO pasien : OD 22,5 mmHg
dan OS 25 mmHg (batas TIO normal : 10-21 mmHg). Pasien sudah dilakukan
perimetri untuk mengetahui visus perifer namun statusnya tidak dapat ditemukan.
Pada kunjungan ke-2 (tanggal 26 Mei 2016), pasien sudah dilakukan konfrontasi
test terdapat penyempitan lapang pandang, namun tes konfrontasi bersifat sujektif.
Gonioskopi, pachymetri belum dilakukan pada pasien.
3. Pada pemeriksaan ini kami diagnosis ODS POAG karena :
-

TIO > 21 mmHg (lebih dari normal)

Dari pemeriksaan slit lamp didapatkan BMD VH 2-3

(Guidelines of the European Glaucoma Society, 2014)


Pada pemeriksaan ini kami juga mendiagnosis ODS Katarak imatur dengan alesan:
-

Lensa keruh

Pada pemeriksaan BMD VH 2-3

Kekurangan dari pemeriksaan yang kami lakukan adalah kami tidak melakukan
shadow tes untuk lebih menyingkirkan diagnosis banding.

4. Hasil pemeriksaan TIO dengan Non Contact Tonometry saat kunjungan pertama,
menunjukan hasil : OD 22.5 dan OS 25.5 sedangkan kunjungan ke-2 menunjukan
hasil

: OD 17.0 dan OS 22.0. Stadium glaucoma menurut The College of

Optometrists of British Columbia (2009), dibagi menjadi empat stadium yaitu (1)
suspect glaucoma dengan tanda khas CDR (cup disk ratio) > 2.0 (2) early
glaucoma dengan CDR <0.65 dan atau kerusakan lapang pandang ringan, tidak
lebih dari 10. (3) Moderate stage dengan tanda CDR 0.7-0.85 dan atau kerusakan
lapang pandang sedang, tidak lebih dari 10. (4) Severe stage dengan tanda CDR
>0.9 dan atau kerusakan lapang pandang lebih dari 10. Berbagai studi
menjelaskan mengenai target TIO untuk penatalaksanaan pasien glaukoma.
Menurut Guidelines of the European Glaucoma Society (2003), target TIO pada
pasien glukoma adalah sebagai berikut :
Target TIO POAG
Early glaucoma
Moderate glaucoma
Advanced glaucoma
Terminal glaucoma
Target TIO Normo Tension Glaucoma
Early glaucoma
Moderate glaucoma
Advanced glaucoma
5. Pasien saat kunjungan pertama mendapatkan medikasi

<18mmHg
<15 mmHg
<12 mmHg
<10 mmHg
<15 mmHg
<12 mmHg
<10 mmHg
timolol, glaucon dan KSR.

Alogaritma menurut Guidelines of the European Glaucoma Society (2014) adalah


sebagai berikut :

Obat-obat

dalam

alogaritma

dijelaskan

pada

tabel

berikut

Pada tanggal 12 Mei 2016 pasien mendapat pengobatan Timolol dan Glaucon,
hal ini tidak sesuai dengan algoritma. Menurut alogaritma seharusnya
diberikan first line terapi berupa beta locker (dalam hal ini timolol) atau
Carbonic Anhidrase Inhibitor (dalam hal ini Glaucon/ Asetazolamide).
Apabila pada kunjungan selanjutnya pasien tidak mencapai target terapi maka
diberikan terapi kombinasi.
6. Hipertensi okuli menurut AAO (2015), adalah tekanan di dalam bola mata
yang lebih dari normal. Tekanan normal pada bola maata adalah kurang dari
21 mmHg. Hipertensi okuli terjadi bila tekanan bola mata lebih dari normal
tanpa ada gejala glaukoma dan kerusakan pada nervus optikus.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA
Glukoma merupakan penyakit yang menyerang saraf mata hingga menyebabkan
kerusakan saraf yang bersesuaian. Kerusakan tersebut dapat terjadi secara mendadak
atau perlahan tergantung tekanan bola mata penderitannya. Kerusakan yang terjadi
akan menyebabkan gangguan pengelihatan hingga akhirnya menyebabkan kebutaan
permanen.
Glukoma memegang penyakit mata nomer dua terbanyak di dunia setelah katarak.
Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan glukoma bersifat permanen.
Prevalensi glukoma tahun 2008 menurut hasil Jakarta Urban Eye Health Study
menunjukkan angka 2,53% dan menurut Riset Kesehatan Dasar 2007, responden
yang pernah didiagnosis glukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%. Melihat
prevalensi ini meskipun tidak dapat dibandingkan secara langsung, diduga bahwa
penderita glukoma sebagian besar belum terdeteksi/ terdiagnosis dan belum
tertangani.
Deteksi dini adalah cara utama untuk mencegah peningkatan jumlah prevalensi
penyakit glukoma sedangkan medikasi yang dilakukan bertujuan mencegah
terjadinya perburukan kerusakan saraf yang lebih lanjut sehingga kualitas hidup
pasien tidak semakin menurun.
A. Anatomi
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan
mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari
korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut
kamera okuli anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular
meshwork.
Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus
siliaris yang membentuk aqueous humor. Prosesus siliaris memiliki dua lapis
epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel

yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous


humor. Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara
kornea perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses
pengaliran aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbes line, trabecular
meshwork dan scleral spur.
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas
lembarlembar
berlubang
jaringan
kolagen
dan
elastic.
Trabecular
meshwork
disusun
atas

tiga

bagian,
yaitu uvea
meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar)
dan

juxtacanalicular/endothelial

meshwork

(lapisan

paling

atas).

Juxtacanalicular meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian


dalam kanalis Schlemm.
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan
tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuolavakuola berukuran besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap
pembentukan gradien tekanan intraokuli. Aqueous humor akan dialirkan dari
kanalis Schlemm ke vena episklera untuk selanjutnya dialirkan ke vena siliaris
anterior dan vena opthalmikus superior. Selain itu, aqueous humor juga akan
dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena

angularis yang akhirnya menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena


fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor akan bermuara ke sinus kavernosus.
B. DEFINISI GLAUKOMA
Glukoma adalah penyakit mata yang terutama disebabkan
tekanan bola mata yang tidak normal. Hal ini menyebabkan rusaknnya
struktur dan fungsi saraf optik (optic nerve) manusia ditandai dengan
ekskavasasi glukomatosa dan berakibat penyempitan lapang pandang
(Ilyas, 2010).

Tekanan bola mata. Tekana bola mata/ tekanan

intraocular (TIO) berkisar 15-20 mmHg. Batas tertinggi adalah 24,4


mmHg sehingga 22 mmHg dianggap sebagai batas normal tinggi yang
harus diwaspadai (Ilyas dkk, 2002).
C. EPIDEMIOLOGI
Penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak diseluruh dunia
adalah glukoma. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 19931996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan akibat
glukoma sebesar 0,20%. Prevalensi glukoma hasil Jakarta Urban Eye
Helath Study

tahun 2008 adalah glukoma primer sudut tertutup

sebesar 1,89%, glukoma sudut terbuka 0,48% dan glukoma sekunder


0,16% atau seluruhnya 2,53%. Riset Kesehatan Dasar 2007, responden
yang pernah didiagnosis glukoma oleh tenaga kesehatan sebesar
0,46%. Sedangkan dari data statistic Persatuan Dokter Spesialis Mata
Indonesia, tiga buah rumah sakit dengan penderita glukoma terbanyak
pada Juli 2013-Juni 2014 adalah di RS. Dr Yap Yogyakarta, RSCM
Jakarta dan RS Cicendo Bandung (Depkes, 2015)
D. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko glukoma adalah sebagai berikut :
a. Usia >40 tahun
b. Ras tertentu yaitu Afrika dan Asia
c. Mempunyai riwayat keluarga dengan glukoma
d. Memiliki tekanan bola mata yang tinggi
e. Mengalami riwayat cedera mata
f. Memiliki riwayat konsumsi steroid jangka panjang

g. Memiliki riwayat diabetes, migraine, tekanan darah tinggi,


gangguan sirkulasi darah
(American Academy of Oprhamology, 2015 dan Shaarawy, dkk,
2009)
E. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Kerusakan saraf mata pada

glukoma

umumnya

disebabkan

peningkatan tekanan bola mata. Peningkatan tekanan bola mata


diakibatkan oleh hambatan aliran cairan di dalam bola mata (akuous
humor). Cairan ini diproduksi di dalam mata untuk memberikan nutrisi
pada jaringan di dalam mata, setelah itu cairan tersebut akan
dikeluarkan melalui saluran yang disebut trabekulum dan akhirnya
keluar dari dalam mata dan diserap oleh daerah di sekitarnya. Apabila
aliran keluar cairan ini terganggu maka akan terjadi penumpukan
cairan di dalam mata sehingga tekanan mata meningkat. Peningkatan
yang terjadi secara mendadak akan menyebabkan gangguan aliran
yang berat dan tekanan mata akan sangat tinggi (glukoma akut)
Penyumbatan yang terjadi secara perlahan akan menyebabkan
peningkatan tekanan mata yang perlahan pula (glukoma kronik).
F. KLASIFIKASI
Glukoma dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :
a. Glukoma primer
Merupakan glukoma yang tidak diketahui penyebabnya dan
tidak diketahui penyebabnya dan tidak disertai dengan penyakit
mata lain. Glukoma primer dibagi lagi menjadi dua, yaitu :
1) Glukoma sudut tertutup (closed-angle glaucoma,
angle-closure glaucoma)
Glukoma ini disebabkan hambatan pada iris perifer
yang mengakibatkan penutupan sudut bilik mata depan
secara mendadak

2) Glukoma

sudut

terbuka

(Open-angle

glaucoma/

glukoma simpleks kronik)


Glukoma ini terjadi perlahan-lahan yang biasanya
disebabkan oleh hambatan di jaringan trabecular.
b. Glukoma sekunder
Merupakan glukoma yang disebabkan oleh penyakit lain antara
lain :
1) Kelainan lensa berupa luksasi lensa, pembengkakan,
fakolitik.
2) Kelainan uvea berupa uveitis dan tumor
3) Trauma berupa hifema, perforasi kornea, prolapse iris
4) Pembedahan seperti pada post operasi katarak dengan
bilik mata depan yang tidak segera terbentuk
5) Lain-lain : rubeosis iridis dan penggunaan
kortikosteroid topikal berlebihan
c. Glukoma kongenital
Glukoma kongenital atau glukoma yang terjadi sejak lahir
memiliki ciri khusus berupa buftalmos maupaun hidroftalmos.
d. Glukoma absolut
Merupakan hasil dari semua glukoma yang tidak terkontrol
dengan ciri mata keras, tidak dapat melihat dan nyeri.
(American Academy of Oprhamology, 2015; Ilyas dkk, 2002)
G. GEJALA
Gejala yang dialami tergantung pada jenis glukoma yang dialami yaitu
akut atau kronik. Pada glukoma akut penderita akan merasakan gejala
yang jelas berupa sakit kepala, mual, muntah, pengelihatan buram,
serasa melihat pelangi di sekitar lampu. Sedangkan glukoma kronik
biasanya tidak menimbulkan gejala namun perlahan-lahan terjadi
kerusakan saraf yang berlanjut menjadi penurunan pengelihatan
(Depkes, 2015).
H. PEMERIKSAAN GLAUKOMA
Jenis pemeriksaan pada glaukoma antara lain :
1. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan khusus untuk glaukoma.

2. Tonometri
Dilakukan untuk mengukur tekanan bola mata. Terdapat 4 cara untuk
melakukan tonometri, yaitu:
a. Palpasi/Digital
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa.
b. Indentasi dengan tonometer Schiotz.
Pengukuran tekanan bola mata dengan menekan permukaan kornea
dengan beban yang bergerak bebas pada sumbunya.
c. Aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann.
Pemeriksaan dengan mendatarkan permukaan

kornea

dengan

tonometer aplanasi Goldmann.


d. Non-Contact Pneumotonometry.
3. Gonioskopi
Merupakan pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa
kontak khusus. Dilakukan untuk menilai lebar sempitnya sudut mata depan.
4. Ophtalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk memperhatikan keadaan papil
optik, terutama pada glaukoma kronik (Ilyas, 2009).
I. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan tonometri
Pemeriksaan tekanan intraokuler dilakukan dengan menggunakan
tonometri. Rentang tekana intraokuler yang normal adalah 10-21 mmHg,
Namun pada usia lebih tua tekanan intraokulinya lebih tinggi sehingga
batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glakukoma sudut terbuka primer 3250% individu yang terkena akan menunjukkan tekanana intraokule yang
normal saat pertama diperiksa, sehingga diperlukan pemeriksaan diskus
optikus glaukomantosa dan lapang pandang.
2. Pemeriksaan Gonioskopi
Pada pemeriksaa ini dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Apabila
keseluruhan trabecular meshwoek, scleral spur dan prosesus siliaris dapat

terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanaya sebagian yang terlihat


maka sudut dinyatakan tertututp.
3. Penilaian diskus optikus
Diskus optikus pada keadaan normal memiliki cekungan ditengah. Atrofi
optikus akibat glaucoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
ditandai dengan pembesaran cawan diskus opticus dan pemucatan diskus.
4. Pemeriksaan lapang pandang
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30
derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah
semakin nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan
pandang Bjerrum (15 derajat dari fiksasi membentuk skotoma Bjerrum,
kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang
yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel.
Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal, sering
disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek
arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di
perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat
hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan
pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada
stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral
mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang (Salmon, 2009).
J. DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak
2. Kelainan refraksi
B. TERAPI
Tujuan penatalaksanaan glaucoma sudut tertututp akut adalah segera
menghentikan serangan akut dengan obat-obatan, iridektomi perifer.
Pertolongan peratama menurunkan TIO dengan memberikan HCl 500mg,

KCL 0,5gr3x/hari, timolol 0,5% 2x1 tetes/ hari, tetes mata kombinasi
kortikosteroid dan antibiotic 4-6 x tetes/hari.
C. KOMPLIKASI
1. Sinekia anterior perifer
Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan mengahmbat aliran humour
aquos
2. Katarak
Lensa kadang-kadang membengkak dan emndorong irirs lebih jauh ke depan
yang akan menambah hambatan pupil dan menambah drajat hambatan sudut.
3. Atrofi pupil
4. Glaukoma absolut
D. PENCEGAHAN
- Jangan menggunakan simpatomimetik karena dapat melebarkan pupil
- Jangan menggunakan obat antihistamin dan antispasme berbahaya jika
-

hipermetrop dengan sudut sempit dan bilik amta dangkal


Jangan membaca terlalu dekat karena menyebabkan miosis pupil kecil akan

menimbulkan searangan pada glaucoma dengan blok papil


E. PROGNOSIS
Pengobatan dini sangat diperlukan jika tidak akan menyebabkan kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Oprhamology (2015). Who is at risk for glaucoma?
http://www.aao.org/eye-health/diseases/glaucoma-risk (diakses 25 Mei 2016)
2. Depkes (2015). Situasi dan Analisis Glukoma. Kementrian Kesehatan RI.
3. European Glaucoma Society (2003). Terminology and Guidelines for Glaucoma.
1st Edition.
4. European Glaucoma Society (2014). Terminology and Guidelines for Glaucoma.
4th Edition.
5. Ilyas, S., H.H.B. Mailangkay, Hilman T., Raman R.S., Monang S., Purbo S.W.
2002. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: CV Sagung Seto.
6. Ilyas, S. 2009. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
7. Ilyas, S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
8. Shaarawy TM, Sherwood MB, Hitchings RA, Crowston JG (2009). Glaucoma
Medical Diagnosis and Therapy. China : Elsevier, p : 423.
9. Salmon, J.R, 2007. Glaucoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Vaughan & Asburys
General Ophthalmology USA: McGraw-Hill, 212-228
10. The College of Optometrists of British Columbia (2009). Evidence - based
Clinical Practice Guidelines for the Management of Glaucoma in the Adult Eye.
Can J Ophthalmol, 44(Suppl 1):S1-S93.

Anda mungkin juga menyukai