Laporan Kasus
Glaukoma Tekanan Normal ODS
Oleh:
Selley Kenanga
11.2014.102
Pembimbing :
dr. Michael I.L, Sp.M
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : Maret 2015
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Family Medical Center-Sentul
Tanda Tangan
Nama
: Selley Kenanga
NIM
: 11-2014-102
.............................
Dr. Pembimbing
.............................
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Tempat/Tanggal lahir
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
Alamat
Status Perkawinan
Tanggal Pemeriksaan
: Ny. SD
: Medan, 5 Juni 1945
: 69 tahun
: Perempuan
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: SMA
: Kaumpandak RT 004/009
: Nikah
: 15 April 2015
ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 15 April 2015
Keluhan Utama:
Kedua mata buram seperti melihat asap sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan tambahan:
Kadang disertai rasa silau dan pecah bila melihat cahaya dan pasien berasa kabur kalau
jalan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan buram seperti melihat asap sejak 1 tahun yang lalu.
Buram dirasakan semakin hari semakin kabur. Kadang disertai rasa silau dan pecah bila
melihat cahaya. Pasien mengaku keluhan sudah sempat ia obati dengan menggunakan
obat catarlene yang di dapatkannya dari puskesmas selama 1 tahun ini. Pasien merasa
saat memakai obat tersebut, terasa enakan sedikit. Pasien memiliki riwayat hipertensi
yang di obati dengan mengkonsumsi amlodipin saat tekanan darah naik. Pasien juga
memiliki riwayat memakai kacamata baca yang ukurannya tidak diketahui. Rasa sakit
pada mata, merah serta gatal disangkal pasien. Mual, muntah serta penglihatan ganda
juga disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat asma, kencing manis maupun alergi.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
Memiliki riwayat hipertensi yang sampai sekarang masih dikontrol secara tidak
teratur oleh pasien
b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya
- Riwayat penggunaan kaca mata
- Riwayat operasi mata
- Riwayat trauma mata sebelumnya
: tidak ada
: ada
: tidak ada
: tidak ada
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah
: 130/80mmHg
Nadi
: 76 x/menit
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 36.7oC
B. STATUS OPTHALMOLOGIS
PEMERIKSAAN
OD
0.3
OS
0.3
PH 0.5 F2
17 mmHg (5,0)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Berwarna coklat
Bulat, sentral, diameter
PH 0.4 F2
20 mmHg (5,0)
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Berwarna coklat
Bulat, sentral, diameter
Ke segala arah
Ke segala arah
Konfrontasi
Visus
TIO
Posisi Bola Mata
Palpebra
Konjuntiva
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
Lensa
Fundus
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan funduskopi indirek dengan slit lamp, didapatkan cupping dengan
C/D ratio pada oculi dextra 0,9 dan oculi sinistra 0,8; retina tidak tampak adanya
perdarahan maupun edema, A:V (2:3)
Hasil:
V.
(OD)
(OS)
RESUME
Seorang wanita berumur 69 tahun datang
dengan
yang
dengan
catarlene
yang
didapatkannya
dari
puskesmas
sebentar saja. Bila melihat cahaya, kadang disertai rasa silau dan pecah. Pasien memiliki
riwayat hipertensi yang sudah ditanggulangi dengan obat amlodipin yang diminum secara
tidak teratur yaitu pada saat tekanan darah naik saja. Pasien juga memiliki riwayat
memakai kacamata baca namun tidak diketahui ukuran lensa nya. Rasa sakit pada mata,
merah serta gatal disangkal pasien. Mual, muntah serta penglihatan ganda juga disangkal.
Pasien tidak memiliki riwayat asma, kencing manis maupun alergi.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
- Glaukoma tekanan normal
Dasar diagnosis: dari hasil anamnesis dengan pasien di dapatkan adanya pandangan
buram pada kedua bola mata yang kadang-kadang disertai rasa silau saat melihat cahaya.
Dari hasil pemeriksaan fisik segmen anterior dalam batas normal, pada segmen posterior
dengan menggunakan funduskopi direk dan indirek di dapatkan adanya cupping pada OD
dan OS dengan OD 0,9; OS 0,8. TIO pada OD 17 mmHg serta OS 20 mmHg. Dari hasil
TIO yang masih dalam batas normal serta adanya cupping.
VII.
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN ANJURAN
PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
1. Topikal prostaglandin
2. Karbonik Anhidrase
3. Timolol maleat
B. Non medikamentosa
1. Monitor progresi dengan pemeriksaan perimetri setiap 3-4 kali dalam setahun
2. Terapi bedah
IX.
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
:
:
:
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Glaukoma merupakan neuropati optik yang khas disertai terkait dengan penurunan lapang
pandang akibat kerusakan papil nervus optikus, dimana tekanan intraokular merupakan faktor
risiko penting. Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar humor akuos akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior (glaukoma
sudut terbuka) atau gangguan akses humor akuos ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).
Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer pada tahap awal dan
kemudian akan mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala karena
kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan
intraokular yang dapat dilakukan dengan cara menurunkan produksi atau menambah
pembuangan carian akuos, atau memperbaiki patogenesis yang mendasarinya. Dimana dengan
tekanan yang aman diharapkan tidak terjadi kerusakan saraf optik lebih lanjut sehingga kebutaan
dapat dicegah.
Fisiologi Humor Akuos
Cairan akuos mengisi bilik mata depan (COA) dan bilik mata belakang (COP). Cairan
akuos diproduksi oleh prosesus siliaris dan kemudian dicurahkan ke COP. COP dibatasi oleh
permukaan belakang iris, korpus siliaris, badan kaca dan lensa. Dari COP, cairan akuos dialirkan
menuju ke COA melalui pupil. COA dibatasi oleh permukaan depan iris, kapsul lensa dan kornea.
Pada tepi COA terdapat sudut iridiokorneal (sudut antara iris dan kornea) dan pada apeksnya
terdapat kanalis Schlemm. COA dihubungkan dengan kanalis Schlemm melalui anyaman
trabekulum (trabeculum meshwork). Dari COA, cairan akuos dibuang melalui trabekulum
menuju kanalis Schlemm, kemudian ke sistem vena episklera untuk kembali ke jantung. Fungsi
cairan akuos adalah memberikan nutrisi ke organ avascular yaitu kornea dan lensa, serta
mempertahankan bentuk bola mata.
papil temporal menipis, ekskavasi melebar, diameter vertical lebih lebar daripada diameter
horizontal. Pembuluh darah seolah menggantung di pinggir dan terdorong ke arah nasal. Jika
tekanan cukup tinggi akan terlihat pulsasi arteri. Atrofi diskus akibat glaukoma menimbulkan
kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus, yang
terdeteksi sebagai pembesaran cekungan diskus optikus, disertai pemucatan diskus di daerah
cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan
cekungan diskus optikus. Memeriksa lempeng optik dan menentukan apakah mengalami
cupping patologis. Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Lempeng dinilai dengan
memperkirakan rasio vertikal mangkuk terhadap lempeng sebagai suatu keseluruhan (rasio
mangkuk terhadap lempeng, cup to disc ratio). Pada mata normal, rasio ini biasanya tidak lebih
besar dari 0,4. Pada glaukoma kronis, akson yang memasuki papil saraf optik mati. Mangkuk
sentral meluas dan pinggir serabut saraf (pinggir neuroretina) menjadi lebih tipis. Papil saraf
optik menjadi atrofi. Rasio mangkuk terhadap lempeng pada bidang vertikal lebih besar dari 0,4
dan mangkuk menjadi lebih dalam. Jika mangkuk dalam namun rasio mangkuk terhadap
lempeng lebih kecil dari 0,4 maka kemungkinan bukan glaukoma kronis.
4. Pemeriksaan lapangan pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak lanjut
glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit
saraf optikus; tetapi pola kelainan lapangan pandang, sifat progresifitasnya, dan hubungannya
dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini. Gangguan lapangan
pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah.
Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Berbagai cara untuk memeriksa
lapangan pandang pada glaukoma adalah layar singgung, perimeter Goldmann, Friedmann field
analyzer, dan perimeter otomatis.
Tes lapang pandang (perimetri) digunakan untuk menegakkan adanya pulau-pulau lapang
pandang yang menghilang (skotomata) dan mengamati pasien untuk menentukan apakah
kerusakan visual bersifat progresif. Namun demikian, sebagian serabut saraf dapat mengalami
kerusakan sebelum timbul kehilangan lapang pandang. Hal ini menstimulasi pencarian metode
penilaian fungsi penglihatan yang lebih sensitif dengan berbagai bentuk perimetri (target biru
pada latar belakang kuning daripada target putih pada latar belakang putih), dan tes sensitivitas
terhadap gerakan pada lapang pandang perifer.
Glaukoma tekanan normal (GTN) memiliki manifestasi klinis yang terkait dengan
kerentanan khusus terhadap kerusakan papil saraf optik sekalipun tanpa peningkatan tekanan
intraokular, antara lain:
1
Pada bagian yang kehilangan pigmen epitel retina (PER) lebih sering penglihatan seperti
bulan sabit atau halo di tepi diskus optikus pada pasien GTN dibandingkan glaukoma
dicapai.
GTN dan glaukoma sudut terbuka primer dapat diwariskan dalam keluarga yang sama,
hal ini menunjukkan kedua kelainan tersebut adalah kondisi yang sama atau terkait.
Penting untuk mempertimbangkan diagnostik dan manajemen GTN berkaitan dengan
disregulasi vaskular. Disregulasi vaskular banyak terdapat pada orang dengan glaukoma,
namun gejalanya lebih mencolok dan lebih sering terjadi pada orang-orang dengan
glaukoma tekanan normal. Gejalanya dapat ditemukan dengan melakukan anamnesis
terhadap pasien (atau pengujian fisiologis) termasuk tangan dan kaki dingin sebagai overreaksi terhadap dingin atau stres. Pasien dapat melaporkan tidur menggunakan kaus kaki
bahkan dalam iklim hangat, dan tangan terasa dingin ketika berjabat tangan. Tekanan
darah arteri cenderung rendah. Sakit kepala migrain, terutama dengan visual aura, lebih
umum dan lebih sering pada wanita. Anehnya, meskipun orang-orang dengan kelainan
ini, pada saat merasa kelaparan sebagai pendekatan waktu makan, mereka jarang atau
tidak pernah memiliki sensasi rasa haus bahkan ketika dehidrasi.
Terdapat laporan yang menunjukkan bahwa pada mata dengan tanda glaukoma dapat
terkait dengan sebuah episode iskemik akut ("shock-induced neuropathy"), atau penyakit
arteri obstruktif kronik yang tidak bersifat progresif, serta hubungan GTN terhadap
iskemia akibat sleep apnea perlu eksplorasi lebih lanjut.
Diagnosis
2.
antara 10-21mmHg.
Gonioskopi merupakan suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
Dengan gonioskopi dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut
terbuka, juga dapat dilihat apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer ke depan.
Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada tiap kasus yang dicurigai
glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut atau goniolens di
dataran depan kornea setelah diberi anastesi lokal. Lensa ini dapat digunakan untuk
3.
4.
tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus.
Lapangan pandang. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma sendiri tidak spesifik,
karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serabut saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama
mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah
5.
jika kasus tersebut menunjukan kerusakan progresif meskipun telah dilakukan penurunan
substansial dari TIO.
Tanpa gejala adanya kelainan, TIO tinggi merupakan tanda atau kemungkinan adanya
glaukoma. Sedangkan, ketika tanda-tanda glaukoma ditemukan tanpa adanya peningkatan TIO,
diagnosis kerja dapat dinyatakan sebagai GTN.
Untuk menegakkan diagnosis, harus disingkirkan terlebih dahulu penyebab-penyebab
lain cekungan diskus optikus dan kehilangan lapangan pandang. Adakah pasien melihat halo
sebagai akibat dari kerusakan epitel pigmen retina ? Apakah ada perdarahan diskus optikus pada
saat kelainan muncul atau pada setiap kunjungan untuk memantau kondisi sebelum memutuskan
diagnosis yang pasti atau memulai pengobatan ? Apakah ada keluarga yang memiliki riwayat
glaukoma ? Apakah pasien memiliki kecenderungan tangan dan kaki dingin, tekanan darah
rendah, mengenakan kaus kaki di malam hari ketika tidur dan sering mengalami migrain?
Pengobatan saat ini, termasuk obat-obatan hipertensi (yang secara tidak langsung dapat
menyebabkan fluktuasi TIO) atau kortikosteroid topikal/sistemik. Hal ini meyakinkan untuk
menemukan tanda-tanda atau gejala yang cenderung untuk dihubungkan dengan GTN. Jika
kondisi bilateral dengan gangguan lapang pandang yang klasik untuk lesi pra chiasmal
(khususnya kelianan serabut saraf dan tidak ada scotoma central), sangat besar kemungkinan
penyakit tersebut merupakan glaukoma.
Jika TIO normal di kedua mata, tapi besar TIO asimetris, kerusakan saraf optik dan
kehilangan bidang visual akan nampak lebih jelas pada mata dengan TIO yang lebih tinggi.
Namun, kerusakan glaukoma dapat asimetris bahkan ketika TIO sama, mungkin akibat asimetri
patofisiologi abnormal pada saraf optik. Namun, kasus unilateral harus menggambarkan dengan
khas gejala GTN, jika tidak diagnosis perlu ditinjau ulang.
Tatalaksana
Menurunkan TIO tidak sepenuhnya menghentikan glaukoma tapi dapat menghambat
progresifitasnya. Penting untuk mengidentifikasi dan mengobati kondisi yang mendasari
kelainan yang terkait dengan GTN, seperti gangguan vaskular, hipotiroidisme, penyakit
autoimun maupun migrain. The Collaborative Normal Tension Glaucoma Study menunjukkan
bahwa 30 persen pengurangan TIO dapat mencegah perkembangan hilangnya lapangan pandang.
Upaya mengurangi TIO dapat dilakukan pengobatan seperti :
A. Medika Mentosa
Biasanya medikamentosa, kecuali pada kasus yang sudah lanjut. Obat yang dipilih harus
digunakan dengan konsentrasi terendah, dengan frekuensi sejarang mungkin, untuk mencapai
efek yang diinginkan. Jika mungkin, obat dengan efek samping paling sedikit yang digunakan.
Terapi inisial biasanya dengan penyekat beta atau simpatomimetik. Walaupun miotik merupakan
agen antiglaukoma paling poten, agen ini jarang digunakan untuk terapi inisial karena efek
samping okularnya. Terapi medikamentosa, dapat diberikan secara sistemik ataupun dalam
bentuk tetes mata, jenis obatnya antara lain :
1. Obat sistemik
a. Karbonik Anhidrase Inhibitor. Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide 500mg)
kemudian diberikan dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x sehari.
b. Agen hiperosmotik. Jenis obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah glycerol
dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat ini diberikan jika
TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi. Untuk gejala
tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
2. Obat tetes mata local
a. Beta blocker. Jenis obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol,
dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan TIO.
b. Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit
kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan pada
mata yang lainnya 4x sehari.
c. Apraklonidin. Merupakan agen alfa2-agonis yang bekerja dengan cara menurunkan
produksi aquos humor dan tidak memberikan efek pada outflow aquos humor.
Apraklonidin 0,5% dan 1% menunjukkan efektifitas yang sama dan rata-rata dapat
menurunkan tekanan intraokular 34% setelah 5 jam pemakaian topikal.
Jika respons terapi memuaskan, tatalaksana selanjutnya dimulai setelah 1 bulan dan
kemudian sekitar 4 bulan sekali setelahnya. Hanya stabilitas lapang pandang yang lama dan
penampakan kepala nervus optikus yang menjadi bukti bahwa TIO terdapat pada level yang
aman. Jika kontrol baik dan penampakan diskus optikus stabil, perimetri dua kali per tahun
dirasakan cukup.
B. Non Medika Mentosa
1. Terapi operatif
Tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien glaukoma tekanan normal adalah
dengan trabekulektomi, namun tindakan pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, seperti
katarak. Karena itu pembedahan hanya dilakukan jika terapi dengan menggunakan
medikamentosa tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Tabel. Indikasi pembedahan pada pasien glaukoma tekanan normal
Faktor
Lapangan
pandang
Gejala
TIO
Efek terapi
yang progresif
Berat
15 mmHg
Tidak ada atau hanya sedikit
medikamentosa
Usia
penurunan TIO
70 tahun
Komplikasi
Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optikus dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya kebutaan.
Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan intraokuler pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik (tapi penurunan
lapangan pandang dapat terus berlanjut secara perlahan walaupun tekanan intraokuler
diturunkan).
Referensi
1. Salmon JF. Glaucoma. In: Riordan-Eva P, Cunningham ET [editor]. Vaughan & Asburys
general ophthalmology. 18th ed. New York: The McGraw-Hill Companies, 2011: 442.
2. Freudenthal MD. Low tension Glaucoma. Medscape: Updated Oct 10 2014. [Online].
http://emedicine.medscape.com/refarticle/1195402-overview.
3. Kanski JJ. Clinical ophthalmology a systematic approach. 6th Ed. Philadelphia: Elsevier;
2008. p. 371-80.
4. Kamal DS, Hitchingd RA. Normal Tension Glaucoma. In: Yanoff M, Duker JS.
Ophthalmology. 4th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2014: 1057-9.
5. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. Glaucoma. In: Oxford
American handbook of ophthalmology. New york: Oxford University; 2011: 265, 271-4