LAPORAN KASUS
PADA BAYI.I dengan ASFIKSIA NEONATORUM
: By. L
Tanggal Masuk
: 17 Januari 2016
Tanggal Pengkajian
: 19 Januari 2016
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir/usia
: 0 hari
BB/PB
: 2980 gram/ 47 cm
Apgar Score
: 3/4
Anak ke
:2
Nama Ayah
: Tn.F
Pekerjaan Ayah
: Wiraswasta
Pendidikan Ayah
: SMA
Nama Ibu
: Ny. L
Pekerjaan Ibu
Pendidikan Ibu
: SMA
Alamat
: Pincuran Tujuh
Diagnosa Medis
Jumlah Kunjungan
Bidan/ Dokter
: Bidan
hamil
4
HPHT
: -
: + 10 kg
Komplikasi obat
: -
: -
: -
Riwayat hospitalisasi
: tidak ada
:O
: tidak direncanakan
D Riwayat Persalinan
1
Awal persalinan
: 20.00 WIB
Lama persalinan
: + 30 menit
: ada
E Riwayat Kelahiran
1
Lama Kala II
: + 20 menit
Cara melahirkan
: Pervaginam + induksi
Tempat melahirkan
: Rumah Sakit
Obat-obatan
: tidak terkaji
F Riwayat Postnatal
1
()
:-
Adanya Narkosis
:-
Tanpa bantuan
G Riwayat Sosial
1
Struktur keluarga
Budaya
: Minangkabau
Suku
: Minang
Agama
: Islam
Bahasa Utama
: Minang
: ASI
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
Keuangan
: aman terkendali
Tingkah Laku
Menyentuh
Memeluk
Berbicara
Berkunjung
Memanggil nama
Kontak mata
Ayah
: orang tua
: iya
: iya
Data tambahan
Reflek Rooting
: ada
Reflek Suching
: ada
Reflek Ekstrusion
: ada
Reflek Babinski
: ada
Reflek Glabellar
: ada
H Pengkajian Neonatus
1
Reflek
Moro
()
Menggenggam
()
Menghisap
()
: lemah
Kepala/ leher
a
Fontanel Anterior
: Datar
Sutura Sagitalis
:Tepat
Gambaran Wajah
:Simetris
Molding
:Caput Succedanum ()
Cephalotoma
Mata
THT
Telinga
Hidung
: Bersih
: Normal
: Normal
Abdomen
a
Lunak
Lingkar Perut
: 30 cm
Liver
: < 2 cm
Toraks
a
Simetris
Klavikula normal
Paru-paru
()
()
()
Perkusi Sonor
Jantung
a
Bunyi normal
Frekuensi : 146
10 Ekstremitas
Gerakan bebas
(v)
Nadi perifer
Brakial kanan
Brakial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri
Keras
Lemah
11 Umbilikus
Normal
()
Drainase
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Panggul
12 Genitalia
Tidak ada
Laki-laki normal ()
13 Anus paten
()
14 Kulit
Warna
15 Suhu
a
Lingkungan
Inkubator
()
Pemeriksaan Diagnostik
1
Pemeriksaan Elektrolit
Kalsium darah (ion) : 8,9 mg/dl (N : 9-11)mg/dL
Calcium : 8,9 mg/dl
(N: 8,6-10)mg/dL
Hb : 15,7 q/dl
(N : 3,5-10.0) 10/mm
Analisa Data
No Data
Etiologi
Kelemahan otot
pernafasan
Ds : Do :
1 Penurunan tekanan
inspirasi
2 RR : 75x / menit
3 Menggunakan otot bantu
nafas
4 Nafas cuping hidung
5 Bayi tampak megap
megap dalam bernafas
Masalah
Keperawatan
Pola nafas tidak
efektif
6
7
Ds :
Do :
1
2
3
4
5
6
7
Ds :
Do :
1
2
3
4
5
6
7
8
N : 154x/ menit
Bayi menggunakan
CPAP 21%
Suhu 35,6oC
Bayi tampak lemah
Bayi tampak meringis
Bayi di indakasikan
untuk rawat dalam
inkubator
Warna kulit bayi pucat
Nadi 154x/ menit
Nadi di radialis teraba
lemah
Paparan
lingkungan
dingin
Hipotermia
Ketidakmampuan
Tampak terpasang cairan
IVFD kogtil (d 10% 400
cc + NaCl 0,9% 100cc +
Ca glukonas 10 cc+ KcL
10 cc) 9 tts / menit
Bayi tidak menyusui
langsung dengan ibu
Bayi sedang dipuasakan
Terpasang Aminofusin
60 cc/ 24 jam
Warna kulit pucat
Bibir tampak kering
Turgor kulit kering
Na 135,0 mEq/L
tubuh
Resiko
Ketidakseimban
dalam gan cairan
pengaturan cairan
K Diagnosa Keperawatan
1
2
L Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Keperawatan
1
Pola
nafas
tidak efektif
b.d
kelemahan
otot
pernafasan
Intervensi
NIC : Manajemen jalan
nafas
1. Pertahankan kepatenan
jalan
nafas
dengan
melakukan
pengisapan
lender.
2. Pantau status pernafasan
dan
oksigenasi
sesuai
dengan kebutuhan.
3. Auskultasi jalan nafas
untuk mengetahui adanya
penurunan ventilasi.
4. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemeriksaan AGD
dan pemakaian alan bantu
nafas
5. Siapkan pasien untuk
ventilasi mekanik bila perlu.
6. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan.
7. berikan bronkodilator bila
perlu.
8. lakukan fisioterapy dada
bila perlu
9. atur intake untuk
keseimbangan cairan
10. keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
11. monitor aliran O2 dan
peralatan oksigenasi
12. observasi tanda-tanda
hipoventilasi
13. Monitor vital sign
14. monitor suhu, warna dan
kelembabab kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. monitor adanya cushing
triad.
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
1Pertahankan jalan nafas
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
7.
Monitor
adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Risiko
Tujuan : Setelah NIC
I
:
Perawatan
hipotermia
dilakukan tindakan Hipotermi
b.d paparan keperawatan selama Intervensi :
lingkungan
proses keperawatan 1. Hindarkan pasien dari
dingin
diharapkan
suhu kedinginan dan tempatkan
tubuh normal.
pada
lingkungan
yang
hangat.
NOC
I
: 2. Monitor gejala yang
Termoregulasi
: berhubungan
dengan
Neonatus
hipotermi, misal fatigue,
Kriteria Hasil :
apatis, perubahan warna
1 Temperatur
kulit dll.
badan
dalam 3. Monitor temperatur dan
batas normal.
warna kulit.
2 Tidak
terjadi 4. Monitor TTV.
distress
5.
Monitor
adanya
pernafasan.
bradikardi.
3 Tidak gelisah.
6.
Monitor status
4 Perubahan
pernafasan.
warna kulit.
5 Bilirubin dalam
NIC II : Temperatur
batas normal.
Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL
setiap 2 jam sampai suhu
stabil.
2. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat.
3. Tempatkan BBL pada
inkubator bila perlu.
4. monitor vital sign
5. tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
6. selimuti pasien untuk
mencegah
hilangnya
kehangatana tubuh
7. diskusikan pentingnya
pengaturan suhu dan efek
negatif dari kedinginan
8. berikan antipiretik bila
perlu
9. monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
3.
M Implementasi Keperawatan
N
o
1.
Hari/
Dx kep.
tanggal
Selasa/ 19 Pola
nafas
Implementasi
Mengkaji kepatenan
Evaluasi
S:-
Januari
2016
tidak efektif
b.d
kelemahan
otot
pernafasan
Risiko
hipotermia
b.d paparan
lingkungan
dingin
Resiko
Ketidakseim
jalan nafas
Auskultasi suara
nafas pada
keseluruhan lapang
paru By.I
Monitor aliran
CPAP
Monitor saturai O2
bayi
Monitor TTV pada
bayi
Monitor penurunan
kesadaran
Menempatkan bayi
dalam inkubator
Monitor suhu pada
inkubator 310 C
Monitor TTV bayi
Melihat perubahan
warna kulit pada
bayi
Mengganti popok
bayi ketika sudah
terisi untuk
mencegah
perpindahan panas
Menghitung diuresis
bayi
O:
1 Suara nafas pada
keseluruhan lapang
paru vesikuler
2 Saturasi O2 95%
3 Menggunakan CPAP
F102 21%
4 N: 148x/i
S: 35,60C
P: 65x/i
5 Kesadaran
composmentis
A: masalah pola nafas
belum teratasi, pola
nafas tidak efektif,
pernafasan masih cepat
P: intervensi
dilanjutkan, pantau
aliran oksigen dengan
menggunakan CPAP,
pantau perubahan status
pernafasan
S:O:
1 Warna kulit putih
pucat dibagian
perifer
2 N: 148x/i
S:35,60C
P: 65x/i
3 Nadi radialis teraba
lemah
4 Akral dingin
5 Suhu inkubator 310 C
A: masalah resiko
hipotermi belum
teratasi, suhu tubuh
masih belum dalam
rentang normal,
terdapat distres
pernafasan,, warna kulit
masih pucat
P: intervensi
dilanjutkan, jaga
kehangatan bayi, pantau
suhu inkubator, pantau
perubahan suhu bayi
S:O:
2.
Rabu/20
Januari
2016
bangan
cairan
berhubungan
dengan
ketidakmamp
uan
tubuh
dalam
pengaturan
cairan
Menimbang popok
bayi
Monitor turgor kulit
dan membran
mukosa bayi
Monitor aliran
cairan IVFD D 10%
+ meylon 25 cc 9
tts/menit
Pola
nafas
tidak efektif
b.d
kelemahan
otot
pernafasan
Auskultasi suara
nafas di lapang paru
Memonitor CPAP
sesuai kebutuhan
Monitor saturasi O2
bayi
Monitor TTV
Monitor penurunan
kesadaran
Risiko
hipotermia
paparan
lingkungan
dingin
b.d
Terpasang IVFD D
10% + meylon 25cc
9 tts/ menit
2 Diuresis:
3,7cc/kgBB/jam
A: masalah cairan
belum teratasi, diuresis
bayi masih lebih dari
normal, turgor kulit
kering
P: intervensi dilanjutkan
monitor input output,
diuresis, dan aliran
IVFD bayi
S:O:
1 Suara nafas vesikuler
2 Saturasi O2 95%
3 Menggunakan CPAP
F102 21%
4 N: 132x/i
S: 36,90C
P: 63x/i
5 Kesadaran
composmentis
A: masalah pola nafas
belum teratasi, pola
nafas tidak efektif,
pernafasan masih cepat
P: intervensi
dilanjutkan, pantau
aliran oksigen dengan
menggunakan CPAP,
pantau perubahan status
pernafasan
S:O:
1 Warna kulit bayi
sudah mulai agak
memerah
2 N: 132x/i
S:36,90C
P: 65x/i
3 Nadi teraba di bagian
perifer 132x/i reguler
4 Suhu incubator 310 C
A: masalah hipotermi
teratasi, suhu tubuh bayi
dalam rentang normal,
warna kulit sudah mulai
Resiko
Ketidakseim
bangan
cairan
berhubungan
dengan
ketidakmamp
uan
tubuh
dalam
pengaturan
cairan
Kamis/21
Januari
2016
Pola nafas
tidak efektif
b.d
kelemahan
otot
pernafasan
Risiko
hipotermia
b.d
paparan
baik
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemantauan
perubahan suhu tubuh
bayi
Menghitung diuresis S:O:
bayi
1 Terpasang IVFD
Menimbang popok
D10%+meylon 25cc
bayi
8 tts/ menit
Monitor turgor kulit
2
ASI 8x3cc/OGT
bayi
3 Diuresis:
Monitor vital sign
0,95cc/kgBB/jam
Menitor aliran IVFD A: masalah cairan mulai
pada bayi D 10% +
sedikit teratasi, diuresis
meylon 50 CC/ 24
sudah mendekati
jam
normal, membran
Melakukan
mukosa lembab
pengecekan letak
P: intervensi dilanjutkan
OGT sebelum
dalam pemberian ASI
memberi asupan
melalui OGT, infus, dan
parenteral pada bayi mengontrol diuresis
bayi
S:Auskultasi suara
O:
nafas bayi
1 Suara nafas vesikuler
Monitor irama
2 Saturasi O2 92%
pernafasan pada
3 Menggunakan CPAP
bayi
F102 21% PEEP 6
Memantau aliran
mmHg
CPAP F102 21%
4
N: 148x/i
PEEP 6 mmHg
S: 37,80C
Monitor saturasi O2
P: 60x/i
bayi
5 Kesadaran
Monitor TTV
composmentis
Monitor penurunan
A: masalah pola nafas
kesadaran
belum teratasi, pola
nafas tidak efektif,
pernafasan masih cepat
P: intervensi
dilanjutkan, pantau
aliran oksigen dengan
menggunakan CPAP,
pantau perubahan status
pernafasan
S:Monitor perubahan
O:
warna kulit
1
Warna mulai baik
Monitor TTV
berwarna kemerahan
Monitor suhu
2 N: 132x/i
lingkungan
inkubator 300 C
S:37,80C
P: 60x/i
3 Akral hangat
Nadi 148x/i reguler
A: masalah hipotermi
teratasi, bayi
mengalami peningkatan
suhu tubuh diatas
normal
P: intervensi tretament
fever dilakukan
1 Monitor suhu
sesering mungkin
2 Monitor warna dan
suhu kulit
3 Menitor p-enurunan
kesadaran
4 Kolaborasi
pemberian
antipiretik
5 Berikan cairan
intavena
6 Kompres pasien
pada lipat paha
maupun aksila
7 Selimuti pasien
8 Tingkatkan sirkulasi
udara
Menghitung intake,
output dan diuresis
pasien
Menimbang popok
bayi
Monitor status
hidrasi
Monitor vital sign
Mengontrol cairan
IVFD
S:O:
1 Terpasang IVFD
kogtil 9 gtt/i
2 ASI 8x10 cc/OGT
3 Diuresis:
0,83cc/kgBB/jam
4 Aminofusin 60 cc/24
jam
A: masalah cairan mulai
sedikit teratasi, diuresis
sudah mendekati
normal, membran
mukosa lembab
P: intervensi dilanjutkan
dalam pemberian ASI
melalui OGT, infus, dan
mengontrol diuresis
bayi
dingin
Resiko
Ketidakseim
bangan
cairan
berhubungan
ketidakmamp
dengan
uan tubuh
dalam
pengaturan
cairan
BAB IV
PEMBAHASAN
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera stelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia,
hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya ke
mampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia
neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera
setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adanya penyakit pada ibu
sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu, resiko tinggi
kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga
faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).
Asfiksia ditandai dengan lamanya bayi menangis ketika lahir dan tidak adanya usaha
pernafasan, didalam kasus didaptkan APGAR score awal bayi adalah 1/1 dan dilakukan
resusitas pada awal kelahiran. Tidak mengembangnya paru pada saat baru lahir menjadi
masalah utama pada pernafasan bayi. Berdasarkan kasus asfiksia disebabkan oleh ibu yang
pre eklamsi dan menyebabkan partus lama atau partus macet sehingga mengganggu fungsi
plasenta pada saat lahir yang menyebabkan kurangnya suplay O2 pada bayi selama proses
persalinan, ditambah lagi ketuban pecah dini sudah 11 jam sebelum kelahiran.
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan
atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai
suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat
ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme
dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi.
BBL dengan asfiksia perlu mendapatkan bantuan pada nafas dengan pengembangan paru
dan suplay O2 ke jaringan, pada kasus bayi mendapatkan bantuan nafas dengan
menggunakan CPAP F1O2 21 %. Pemantauan pernafasan selalu dilakukan termasuk
pemantauan Saturasi O2 pada BBL, penggunaan otot bantu nafas, serta irama pernafasan.
Penggunann bantuan nafas harus dipantau karena bisa menyebabkan ketergantungan BBL
pada bantuan pernafasa. Saturasi O2 juga harus dimonitor karena konsentrasi O2 yang tinggi
di dalam tubuh dapat menyebabkan keracunan oksigen serta dapan menyebabkan resiko
Pneumothorax pada BBL. Selain nafas pada bayi asfiksia juga dibutuhkan pemantauan suhu
tubuh.
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress
dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang suhunya
lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, pada lingkungan
yang dingin , pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama
seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa
menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat untuk produksi panas. Timbunan
lemak coklat terdapat di seluruh tubuh dan mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100%.
Untuk membakar lemak coklat, sering bayi harus menggunakan glukosa guna mendapatkan
energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang
oleh seorang BBL. Cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan
adanya stress dingin. Semakin lama usia kehamilan semakin banyak persediaan lemak coklat
bayi. Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan
asidosis.Sehingga upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama.
Pada bayi baru lahir, akan memiliki mekanisme pengaturan suhu tubuh yang belum
efisien dan masih lemah, sehingga penting untuk mempertahankan suhu tubuh agar tidak
terjadi hipotermi. Proses kehilangan panas pada bayi dapat melalui proses konveksi,
evaporasi, radiasi dan konduksi. Hal ini dapat dihindari bila bayi dilahirkan dalam lingkungan
dengan suhu sekitar 25-28 0C, dikeringkan dan dibungkus dengan hangat. Simpanan lemak
yang tersedia dapat digunakan sebagai produksi panas. Intake makanan yang adekuat
merupakan suatu hal yang penting untuk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu bayi
menurun, lebih banyak energi yang digunakan untuk memproduksi panas daripada untuk
pertumbuhan dan terjadi peningkatan penggunaan O2, Bayi yang kedinginan akan terlihat
kurang aktif dan akan mempertahankan panas tubuhnya dengan posisi fleksi dan
meningkatkan pernafasannya secara menangis, sehingga terjadi peningkatan penggunaan
kalori yang mengakibatkan hipoglikemi yang timbul dari efek hipotermi, begitu juga hipoksia
dan hiperbilirubinemia. Suhu yang tidak stabil juga mengidentifikasikan terjadinya infeksi,
sehingga tindakan yang dilakukan harus menghindari terjadinya kehilangan panas pada bayi
baru lahir.
BBL juga akan mendapatkan resiko ketidakseimbangan cairan dan nutrisi, karena pada
kasus bayi ketika berumur 0 hari dipuasakan karena distress pernafasan sehingga dilakukan
pemasangan OGT decompresi. Asupan cairan dan nutrisi hanya melalui infus yaitu D 10% +
meylon 25 cc, Nacl 100cc, Ca Glukonas 10 cc, KcL 10 cc, dan Aminofusin. Infus tersebut
harus dilakukan monitoring karena akan dihitung intake yang masuk dengan output pada
bayi, tindakan tersebut dilakukan agar mendapatkan keseimbangan pada cairan bayi.
Peningkatan nutrisi dilakukan ketika hari ke-1 karena bayi sudah mulai mendapatkan ASI
yang selalu bertambah volumenya melalui OGT. Pemberian nutrisi yang adekuat juga bisa
meningkatkan daya imunitas BBL, mengingat BBL sangat rentan terhadap infeksi apalgi bayi
dalam keadaan sakit. Keadaan lingkungan sekitar bayi juga harus dipertahankan dalam
keadaan aseptik. Cuci tangan sebelum dan sesudan bersentuhan langsung dengan bayi
maupun lingkungan bayi harus dilakukan untuk mencegah infeksi pada bayi. Pada kasus bayi
mendapatkan terapy obat antibiotik mengingat leukosit ibu meningkat pada saat melahirkan
dan ketuban berwarna hijau kental serta bau. Pemantauan tanda-tanda infeksi pada bayi
sangat penting dilakukan.
Bayi dengan Asfiksia Neonatorum mempunyai banyak resiko yang akan menurunkan
kualitas kesehatan bayi. Pemantauan secara terus menerus harus dilakukan mengingat
masalah pada bayi yang sudah didapatkan semnjak lahir, dari pernafasan, suhu tubuh, hingga
nutrisi dan cairan. Ketepatan tindakan dalam menghadapi berbagai perubahan respon bayi
harus diperhatikan.
BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan (faktor yang berhubungan dengan terjadinya kematian
pada bayi salah satunya asfiksia, dimana terdiri atas faktor ibu dan janin. Faktor ibu
meliputi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, pre-eklamsi, ketuban
pecah dini, dan partus lama. Faktor janin meliputi lilitan tali pusat, letak sungsang, dan
BBLR.
B Saran
a Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperluas wawasan tentang keperawatan
b
pada bayi baru lahir dan penanganan pada bayi dengan Asfiksia Neonatorum
Bagi Rumah Sakit
Dapat menjadi bahan untuk mengevaluasi tindakan terhadap penanganan pada bayi
dengan Asfiksia Neonatorum.