Bab 2 PDF
Bab 2 PDF
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Tinjaun pustaka
II.1.1. Anatomi hati
Hepar, liver, atau hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh. Hepar
memiliki facies diaphragmatica dan facies visceralis (dorsokaudal) yang
dibatasi oleh tepi kaudal hepar. Facies diaphragmatica bersifat licin dan
berbentuk kubah, sesuai dengan cekungan permukaan kaudal diaphragma,
tetapi untuk sebagian besar terpisah dari diaphragma karena recessus
subphrenicus cavitas peritonealis. Hepar tertutup oleh peritoneum, kecuali
di sebelah dorsal pada area muda, tempat hepar bersentuhan langsung
dengan diaphragma. (Moore & agur, 1996)
Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dextra dan lobus hepatis
sinistra yang masing-masing berfungsi secara mandiri. Masing-masing
lobus memiliki pendarahan sendiri dari arteria hepatica dan vena porta
hepatis, dan juga penyalutan darah venosa dan empedu bersifat serupa.
(Moore & agur, 1996)
Lobus hepatis dextra dibatasi terhadap lobus hepatis sinister oleh
fossa vesicae biliaris dan sulcus venae cava pada facies visceralis hepatis,
dan oleh sebuah garis khayal pada permukaan diaphragmatik yang
melintas dari fundus vesicae biliaris (fellea) ke vena cava inferior.
Lobus hepatis sinistra mencakup lobus kaudatus dan hampir
seluruh lobus quadratus. Lobus hepatis sinister terpisah dari lobus
kaudatus dan lobus quadratus oleh fissura/ligamenti venosi pada facies
visceralis, dan oleh perlekatan ligamentum teres hepatis pada facies
diaphragmatica.
Ligamentum teres hepatis adalah sisa vena umbilikalis yang
mengalami obliterasi, dan semula mengantar darah yang kaya oksigen dari
plsenta ke janin. Ligamemtum venosum adalah sisa ductus venosus fetal
yang menjadi jaringan ikat, dan semula memintaskan darah dari vena
umbilikalis ke vena cava inferior. (Moore & agur, 1996)
4
sel-sel
yang
telah
mati.
Akibatnya,
terbentuk
sehingga
dijumpai
campuran
mikro
dan
makronodular.
2. Makronodular (Lawrence, 2003)
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga
bervariasi, ada nodul besar didalamnya, ada daerah luas dengan
parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3.
Campuran
(yang
memperlihatkan
gambaran
mikro
dan
makronodular)
Secara fungsional sirosis terbagi atas (Nurjanah, 2007) :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan sirosis hati laten.
Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang
nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
skrining.
2. Sirosis hati dekompensata dikenal dengan Active Liver Cirrhosis,
dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ;
asites, edema dan ikterus.
2. Etiologi
Penyebab yang pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum
jelas.
1. Faktor keturunan dan malnutrisi
Kekurangan protein menjadi penyebab timbulnya sirosis hepatis.
Hal ini dikarenakan beberapa asam amino seperti metionin
laboratorium
ditemukan
HBsAg
positif
dan
10
11
hipokrom
normositer
atau
hipokrom
12
3. Pemeriksaan fisik
1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal
sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik.
Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10
cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal,
pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan
hati.
2. Limpa : pembesaran limpa diukur dengan dua cara :
Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju
umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SVVIII).
Hacket : bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).
3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena
kolateral dan asites. Manifestasi diluar perut : perhatikan
adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu
diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan
atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.
4. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya
varises esophagus untuk konfirmasi hepertensi portal.
5. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai
komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi
ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises
esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan
terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale
marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan
terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda
tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta
kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.
6. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai
dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak
13
kronis,
pielonefritis,
endokarditis,
erisipelas, septikema
sistitis,
peritonitis,
6. Hepatic encephalopathy
7. Hepatorenal Syndrome
8. Hepatopulmonary Syndrom
9. Edema dan asites (Lawrence, 2003)
7. Penatalaksanaan
Penanganan sirosis hepatis bergantung dari etiologinya.
Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan
bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi (Nurjanah, 2007). Bilamana tidak ada koma
hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari Di Amerika dan di beberapa negaranegara lain pada umumnya penanganan dipusatkan pada penghentian
konsumsi alkohol. Kemudian perlu ditambahkan juga multivitamin
(Lawrence, 2003).
Tatalaksana sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresivitas
kerusakan
hati.
Terapi
pasien
ditujukan
untuk
14
15
hepatik.
Laktulosa
membantu
mengeluarkan
kesadaran.
Neomisin
bisa
digunakan
untuk
bakterial
spontan.
Diberikan
antibiotika
seperti
faktor,
meliputi
etiologi,
beratnya
kerusakan
hati,
16
Parameter
Asites
Bilirubin (mg/dl)
Albumin (gr/dl)
Prothrombin time (seconds)
Hepatic enchephalopathy
A
Nihil
<2,0
>3, 5
1-3
Nihil
B
Sedikit
2-3
2,8 - 3,5
4-6
Ringan-sedang
C
Sedang
>3,0
<2,8
>6
Sedang-berat
17
18
19
20
cerna.
3. Gejala dan Tanda
Kedua tipe SHR mempunyai tiga komponen mayor:
perubahan fungsi hati, kelainan sirkulasi, dan gagal ginjal; dan pasien
SHR ditandai dengan salah satu atau lebih dari ketiga komponen
tersebut yang dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
Biasanya, pasien SHR yang berkembang dari sirosis hepatis
mempunyai penampakan kuning (jaundice), perubahan status mental
dan gizi, dan adanya asites; sedangkan oliguria, merupakan penanda
SHR dilihat dari gagal ginjal. (Gins P, Arroyo V, 1999)
Karena gejala dan tanda-tanda tersebut tidak selalu ada pada
SHR, maka tidak dibuat criteria mayor maupun minor untuk penyakit
ini. Untuk mendiagnosa penyakit ini cukup dilihat dari hasil
laboratorium saja. (Arroyo V, Gins P, Gerbes AL, et al. 1996)
4. Penyebab
SHR berkembang biasanya dari penyakit sirosis hepatis
maupun orang yang mempunyai gangguan pembuluh dari portal
seperti hipertensi portal. Selain itu SHR juga dapat berkembang dari
penyakit hepatitis fulminan, sirosis hati fulminan, hepatitis alkoholik,
sirosis alkoholik, maupun gagal hati fulminan. Kadang SHR dapat
berkembang oleh karena pemberian medikasi (iatrogenik) untuk
mengatasi asites, seperti pemberian diuretik besar-besaran, dan
pengeluaran
cairan
asites
dengan
parasentesis
tanpa
21
22
23
7. Pencegahan
Beberapa tindakan untuk mengobati sirosis, seperti tindakan
parasentesis, dan pemberian diuretic secara berlebihan merupakan
pencetus utama untuk terjadinya SHR, oleh karenanya harus dihindari.
Kemudian pemberian albumin dirasa cukup ampuh untuk mengurangi
progresivitas penyakit dan memperbaiki aliran darah ginjal. (Velamati
PG, Herlong HF, 2006)
8. Pengobatan
Terdapat tiga pengobatan utama untuk SHR, transplantsi
hati, pemberian obat-obatan, dan pengobatan prosedural. Transplantasi
hati ditentukan dengan skor MELD (model for end-stage liver disease)
ataupun kriteria Child-Pugh. Xu X, Ling Q, Zhang M, et al. (Mei
2009) menyatakan transplantasi yang baik dan benar dapat
menurunkan angka kematian sebesar 25%. Sebagai antisipasi
tambahan sebelum melaksanakan transplantasi, pasien sebaiknya
diberikan
terapi
albumin,
vasopressin,
pintasan
radiologis
terapi
prosedural,
terdapat
beberapa
pilihan,
24
kecil di antara vena porta dan vena hepatica. Komplikasi dari TIPS
adalah ensefalopati hepatik akibat dari tidak terdegradasinya toksintoksin yang ada dalam darah yang seharusnya melewati hati sehingga
zat-zat toksin tersebut kembali ke jantung dan diedarkan kembali
keseluruh tubuh dan perdarahan. (Wong F, Pantea L, Sniderman K,
2004)
25
26
kreatinin
harian
umumnya
tetap,
dengan
27
yang lebih tua kadar kreatinin plasmanya dapat menurun karena massa
otot yang berkurang pada orang tua. Sementara itu, bayi mempunyai kadar
kreatinin sekitar 0,2 mg/dl dan terus berkembang seiring pertumbuhan
mereka. Pada orang yang mengalami malnutrisi atau penurunan berat
badan berlebihan dan seseorang yang berdiri dalam waktu yang lama
kadar kreatinin plasma mereka dapat berkurang. (Hecht, 2011)
Orang dengan satu ginjal kadar kreatinin plamanya sekitar 1,8
sampai 1,9 mg/dl merupakan kadar yang normal. Kadar kreatinin plasma
2,0 mg/dl pada bayi dan 0 mg/dl pada orang dewasa menandakan adanya
kerusakan ginjal yang berat dan memerlukan dialisis segera. (Hecht, 2011)
Selama berlangsungnya sirosis, hipertensi portal mengakibatkan
vasodilatasi arteriol splangnik dan arteri sistemik yang bertanggung jawab
terhadap timbulnya penurunan jumlah volume darah arteri efektif. Sebagai
hasilnya,
terjadi
vasokonstriksi
pembuluh
darah
ginjal
yang
28
Zat toksik
Hepatitis kronis
Infeksi virus
Alkoholisme
Sirosis
hepatis
Oliguria
Asites
Hipertensi
portal
Hipotensi
Hipernatremia
Penurunan
ekskresi Na
urin
Azotemia
29
Fibrosis
Peradangan hati
kronis aktif
Kerusakan hati
difus
Nekrosis
Sirosis hepatis
Penurunan LFG
Peningkatan kadar
kreatinin plasma
dan BUN
Bagan 2. Kerangka konsep
Vasokonstriksi
pemb. Darah ginjal
Asites