Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia Katatonik
seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat
yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan
sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40%
sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak
dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase
aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non
spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset
psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi
sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman,
mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi
jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat
pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami
eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala
gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah
berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial)
Skizofrenia katatonik
Skizofrenia merupakan suatu penyakit kelainan jiwa kronik yang memberikan gambaran
pada perubahan tingkah laku, proses berfikir dan persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Skizofrenia katatonik merupakan subtype dari skizofrenia . Skizofrenia
katatonik merupakan satu tipe skizofrenia yang ditandai oleh ketegangan otot
(katatonia),negativisma, dan stupor atau gaduh
Khas pada S.K
Selain gangguan jiwa lainnya terdapat Gangguan psikomotor. Gangguan psikomotor
terbagi menjadi 2:
catatonik immobility (kekakuan)
excitement yang katatonik (gerakan berulang tanpa tujuan)
2 gang.psikomotor tersebut termasuk stupor katatonik yaitu keadaan yang tidak
responsive terhadap rangsang luar.
S.katatonik:
1. Timbul pertama (15-30th), akut, didahului stress emosional.
2. Hampir tidak ada respon thd lingkungan, aspek motorik dan verbal sangat
terganggu
3. Terjadi :
o Stupor katatonik : mutisme, muka tanpa mimic, negativism, makanan
ditolak, tidak bergerak sama sekali dalam waktu yang lama.
Stupor katatonik terdapat 2bentuk :
Pedoman diagnostic:
1. memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia:
Diagnosis:
Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau
- thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
- thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus);
- delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
*pada pasien yang tidak komunitatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang
gejala-gejala lain.
Terapi / Tatalaksana
I. Psikofarmaka
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek
samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian
disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan
respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat
diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan
dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya
sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif
pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol
dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan
efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang
beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi
pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan
memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular
sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat
memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia,
peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan
berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur
gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi
bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah
trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk
mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif,
waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah
Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan
gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin
dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin
dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek
samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia
untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak
mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol
decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang
tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan
setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap
2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 812ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis maintenance) lalu
thioridazine : 10mg;100mg
Butyrophenone:
Efek penggunaan obat2 antipsikotik : mulut kering, pandangan kabur, sulit konsentrasi,
tekanan darah rendah dan gangguan otot yang menyebabkan gerakan mulut dan dagu yang
tidak disengaja.
Antipsikotik atipikal
Benzamide:
quetiapine
zotapine
aripiprazole
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Prognosis:
secara umum adalah dubia karena banyak faktor yg mempengaruhi:
menurut kaplan & sadocks:
Mengevaluasi prognosis dengan melihat riwayat longitudinal dari penyakit, dimulai
dengan riwayat keluarga sampai pada penanganan.
4. prognosis baik
riwayat keluarga tentang gangguan mood/affect
perilaku dan personalitas premorbid yang baik
sudah menikah
onset akut
gejala kelainan mood terutama kelainan depresif
gejala positive
5. prognosis buruk
riwayat keluarga skizophren
riwayat trauma prenatal
onset pada usia muda
prilaku dan personalitas premorbid yang buruk
lajang, bercerai, atau menjanda
insidious onset
tanpa sebab yang jelas
tanda dan gejala gangguan neurologist
cenderung menarik diri
gejala negative
tidak ada remisi dalam 3 tahun
sering kambuh
riwayat kekerasan
support systems yang buruk
Sebuah cerita,,,,(semoga bermanfaat^_^)
Seorang anak perempuan R, 11 thn, datang dengan keluhan tidak bisa bicara yang
dialami sejak kurang lebih 1tahun yang lalu. Pasien hanya bisa berkomunikasi dengan
bahasa isyarat, kadang hanya ada gerakan mulut tanpa mengeluarkan suara, namun
bila pasien nangis, suaranya akan keluar. Tangan dan kaki kanan pasien pun lemah,
sehingga pasien sulit berjalan, dan melakukan aktivitas lainnya, sehingga untuk makan
dan mandi, pasien harus dibantu oleh ibunya, makan kadang disuapi oleh ayahnya.
Kurang lebih 2 tahun lalu, pasien dikirim dari Inco dengan diagnosa Skizofrenia
Katatonik stupor, setelah diperiksa, didapatkan bahwa pasien mengalami kesadaran
menurun dan dirawat di RS. Wahidin Sudirohusodo selama kurang lebih 6 bulan dengan
ensefalitis dan setelah kesadarannya membaik, pasien tidak dapat berbicara, lemah
pada tungkai dan tangan kanannya. Prestasi pendidikan mengalami kemunduran dari
apa yang telah dicapainya, kurang dapat menolong dirinya sendiri, sangat bergantung
pada orang tuanya, pengendalian emosi agak terganggu. Pada status neurologis
ditemukan fungsi motorik pada ekstremitas superior dan inferior dextra lemah. Tonus
otot pada ekstremitas superior dan inferior dextra meningkat. Refleks fisiologis pada
ekstremitas superior dan inferior dextra meningkat. Refleks patologis tidak ada. Hasil
CT-scan tidak ada kelainan. Terapi yang diberikan adalah farmakoterapi Piracetam sirup
2x1 sendok makan, fisioterapi terapi okupasi dan terapi bicara dan psikoterapi terapi
perilaku Token Economy
Identitas pasien
An. R, 11 thn, perempuan
tinggal di Soroako
agama Islamkelas 5 SD
Dirawat di RS Perjan Wahidin Sudirohusodo pada bln September 2004.
Riwayat psikiatri
diperoleh dari catatan medik dan alloanamnesis dari Ny. H, 27 thn, ibu kandung pasien,
seorang ibu rumah tangga, yang tinggal serumah dengan pasien. Pasien datang dengan
keluhan utama tidak bisa bicara Dialami sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Pasien hanya bias berkomunikasi dengan bahasa isyarat, kadang hanya ada gerakan
mulut tanpa mengeluarkan suara, namun bila pasien nangis, suaranya akan keluar.
Tangan dan kaki kanan pasien pun lemah, sehingga pasien sulit berjalan, dan
melakukan aktivitas lainnya, sehingga untuk makan dan mandi, pasien harus dibantu
oleh ibu atau ayahnya. Saat pertama kali bertemu dengan pasien, pasien banyak
tersenyum, bila ditanya sesuatu, akan dijawab dengan acungan jempolnya bila pasien
memberi jawaban positif untuk pertanyaan yang diberikan padanya. Kadang
menggerakkan mulutnya seakan-akan ingin bicara tapi tidak mengeluarkan suara. Saat
diberikan soal berhitung yang sederhana, pasien bisa menjawab dengan cukup baik.
Riwayat penyakit dahulu
Kurang lebih 2 tahun lalu, pasien dikirim dari Inco ke seorang Psikiater dengan diagnosa
Skizofrenia Katatonik stupor, setelah diperiksa, didapatkan bahwa pasien mengalami
kesadaran menurun dan dirawat oleh seorang neurolog di RS. Wahidin Sudirohusodo
selama kurang lebih 6 bulan dengan ensefalitis dan setelah kesadarannya membaik,
pasien tidak dapat berbicara, lemah pada tungkai dan tangan kanannya. Setelah
kesadarannya membaik, pasien dikonsul ke bagian psikiatri dan dirawat selama 3 bulan
dengan diagnosa gangguan mental organik. Dengan terapi bicara selama + 3 bulan,
pasien sudah bisa mengucapkan 1-2 patah kata, kemudian pasien pulang ke Soroako
dan tidak pernah kontrol. Dan saat ini pasien datang kembali dengan keluhan tidak bisa
bicara.
Riwayat kehidupan pribadi
Riwayat prenatal dan perinatal tidak ada kelainan, semua dalam batas normal. Pada
masa kanak awal, pasien sangat dimanja oleh kedua orang tuanya khususnya ayahnya,
karena ayahnya pernah menikah selama lima tahun namun belum dikaruniai anak,
kemudian ayahnya menikah lagi dengan ibu pasien, sehingga pasien merupakan anak
yang sangat diharapkan. Pada usia 1 tahun, adik pasien lahir. Pada masa kanak
pertengahan, pasien tumbuh dan berkembang seperti anak seusianya. Pasien adalah
anak yang penurut, dan termasuk anak yang pendiam jika dibandingkan dengan
adiknya. Pasien mulai masuk sekolah dasar pada usia 5 thn, prestasinya cukup baik.
Menurut ibunya, bila pulang sekolah biasanya pasien langsung masuk ke kamar untuk
kerja PR, dan akan keluar bila PRnya sudah selesai. Pasien jarang menceritakan
keadaannya di sekolah kepada orang tuanya bila tidak ditanya. Pasien punya beberapa
teman yang sering bermain ke rumah. Saat sakit pun cukup banyak teman pasien yang
menjenguknya.
Riwayat keluarga
Pasien adalah anak pertama dari 2 bersaudara,adiknya perempuan. Hubungan pasien
dengan keluarganya baik, kedua orang tua dan adiknya sangat menyayangi pasien.
Saat ini pasien tinggal di bersama kedua orang tuanya dan adik. Sejak sakit, pasien sulit
makan dan mandi sendiri, harus dibantu oleh ibunya.
Pemeriksaan status mental.
Penampilan. Pasien berpakaian rapi, rambut terpotong pendek dan ikal,
senang tersenyum,
tampak sulit berjalan.
Aksis II : tidak ada ciri kepribadian yang menonjol, tahap perkembangan sesuai dengan
anak seusianya.
Aksis III : afasia motorik dan spastis extremitas superior dan inferior dextra
Aksis IV : tidak ada stresor psikososial
Aksis V : GAF Scale 70-61
Daftar problem
Organobiologis : afasia motorik, spastis extremitas sup & inf dextra
Psikologis: adanya rasa bergantung (manja) pada orang tuanya
Sosiologis : ketidakmampuan dalam merawat dirinya sendiri.
Prognosis : baik
Rencana terapi
Farmakoterapi : Piracetam sirup 2x1 sendok makan
Fisioterapi: terapi okupasi dan terapi bicara
Psikoterapi
: terapi perilaku Token Economy
* Menjelaskan secara sederhana kepada pasien dan keluarga tentang terapi perilaku ini.
* Meminta persetujuan dan kerja sama dari pasien maupun dari keluarga pasien untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan terapi ini.
* Menentukan perilaku-perilaku apa saja yang akan diubah ataupun perilaku-perilaku
yang harus dimiliki oleh pasien.
no
Tingkah Laku
Mengeluarkan suara :
Huruf
Suku kata
Kata
Kalimat
Latihan motorik halus-dengan
tangan kanan :
1-2 Garis
> 3 garis
Huruf
Kata
Kalimat
Makan sendiri
Berpakaian sendiri
Mandi sendiri
3
4
5
Dilakukan
(bintang merah)
Tdk. Dilakukan
(Bintang biru)
Menjelaskan tentang jumlah token yang akan diberikan dan benda apa yang dapat
ditukarkan dengan jumlah token yang didapatkan. Bila pasien melakukan tingkah laku
yang diharapkan, akan diberi 1 bintang merah, bila tidak dilakukan akan diberi bintang
biru. Setelah 1 minggu, jumlah bintang merah akan dikurangi dengan jumlah bintang
biru (selisih bintang merah dan biru). Bila jumlah bintang merah lebih dari 15 buah,
pasien bisa menukarkannya dengan boneka Mickey yang dia inginkan (atau bendabenda sesuai perjanjian).
DISKUSI
Token economy dapat diterjemahkan secara bebas sebagai hasil pendapatan, suatu
sistem insentif sebagai hasil kerja seseorang dengan menggunakan asas operan
conditioning yang bertujuan untuk mengubah suatu pola tingkah laku. Penguat yang
digunakan seperti keping (tokens), angka, atau penghargaan, yang diberikan kepada
penderita bila mereka dapat melaksanakan suatu tugas atau bertingkah laku seperti
yang dikehendaki; keping ini kemudian dapat ditukarkan dengan berbagai penguat
positif seperti barang di toko, atau suatu kegiatan yang diizinkan seperti dapat keluar
bermain, dll. Tujuan dari terapi ini adalah menciptakan suasana dan tingkah laku yang
wajar dan dikehendaki.Keping-keping itu merupakan alat perantara antara tingkah laku
yang dikehendaki dan penguat. Token economy dapat dilakukan pada anak yang lebih
besar dan dapat menunda pemuasan.
Penggunaan tanda-tanda sebagai pemerkuat bagi tingkah laku yang layak memiliki
beberapa keuntungan:
1. Tanda-tanda tidak kehilangan nilai insentifnya.
2. Tanda-tanda bisa mengurangi penundaan antara tingkah laku yang layak dengan
ganjarannya.
3. Tanda-tanda bisa digunakan sebagai pengukur yang kongkrit bagi motivasi
individu untuk mengubah tingkah laku tertentu.
4. Tanda-tanda bisa digunakan dalam bentuk perkuatan yang positif dan negatif.
5. Individu memiliki kesempatan untuk memutuskan bagaimana menggunakan
tanda-tanda yang diperolehnya.
Langkah-langkah dalam mengatur terapi Token economy :
1.
2.
3.
4.
5.
Token economy merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik, yang
menjadikan orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih pemikat di ujung tongkat.
Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang
intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan
sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.
Pada pasien ini, terapi perilaku mulai diberikan saat pasien akan berobat jalan, sehingga
sangat dibutuhkan kerja sama dari keluarga secara khusus ibunya. Seminggu setelah
pemberian terapi ini, ibu pasien melaporkan adanya kemajuan, seperti adanya usaha
untuk makan sendiri, walaupun masih sulit. Minggu kedua, ibu pasien melaporkan
bahwa pasien sudah bias mengucapkan kata mama, sudah mau makan sendiri,
berusaha untuk mandi dan berpakaian sendiri. Kemudian pasien dan ibunya pulang ke
Soroako dan belum kontrol hingga saat ini di Poliklinik RS. Wahidin Sudirohusodo.
KESIMPULAN
Salah satu sumbangan yang penting dari terapi perilaku adalah caranya yang
sistematik, dimana metode dan teknik terapeutiknya telah menjadi subjek bagi pengujian
eksperimental. Oleh karenanya prosedur terapi perilaku berada dalam proses perbaikan
dan pengembangan yang terus menerus, dan criteria pemunculan hasil-hasil yang
diharapkan sangat baik. Hasil klinis metode-metode terapi perilaku pada umumnya
membesarkan hati, baik tingkat keberhasilannya maupun efisiensinya (Sherman, 1973).
Para terapis perilaku melandaskan pendekatan mereka pada beberapa variabel:
pengenalan yang cermat atas tingkah laku yang maladaptif, prosedur-prosedur
treatment, dan pengubahan tingkah laku. Para pemuka terapi perilaku menyatakan
bahwa untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pendekatan terapi,
perlu dilakukan penelitian dan studi-studi komparatif (Sherman, 1973). Dengan
demikian,
perbaikan metode terapi bisa dilakukan.