3.1.
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau
keluarga atau juga komunitas kelompok masyarakat, dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan
kesehatan lingkungan, agar dapat berperan aktif dalam kegiatan kegiatan kesehatan dan kegiatankegiatan
kesehatan lingkungan lainnya di masyarakat
PHBS itu jumlahnya banyak sekali, bisa ratusan. Misalnya tentang Gizi: makan beraneka ragam makanan,
minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi garam beryodium, memberi bayi dan balita Kapsul Vitamin A.
Tentang kesehatan lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya, membersihkan lingkungan. Setiap
rumah tangga dianjurkan untuk melaksanakan semua perilaku kesehatan.
Sumber referensi : Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta, 2007, hal.2
3-1
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung yang diperoleh dari data Puskesmas yang ada di
setiap Kecamatan dapat tergambarkan bahwa 57 % rumah tangga yang dilakukan pemeriksaan sarana sanitasi
dasarnya (Jamban, Tempat sampah dan pengelolaan air limbah) diperoleh data rata-rata rumah tangga yang
memiliki sarana tersebut dengan kategori sehat 48 % dari total 191.655 KK.
Sedangkan data keluarga yang memiliki akses air bersih dari keluarga yang diperiksa 78% memiliki akses air
bersih, dan yang terbanyak memanfaatkan sumur gali (28%) dan yang terendah memanfaatkan air hujan
(0.01%) sebagai sumber air bersihnya.
3.1.2.TATANAN SEKOLAH
PHBS di Sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3-2
3.2.
3.2.1. KELEMBAGAAN
3-3
Pengelolaan air limbah domestik yang ada di Kota Bandar Lampung dikelola oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan, namun untuk perencanaan dan pembangunan prasarana ini dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan
Umum. Selain itu juga ada pihak swasta yang terlibat juga dalam pengelolaan air limbah berupa penyedotan
lumpur tinja. Dan untuk pengelolaan sarana MCK++ dikelola langsung oleh masyarakat. Adapun matriks
keterlibatan ketiga pihak ini dalam pengelolaan air limbah dapat dilihat pada tabel berikut.
3-4
Tabel 3.3: Peta Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Air Limbah Domestik
Peraturan pengelolaan air limbah yang menyeluruh belum ada di Kota Bandar Lampung. Peraturan yang ada
masih bersifat sanksi dan penerimaan retribusi, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.4: Peta Peraturan Air limbah Domestik Kota Bandar Lampung
3-5
Tabel 3.5. Diagram Sanitasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Kota Bandar Lampung (On-Site System)
Tabel 3.6. Sistem Pengelolaan Air Limbah yang ada di Kota Bandar Lampung
3-6
Bagi masyarakat yang tinggal pada kawasan sekitar bantaran sungai dan pesisir pantai serta kawasan kumuh,
pengadaan prasarana sanitasi sangat membantu mereka dalam peningkatan kesehatan lingkungan mereka.
Program kegiatan yang dilaksanakan baik melalui pemerintah kota maupun pemerintah pusat, dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 3.7: Pengelolaan sarana jamban keluarga dan MCK oleh Masyarakat
3-7
Sedangkan untuk pengelolaan yang berbasis masyarakat untuk sarana MCK maupun MCK++ dengan total 157
unit, kondisinya dapat dilihat pada tabel berikut.
Dalam peningkatan keterlibatan masyarakat, maka pemerintah kota melaksanakan program melalui Gema Tapis,
Sanimas, P2KP, PNPM, maupun NUSP. Kegiatan melibatkan peran aktif masyarakat mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan pengelolaan. Adapaun kegiatan yang sedang berjalan dapat dilihat pada tabel berikut.
3-8
3-9
3-10
Peran swasta dalam pembangunan sarana air limbah belum dipromosikan di masa lalu. Upaya di daerah ini
terutama di bidang kesehatan dan kebersihan adalah dalam mencuci tangan. Dukungan swasta masih terbatas
pada ceramah dan kampanye yang dilakukan oleh produsen sabun. Dana dari lembaga lain belum pernah
dieksplorasi khususnya di Bandar Lampung untuk mendukung kegiatan pengelolaan air limbah dan kegiatan
kesehatan dan kebersihan. Sebagai contoh keterlibatan PT. Cerdas Grup dalam kegiatan penyedotan lumpur
tinja, mengoperasikan vacuum truk 2 unit dan retribusi untuk membersihkan septik tank Rp 400.000 per trip. Dan
membayar kepada Pemkot sebesar Rp 4,4 juta per bulan untuk pembuangan limbah di IPLT Bakung.
Tabel 3.14. Penyedia layanan air limbah domestik yang ada di Kota Bandar Lampung
3-11
Sumber Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Pusat
Pemerintah Provinsi
Total
2005
46.1
346.1
19.5
411.7
2006
45.8
517.9
31.2
595.0
2007
53.7
582.2
30.1
666.0
2008
67.7
645.9
34.4
748.0
Rp Milyar
2009
70.4
682.8
40.2
793.5
Dana Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) untuk belanja modal, operasional dan pemeliharaan (O&P)
tahunan untuk sanitasi berasal dari anggaran tahunan pemerintah kota. Berdasarkan plafon anggaran tahunan,
DKP menyiapkan program dan anggaran tahunan yang dibutuhkan yang kemudian dikonsolidasikan dalam
anggaran kota. DKP menghasilkan pendapatan dari jasa yang diberikan dan mempersiapkan target pendapatan
tahunan yang dimonitor setiap bulanan. Untuk tahun 2010 target pendapatan adalah sebesar Rp 1,64 miliar dari
biaya sampah dan Rp 0,36 miliar untuk tangki septik (total Rp 2,00 miliar), sedang total pengeluaran DKP
dianggarkan untuk tahun 2010 adalah Rp 25,23 miliar (Tabel 3.3). Sementara DKP adalah sebuah badan
menghasilkan pendapatan, tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan yang diterima dan tingkat
pengeluaran badan. Usulan anggaran tahunan badan tidak tergantung pada tingkat pendapatan (untuk tahun
2010, pendapatan ditargetkan adalah sekitar 8% dari pengeluaran anggaran) yang akan dihasilkan namun
berdasarkan alokasi pemerintah kota / prioritas kepada instansi yang berbeda dari kota. Untuk 2010, modal
investasi dianggarkan termasuk pembelian truk sampah dan gerobak (gerobak). Total alokasi anggaran DKP
hanya sekitar 3% dari total belanja kota.
3-12
Uraian
Pendapatan
Retribusi Layanan Sampah
Retribusi Penyedotan Tanki Septik
Pembiayaan
Gaji dan Tunjangan
Operasional dan Pemeliharaan
Belanja Modal
Surplus / (Defisit)
Rp jutaan
2010
2,000
1,642
358
25,232
7,084
17,944
204
(23,232)
3-13
b. Masalah yang berawal dari kendala yang terjadi pada penyedotan Septik Tank di lapangan
1. Tidak semua Truk Tinja yang ada dapat mendekati tangki untuk melakukan penyedotan karena ukuran
lebar jalan masuk yang terlalu kecil bagi Truk Tinja yang dimiliki Kota Bandar Lampung saat ini.
2. Pada saat ini di kota Bandar Lampung belum tersedia Alat Penyedot Lumpur Tinja yang berukuran kecil
yang mampu mendekati tangki yang terletak ditepi jalan yang sempit.
c. Masalah yang berawal dari jumlah dan kondisi Truk Tinja yang tersedia
1. Pada saat Septik Tank yang ada di Kota Bandar Lampung berjumlah 157.602 buah. Apabila
pengurasan dilakukan rata-rata 2 tahun sekali, maka jumlah tangki yang harus disedot setiap hari tidak
termasuk hari besar dan hari minggu berjumlah 157.602 : 600 = 263 tangki. Karena jumlah Truk Tinja
hanya ada 4 buah, maka setiap truk harus menyedot 263 :4 = 66 tangki /hr /truk . Jumlah ini mustahil
dapat dilakukan oleh sebuah Truk Tinja.
Apabila pengurasan dilakukan rata-rata 3 tahun sekali, maka jumlah tangki yang harus disedot setiap
hari tidak termasuk hari besar dan hari minggu berjumlah 157.602 : 900 = 175 tangki. Karena jumlah
Truk Tinja hanya ada 4 buah, maka setiap truk harus menyedot 175 : 4 = 44 tangki /hr /truk. Jumlah
inipun masih mustahil dapat dilakukan oleh sebuah Truk Tinja dalam satu hari apalagi kalau kondisi
jalan ke IPLT rusak.
2. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya usia Truk Tinja sudah relatif tua sehingga efisiensi
penggunaannya sudah sangat berkurang.
d. Masalah yang berawal dari kondisi prasarana (jalan ) menuju IPLT
1. Pengangkutan Lumpur Tinja ke IPLT mengalami kendala karena, sebagaimana telah dikemukakan,
jalan menuju IPLT dalam keadaan rusak, menanjak dan sukar dilalui ketika musim hujan.
2. Di Bakung selain IPLT, terdapat juga TPA sehingga jalan menuju IPLT tidak hanya dilalui Truk Tinja saja
melainkan juga dilalui oleh Truk Sampah. Ketika musim penghujan atau ketika jalan dalam keadaan
rusak, Truk tidak dapat saling mendahului sehingga harus mengantri. Hal itu memperpanjang waktu
ritasi.
e. Masalah yang berawal dari kondisi IPLT
1. Kinerja IPLT yang ada belum optimal karena kurangnya prawatan terhadap IPLT tersebut. Lumpur yang
telah matang jarang dikuras sehingga lumpur yang dimasukkan tidak terolah dengan semestinya .
2. Sebenarnya IPLT yang ada terdiri dari 4 kompartemen yang seharusnya digunakan secara bergilir
beberapa unit yang hanya 1 ( satu ) unit. Hal ini menyulitkan upaya peratan dan perbaikan sehingga
3-14
memperbaikinya menjadi sulit karena tidak ada unit alternative perbaikan tidak ada upaya Bagian dari
IPLT yang rusak tidak diperbaiki.
Masalah Non Teknis
a. Masalah yang bersumber pada komitment pemerintah
Pada waktu yang lalu komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pembangunan sanitasi
masih rendah. Belakangan ini komitment tersebut semakin hari semakin meningkat . Peningkatan tersebut
ditandai dengan peningkatan anggaran yang disediakan untuk membangun sistim sanitasi yang pada waktu
lalu lebih rendah dari anggaran yang disediakan untuk pembangunan sistim penyediaan air minum namun
pada saat sekarang telah menjadi sebaliknya. Perubahan paradigma tersebut tidak serta merta
memperbaiki kondisi sanitasi melainkan memerlukan waktu untuk memetik hasilnya.
3-15
Salah satu dampak utama dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya adalah akan terus meningkatnya
tingkat pencemaran terhadap badan air penerima di sekitar sumber polusi. Namun hal itu tidak berhenti sampai
disana karena akan muncul efek berantai yang berupa:
1. Peningkatan angka yang menunjukan Kesehatan masyarakat, terutama mereka, yang menggunakan air
untuk kebutuhan sehari-hari dari sumber alam disekitarnya (bukan dari PDAM ) akan semakin rawan
terhadap penularan penyakit terutama penyakit saluan pencernaan menular yang antara lain berupa
penyakit typhus, colera, disentri, cacing dan lain-lain.
2. Sebagai dampak dari hal yang disebutkan diatas, akan muncul efek berantai sebagaimana yang telah
dikemukakan sebelumnya berupa :
tingkat mangkir dari pekerjaan yang berati juga produktifitas para pekerja yang terserang penyakit yang
para penderita
Cacing yang berkembang disaluran pencernaan manusia terutama anak balita , akan merampas
asupan gizi mereka yang sangat mereka perlukan untuk pertumbuhan fisik dan inteligensia
3. Bagi pengelolaan PDAM, peningkatan pencemaran berarti peningkatan biaya pengolahan karena
peningkatan tersebut mengakibatkan meningkatnya Tarif air minum.
3.3.
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
3.3.1. KELEMBAGAAN
Pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung tidak dilakukan oleh satu instansi tetapi dilakukan beberapa
SKPD yang terbagi atas :
a) Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertanggung jawab terhadap pengangkutan sampah di Jalan Protokol ke
TPA dan pengelolaan sampah di TPA;
b) Dinas Pasar bertanggung jawab terhadap pengangkutan sampah di Pasar dan mengangkutnya langsung ke
TPA;
c) Dinas Perhubungan bertanggung jawab terhadap pengangkutan sampah di Terminal dan mengangkutnya
langsung ke TPA;
d) Dinas Pekerjaan Umum bertanggung jawab terhadap pengangkutan sedimen di gorong-gorong dan
drainase Kota;
Buku Putih Sanitasi Kota Bandar Lampung
3-16
e) Kecamatan bertanggung jawab terhadap pengangkutan sampah dari TPS ke TPA yang dilakukan oleh
f)
SOKLI;
Kelurahan bertanggung jawab terhadap sampah di lingkungannya dimana proses pengangkutannya
dilakukan oleh SOKLI (Satuan Operasi Kebersihan Lingkungan) yang mengangkut sampah dari Rumah
Tangga ke TPS.
g) Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA) yang dimiliki Kota Bandar Lampung yaitu TPA Bakung yang
terletak di Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat dengan luas wilayah 14 hektar yang dikelola
dibawah UPT TPA Bakung dibawah koordinasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung.
Struktur pengelolaan sampah padat di Kota Bandar Lampung saat ini dijelaskan dalam gambar 3.4. berikut.
3-17
Sistem pengangkutan sampah di Kota Bandar Lampung dibagi ke dalam dua bagian yaitu pengangkutan dari
sumber sampah (rumah tangga, pasar, jalan utama, dan sebagainya) ke TPS dan pengangkutan dari TPS ke
TPA.
Sampah Pasar : sistem pengangkutan dilakukan dengan cara petugas kebersihan mengambil langsung dan
diangkut ke gerobak sampah selanjutnya dibawa ke TPS di sekitar pasar.
Sampah Permukiman : sistem pengangkutan warga sendiri membawa langsung ke TPS yang terdekat dengan
permukiman atau petugas Sokli mengambil di depan rumah kemudian dikumpulkan di TPS.
Sampah Pesisir : selama ini belum ada mekanisme yang jelas sehingga permasalahan sampah pesisir pesisir
belum dapat dikelola dengan baik.
Sistem pengangkutan yang dilakukan dari beberapa TPS yang belum memiliki pewadahan khusus ke TPA
adalah Stationary Container System (SCS) dimana wadah sampah yang terisi penuh (kontainer) akan diangkut
dan tempatnya akan langsung diganti oleh wadah kosong yang telah dibawa dengan sistem container ini.
Sedangkan TPS yang telah memiliki tempat khusus alat pengangkut sampah yang digunakan untuk mengangkut
sampah dari TPS ke TPA adalah Arm Roll Truck kapasitas 6 m3. Dan pengangkutan dari TPS ke TPA dilakukan
setiap 2 kali sehari pagi jam 06.00 - 08.00 dan sore sekitar jam 17.00 18.00. Truk ini mengambil dari sampah
yang ada di TPS atau menunggu berkumpulnya gerobak dan motor sampah yang mengangkut dari permukiman.
Dari jumlah armada truk sampah yang ada di Kota Bandar Lampung saat ini dan dikelola oleh kecamatan, Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, dan Dinas Pengelolaan Pasar. Dan jumlah sampah yang terangkut sampai ke TPA
dan prediksi sampah yang terangkut oleh armada truk bila truk dapat mengangkut sampah 2 rit (angkutan) per
hari. Maka dengan asumsi ini maka maksimum sampah yang terangkut dengan armada truk yang ada saat ini
hanya sekitar 2,096,142 m3 per hari atau sebanyak 68% dari total volume sampah yang dihasilkan di Bandar
Lampung sebanyak 3,082,562 m3 per hari.
3-18
Tabel 3.4. Total Volume Sampah Kota Bandar Lampung Tahun 2011
Tabel 3.5. Jumlah Fasilitas Pewadahan Sampah Kota Bandar Lampung Tahun 2011
3-19
Masih rendahnya peran serta masyarakat dalam mengelola sampah padat, seperti masih tingginya proses
pengelolaan sampah padat melalui pembakaran, belum adanya pemilahan pada skala rumah tangga dan masih
rendahnya pengawasan masyarakat terhadap pengelolaan, dan pemanfaatan sampah padat untuk kepentingan
ekonomi, pemanfaatan lahan kosong sebagai tempat pembuangan sampah di daerah perumahan dan
pemakaian plastik yang tidak terkendali.
3-20
Kurangnya partisipasi dari masyarakat terhadap upaya penyediaan sarana dan prasarana persampahan
komunal di wilayah permukimannya, sehingga hanya mengandalkan bantuan pemerintah.
Kurangnya dukungan dan rangsangan dari pemerintah kota, baik teknis maupun non-teknis terhadap
masyarakat yang telah melakukan upaya pengelolaan sampah pada tingkat rumah tangga dan komunitas.
Masih terdapat banyak masyarakat yang melakukan penolakan terhadap pembukaan lahan baru yang akan
digunakan untuk penempatan sampah sementara di wilayah lingkungan tempat tinggalnya.
Terjadinya perubahan lingkungan sosial di kawasan TPS dan TPA, serta dampak terhadap kesehatan dan
lingkungan (penurunan harga jual tanah, bau menyengat, keberadaan lalat dan tikus serta pencemaran air
tanah).
Masih rendahnya jumlah industri dan pengusaha di Bandar Lampung yang menerapkan konsep teknologi
bersih dan nir limbah (zero waste management) dan sistem teknologi daur ulang.
Masih rendahnya jumlah industri dan pengusaha yang menerapkan konsep kepedulian produk kemasan
3-21
3-22
Berdasarkan Standar Departemen Pekerjaan Umum, anggaran biaya pengelolaan sampah harus mendapat
prioritas setara dengan pengelolaan pelayanan publik lainnya berkisar 10 % dari APBD terdiri dari 5 - 7 % untuk
operasional dan 2 -3 % untuk investasi. Sedangkan berdasarkan Standar MDGs anggaran biaya pengelolaan
sampah adalah sebesar 20%. Hal ini berarti biaya pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung masih jauh
dibawah standar yang dikeluarkan oleh Kementerian PU maupun komitmen MDGs Tahun 2015.
Dengan asumsi anggaran biaya pengelolaan sampah yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk
pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung adalah sebesar Rp. 30.498.257.400/tahun, sedangkan realisasi
retribusi jasa pelayanan kebersihan pada tahun 2011 sebesar Rp. 2.431.737.120. Hal ini berarti pendapatan
pemerintah Kota Bandar Lampung dari retribusi jasa pelayanan kebersihan baru mencapai 7,97% dibandingkan
biaya yang dikeluarkan, maka terjadi defisit sebesar Rp.28.066.520.280.
Sampai saat ini Pemerintah Kota Bandar Lampung belum memiliki Perda mengenai pengelolaan sampah
terpadu sebagai pengejawantahan peraturan tersebut. Meskipun oleh Pemerintah Pusat semua daerah
diwajibkan segera menyusun regulasi sebagai tindak lanjut UU No. 18 Tahun 2008 dan Permendagri No. 33
Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah. Hal ini berimplikasi terhadap pola pengelolaan sampah yang
belum sesuai dengan ketentuan baik pola pengelolaan maupun cara pengolahan.
Bila Perda pengelolaan dan pengolahan sampah kota Bandar Lampung sudah diterbitkan bersama oleh
DPRD dan Walikota, maka Pemerintah kota Bandar Lampung perlu membuat Peraturan Walikota (Perwali)
Bandar Lampung sebagai tindak lanjut perda tersebut. Perda pengelolaan dan pengolahan sampah kota
3-23
Bandar Lampung idealnya memuat tujuh aspek penting yakni aspek: Kewenangan; Pengelolaan Sampah;
Kompensasi; Kemitraan; Sanksi Administratif; Retribusi; dan Pengolahan Sampah di TPA.
2. Aspek Kelembagaan
Pada aspek kelembagaan, beberapa isu strategis dalam pengelolaan dan pengolahan sampah padat di Bandar
Lampung adalah :
Kelembagaan pengelola sampah di Bandar Lampung masih dilakukan secara sendiri-sendiri oleh beberapa
dinas serta kecamatan. Kondisi ini juga belum diperkuat dengan model kerja sama antar instansi sehingga
3-24
Kebersihan; dan (g) Lomba Kebersihan bagi lingkungan/RT yang berhasil mengurangi volume sampah
dan masyarakat yang memanfaatkan sampah melalui proses 3R, diberikan hadiah.
Isu strategis peran pemerintah dalam pengelolaan sampah padat antara lain adalah:
Volume sampah padat sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan penduduk, sementara pelayanan
terhadap masyarakat melalui sistem SOKLI yang telah dilakukan pemerintah masih sangat rendah, baik luas
3-25
Keterbatasan anggaran dan masih terjadi ketidaktransparanan dalam konsep dan wewenang retribusi
sampah yang ada dalam pengelolaan sampah padat di tingkat pengelola SOKLI.
Masih rendahnya model pelibatan masyarakat yang diupayakan oleh pemerintah pengelolaan sampah
padat selain hanya himbauan untuk membuang sampah pada skema waktu pembuangan pagi dan sore.
Sampah di pesisir belum ditangani secara optimal oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Belum ditetapkannya sistem insentif dan disinsentif dalam pengelolaan sampah padat.
Konsep TPS/TPA yang berwawasan lingkungan belum dapat diwujudkan sesuai ketentuan karena sulitnya
mencari lahan TPS/TPA di daerah perkotaan, dan penggunaan teknologi yang belum optimal.
Sampah masih dianggap tanggung jawab pemerintah, sedangkan masyarakat hanya berkewajiban
membayar sampah yang dibuang.
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengolahan sampah belum optimal. Masyarakat masih
berpikir bahwa sampah adalah barang negatif, tidak memiliki nilai jual sehingga hanya diserahkan kepada
Sedangkan pada aspek pembiayaan, beberapa isu strategis dalam pengelolaan dan pengolahan sampah padat
di Bandar Lampung adalah :
Anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah kota dalam pengelolaan sampah masih didominasi dana
APBD.
Dengan beban pengelolaan sampah adalah murni kewenangan pemerintah dan kondisi topografi wilayah
yang tidak rata serta lokasi TPA dari wilayah layanan sangat jauh, maka biaya operasional pengelolaan
sampah di Bandar Lampung saat ini masih cukup tinggi. Dengan jumlah sarana dan prasarana yang
tersedia tidak sebanding dengan sampah yang diproduksi dan usia kendaraan sangat mempengaruhi biaya
operasional.
3-26
Biaya pengolahan sampah juga sangat tinggi. Dalam pengolahan daur ulang diperlukan biaya yang tinggi
dibandingkan dengan menggunakan bahan baru sehingga penghasilan dari pengolahan sampah lebih
rendah di bandingkan biaya pengolahan sampah tersebut. Kondisi ini terjadi pada beberapa proyek
komposting yang dilakukan di beberapa tempat di Bandar Lampung yang tidak bertahan lama disebabkan
tidak terjualnya produk kompos sehingga biaya operasional proses komposting tidak tertutupi.
Kondisi TPS yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan. TPS yang ada di kota Bandar
Lampung hampir seluruhnya tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan. Tidak terpenuhinya
persyaratan teknis dan kesehatan didominasi antara lain oleh fakta bahwa : (1). TPS tidak bertutup; (2).
yang tidak memenuhi persyaratan, pada sisi lain sampah juga masih dibuang dengan sistem open dumping.
Penurunan kualitas lingkungan dan tingginya tingkat kepadatan lalat. Penurunan kualitas lingkungan baik
kualitas air maupun udara sebagai akibat dari kondisi TPA Bakung yang tidak memenuhi persyaratan.
Penurunan kualitas air berupa tingginya parameter fisika, kimia dan mikrobiologi sebagai akibat dari tidak
bekerjanya IPAL TPA Bakung secara optimal. Sedangkan penurunan kualitas udara akibat dari sistem
pembuangan sampah di TPA Bakung yang belum menerapkan sistem sanitary landfill.
Tingginya tingkat kepadatan lalat baik di TPS maupun di TPA Bakung serta pemukiman penduduk sebagai
akibat dari TPS dan TPA yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan. Kondisi ini
3-27
Dermatitis Alergika (Alergi Kulit), Bronchitis Kronis (Radang Pernafasan), Cepalgia (Sakit Kepala) dan
Onserfari Febris (Panas).
3.4.
3.4.1. KELEMBAGAAN
Pengelolaan drainase lingkungan di Kota Bandar Lampung dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU)
sebagaimana dapat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Namun harus diakui bahwa Pemerintah Kota khususnya Dinas PU belum memiliki kelembagaan dalam bentuk
UPT yang mempunyai tugas dalam pengendalian banjir, mengingat bahwa permasalahan drainase diperlukan
3-28
keterpaduan antar seluruh stakeholder, termasuk juga penanganan pengendalian banjir. Kapasitas SDM dan
kelembagaan perlu ditingkatkan dalam hal pengelolaan drainase perkotaan ini.
3-29
Dari kondisi fisik kota, maka wilayah sistem drainase kota Bandar Lampung dibuat sesuai dengan arah aliran
drainase yang ada, dan dibagi atas 4 sistem atau zona drainase, yaitu :
a) Sistem I (Zona Teluk Betung), meliputi: drainase yang ada di wilayah Teluk Betung yang mengalirkan
airnya pada sungai Way Kuala sebagai main drainnya, meliputi : Way kemiling, Way Pemanggilan, Way
Langkapura, Way Kedaton, Way Balau, Way Halim, Way Durian Payung, Way Simpur, Way Awi dan
Cabangnya, Way Panengahan, dan Way Kedamaian;
b) Sistem II (Zona Tanjung Karang), terdiri atas beberapa sungai, yaitu : Way Kuripan (Way Simpang
Kanan, Way Simpang kiri, dan Way Betung), Way Kupang, Way Kunyit dan Way Bakung;
c) Sistem III ( Zona Panjang), meliputi: drainase yang mengalirkan airnya pada sungai-sungai Way Lunik
Kanan, Way Lunik Kiri, Way Pidada, Way Galih Panjang, dan Way Srengsem merupakan zona drainase
daerah datar pada daerah hilirnya sehingga menimbulkan banjir.
d) Sistem IV (Zona Kandis), meliputi: daerah-daerah di wilayah Kedaton dan sebagian Sukarame wilayah
barat, pada zona ini drainase utama akan membuang pada sungai Way Kandis 1 Way Kandis 2 dan
Way Kandis 3.
3-30
Namun seiring dengan perkembangan kota yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara
langsung, serta bertambahnya jumlah penduduk, masalah banjir dan genangan merupakan konsekuensi yang
harus dihadapi Kota Bandar Lampung. Adapun penyebab genangan yang umumnya terjadi adalah sebagai
berikut :
a. Terjadi genangan di ruas jalan protokol karena merupakan cekungan terutama di jembatan, di atas sungai
yang memotong jalan. Hal ini disebabkan kapasitas jembatan dan saluran yang lebih kecil dari debit banjir
yang terjadi;
3-31
b. Terjadinya perubahan tipe saluran akibat pembangunan ruko-ruko yang tumbuh dengan pesat dimanamana, seperti semula tipe saluran terbuka menjadi saluran tertutup dengan beton dan tidak adanya lubang
inlet atau manhole untuk masuk ke saluran;
c. Terjadinya genangan di area permukiman disebabkan kapasitas saluran lebih kecil dari debit banjir yang
terjadi, atau disebabkan karena gorong-gorong jalan yang tertutup endapan atau sampah, atau belum
adanya saluran drainase;
d. Dijumpai banyak bangunan di bantaran sungai, sehingga mempersempit luas penampang sungai.
Peninggian tanggul kiri dan kanan sungai tidak mengatasi banjir, bahkan menghambat air di kiri dan kanan
sungai yang berupa cekungan/lembah, untuk masuk ke sungai, yang mengakibatkan runtuhnya tanggul,
terutama di sekitar tikungan Sungai Way Awi dan Sungai Way Balau.
Berdasarkan studi review Masterplan Drainase Kota Bandar Lampung dan informasi dari masyarakat dan
pengamatan langsung di lapangan, terdapat 51 lokasi genangan yang menyebar di beberapa wilayah kota,
seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Lokasi
Kampung Baru,
Kecamatan
Panjang
Penyebab Genangan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
7.50
(m)
1.00
(jam)
48
(pertahun)
14
Kap. Saluran dan
gorong-gorong
Sukabaru (Kel.
Panjang Utara)
Keterangan
Panjang
1.00
0.50
(Pidada)
Way Pidada
Kap. Saluran dan
gorong-gorong
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Banyaknya endapan
3-32
Sudah
ditangani
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Teluk Betung
(Way Lunik)
Selatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
2.00
1.00
12
Penyebab Genangan
sedimen di saluran
Kap. Saluran dan
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Meluapnya air dari
Keterangan
Sedang
ditangani
BPBD
Way Lunik;
Kap Gorong-gorong
lebih kecil dari debit
4
Umbul Jengkol LK I
Teluk Betung
(Way Lunik)
Selatan
0.50
0.50
Lingkungan I
Teluk Betung
(Ketapang)
Selatan
1.00
1.70
48
12
Way Lunik;
Bangunan siphon
yang berada di
bawah rel KA
tertutup sedimen
dan sampah;
Kap. Saluran lebih
kecil dari debit
Kampung
Teluk Betung
Karawang
Selatan
4.00
1.00
24
(Garuntang)
Teluk Betung
Selatan
1.00
0.50
pemukiman warga;
Kap. Saluran dan
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Kap. Gorong-gorong
di Jl. Yos Sudarso
depan mesjid lebih
kecil dari debit
3-33
Sedang
ditangani
BPBD
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Teluk Betung
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
1.00
0.50
Selatan
9
RT 02/RW02 LK II
Teluk Betung
(Pecoh Raya)
Selatan
Penyebab Genangan
banjir yang terjadi;
Kap. Saluran dan
lebih kecil dari debit
1.00
0.50
10
11
Teluk Betung
(Bumiwaras)
Selatan
Teluk Betung
(Bumiwaras)
Selatan
0.75
0.40
rumput-rumput.
Belum adanya saluran
kiri dan kanan
1.00
0.50
jalan;
Kap. Saluran dan
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Meluapnya air dari
12
13
14
Teluk Betung
Betiung)
Selatan
Teluk Betung
(Pasar kangkung)
Selatan
Jl. RE Martadinata
Teluk Betung
& kmp.Palembang
Selatan
0.40
0.50
Way Kupang.
Kap. saluran lebih
kecil dari debit
0.80
0.30
3.00
1.00
15
saluran
Pengaruh pasang air
laut;
Pintu air yang berada
di bagian outlet
saluran pembuang
15
Perum. Bakung
Teluk Betung
0.30
0.50
Barat
sudah rusak
Kap. saluran dan lebih
kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Banyak endapan
16
Perum. Perwata
Teluk Betung
0.60
0.30
Barat
sedimen di saluran.
Kap. saluran dan lebih
kecil dari debit
3-34
Keterangan
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
Penyebab Genangan
banjir yang terjadi;
Tidak adanya saluran
pembuang dari
17
Teluk Betung
Kuripan Permai
Barat
2.00
pemukiman warga;
Kap. saluran dan lebih
kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Meluapnya dari Way
18
Teluk Betung
Kaca Piring
Utara
1.00
0.50
kateguhan.
Kap. saluran lebih
kecil dari debit
(Kupang Teba)
19
Teluk Betung
(Gunung Mas)
Utara
4.00
0.80
10
saluran
Meluapnya air dari
Way Kunyit
Elevasi tanah
pemukiman lebih
rendah dari muka
air banjir Way
Kunyit
20
Teluk Betung
Wolter Monginsidi)
Utara
1.00
0.30
21
Teluk Betung
(Gulak Galik)
Utara
0.20
0.50
22
Jl. Batu RT 24
Teluk Betung
0.50
0.50
3-35
10
Keterangan
Besar Genangan
No
Lokasi
(Gulak Galik)
Kecamatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
Utara
Penyebab Genangan
di bawah bangunan
rumah warga;
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
23
Teluk Betung
(Sumur Batu)
Utara
0.15
0.50
24
Tanjung Karang
0.65
0.30
Pusat
25
Tanjung Karang
Hypermart)
Pusat
0.31
0.40
26
Tanjung Karang
1.10
0.60
12
Pusat
drainase.
Daerah cekungan;
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Elevasi saluran ke
arah outlet naik
27
Tanjung Karang
Panin Bank)
Pusat
0.28
0.50
elevasinya.
Skrew bridge;
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Limpasan air dari
28
Pasar Semap
Tanjung Karang
0.24
0.30
1.50
Pusat
Buku Putih Sanitasi Kota Bandar Lampung
saluran drainase.
Banyak endapan
sedimen dan
3-36
Keterangan
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
Penyebab Genangan
Keterangan
sampah pada
29
Tanjung Karang
1.00
1.00
Pusat
saluran;
Penyempitan dan
Pendangkalan
DAS;
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Melimpahnya air dari
30
Tanjung Karang
Timur
0.87
0.50
10
baru)
31
32
Way Awi..
Daerah cekungan;
Kapasitas saluran
Tanjung Karang
(depan Adira
Timur
Fiance)
Jl. Hayam Wuruk
Tanjung Karang
(Gang Tunggal)
Timur
0.67
0.30
0.20
0.30
33
34
Tanjung Karang
(Tanjung Karang
Timur
Timur)
Perum. Nusantara
Tanjung Karang
Timur
0.02
0.30
saluran;
15
dan E (Campang
Raya)
35
Tanjung Karang
Mesjid)
Barat
1.10
0.40
36
Sukabumi
0.16
0.50
3-37
10
bangunan mesjid.
Kapasitas saluran
Sdah
ditangani
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
bensin)
37
Belakng SD 1
Sukabumi
3.60
0.60
Jagabaya
38
Penyebab Genangan
Kedaton
2.57
0.30
(depan Makam
Pahlawan)
Penengahan;
Jl. Gajah levelnya
lebih rendah dari
elevasi muka air
39
Sukarame
0.70
12
banjir.
Melimpasnya air anak
40
Perum. Prasanti,
Sukarame
0.50
10
Way Halim;
Meluapnya air dari
Griya Sukarame
saluran primer;
Penyempitan saluran
Sukarame
0.50
0.50
Sangkep.
Melimpasnya air dari
Way Halim;
Rusaknya dinding
saluran bagian hilir
42
Jl. Pembangunan
Sukarame
0.50
0.30
jembatan;
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
banjir yang terjadi;
Banyaknya endapan
sedimen dan
43
Pemukiman Warga
Kedaton
1.60
0.60
(belakang kantor
sampah;
Tanggul kiri sungai
jebol;
Rumah-rumah berada
PTPN)
di areal bantaran
3-38
Keterangan
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
Penyebab Genangan
sungai;
Hilir jembatan sungai
Kedaton di
44
Kedaton
1.25
0.30
(Radar Lampung)
bending.
Tidak ada saluran
drainase jalan di
sisi kanan jalan
45
46
Gerbang
Kedaton
0.87
0.40
Sultan Agung;
Kapasitas saluran
Gelanggang
Rahman Hakim)
Jl. Ki Maja (depan
Kedaton
0.26
1.00
12
ruko-ruko)
Daerah cekungan;
Banyaknya endapan
sedimen di saluran;
Elevasi jalan lebih
rendah dari elevasi
47
Raja basa
1.27
0.35
1.50
(depan UBL
pascasarjana)
Komp Terminal
Raja Basa
0.50
0.30
10
Raja Basa
yang terjadi.
Penyempitan saluran
di bagian hilir
gorong-gorong;
Kapasitas goronggorong lebih kecil
dari debit banjir
49
SDN 2 Rajabasa
Raja basa
2.00
1.00
10
yang terjadi.
Daerah cekungan;
kapasitas goronggorong lebih kecil
dari ebit banjir yang
terjadi;
Berdirinya bangunan
rumah diatas
3-39
Keterangan
Besar Genangan
No
Lokasi
Kecamatan
Luas
Tinggi
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam)
(pertahun)
Penyebab Genangan
Keterangan
saluran sehingga
terjadi penyempitan
50
Kel. Rajabasa
Raja basa
0.80
0.30
12
RT.01/RW01 (Jl.
saluran.
Daerah cekungan;
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
Indra Bangsawan)
Tanjung Senang
0.30
0.30
(depan pasar
saluran.
Kapasitas saluran
lebih kecil dari debit
temeol)
Sumber : Review Master Plan Drainase Kota Bandar Lampung, Tahun 2011
3-40
3.5.
Distribusi pelayanan air bersih kepada pelanggan atau masyarakat dibagi dalam zona pengaliran yaitu dengan
memanfaatkan kondisi fisik yang ada di Bandar Lampung. Dan setiap zona dilayani oleh 1 unit resevoir
distribusi, adapun data masing-masing zona pelayanan dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini.
Buku Putih Sanitasi Kota Bandar Lampung
3-41
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa zone 145 memiliki jumlah pelanggan 35 % dari total pelanggan dan zone 120
yang memiliki jumlah pelanggan yang paling rendah hanya sekitar 1 % dari total pelanggan. Oleh karena itu
zone 145 memiliki kapasitas reservoir lebih besar dari zone layanan yang lain. Namun harus diakui bahwa jam
pelayanan distribusi air bersih di daerah pelayanan belum dilaksanakan selama 24 jam.
3-42
Dari jumlah sambungan 33.872 unit sampai November 2011, maka bila diasumsikan jumlah jiwa per kepala
keluarga (KK) sebanyak 5 orang, maka cakupan pelayanan PDAM adalah sebesar 169.370 jiwa atau sekitar
19% dari total penduduk 903.315 jiwa di Tahun 2011, yang terlayani air bersih PDAM.
3-43
Melihat total kapasitas tampung sebesar 17.100 m3, maka kapasitas tersebut adalah ekivalen dengan 31%
kapsitas produksi jauh lebih besar seperti disyarakan dalam pedoman Dep. PU yaitu antara 15% -20%. Namun
persentase yang demikian besar itu, perlu penyelarasan dan mengatur kembali agar fungsi reservoir yang sudah
tidak berfungsi dapat dimanfaatkan kembali. Data yang ada mengenai kondisi reservoir PDAM Way Rilau, maka
diidentifikasi bahwa terdapat beberapa reservoir yang sudah tidak berfungsi lagi, yaitu:
Reservoir Palapa kapasitas 500 m3 (yang dibangun pada tahun 2000), tidak berfungsi oleh karena
pasokan air dari Reservoir Sumur Putri langsung dipompa kedaerah layanan Way Halim dan Kedaton.
Reservoir Gunung Sulah kapasitas 1500 m3 (yang dibangun tahun 1998), juga tidak berfungsi, karena
masalah poin a) di atas. Jadi aliran air di by-pass ke daerah layanan, tidak di tampung di reservoir lagi.
Reservoir Cimeng kapasitas 2000 m3 (yang di bangun tahun 1995), tidak berfungsi, oleh karena pasokan air
dari MA Way Linti semakin mengecil akibat di tamping oleh masyarakat ke daerah layanan Bukit Kemiling.
Sedangkan MA Egaharap kapasitasnya sudah menurun < 5 liter/det.
3-44
Di Kota Bandar Lampung terdapat 12 unit Rumah Sakit, 27 unit Puskesmas Induk, 51 unit Puskesmas
Pembantu, 22 unit Rumah Bersalin, 83 unit Balai Pengobatan. Dari sejumlah sarana kesehatan tersebut
dipastikan menghasilkan limbah medis yang mengandung bahan kimia maupun limbah infeksius yang
berbahaya bagi lingkungan. Untuk menangani limbah medis, seluruh Rumah Sakit di Kota Bandar Lampung
telah membangun IPAL di lingkungan rumah sakit. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
pencemaran yang disebabkan oleh limbah tersebut.
Kendati telah memiliki IPAL, pada beberapa Rumah Sakit yang telah dilakukan pengawasan oleh BPPLH Kota
Bandar Lampung, yaitu di RS. Abdul Moeloek, RS. Advent, RS. Immanuel, RS. Bumi Waras, dan RS. Urip
Sumoharjo, dari keseluruhan parameter yang diuji tidak ada yang memenuhi seluruh parameter baku mutu
limbah cair yang diisyaratkan. Masih perlu upaya perbaikan sistem pengolahan air limbah terutama perlu
dilakukan proses aerasi.
3-45