Anda di halaman 1dari 12

(Perhimpunan Hipertensi Indonesia)

KOLOM - Edisi Februari 2007 (Vol.6 No.7)


Pendahuluan
Tekanan darah tinggi (hipertensi) bila ditinjau dari prevalensi yang cukup tinggi dan akibat
yang ditimbulkannya merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi sendiri
tidak menunjukkan gejala maka sering baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ
misalnya gangguan fungsi jantung atau gangguan koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan
fungsi kognitif atau stroke. Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja waktu
pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain.
Penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan
perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. Ujung tombak penanggulangan hipertensi
berada ditangan dokter/paramedis, baik yang bekerja di puskesmas, poliklinik, maupun
praktik pribadi. Konsensus ini terutama ditujukan bagi mereka yang melayani masyarakat
umum, karena itu bersifat mendasar dan umum. Data penelitian hipertensi di Indonesia masih
jarang, belum ada penelitian yang berskala nasional dan meliputi jumlah penderita yang
banyak. Oleh karena itu data yang ada kebanyakan diambil dari pedoman negara maju dan
negara tetangga. Pedoman biasanya disepakati oleh para pakar berdasarkan prosedur standar
dan ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan. Organisasi profesi yang
bersangkutan bersama pemangku kepentingan lain perlu bekerjasama untuk mengembangkan
penyusunan pedoman penanggulangan hipertensi ini.
Metode Kerja
InaSH (Indonesian Society of Hypertension) menunjuk tim penyusun yang terdiri dari tiga
orang ditambah tim pakar yang juga berjumlah tiga orang. Tim mengumpulkan data yang
relevan yang kemudian disaring dan ditambah oleh tim pakar. Konsensus yang dicapai
dibicarakan kembali dengan tim pakar dari seluruh Indonesia yang ditunjuk InaSH
berdasarkan usul dari organisasi pendiri InaSH. Setelah itu hasil yang disepakati disampaikan
kepada InaSH untuk diedarkan kepada organisasi profesi dan seminat yang terkait.
Konsensus antar organisasi yang berminat dalam bidang hipertensi ini dilaporkan kepada IDI
dan Depkes. Tim penyusun akan menyampaikannya pada seminar hipertensi InaSH.
UMUM
Tujuan
Penanggulangan hipertensi bertujuan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) dan progresivitas penyakit ginjal.
Definisi
Tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana upaya penurunan tekanan darah akan
memberikan manfaat lebih besar dibandingkan dengan tidak melakukan upaya tersebut.
Di sadari bahwa tekanan darah adalah suatu kontinuum, di mana risiko kardiovaskular
meningkat bila tekanan darah diatas 110/75 mmHg, jadi tidak ada angka yang pasti yang

dapat menggambarkan bertambahnya risiko tersebut. Suatu angka adalah suatu konsensus
atau kesepakatan bersama.
Metode penguluran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat standar
manometer air raksa. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmHg.
Klasifikasi Hipertensi
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah 140/90 mmHg. Tingkatan hipertensi
ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
<120
Prehipertensi
120-139
Hipertensi tingkat 1
140-159
Hipertensi tingkat 2
160
Hipertensi sistolik terisolasi
140

dan
atau
atau

<80
80-89
90-99
atau
dan

100
<90

JNC Vll, 2003


Stratifikasi Risiko Hipertensi (Risiko total/absolut)
Stratifikasi risiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah, adanya faktor
risiko yang lain, adanya kerusakan organ target dan adanya penyakit penyerta tertentu (tabel
2). Oleh karena tuluan utama penanggulangan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler/renal, maka risiko terjadinya gangguan kardivaskuler/renal perlu
distratifikasi lebih lanjut. Telah disepakati secara internasional bahwa risiko kardiovaskular
dihitung secara tradisional berdasarkan studi Framingham (dengan beberapa tambahan faktor
risiko), yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes melitus.
Tambahan faktor risiko yang belum lama di identifikasi yaitu lingkar perut yang dihubungkan
dengan sindrom metabolik dan kadar C-reactive protein (CRP) yang dihubungkan dengan
inflamasi. Disamping itu perlu juga diperhatikan adanya kerusakan organ target dan penyakit
penyerta.
Table 2. Stratifikasi Faktor Risiko dan Rencana Penanggulangan.
Tekanan
(mmHg)

Darah

Risiko Grup A Risiko Grup B (1-2 Risiko Grup C


(tidak ada faktor faktor risiko)
risiko)
( 3 faktor risiko
atau DM atau
KOT/KKT

TD Sistolik 130- Perubahan


139 mmHg/TD Hidup
Diastolik 80-89
mmHg

Pola Perubahan
Hidup

Pola Perubahan Pola


Hidup + Obat

TD Sistolik 140- Perubahan


159 mmHg/TD Hidup + Obat
Diastolik 90-99
mmHg

Pola Perubahan
Hidup + Obat

Pola Perubahan Pola


Hidup + Obat

TD Sistolik 160 Perubahan


mmHg/TD
Hidup + Obat
Diastolik 100
mmHg

Pola Perubahan
Hidup + Obat

Pola Perubahan Pola


Hidup + Obat

*Clinical Practice Guidelines - Hypertension, Singapore, 2005


KOT: Kerusakan Organ Target (Target Organ Damage)
KT: Kondisi Klinik Terkait (Associated Clinical Condition)
Kerusakan Organ Target:
Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH per ECG/ECHO)
Kenaikan kadar kreatinin
Microalbuminuria
Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media, plak sklerotik)
Penyakit penyerta:
Serebrovaskular (stroke iskemik/perdarahan, TM)
Jantung (infark miokard,angina pektoris, gagal jantung, revaskularisasi koroner)
Ginjal (nefropati diabetik, proteinuria, gangguan fungsi ginjal)
Pembuluh darah perifer
Retina /retinopati: (eksudat, perdarahan, edema papil)
Dalam penanggulangan hipertensi perlu dipertimbangkan adanya risiko kardiovaskular,
kerusakan organ target dan penyakit penyerta sebelum bertindak. Penderita dengan faktor
risiko 3 atau lebih atau dengan kerusakan organ target atau diabetes atau penyakit penyerta
tertentu di samping perubahan pola hidup perlu dilakukan penanggulangan dengan obat.

Algoritma Penanggulangan Hipertensi:


Hipertensi Tingkat 1

Tekanan darah 140/90 - 159/99 mmHg


Nilai risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus
Mulai usaha perubahan pola hidup
Koreksi faktor risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus
Tentukan risiko total/absolut
Penanggulangan dengan obat

Hipertensi Tingkat 2
Tekanan darah 160/100 mmHg
Penanggulangan dengan obat
Nilai risiko kardiovaskular
Nilai kerusakan organ target
Nilai penyakit penyerta dan diabetes melitus
Tambahkan usaha perubahan pola hidup
Koreksi risiko kardiovaskular
Tanggulangi penyakit penyerta dan diabetes melitus
Penanggulangan Hipertensi dengan Obat Antihipertensi
Penanggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan pola hidup tekanan
darah belum mencapai target (140/90 mmHg) atau >130/80 mmHg pada diabetes atau
penyakit ginjal kronik. Pemilihan obat berdasarkan ada/tidaknya indikasi khusus. Bila tidak
ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung dari derajat Hipertensi (tingkat 1 atau 2).

Algoritma Penanggulangan Hipertensi*


Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg)
atau (<130/80 mmHg pada pasien DM,
penyakit ginjal kronik, 3 faktor risiko atau
adanya penyakit penyerta tertentu)
Obat antihipertensi inisial

Dengan indikasi khusus

Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk
Hipertensi
Hipertensi Tingkat II
Indikasi khusus tersebut
(Sistolik 14-159 mmHg
Ditambah obat antihipertensi
atau Diastolik
(diuretik, ACEI, BB, CCB)
90-99 mmHg)

Tingkat

(sistolik >160 mmHg


atau diastolik
> 100 mmHg

Diuretik golongan taizid.

Kombinasi dua

obat
Dapat

dipertimbangkan

Biasanya diuretik
pemberian ACEI, BB,

dengan

ACEI
CCB atau kombinasi

atau BB atau CCB


Target tekanan darah
Tidak terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau beri tambahan


Obat antihipertensi lain. Perimbangkan
Untuk konsultasi dengan dokter spesialis

*JNC VII, 2003

Pilihan Obat pada Indikasi Khusus


Indikasi khusus

Diuretik

Blocker ACEI

ARB

Gagal jantung

CCB

Antialdostero
n
+

Pasca
infark
miokard

Penyakit ginjal
kronik

Cegah
stroke
+
berulang

Risiko
PJK

tinggi

Diabetes
melitus

HIPERTENSI PADA KEADAAN KHUSUS


PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA KELAINAN JANTUNG DAN PEMBULUH
DARAH
Penyakit jantung dan pembuluh darah yang disertai hipertensi yang perlu diperhatikan adalah
penyakit jantung iskemik (angina pektoris, infark miokard), gagal jantung dan penyakit
pembuluh darah perifer.
Penyakit Jantung Iskemik
Penyakit jantung iskemik merupakan kerusakan organ target yang paling sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan angina pektoris stabil, obat
pilihan pertama blocker (BB) dan sebagai alternatif calcium channel blocker (CCB). Pada
pasien dengan sindroma koroner akut (angina pektoris tidak stabil atau infark miokard),
pengobatan hipertensi dimulai dengan BB dan Angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACEI) dan kemudian dapat ditambahkan anti hipertensi lain bila diperlukan. Pada pasien
pasca infark rniokard, ACEI, BB dan antagonis aldosteron terbukti sangat menguntungkan
tanpa melupakan penatalaksanean lipid profil yang intensif dan penggunaan aspirin.
Gagal Jantung
Gagal jantung dalam bentuk disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik terutama disebabkan
oleh hipertensi dan penyakit jantung iskemik. Sehingga penatalaksanaan hipertensi dan profil
lipid yang agresif merupakan upaya pencegahan terjadinya gagal jantung. Pada pasien
asimptomatik dengan terbukti disfungsi ventrikel rekomendasinya adalah ACEI dan BB. Pada
pasien simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau penyakit jantung "end stage"

direkomendasikan untuk menggunakan ACEI, BB dan Angiotensin receptor blocker (ARB)


bersama dengan pemberian diuretik "loop"
Pada situasi seperti ini pengontrolan tekanan darah sangat penting untuk mencegah terjadinya
progresivitas menjadi disfungsi ventrikel kiri.
Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Arteri Perifer (PAP)
Rekomendasi
Kelas I
Pemberian antihipertensi pada PAP ekstremitas inferior dengan tujuan untuk mencapai target
tekanan darah <140/90 mmHg (untuk non diabetes) atau target tekanan darah <130/80 mmHg
(untuk diabetes).
BB merupakan agen antihipertensi yang efektif dan tidak merupakan kontraindikasi untuk
pasien hipertensi dengan PAP.
Kelas IIa
Penggunaan ACEI pada pasien simptomatik PAP ekstremitas bawah beralasan untuk
menurunkan kejadian kardiovaskular.
Kelas IIb
Penggunaan ACEI pada pasien asimptomatik PAP ekstremitas bawah dapat dipertimbangkan
untuk menurunkan kejadian kardiovaskular.
Antihipertensi dapat menurunkan perfusi tungkai dan berpotensi mengeksaserbasi simptom
klaudikasio ataupun iskemia tungkai kronis. Kemungkinan tersebut harus diperhatikan saat
memberikan antihipertensi. Namun sebagian besar pasien dapat mentoleransi terapi hipertensi
tanpa memperburuk simptom PAP dan penanggulangan sesuai pedoman diperlukan untuk
tujuan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL
Bila ada gangguan fungsi ginjal, maka haruslah dipastikan dahulu apakah hipertensi
menimbulkan gangguan fungsi ginjal (hipertensi lama, hipertensi primer) ataupun
gangguan /penyakit ginjalnya yang menimbulkan hipertensi.
Masalah ini lebih bersifat diagnostik, karena penanggulangan hipertensi pada umumnya
sama, kecuali pada hipertensi sekunder (renovaskuler, hiperaldosteron primer) dimana
penanggulangan hipertensi banyak dipengaruhi etiologi penyakit.
1. Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal:
- Pada keadaan ini penting diketahui derajet gangguan fungsi ginjal (CCT,
kreatinin) dan derajat proteinuri.
- Pada CCT< 25 ml/men diuretik golongan thiazid (kecuali metolazon)
tidak efektif.
- Pemakaian golongan ACEI/ARB perlu memperhatikan penurunan fungsi
ginjal dan kadar kalium.
- Pemakaian golongan BB dan CCB relatif aman.

2. Hipertensi akibat gangguan ginjal/adrenal:


- Pada gagal ginjal terjadi penumpukan garam yang membutuhkan
penurunan asupan garam/ diuretik golongan furosemid/dialisis.
- Penyakit ginjal renovaskuler baik stenosis arteri renalis maupun
aterosklerosis renal dapat ditanggulangi secara intervensi
(stenting/operasi) ataupun medikal (pemakaian ACEI dan ARB tidak
dianjurkan bila diperlukan terapi obat).
- Aldosteronisme primer (baik karena adenoma maupun hiperplasia
kelenjar adrenal) dapat ditanggulangi secara medikal (dengan obat
antialdosteron) ataupun intervensi.
Di samping hipertensi, derajat proteinuri ikut menentukan progresi gangguan fungsi ginjal,
sehingga proteinuri perlu ditanggulangi secara maksimal dengan pemberian ACEI/ARB dan
CCB golongan non dihidropiridin.
Pedoman Pengobatan Hipertensi dengan Gangguan Fungsi Ginjal
l. Tekanan darah diturunkan sampai <130/80 mmHg (untuk mencegah progresi
gangguan fungsi ginjal).
2. Bila ada proteinuria dipakai ACEI/ARB (sepanjang tak ada kontraindikasi).
3. Bila proteinuria >lg/24 jam tekanan darah diusahakan lebih rendah (125/75 mmHg).
4. Perlu perhatian untuk perubahan fungsi ginjel pada pemakaian ACEI/ARB (kreatinin
tidak boleh naik >20%) dan kadar kalium (hiperkalemia).
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA USIA LANJUT
Hipertensi pada usia lanjut mempunyai prevalensi yang tinggi, pada usia di atas 65 tahun
didapatkan antara 60-80%. Selain itu prevalensi gagal jantung dan stroke juga tinggi,
keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, penanggulangan hipertensi amat
penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada usia lanjut.
Sekitar 60% hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi (Isolated systolic
hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan
darah diastolik. Selisih dari tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik yang disebut
sebagai tekanan nadi (pulse pressure), terbukti sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas
yang buruk. Peningkatan tekanan darah sistolik disebabkan terutama oleh kekakuan arteri
atau berkurangnya elastisitas aorta.
Penanggulangan hipertensi pada usia lanjut amat bermanfaat dan telah terbukti dapat
mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskular. Pengobatan dimulai bila:
- TD sistolik 160 mmHg bila kondisi dan harapan hidup baik
- TD sistolik 140 bila disertai DM atau merokok atau disertai faktor risiko lainnya
Oleh karena pasien usia lanjut sudah mengalami penurunan fungsi organ, kekakuan arteri,
penurunan fungsi baroreseptor dan respon simpatik, serta autoregulasi serebral, pengobatan
harus secara bertahap dan hati-hati (start low, go slow) hindarkan pemakaian obat yang dapat
menimbulkan hipotensi ortostatik.

Seperti halnya pada usia muda, penanggulangan hipertensi pada usia lanjut dimulai dengan
perubahan gaya hidup. Diet rendah garam, termasuk menghindari makanan yang diawetkan
dan penurunan berat pada obesitas, terbukti dapat mengendalikan tekanan darah. Pemberian
obat dilakukan apabila penurunan tidak mencapai target. Kejadian komplikasi hipotensi
ortostatik sering teriadi, sehingga diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mengenai
kemungkinan adanya hal ini sebelum pemberian obat.
Obat yang dipakai pada usia lanjut sama seperti yang dipergunakan pada usia yang lebih
muda. Untuk menghindari komplikasi pengobatan, maka dosis awal dianjurkan separuh dosis
biasa, kemudian dapat dinaikkan secara bertahap, sesuai dengan respon pengobatan dengan
mempertimbangkan kemungkinan efek samping obat. Obat-obat yang biasa dipakai meliputi
diuretik (HCT) 12,5 mg, terbukti mencegah komplikasi teriadinya penyakit jantung kongestif.
Keuntungannya murah dan dapat mencegah kehilangan kalsium tulang. Obat lain seperti
golongan ACEI, CCB kerja panjang dan obat-obat lainnya dapat digunakan. Kombinasi 2
atau lebih obat dianjurkan untuk memperoleh efek pengobatan yang optimal.
Target pengobatan harus mempertimbangkan efek samping, terutama kejadian hipotensi
ortostatik. Umumnya tekanan darah sistolik diturunkan sampai <140 mmHg. Target untuk
tekanan darah diastolik sekitar 85-90 mmHg. Pada hipertensi sistolik penurunan sampai
tekanan darah diastolik 65 mmHg atau kurang dapat mengakibatkan peningkatan kejadian
stroke. Oleh karena itu sebaiknya penurunan tekanan darah tidak sampai 65 mmHg.
PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA GANGGUAN NEUROLOGIK
Oleh karena hipertensi merupakan faktor risiko utama maka penderita hipertensi dapat
dianggap sebagai "Stroke prone patient". Pengendalian hipertensi sebagai faktor risiko akan
menurunkan kejadian stroke sebanyak 32%. Pengendalian stroke dengan faktor risiko
hipertensi mempunyei penatalaksanaan yang spesifik.
Penanggulangan hipertensi tanpa defisit neurologi
Dapat dilakukan sesuai dengan konsensus InaSH. Dilakukan deteksi gangguan organ-organ
otak melalui berbagai kegiatan:
- Perlu perhatian khusus bila penderita hipertensi disertai dengan kesemutan di
muka, sekeliling bibir, ujung-ujung jari dan vertigo, ada kecenderungan
insufisiensi basiler.
- Selain itu keluhan lain, seperti gangguan berbahasa, gangguan daya ingat dan
artikulasi perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
Penanggulangan hipertensi dengan tanda-tanda defisit neurologi akut
Penatalaksanaan hipertensi yang tepat pada stroke akut sangat mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas stroke
1.Stroke iskemik akut
Tidak direkomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali
terdapat hipertensi berat dan menetap yaitu >220 mmHg atau diastolik >120
mmHg dengan tanda-tanda ensefalopati atau disertai kerusakan target organ
lain.
Obat-obat anti hipertensi yang sudah dikonsumsi sebelum serangan stroke
diteruskan pada fase awal stroke pemberian obat anti hipertensi yang baru

ditunda sampai dengan 7-10 hari pasca awal serangan stroke.


Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20-25% dari tekanan darah
arterial rerata (MAP).
Jika tekanan darah sistolik 180-220 mmHg dan/ tekanan darah diastolik 105-120
mmHg, terapi darurat harus ditunda, kecuali terdapat bukti perdarahan intra
serebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah
itu menetap pada 2 kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
Candesartan Cilexetil 4-16 mg oral selang 12 jam. Jika monoterapi oral tidak
berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan obat
intravena yang tersedia.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20-25% dari
tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per
kasus.
2. Stroke hemoragik akut
Batas penurunan tekanan darah maksimal 20-25% dari tekanan darah semula.
Pada penderita dengan riwayat hipertensi sasaran tekanan darah sistolik 160
mmHg dan diastolik 90 mmHg.
Bila tekanan darah sistolik >230 mmHg atau tekanan darah diastolik >140
mmHg: berikan nicardipin/ diltiazem/nimodipin drip dan dititrasi dosisnya
sampai dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg (dosis dan cara pemberian lihat tabel jenis-jenis obat untuk terapi
emergensi).
Peningkatan tekanan darah bisa disebabkan stres akibat stroke (efek cushing),
akibat kandung kencing yang penuh, respon fisiologis atau peningkatan tekanan
intrakranial dan harus dipastikan penyebabnya.

PENANGGULANGAN HIPERTENSI PADA DIABETES


Indikasi pengobatan:
Bila tekanan darah sistolik 130 mmHg dan / atau tekanan diastolik 80 mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
- Tekanan darah <130/80 mmHg.
- Bila disertai proteinuria 19/24 jam: 125/75 mmHg.
Pengelolaan:
- Non-farmakologis:
Perubahan gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi
garam.
- Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti hipertensi:
Pengaruh terhadap profil lipid

Pengaruh terhadap metabolisme glukosa


Pengaruh terhadap resistensi insulin
Pengaruh terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
ACEI
ARB
Beta blocker
Diuretik dosis rendah
Alfa blocker
CCB golongan non-dihidropiridin
Pada diabetisi dengan tekanan darah sistolik antara130-139 mmHg atau tekanan darah
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan.
Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis.
Diabetisi dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90
mmHg, disamping perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis secara
langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi.
Catatan:
- ACEI, ARB dan CCB golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria.
- ACEI dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis
secara bertahap.
- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.
Penanggulangan Hipertensi pada Kehamilan
Tekanan darah >160/100 mmHg harus diturunkan untuk melindungi ibu terhadap risiko
stroke atau untuk memungkinkan perpanjangan masa kehamilan, sehingga memperbaiki
kematangan fetus. Obat yang dapat diberikan ialah Methyl Dopa dan Nifedipin.
Obat-obat yang tidak boleh diberikan saet kehamilan adalah ACEI (berkaitan dengan
kemungkinan kelainan perkembangan fetus) dan ARB yang kemungkinan mempunyai efek
sama seperti penyekat ACEI. Diuretik juga tidak digunakan mengingat efek pengurangan
volume plasma yang dapat mengganggu kesehatan janin. Terapi definitif ialah menghentikan
kehamilan atas indikasi preeklampsia berat setelah usia kehamilan > 35 minggu.
Penutup
Konsensus penanggulangan hipertensi ini adalah suatu kesepakatan yang bersifat sederhana
dan ditujukan untuk dokter umum agar dapat menanggulangi hipertensi secara praktis.

Algoritma pengobatan dibuat agar mudah diimplementasikan, disertai pilihan obat yang
tersedia di Indonesia.
Konsensus ini baru berupa usaha awal dari InaSH dan akan dievaluasi ulang secara berkala
sesuai dengan masukan dari penggunanya.
b
ACEI = Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
ARB = Angiotensin Receptor Blocker
BB
= Blocker
CCB = Calcium Channel Blocker
CCT = Creatinine Clearance Test
DASH = Diatary Approaches to Stop Hypertension
EKG = Elektrokardiografi
KKT = Kondisi Klinik Terkait
KOT = Kerusakan Organ Target
MAP = Mean Arterial Blood Pressure
PAP = Penyakit Arteri Periver
PJK = Penyakit Jantung Koroner
PKV = Penyakit Kardivaskular
Daftar Kontributor
Dr. Adre Mayza, SpS
Dr. Aida Lydia, SpPD-KGH
Dr. Ardian Jahja Saputra, SpJP
Dr. Arieska Ann Soenarta, SpJP (K)
Prof. Dr. Asikin Hanafiah, SpJP (K)
Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH
Prof. Dr. Gulardi Hanifa, SpOG (K)
Prof. Dr. Harmani Kalim, SpJP (K)
Prof. Dr. Jose Roesma PhD, SpPD-KGH
Dr. Santoso Karo Karo, SpJP (K)
Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, KEMD a/n PERKENI
DR. Dr. Suhardjono, SpPD-KGH, KGer
Prof. Wiguno Prodjosudjadi PhD, SpPD-KGH
Prof. Dr. Yusuf Misbach, SpS (K)
*Konsensus ini sudah diluncurkan dalam Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan
Hipertensi Indonesia, 13-14 Januari 2007 di Jakarta

Anda mungkin juga menyukai