Program PKPR
Program PKPR
Materi inti 1.
PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI PUSKESMAS
Deskripsi Singkat
Beberapa model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan dan selera remaja
telah diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja atau disingkat
PKPR. Pelayanan meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Sesuai
permasalahannya, aspek yang perlu ditangani lebih intensif adalah aspek promotif dan
preventif, tetap dengan cara peduli remaja . Berbagai aspek dan komponen penting yang
perlu diperhatikan dalam pengembangannya dibahas dalam modul ini.
Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menerapkan pedoman Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja di puskesmas
Tujuan pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu:
1) Menjelaskan Gambaran Umum, Permasalahan serta Situasi Pelayanan Kesehatan Remaja
di Indonesia.
2) Mempraktikkan Pedoman PKPR di puskesmas
a. Menjelaskan pengertian PKPR
b. Menjelaskan tujuan PKPR di puskesmas
c. Menjelaskan ciri khas atau karakteristik PKPR.
d. Menjelaskan strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di puskesmas.
e. Mempraktikkan langkah-langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di puskesmas.
f. Mempraktikkan alur dan langkah Pelaksanaan PKPR pada Klien.
g. Menjelaskan jenis kegiatan dalam PKPR.
h. Melaksanakan monitoring dan evaluasi PKPR
i. Membuat pencatatan dan pelaporan
POKOK BAHASAN
1) Gambaran umum, permasalahan serta situasi pelayanan kesehatan remaja di Indonesia
2) Pedoman PKPR di puskesmas dengan sub pokok bahasan:
a. Pengertian PKPR
b. Tujuan PKPR di puskesmas
c. Ciri khas atau karakteristik PKPR.
d. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di puskesmas
e. Langkah-langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas.
f. Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien.
g. Jenis kegiatan dalam PKPR
h. monitoring dan evaluasi PKPR
i. Pencatatan dan pelaporan
PROSES PEMBELAJARAN
1) Penjajagan terhadap pengetahuan peserta mengenai masalah kesehatan remaja dan
pemahaman peserta tentang PKPR secara utuh menggunakan pendekatan VIPP
(Visualization in Participatory Program).
2) Berdasarkan hasil penjajagan dijelaskan secara sistematis apa yang tercakup dalam pokok
bahasan, dengan menggunakan materi presentasi.
URAIAN MATERI
BAB I. GAMBARAN DAN SITUASI
A. Gambaran umum dan permasalahan.
Kelompok remaja, yaitu penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, di Indonesia memiliki
proporsi kurang lebih 1/5 dari jumlah seluruh penduduk. Ini sesuai dengan proporsi remaja di
dunia dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5 dari jumlah penduduk
dunia (WHO, 2003).
Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik,
psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan
remaja dimanapun ia menetap, mempunyai sifat khas yang sama yaitu mempunyai rasa
keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani
menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat
tersebut dihadapkan pada ketersediaan
sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi
keingintahuan tersebut. Keadaan ini sering kali mendatangkan konflik batin dalam diriya.
Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke
dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat lanjutnya dalam bentuk
berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial, yang bahkan mungkin harus ditanggung
seumur hidupnya.
Pada awal dekade yang lalu penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Psikotropik dan Zat adiktif
lainnya) pada remaja belum semarak seperti saat ini dan infeksi HIV/AIDS masih amat langka.
Perilaku seksual berisiko di kalangan remaja belum terungkap dalam angka yang
menghawatirkan. Kesehatan remaja pada masa itu belum menjadi prioritas. Keadaan tersebut
berangsur berubah, terjadi kecenderungan peningkatan perilaku tidak sehat pada remaja.
Berdasarkan survei yang dilakukan Depkes di Jawa Barat pada tahun 1996 terungkap bahwa
sekitar 7,5% remaja perempuan di kota dan 1,3 % di desa telah merokok sementara di Bali
berturut-turut 1,5% dan 0,6% (Kristanti &Depkes,1996). Survei lain pada 8084 remaja laki-laki
dan perempuan 15-24 tahun di 20 kabupaten dan empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur dan Lampung) menemukan bahwa 8% remaja perempuan dan 81,9% remaja lakilaki telah merokok, 1% remaja perempuan dan 2,7% remaja laki-laki pernah minum alkohol,
serta sebesar 0,6% remaja perempuan dan 10,7 % remaja laki-laki pernah menggunakan obat
terlarang (LDUI & BKKBN, 1999).
Data tentang perilaku hubungan seks pranikah pada pelajar terutama di kota besar beberapa
tahun terakhir ini cukup signifikan. Survei kecil yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu di Plaza dan
Mall Jakarta menemukan bahwa 42% dari 117 remaja 13-20 tahun pernah berhubungan seks
dan lebih dari separuh diantaranya masih aktif berhubungan seks dalam 1-3 bulan terakhir
(Conrad,2000). Sebuah survei terhadap pelajar SMA di Manado mendapatkan persentase 20%
pada remaja laki-laki melakukan seks pranikah dan 6% pada pada remaja perempuan (Utomo
dkk, 1998).
Tingginya infeksi HIV/AIDS di kalangan remaja dapat dilihat pada angka kejadian HIV/AIDS
sampai dengan bulan September 2004 dilaporkan sebanyak 5701 kasus dimana persentase
tertinggi kasus AIDS 51, 7 % diderita oleh sekelompok umur 20-29 tahun (laporan triwulan
Subdit. AIDS dan PMS Depkes, Oktober 2004). Selain itu beberapa rumah sakit di Jakarta,
misalnya RSKO mencatat tentang tingginya komplikasi berupa HIV AIDS selain Hepatitis B dan
C akibat penggunaan jarum suntik yang bergantian/tidak steril pada pencandu NAPZA di
kalangan remaja.
Sementara itu dari hasil beberapa survei dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Salah satu contoh: 46,2% remaja masih
menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan
seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan
dengan remaja putri (42,3%) (LDUI & BKKBN,1999) Dari survei yang sama juga terungkap
bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular Infeksi Menular
Seksual (IMS) bila memiliki pasangan lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan
berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial.
Tingginya perilaku berisiko pada remaja yang ditunjukkan dalam data-data diatas merupakan
resultante dari sifat khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang
dianut serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang kondusif.
Faktor lingkungan yang menyebabkan perilaku berisiko pada remaja adalah kondisi lingkungan
yang permisif terhadap perilaku berisiko (ketersediaan fasilitas/sarana yang mendukung
perilaku berisiko, ketiadaan penegakan hukum terkait kesehatan) atau bahkan mendorong
perilaku berisiko (melalui informasi yang salah, iklan).
Secara rinci, terjadinya faktor lingkungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Informasi yang merugikan mudah diakses.
Hal ini terjadi seiring dengan pesatnya arus informasi melalui berbagai media cetak dan
elektronik. Meskipun banyak informasi bersifat positif, namun sering kali pula informasi yang
diberikan tidak dapat dipertanggungjawabkan misalnya karena tidak tepat, kurang lengkap,
tidak benar dan bahkan menjerumuskan.
2. Substansi merugikan mudah didapat.
Contoh substansi tersebut adalah NAPZA. Lemahnya penegakan hukum terhadap
pengedar NAPZA, pengedar buku dan audio visual porno, mengakibatkan mudahnya
remaja terpapar bahan-bahan yang merugikan tersebut.
3. Turunnya nilai-nilai sosial dalam masyarakat.
Globalisasi, menyebabkan budaya barat yang cenderung bebas, misalnya kebebasan
dalam pergaulan laki-perempuan ditiru oleh sebagian remaja, sementara perlindungan
terhadap akibat dari pergaulan bebas tersebut, tidak mudah didapatkan. Hal ini diperburuk
dengan lemahnya pengawasan orang tua.
4. Kemiskinan.
Kemiskinan dalam keluarga menyebabkan remaja tidak dapat melanjutkan sekolah dan
terpaksa harus bekerja dalam suasana penuh persaingan hingga mudah terpapar berbagai
tindak kekerasan, dan terjun ke dalam perilaku berisiko.
Perilaku berisiko yang mereka lakukan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tak
diinginkan, terinfeksinya penyakit menular seksual, terpaparnya tindak kekerasan, serta
timbulnya komplikasi akibat penyalahgunaan NAPZA.
Semua keadaan yang disebutkan di atas menunjukkan besarnya masalah kesehatan pada
remaja saat ini, dan mengisyaratkan perlunya penanganan dengan segera secara lebih
bersungguh-sungguh.
B. Situasi pelayanan kesehatan remaja di Indonesia
Program Kesehatan Remaja sudah mulai diperkenalkan di puskesmas sejak awal dekade yang
lalu. Selama lebih sepuluh tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian
informasi, berupa ceramah, tanya jawab dengan remaja tentang masalah kesehatan melalui
wadah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Karang Taruna, atau organisasi pemuda lainnya dan
kader remaja lainnya yang dibentuk oleh Puskesmas. Staf puskesmas berperan sebagai
fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan khusus kepada remaja melalui perlakuan
khusus yang disesuaikan dengan keinginan, selera dan kebutuhan remaja belum dilaksanakan.
Dengan demikian, remaja, bila menjadi salah satu pengunjung puskesmas masih diperlakukan
selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau penyakitnya.
Melihat kebutuhan remaja dan memperhitungkan tugas puskesmas sebagai barisan terdepan
pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat, seharusnya Puskesmas memberikan
pelayanan yang layak kepada remaja sebagai salah satu kelompok masyarakat yang
dilayaninya. Pelayanan kesehatan remaja di puskesmas
amat strategis dan dapat
dilaksanakan dengan efektif dan efisien mengingat ketersediaan tenaga kesehatan dan
kesanggupan jangkauan Puskesmas ke segenap penjuru Indonesia seperti halnya keberadaan
remaja sendiri, dari daerah perkotaan hingga terpencil perdesaan.
BAB II PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)
A. Pengertian PKPR
Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan,
menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka
akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang
mengakses semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien.
B. Tujuan PKPR di Puskesmas
Tujuan Umum:
Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.
Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.
2. Meningkatkan pemanfaatan Puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah
kesehatan khusus pada remaja.
4. Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pelayanan kesehatan remaja.
C. Ciri khas atau karakteristik PKPR
Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent
Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapat
diterima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:
6. Partisipasi/keterlibatan remaja.
Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan
pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebar
luaskan keberadaannya.
Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan
pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti bahasa
mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai contoh ide
tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera remaja, ide
tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja, atau
cara rujukan praktis yang dikehendaki.
7. Keterlibatan masyarakat.
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya.
Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.
8. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan pelayanan
sebaya.
Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan sebaya adalah
KIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih menjadi
pendidik sebaya (peer educator). atau konselor sebaya (peer counselor)
9. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.
Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.
Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya.
Harus dijamin kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya
keberadaan PKPR di puskesmas pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan
rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang kuat dengan pemberi layanan
kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik.
Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting.
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui berbagai
bentuk komunikasi persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah pernyataan,
kebijakan dari penguasa (praktek yang diberlakukan akibat dorongan/kesan yang
ditimbulkan penguasa) dengan tujuan mengarahkan dan mengendalikan institusi,
masyarakat, atau individu.
Dengan advokasi ini diharapkan akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di
wilayah kerja untuk mendapatkan dukungan semua pihak hingga dapat mempercepat
keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR.
Contoh praktis bentuk dukungan dimaksud misalnya:
a. Dukungan dari pemerintah daerah
setempat dan pengadaan dana untuk
pelaksanaan PKPR (antara lain pengadakan poster, pengadaan ruang konseling,
biaya rujukan, kegiatan di rumah singgah dan lain-lain)
b. Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan misalnya untuk:
Biaya rujukan
Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis
medis termasuk laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan
untuk memperluas jenis kegiatannya baik di dalam atau di luar gedung serta
menentukan sasaran berdasarkan kondisi dan situasi wilayah serta kebutuhan
remaja setempat. Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan akses di kemudian hari.
Beberapa contoh perluasan kegiatan, adalah:
Penyediaan pelayanan hot-line di Puskesmas.
Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana
promosi PKPR. Penyebaran informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut
dilakukan melalui media cetak dan elektronik atau juga dilakukan oleh klien yang
puas atas layanan hot-line tersebut.
f.
4. Sosialisasi eksternal.
Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik
dalam forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak
ataupun elektronik dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula
dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja:
karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster,
selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan
masalah remaja.
5. Pelaksanaan PKPR.
Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini
penting segera
dilaksanakan, meskipun pemenuhan sarana dan prasarana
belum sempurna.
Penyempurnaan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di
dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan dengan tidak melupakan pelayanan medis
dan konseling
Anamnesa
Identitas
Apa yang sudah diketahui:
Tentang KRR
Perubahan fisik dan psikis
Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya
Tentang perilaku hidup sehat pada remaja
o Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)
o Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, Seks bebas)
o Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan
Tentang persiapan berkeluarga
o Kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS
Masalah yang dihadapi antara lain
o Fisik, Psikis
o Kekerasan,
o Pergaulan antara laki-laki dan perempuan,
Pemeriksaan Fisik
o Tanda-tanda anemi, KEK
o Tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan/KtP
Pelayanan Konseling
Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam
memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku,
gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar penanganan masingmasing kasus.
Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya,
menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Esensial (PKRE) yang terdiri dari komponen KB, KIA, Pencegahan dan Penanggulangan
Infeksi Menular Seksual serta Kesehatan Reproduksi Remaja, tetap terpelihara.
Hamil dgn
IMS.
sembuh
cacat
mati infertil
Konseling
Penanganan
klinis
Tidak hamil
tidak IMS.
Konseling
KIE Seks
aman
Tak hamil
dengan IMS.
Konseling
Terapi
KIE Seks
aman
Kehamilan diteruskan
Konseling
KIE Seks aman
Pre-natal Care
Bila perlu rujuk(SOP)
Pertolongan persalinan
Bila perlu rujuk (SOP)
Kemungkinan terjadi
atau akibat lanjutan
Penanganan
Ibu:
Selamat/meninggal
Persalinan macet
Eklamsi
Perdarahan
Bayi:
Selamat
BBLR
Prematur
Cacat
d. Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan
bahasa sasaran (remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk
remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.
2. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang berkunjung ke Puskesmas
adalah:
a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada
prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
b. Petugas dari BP umum, BP Gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang
datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi
menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke
ruang konseling bila diperlukan.
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang
seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus
menjaga kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi kriteria peduli remaja.
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan
kasus per kasus.
3. Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga
tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan
dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat
mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan
lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek
dari kehidupannya.
Tujuan konseling dalam PKPR adalah:
a. Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat
mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk
mengatasi masalah tersebut.
b. Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya
secara berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam:
Mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain.
Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada
dirinya.
Mempunyai motivasi untuk mancari bantuan bila menghadapi masalah.
Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah
pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR. VCT
(Voluntary Counseling and Testing for HIV/AIDS) adalah konseling khusus diikuti oleh
pemeriksaan laboratoriun untuk HIV/AIDS atas dasar sukarela. VCT memerlukan
keterampilan dan sarana khusus, dan hanya dilakukan oleh petugas terlatih khusus
untuk penanggulangan HIV/AIDS.
4.
kehidupan se-hari-hari secara efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam
promosi kesehatan dalam lingkup yang luas yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial.
Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial ini dapat memberi
kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi
masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan
tekanan dalam hidup dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan
dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana saja,
di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
a. Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam
menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak
jarang mengakibatkan masa depan menjadi suram.
b. Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan
pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik.
c. Berpikir kreatif
Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif
terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan
mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski
tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi
dalam keseharian hidup secara fleksibel.
d. Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara
objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang
mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan teman sebaya, dan
media.
e. Komunikasi efektif
Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun nonverbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan,
pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja
untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.
f.
Hubungan interpersonal.
Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat
meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk
kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota
keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar
terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.
g. Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan,
pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan
mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang
harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi
yang efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan empati
terhadap orang lain.
h. Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja
mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja
untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan
juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita.
i.
Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana
emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan
merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan
karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila
tidak disikapi secara benar.
j.
Mengatasi stres
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh
membantu mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya
membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle). Disini
diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stres
yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius.
PKHS dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll.
Contoh aplikasi keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak
ajakan atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak
ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk
menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,
berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan
mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,
sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Pelaksanaan PKHS
di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga
dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan
promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber
penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya
berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat
dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut.
Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan terhadap
standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana, berlanjut
dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani baik
di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS
dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk melihat sejauh mana lingkup
kegiatan dilaksanakan.
Berikut standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan
akses PKPR :
Kualitas:
Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan
standar.
Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan
kenyamanan klien.
Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.
Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.
Akses:
Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah
kunjungan klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.
Frekuensi petugas Puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator
kegiatan remaja.
Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas.
Jumlah rujukan masuk dari masyarakat.
Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output),
penentuan indikator (termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan supervisi
checklist (daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten,
beserta dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat
masing-masing .
Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali
unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan akses dan kualitas PKPR. Wawancara
pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas
dilakukan oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang
pelayanan yang didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui
kotak saran yang disediakan, karena diberikan secara anonimus.
Dalam monitoring PKPR, pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur),
proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).
Input:
Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan
tersedia untuk melakukan PKPR
Proses
I.
Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang
dikumpulkan meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa,
siapa sasarannya, kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan
Output
Merupakan hasil kegiatan
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Yeo, Konseling, suatu pendekatan pemecahan masalah, 1995
Depkes RI dan Kesejahteraan Sosial, Direktorat Promosi kesehatan, Konseling Kesehatan
dalam pemberdayaan Keluarga, Panduan Pelatihan Konseling bagi petugas
Kabupaten/Kota, 2001
Depkes RI, Direktorat Kesga, Materi Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja, 2003
Materi inti 2.
JEJARING KERJA SAMA DALAM
PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)
Deskripsi Singkat
Program kesehatan yang dilaksanakan oleh sektor kesehatan seharusnya berkaitan dan
memiliki sinergi dengan kegiatan lain terkait yang dikembangkan oleh sektor lain di luar sektor
kesehatan. Dalam pembinaan kesehatan remaja, diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan oleh
masing-masing sektor yang terkait dengan komponen remaja berjalan sendiri-sendiri dan tidak
terkait satu dengan lainnya. Berdasar pengalaman beberapa daerah yang telah menerapkan
PKPR dengan baik, keberhasilan ini didukung adanya jejaring kerja sama antar lintas sektor,
LSM dan media massa.
Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu menerapkan jejaring kerja sama antar lintas
sektor, LSM dan media massa
Tujuan pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, peserta mampu:
1) Menjelaskan peran lintas sektor termasuk LSM, serta jejaring antara institusi kesehatan dan
non kesehatan dalam PKPR.
2) Menjelaskan pengertian dan manfaat jejaring.
3) Menjelaskan karakteristik jejaring dan mekanisme kerjanya.
4) Menjelaskan fungsi Prime Mover.
5) Menjelaskan dan melaksanakan cara membentuk dan memfungsikan jejaring.
POKOK BAHASAN :
1) Peran lintas sektor termasuk LSM, serta jejaring antara institusi kesehatan dan non
kesehatan dalam PKPR.
2) Pengertian dan manfaat jejaring.
3) Karakteristik jejaring dan mekanisme pengembangan kemitraan.
4) Fungsi Prime Mover
5) Proses pembentukan kemitraan dan memfungsikan jejaring.
PROSES PEMBELAJARAN
1) Review tentang jejaring kerja sama antar lintas sektor, LSM dan media massa
menggunakan metode curah pendapat dengan pendekatan VIPP (Visualization in
Participatory Program).
2) Klarifikasi sesuai pokok bahasan menggunakan materi presentasi.
3) Tanya jawab tentang materi yang disampaikan.
4) Umpan balik dan apresiasi.
URAIAN MATERI
c. Manfaat lebih besar yang akan diperoleh, termasuk efek ganda yang bisa ditimbulkan dari
suatu mergerisasi atau kolaborasi
d. Kesadaran terhadap berbagai sektor atau bidang kehidupan yang membutuhkan upaya
percepatan dalam pencapaian tujuan.
Kemitraan merupakan salah satu bentuk dari kerjasama. Sedangkan kerjasama merupakan
satu dari empat bentuk interaksi utama antar manusia.
Keempat interaksi utama antar manusia adalah :
a. Kerjasama (cooperation).
Kerjasama muncul ketika individu menyadari adanya
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingankepentingan tersebut melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang
berguna. Kerjasama muncul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya.
b. Persaingan (competition). Suatu proses dimana orang perorangan atau kelompokkalompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan
yang pada masa tertentu menjadi pusat perhatian public.
c. Konflik (conflict) merupakan pertentangan dan pertikaian yang diawali karena adanya
perbedaan yang tajam mengenai berbagai hal, seperti pendapat, kepentingan, serta terjadi
pemaksaan terhadap perbedaan yang tajam tersebut. Konflik terjadi karena perebutan
sumberdaya materi dan non materi yang terbatas.
d. Akomodasi (accomodation), merupakan proses-proses untuk menurunkan ketegangan,
pertentangan atau pertikaian yang terjadi untuk memperoleh titik temu.
Kemitraan dalam kesehatan remaja sebagai bentuk kerjasama antar mitra bersifat dinamis, dan
tidak terbebas dari kompetisi dan potensi konflik di dalamnya. Oleh karena itu, barbagai bentuk
akomodasi berikut ini dapat dilakukan untuk mempertahankan keberhasilan dan
keberlangsungan kemitraan dalam kesehatan remaja.
e. Koersif, merupakan suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh adanya
paksaan. Koersi merupakan bentuk akomodasi dimana salah satu pihak berada pada
posisi lemah sekali dibanding pihak lainnya.
f. Kompromi, adalah bentuk akomodasi dimana masing-masing pihak mengurangi tuntutannya
agar tercapai suatu penyelesaian terhadap penyelisihan yang ada.
g. Arbitrasi, merupakan cara untuk mencapai kompromi apabila masing-masing pihak yang
berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri. Perselisihan diselesaikan oleh
pihak ketiga.
h. Mediasi hampir menyerupai artibrasi. Pada mediasi pihak ketiga yang netral diundang
untuk menyelesaikan perselisihan. Namun pada mediasi, pihak ketiga hanya bertindak
sebagai penasehat dan tidak sebagai pengambil keputusan.
i. Konsiliasi adalah usaha untuk memkpertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih bagi
tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsiliasi sifatnya lebih lunak dari koersi, dan
membuka peluang bagi fihak yang berselisih untuk mengadakan asimilasi.
j. Toleransi merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil, kadangkadang muncul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan.
Prinsip Dasar Kemitraan
Ada tiga (3) prinsip dasr yang dibahas yaitu kesetaraan, keterbukaan dan manfaat. Masingmasing dibahas tersendiri (Blau dan Turner, 1978, 249 dalam Ndraha, Taliziduhu, 1990; SekJen
DepKes, 2003).
1. Prinsip kesetaraan. Prinsip utama kemitraan adalah kesetaraan antara mitar yang
berencana mengikat diri dan komitmen untuk membentuk suatu kemitraan. Kesetaraan
yang dimaksud adalah kesamaan antar mitra dalam hal kesempatan yang sama untuk
menyumbangkan ide dan pikiran, untuk melaksanakan kegiatan dan karya sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Kesetaraan hendaknya tidak diukur dari status perorangan,
melainkan kesetaraan mitra dengan sumberdaya yang dimilki, sumberdaya yang bias
disumbangkan, serta kesetaraan untuk memikul tanggung jawab berpartisipasi dalam
program kesehatan remaja.
2. Prinsip keterbukaan. Keterbukaan informasi dari segala hal yang berkaitan dengan
programserta kegiatan kesehatan remaja merupakan landasan yang menentukan
keberhasilan dan keberlangsungan kemitraan. Keterbukaan bermuara pada kejujuran.
Azas ini akan efektif manakala diiringi suatu sikap dewasa, terhadap konsekuensi yang
diakibatkan dari keterbukaan dan kejujuran.
3. Prinsip manfaat. Manfaat atau keuntungan yang akan diperoleh merupakan landasan
motifasi mitra untuk menjalin kemitraan. Manfaat atau keuntungan tidak selalu dalam
bentuk materi dan uang, namun juga yang bersifat non materi seperti penghargaan, rasa
senang dan bahagia karena bisa berkarya, kenaikan status social dan prestise di
masyarakat, dan manfaat-manfaat lainnya. Tingkat keterlibatan dan kemitraan pararel
seiring manfaat yang diharapkan atau dirasakan dari kemitraan tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip pertukaran dasar (basic exchange principles) dari teori pertukaran
(exchange theory) yang menyatakan bahwa semakin banyak manfaat yang diduga akan
diperoleh suatu pihak dari pihak lain melalui kegiatan tertentu, semakin kuat pihak itu akan
terlibat dalam kegiatan itu.
Proses Pembentukan Kemitraan
Pembentukan kemitraan secara umum melalui 6 langkah (Sekjen Depkes, 2003) berikut :
1. Penjajakan dan kesepakatan awal
Penjajakan kemitraan dimulai dari identifikasi sumberdaya yang dimiliki dan bisa
disumbangkan dari pihak-pihak yang berniat bermitra. Hasil dari identifikasi tersebut diikuti
oleh kesepakatan kemitraan.
2. Penyamaan persepsi. Suatu kemitraan hendaknya memiliki visi dan misi yang jelas, pada
tingkat manapun kedalaman, keluasan dan jangka waktu pencapaian visi dan misi yang
hendak dicapai.
3. Pengaturan peran dan tanggungjawab. Sesederhana apapun suatu bentuk kemitraan
hendaknya diikuti dengan pengaturan peran dan tanggungjawab yang jelas. Hal tersebut
akan mempermudah dalam pencapaian tujuan dan meminimalkan konflik yang potensial
terjadi dalam suatu bentuk kerjasama sekalipun.
4. Komunikasi dan koordinasi. Komunikasi dan koordinasi dalam suatu kemitraan sangat
menentukan keberhasilan kemitraan yang ditunjukkan dari pencapaian tujuan dari auatu
kemitraan.
5. Pelaksanaan kegiatan merupakan inti dari kemitraan itu sendiri. Banyaknya kegiatan yang
direncanakan, banyaknya kegiatan yang telaksana merupakan salah satu indikator
keberhasilan dari suatu kemitraan.
6. Monitoring dan evaluasi senantiasa harus dilakukan agar bisa mengantisipasi hal-hal yang
tidak diinginkan, menentukan upaya perbaikan yang diperlukan, serta mengukur
pencapaian tujuan. Hasil monitoring merupakanumpan balik bagi upaya perbaikan
terhadap program atau kegiatan yang sedang dilaksanakan, sementara hasil evaluasi
merupakan input bagi perencanaan kegiatan kemitraan pada masa berikutnya.
Dengan melaksanakan enam langkah proses pembentukan kemitraan kesehatan remaja diatas
merupakan langkah umum yang perlu diikuti dalam proses kemitraan. Namun demikian,
pelaksanaan tiap-tiap langkah tidak harus berurutan yang penting bahwa proses tersebut
dilaksanakan.
Indikator Kemitraan
Indikator keberhasilan kemitraan adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu tujuan kemitraan yang telah ditetapkan (SekJen DepKes, 2003).
Indikator kemitraan ini bisa diukur dengan menggunakan pendekatan sistim yaitu : input
kemitraan, proses kemitraan dan output kemitraan.
Indikator input meliputi :
1. Jumlah mitra yang bersedia bergabung
2. Kapasitas mitra
3. Aspek legal kemitraan
4. Kejelasan Misi, Visi, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) jejaring
5. Kejelasan fungsi dan peran antar mitra dalam jejaring
Indikator proses meliputi :
1. Hubungan antar mitra : kesetaraan, keterbukaan, kerjasama
2. Tingkat saling berbagi antar mitra : informasi, SDM, sumberdaya financial
3. Koordinasi kegiatan
4. Pelaksanaan kegiatan kesehatan remaja
Indikator output meliputi :
1. Pencapaian kegiatan yang direncanakan
2. Pencapaian target dari masing-masing kegiatan yang dilaksanakan
3. Kesiapan dan upaya agar jejaring berkelanjutan
Jejaring Kesehatan Remaja
Pengertian jejaring
Jejaring kesehatan remaja adalah suatu jaringan kerjasama aktif antara berbagai pihak yang
meliputi lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, organisasi kemsyarakatan, institusi
pendidikan, pihak swasta serta mitra potensial lain yang ditujukan untuk mengatasi masalah
yang terkait dengan kesehatan remaja di suatu wilayah tertentu.
Sosiometri dan Jejaring Komunikasi
Pola interaksi dalam kelompok disebut sosiometri. Dengan sosiometri dapat dipetakan siapa
berkomunikasi kepada siapa dan berapa frekuensinya (Northouse dan Northouse, 1985).
Sosiometri (pola interaksi antar mitra) pada dasarnya bisa dikelompkkan menjadi tiga (3) yaitu
pola interaksi yang setara, pola interaksi dua arah yang tidak seimbang, serta pola interaksi
satu arah.
Ketiga pola dasar interaksi tersebut terkait dengan kemampuan pihak yang satu dalam
memimpin, mempengaruhi dan mengarahkan pihak lain. Individu yang berada dalam posisi
memimpin dan mengarahkan disebut pemimpin. Kemampuan yang lebih tinggi dari individu
atau pihak dalam mengarahkan, mempengaruhi maupun memimpin individu lain atau pihak lain
berakibat yang bersangkutan berada pada status yang lebih tinggi dalam masyarakat tertentu.
Gambaran sosiometri secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut.
Contoh sosiogram (pola interaksi antara beberapa orang atau pihak dalam suatu
jejaring) disajikan pada Gambar 1. pada gambar ini terlihat mitra A, B, dan C pada posisi yang
setara, dan superior terhadap mitra D, E, dan F. Sementara itu sebaliknya bahwa mitra D, E,
dan F menjadi subordinate dari mitra A, B, dan C.
Gambar 1 : Sosiogram sesuatu jejaring
F
H
e.
Sebaliknya kerugian atau kelemahan yang dihadapi adalah sistim komunikasi berjenjang
sering keputusan yang dibuat harus menunggu ijin petugas yang lebih tinggi, jalur
pembuatan keputusan lebih panjang, cenderung tidak akomodatif karena merasa punya hak
legal dan eksistensi diakui oleh Pemerintah, kurang fleksibel dan cenderung kaku, kurang
memiliki pemahaman atas cara kerja sektor Non Pemerintah, bentuk formal sering hanya
berjalan pada saat awal atau kalau di tegor atasan (bila ingat), tidak ada dive kuat dari
dalam.
beberpaa hal yang terjadi dalam proses dan kegiatan jejaring kesehatan remaja dapat
digunakan formulir pemantauan dan evaluasi yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Contoh :
Model Jejaring PKPR di Tingkat Kabupaten: Studi Kasus Kab. Trenggalek
Sebagai contoh model jejaring di sini, diuraikan model jejaring PKPR di Kabupaten Trenggalek,
dimana unsur-unsur yang terkait dengan kegiatan PKPR baik unsur yang telah ada maupun
potensial telah dimasukkan. Dari rencana seminar pembentukan jejaring yang diundang 30
orang telah diperluas menjadi hampir 50 orang. Dari sektor kesehatan, terdapat RSUD dan 4
Puskesmas yang terlibat dalam KKR. Dari Dinas BKKB, selain tenaga Pendidikan Sebaya (PS)
atau Konselor Sebaya (KS) yang diundang juga dari Pusat Informasi Remaja (PIR) TIKAR.
Selain itu juga akan diundang wakil-wakil LSM dan LSOM seperti Pramuka, PKBI, GRANAT,
NU, Aisyiyah dan PKK yang berkecimpung di dunia remaja. Ada beberapa kelompok profesi
yang akan diundang yaitu dari IBI, PGRI dan PPNI yang dapat membantu sektor Pemerintah
dalam mengembangkan PKPR ini. Sedangkan dari sektor pendidikan diundang SLTPN 1 dan
SMUN 2 yang guru dan siswa telah dilatih KRR. Selain dari sumber daya yang telah ada, Kab.
Trenggalek juga merencanakan untuk melibatkan sektor media massa dalam hal ini radio, yang
diundang dan hadir dari Arena Duta Swara, Jwalita, Fatamorgana dan dari media massa
diundang media Wedang Jahe.
Radio Arena
Duta Suara
RSUD
Trenggalek
SLTPN 1
Pramuka
PS
PPR
Gandusari
KS
PS
Kelompok
Remaja
PPR
Watulimo
KS
PKBI
Kelompok
Remaja
Radio
Jwalita FM
Radio
Suara Alam
Persada FM
PKK
Muslimat
Radio
Kamajaya FM
IDI
GRANAT
PKPR Pusk
Bodag
PPNI
SMUN 2
IBI
TIKAR
Aisyiah
Kelompok
Remaja
POLRES
PGRI
PP NU
Bahan Pustaka :
1. Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Mempersiapkan Masyarakat Tinggal
Landas. Rineka Cipta. Jakarta.
2. Northouse, Peter Guy dan Northouse, Laurel Lindhout. 1985. Health Communication. A
Handbook for Health Professionals. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.
3. Heriandi. 2004. Laporan Tugas Khusus Telaah Kemitraan Program Akademi Fantasi
Indosiar (AFI), Program Pasca Sarjana, Kesehatan Masyarakat, FKM UI.
4. Pratomo, Hadi. 2004. Laporan Akhir Pengembangan Jejaring Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) dan Rujukannya di Tingkat Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa
Timur, Laporan Konsultan Proyek SMPFA), Depkes RI.
5. ---------, 2003. Jejaring Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
(PTM). Pusat Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
6. -----------, 2003. Kemitraan Menuju Indonesia Sehat 2010. Sekretariat Jenderal, Departemen
Kesehatan RI.
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI
No
Pertanyaan
Kesetaraan
Berikan penilaian Anda, tingkat kesetaraan antar
mitra dalam jejaring
Manfaat dirasakan
Berikan penilaian Anda, tingkat manfaat yang Anda
rasakan dari keikutsertaan dalam jejaring
Keterbukaan
Berikan penilaian Anda, tingkat keterbukaan antar
mitra dalam jejaring
Sharing SDM
Berikan penilaian Anda mengenai tingkat saling
berbagi SDM antar mitra dalam kegiatan jejaring
Sharing Informasi
Berikan penilaian Anda mengenai tingkat saling
berbagi informasi antar mitra dalam kegiatan jejaring
Sharing Finansial
Berikan penilaian Anda mengenai tingkat saling
berbagi finansial kegiatan jejaring antar mitra
Komitmen
Berikan penilaian Anda, tingkat komitmen mitra
jejaring secara umum
Fungsi & Peran Mitra
Berikan penilaian Anda tentang kejelasan fungsi dan
peran mitra dalam jejaring kesehatan remaja
Dorongan Berkarya
Berikan penilaian Anda apakah lingkungan Jejaring
memberikan dorongan agar anda berpartisipasi aktif
dalam kegiatan jejaring?
Fasilitasi Kegiatan
Berikan penilaian anda, sejauh mana jejaring
memfasilitasi kegiatan yang anda rencanakan?
Manajemen
Berikan penilaian tingkat kepuasan anda terhadap
manajemen (kepengurusan/koordinasi) jejaring?
Contohnya kegesitas, respon terhadap keadaan atau
tuntutan dsb)
Keluasan & Keragaman Program
Berikan penilaian anda, apakah jejaring membuata
jangkauan program kesehatan remaja menjadi luas
dan beragam
Efektifitas
Berikan penialaian anda, tingkat efektifitas
pencapaian tujuan program kesehatan remaja
melalui jejaring
Efisiensi
Berikan penilaian anda, tingkat efisiensi pencapaian
tujuan program kesehatan remaja melalui jejaring
Percepatan
Berikan penilaian Anda, tingkat sumbangan jejaring
terhadap percepatan upaya pencapaian tujuan
program kesehatan remaja
10
11
12
13
14
15
Rendah - tinggi
2
3
4