Anda di halaman 1dari 38

1

LAPORAN KASUS
COMBUTIO ( LUKA BAKAR )

Oleh
Dr. fitri Ramadhayani Hutagol

Dokter pendamping:
-dr. Desfi Delfiana Fahmi
-dr. Lena Sofi Elfrida Sitorus

Program Dokter Internsip Indonesia


RSUD.H.Damanhuri Barabai
2016

DAFTAR ISI

I.

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang..3

II.

BAB II
Laporan Kasus..............................................................................................4
BAB III
Analisa Kasus...10

III.
IV.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


2.1. anatomi dan histologi kulit....15
2.2. defenisi dan etiologi luka bakar.........17
2.3. klasifikasi luka bakar..18
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.

Berat dan luas luka bakar.....20


Pembagian luka bakar..23
Fatofisiologi luka bakar.24
Fase luka bakar..26
Indikasi rawat inap pasien luka
bakar...27
2.9.
Pemeriksaan penunjang..28
3.1. penatalaksanaan luka bakr.28
3.2. resusitasi pasien luka bakar29
3.2. perawatan luka bakar..31
3.3 komplikasi34
3.4 prognosis34
V. BAB V
Kesimpulan40
Daftar Pustaka...41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar atau combustio merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.
Hal ini disebabkan karena pada luka bakar terdapat keadaan sebagai berikut :
1. terdapat kuman dengan patogenitas tinggi
2. terdapat banyak jaringan mati
3. mengeluarkan banyak air, serum dan darah
4. terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkena trauma)
5. memerlukan jaringan untuk menutup 1 Luka bakar yang lebih luas dan dalam
memerlukan perawatan lebih intensif dibandingkan luka bakar yang hanya sedikit dan
superfisial.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan
terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang
terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,
spesialis

penyakit

dalam,

ahli

gizi,

rehabilitasi

medik,

BAB 11
LAPORAN KASUS

psikiatri,

dan

psikologi.

STATUS ORANG SAKIT


1. Anamnesa pribadi os
Nama
: Khairul Nizar
Umur
: 12 desember 2000/ 16 tahun
Jenis kelamin : laki - laki
Alamat
: Hantakan RT. 03/01 Hantakan
Agama
: Islam
Berat badan : 58 kg
Tggl masuk : 09/07/2016
No.RM
:034358
2. Anamnesa mengenai penyakit os
Keluhan utama
: luka bakar di wajah dan badan pasien
Telaah
: os mengalami luka bakar sejak pukul 04.00 wita akibat terkena
Meriam bambu, kemudian api langsung menyambar ke wajah, lengan atas tangan kiri,
seluruh lapangan dada dan lutut sebelah kiri, kulit tampak melepuh pada seluruh bagian
yang terkena.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status present
K/U
: Tampak sakit sedang
Sensorium
: komposmentis
Tekanan darah : 120/70 mmhg
Frekuensi nadi: 90x/i
Rr
: 20x/i
T
: 37,0
Anemia
: (-)
Dispone
: (-)
b. Status fisik umum
Kepala
Mata
: conjungtiva anemi -/-, pupil isokor -/-, reflexcahaya -/ Hidung
: tampak melepuh
Telinga
: dalam batas normal
Mulut
: tampak melepuh
Leher

Tampak melepuh
Pembesaran KGB (-)

Toraks

Inspeksi

: Simetris fusiformis, retraksi (-), tampak melepuh

pada seluruh lapangan dada


Palpasi
: Sulit dinilai
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi : Sulit dinilai

Abdomen

Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Soepel, hepar / lien tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, bising usus (-)

c. Status Lokalisata
- Kepala (wajah)
Luas luka bakar 4,5 %

Lengan Kiri Atas


Luas luka bakar 4,5%

Lapangan Dada

Luas luka bakar 9%

Lutut Kiri
Luas luka bakar 4,5%

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin (09 juli 2016)
Hb
:13,8 gr/dl
Leukosit :7.500/mm3
Eritrosit :4,68/ mm3
Trombosit :240.000/ mm3
Hematocrit
:37%
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
:0
Eosinophil :0
Segmen :61%
Lymfosit :33%
Monosit :9%
MCV
:80ug
MCH
:30ug
MCHC
:37ug
MCV
:13ug
5. Diagnosa Kerja
Luka bakar grade 2B dengan luas luka bakar 22,5%

6. Therapy
Rumus baxter 4cc x BB x % luas luka bakar/24 jam
4cc x 58kg x 22,5% = 5220 : 2=2610 ml
8 jam pertama 2610ml : 8= 326 tpm/makro
16 jam kedua 2610ml : 16 = 163 tpm/makro
- Bedrest
Ivfd RL 8 jam pertama 2610ml : 8= 326 tpm/makro

16 jam kedua 2610ml : 16 = 163 tpm/makro


Inj. Cefotaxime I gr/12jam
Inj. Ketorolac 1amp/8jam
Inj. Ranitidine 1amp/12jam
Kompres NS
Prontosan gel
Aspirasi bula
FOLLOW UP
Tanggal
9/7/2016

Soap
therapy
S: nyeri pada kulit yang -ivfd RL 8
melepuh

10/7/2016

11/7/2016

12/7/2016

di

wajajh,

jam

pertama

dada, 2610ml : 8= 326 tpm/makro

lengan kiri atas dan lutu kiri.


16 jam kedua 2610ml : 16 =
O: td: 120/70
rr: 20x/i
163 tpm/makro
Hr: 86x/I
t:37,0
-Iv cefotaxime 1gr/12jam
A: luka bakar derajat 2b
-iv antalgin 1amp/8jam
13,5%
-iv ranitidine 1amp/12jam
S:
nyeri pada kulit yang -ivfd RL 25 tpm
-rawat luka
melepuh di wajajh, dada,
-Iv cefotaxime 1gr/12jam
lengan kiri atas dan lutu kiri.
-iv antalgin 1amp/8jam
O: td: 120/70
rr: 20x/i
-iv ranitidine 1amp/12jam
Hr: 80x/I
t:37,3
A: luka bakar derajat 2b
13,5%
S: nyeri berkurang pada kulit -ivfd RL 25 tpm
-rawat luka
yang melepuh di wajajh, dada,
-Iv cefotaxime 1gr/12jam
lengan kiri atas dan lutu kiri.
-iv antalgin 1amp/8jam
O: td: 120/70
rr: 20x/i
-iv ranitidine 1amp/12jam
Hr: 80x/I
t:36,0
-prontosan gel
A: luka bakar derajat 2b
13,5%
S:
luka

mulai -aff infus


-pasien BLPL
mongering pada kulit yang
-rawat luka
melepuh di wajajh, dada, -cefixim 2 x 1
-antalgin 3 x 1
lengan kiri atas dan lutu kiri.
-ranitidin 2x 1
O: td: 120/70
rr: 20x/i
-vip albumin 1 x 1
Hr: 82x/I
t:36,5
-prontosan gel
A: luka bakar derajat 2b
13,5%

sudah

BAB 3
ANALISA KASUS
Pada

kasus

ini

seorang

pria

berusia

16

tahun

datang

ke

IGD

RSUD.H.DAMANHURIBARABAI pada tanggal 9 juli 2016. Berdasarkan anamnesa,


-

dan setelah dilakukanpemeriksaan fisik, didapatkan :


Keluhan utama os dengan luka bakar akibat sambaran dari Meriam bamboo
Terdapat beberapa lepuhan di wajah, lengan atas tangan kiri, seluruh lapangan dada
dan lutut sebelah kiri, kulit tampak melepuh pada seluruh bagian yang terkena.
Berdasarkan anamnesa terhadap os, os menceritakan bahwa dirinya sedang
bermain Meriam bamboo, hal ini termasuk ke dalam jenis luka bakar tipe Flash
Burns. Dari teori yang terdapat dari buku ajar bedah oleh dr.Sunarso Sp.b (K) (2009)
beberapa penyebab luka bakar yang sering terjadi:
1. Scald burns
2. Flame burns
3. Flash burns
4. Contact burns
5. Chemical burns
6. Electrical burns
Disebagian tubuh os yang tersiram air panas tersebut terdapat ruam berupa bulla

dan os juga mengeluhkan panas dan nyeri, hal ini dikarenakan gejala klinis yang tampak
pada bentuk luka bakar sesuai dengan tingkat dalam luka bakar yaitu grade 2A .
-

Luka bakar derajat 2

= kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi
= dijumpai bulla
=nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
=dasar luka berwarna merah atau pucat sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
-

Dibedakan menjadi dua:


a. Derajat 2A (suferficial)
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea masih

utuh.
Penyembuhan secara spontan dalam 10-14 hari.
b. Derajat 2B (Deep)
Kerusakan hamper seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih

ada.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung dari biji epitel yang tersisa, (biasanya

lebih satu bulan).


Untuk luas luka bakar yang terdapat di sebagian anggota badan os di sapatkan luas
luka bakar seluas 22,5%, hal ini mencakup di bagian wajah, lengan atas tangan kiri,
seluruh lapangan dada dan lutut kiri os. Hal ini sesuai dengan rumus perhitungan luas
luka bakar menurut Rule of Nine oleh Wallace.
Luas luka bakar:
Dewasa : hukum 9 (rule of nine) Wallace
Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9 terkenal dengan
nama Rule Of Nine atau Rule Of Wallace

10

Kepala dan leher 9%


Lengan 18%
Badan depan 18%
Badan belakang 18%
Tungkai 36%
Genitalia /perineum 1%
Total =100%
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas dan didukung oleh teori dapat
disimpulkan diagnosa pasien Luka Bakar Grade 2B dengan luas luka bakar 22,5%.
Dari tingkat kategori luka bakar, os mengalami luka bakar dengan kategori sedang.
Sesuai teori oleh American Burn Association tingkat keparahan luka bakar dibagi

kedalam:
1. Luka bakar berat/kritis
Derajat II-III >40%
Derajat III pada muka, tangan.kaki
Trauma jalan nafas tanpa memikirkan luas luka bakar
Trauma listrik
Diertai trauma lainnya, missal fraktur
2. Luka bakar sedang
Derajat II 15-40%
Derajat III <10%, kecuali muka, tangan dan kaki
3. Luka bakar ringan
Derajat II <15%
Derajat III <2%

11

Setelah didiagnosa pasien diarahkan untuk dirawat inap dan dipersiapkan untuk
dilakukan debridement. Indikasi rawat inap pasien dilihat dari tingkat keparahan luka
bakar yang diderita os. Hal ini sesuai dengan teori dari Airlangga university press

2006.
Indikasi rawat inap
Dewasa derajat II >15%
Anak & orang tua derajat II >10%
Derajat III >10%
Luka pada :wajah,tangan,genital/perineal
Penyebabnya :kimia dan listrik
Menderita penyakit lain :DM, hipertensi
Penderita dengan luas luka bakar >40% diusahakan pemasangan CVP
Dalam penanganan awal di IGD pasien diberikan terapi sesuai tindakan emergency

untuk luka bakar:


Airway (kepala pasien lurus dan diletakkan ditempat tidur sejajar)
Breathing (dengan pemasangan oksigen murni 100% nrb mask 4-6 lpm)
Circulation (dengan pemasangan IV line)
Neurological disability (dilihat GCS)
Exposure (pakaian os dilepas terutama celana, karena sebagian luka bakar mengenai

lutut os)
Fluid (perhitungan jumlah cairan yang harus masuk sesuai luas luka bakar yang
diderita os).
Sesuai teori perhitungan jumlah cairan yang harus diberikan ke pasien adalah 3600 cc
selama 24 jam, diberikan dalam 2 tahap yaitu :
8 jam pertama :1800cc
16 jam kedua :1800cc
Kemudian di hari ke 2 diberikan 3 flash cairan RL. Hal ini sesuai teori dari Baxter.
Baxter formula
-dewasa :Ringer laktat 4cc x BB x % luas luka bakar/24 jam
- anak
:2cc x BB x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faal.
Kebutuhan faal:
<1 tahun: BB x 100cc
1-3 tahun : BB x 75cc
3-5 tahun: BB x 50cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya

12

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI KULIT


Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam
homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur
dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang
berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
a. EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan Merkel. Tebal epidermis berbedabeda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.

13

Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak
kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah
dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang
mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
Stratum Spinosum : Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel
dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui
setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.
Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
b. DERMIS
Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan : Lapisan papiler; tipis : mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal : terdiri dari jaringan ikat padat. Serabut-serabut kolagen menebal
dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya
terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali
dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar
dan serabut elastin berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan
kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak
jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak

14

tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang,


mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.
c. SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan
jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan
keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori,
kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

2.2 DEFENISI DAN ETIOLOGI


Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang
merupakan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.

15

Luka bakar pada kulit disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia. Ketika kulit terkena
panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan
ketebalan kulit. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi :
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burn)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas (scald), jilitan api ke tubuh (flash),
kobaran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya (misalnya plastic logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan
bidang industri,militer ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan
rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burn)
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar
ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam
kedokteran dan industry. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.
2.3 KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I,II
atau III.

Derajat 1
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat 1 biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas local.

16

Derajat 2
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel
vital yang bias menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel
epitel basal, kelenjar sebasea,kelenjar keringat dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih bagus tersebut,luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran
luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah
karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.

Derajat 3
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus

17

dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, Karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

Derajat 4
Berwarna hitam

2.4 BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien
sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan
mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46 oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan
koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler
juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga
menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat,
dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen
terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa

18

Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang
dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai
dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah
genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada
orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 1015-20 untuk anak.

19

Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada
anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila
tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan
turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

20

2.5 PEMBAGIAN LUKA BAKAR


1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang
dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

21

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
2.6 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut
rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan
produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat
terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.

22

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh
ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas
dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat
berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif,
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang
didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat
invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik.
Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya,
dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi
di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih
vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut.
Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal,
kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

23

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun
karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala
tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi
negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan
berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian,
korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar
menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
2.7 FASE PADA LUKA BAKAR
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1.

Fase awal, fase akut, fase syok


Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas yaitu
gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau
trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan

2.

elektrolit, syok hipovolemia.


Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan
Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak
dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula
dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).

3.

Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah
yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan

24

deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera
dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,
zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua
bahkan zona pertama.
2.8 INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap
bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan
kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

25

2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS.
3.1 PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau
banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak
dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar
menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah mempertahankan
ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul
atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan
obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik
pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.
3.2 Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1.

Intubasi

26

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi.


Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan
nafas.
2.

Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,
memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien
dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

3.

Pemberian oksigen 100%


Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang
menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat
menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.

4.

Perawatan jalan nafas

5.

Penghisapan sekret (secara berkala)

6.

Pemberian terapi inhalasi


Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan
mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila
perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat
(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan
steroid (masih kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
b. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi
dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan

27

komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta


meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan
dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan
sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam
persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

c.

Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.

3.3 Perawatan luka bakar

28

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis
kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance 5-20 mg/70 kg
setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang
menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi
penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih
merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang
dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar
dari tindakan ini adalah:
a.

Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya


jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama
dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya
terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses
penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin

lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.


b.
Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang
melepaskan burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediatormediator inflamasi.
c.
Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis
yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah
keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan
resiko kolonisasi mikro organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft
dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui
infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat
III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga skin grafting (dianjurkan split
thickness skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien

29

luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu:
-

Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3

minggu.
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi
dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi
lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat
yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan
pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun
mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar
yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis,
yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine
1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan
skin graft. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan
keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang
banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.
Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang
sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah
pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun keuntungan dan kerugian dari
teknik ini adalah:
-

Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang

lebih mudah ditentukan


Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf

superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss

30

b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu


c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien.
Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari
tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari
pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah
paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan
secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik
tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang
lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1
sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor
tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan
telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan
epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka
bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga
pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat
diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor
dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
-

Kulit donor setipis mungkin


Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal
ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

3.4 PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak
daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan
penyembuhan.

31

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara
lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan
kontraktur.
3.5 KOMPLIKASI
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS),dan Sepsis
Pendahuluan
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus
klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,
pankreatitis, dll.
Respon

ini

merupakan

dampak

dari

pelepasan

mediator-mediator

inflamasi

(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh
karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara
berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik,
menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya;
MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ
(Multi-system Organ Failure/MOF).
SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien
luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS
keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS
sendiri mengantarkan pasien pada MODS.
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang
digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of
Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama
beberapa hari, yaitu:
-

Hipertermia (suhu > 38C) atau hipotermia (suhu < 36C)

Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO 2
< 32 mmHg)

32

Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau

dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).


Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur darah/bakteremia),
maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan dengan MODS karena MODS
merupakan akhir dari SIRS.
Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ
pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa
intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan
sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan
bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.

Patofisiologi
Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam beberapa
tahap.
Tahap I
Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau
trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-inflamasi
seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada proses
penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan
fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNF),
interleukin (IL1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular
respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk
sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet
Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan
lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal.
Hal ini mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan
(walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II

33

Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon
lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan
(Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan
melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis
reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut
TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut menjaga
respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating cytokine production
dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga
homeostasis terjaga.
Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi
sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri
mediator-mediator inflamasi sehingga integritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke
dalam berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik
(terjadi peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular, akselerasi
trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahanperubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi
syok septik, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat
dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya
SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara simultan.
Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan penurunan
sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan disrupsi
mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier
berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami
translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik;
khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan
beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya
imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari
kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses

34

degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat
keadaan.
Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS.
Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi
serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal
menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN)
yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer
menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan
produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke
kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan
produksi limfosit dan penurunan fungsi barrier kulit.
Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang sebelumnya
dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki toksisitas
ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi; namun
pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat
lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.
Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase akut
dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas tubuh
khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai
respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi
juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena
luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.
Tatalaksana
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan
SIRS, MODS, dan sepsis.
Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam pertama
pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED ini
bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan
mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan

35

antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu
keseimbangan flora usus.
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera termis harus
segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan sedini mungkin (eksisi dini, hari
ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat),
bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk
mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative
heat loss yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses
inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak menunggu jaringan
granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme.
Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin dianggap tidak
bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat namun harus diingat saat
pemberian serta efek sampingnya.
Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan
leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi lypoxygenase pathway pada
metabolisme asam arakhidonat, sehingga menghasilkan leukotrien yang lebih benigna.
Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-oxygenase pathway asam arakhidonat, sehingga
menghasilkan tromboksan yang lebih benigna menggantikan tromboksan (ThromboxaneA2) yang
bersifat maligna.
Komplikasi
Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia
nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena
dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular
coagulation (DIC)

36

BAB V
KESIMPULAN
Pada

kasus

ini

seorang

pria

berusia

16

tahun

datang

ke

IGD

RSUD.H.DAMANHURIBARABAI pada tanggal 9 juli 2016. Berdasarkan anamnesa,


-

dan setelah dilakukanpemeriksaan fisik, didapatkan :


Keluhan utama os dengan luka bakar akibat sambaran dari Meriam bamboo
Terdapat beberapa lepuhan di wajah, lengan atas tangan kiri, seluruh lapangan dada
dan lutut sebelah kiri, kulit tampak melepuh pada seluruh bagian yang terkena.

Keluhan utama
Telaah

: luka bakar di wajah dan badan pasien


: os mengalami luka bakar sejak pukul 04.00 wita akibat terkena

Meriam bambu, kemudian api langsung menyambar ke wajah, lengan atas tangan kiri,
seluruh lapangan dada dan lutut sebelah kiri, kulit tampak melepuh pada seluruh bagian
yang terkena.
7. Pemeriksaan fisik
d. Status present
K/U
: Tampak sakit sedang
Sensorium
: komposmentis

37

Tekanan darah : 120/70 mmhg


Frekuensi nadi: 90x/i
Rr
: 20x/i
T
: 37,0
Anemia
: (-)
Dispone
: (-)
e. Status fisik umum
Kepala
Mata
: conjungtiva anemi -/-, pupil isokor -/-, reflexcahaya -/ Hidung
: tampak melepuh
Telinga
: dalam batas normal
Mulut
: tampak melepuh
Leher

Tampak melepuh
Pembesaran KGB (-)

Toraks

Inspeksi

: Simetris fusiformis, retraksi (-), tampak melepuh

pada seluruh lapangan dada


Palpasi
: Sulit dinilai
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi : Sulit dinilai

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Soepel, hepar / lien tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, bising usus (-)
8. Diagnosa Kerja
Luka bakar grade 2B dengan luas luka bakar 22,5%
9. Therapy
- Bedrest
Ivfd RL 8 jam pertama 2610ml : 8= 326 tpm/makro
- 16 jam kedua 2610ml : 16 = 163 tpm/makro
- Inj. Cefotaxime I gr/12jam
- Inj. Ketorolac 1amp/8jam
- Inj. Ranitidine 1amp/12jam
- Kompres NS

38

Prontosan gel
Aspirasi bula
DAFTAR PUSTAKA

1.

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,


editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 735.

2.
3.

Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.


Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar
TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartzs principal surgery. 8 th ed. USA:

The McGraw-Hill Companies; 2007.


4.
Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,
Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com. 28
Agusuts 2009.
5.

Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari


http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Agustus 2009.

Anda mungkin juga menyukai