LAPORAN KASUS
COMBUTIO ( LUKA BAKAR )
Oleh
Dr. fitri Ramadhayani Hutagol
Dokter pendamping:
-dr. Desfi Delfiana Fahmi
-dr. Lena Sofi Elfrida Sitorus
DAFTAR ISI
I.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang..3
II.
BAB II
Laporan Kasus..............................................................................................4
BAB III
Analisa Kasus...10
III.
IV.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar atau combustio merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar
merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.
Hal ini disebabkan karena pada luka bakar terdapat keadaan sebagai berikut :
1. terdapat kuman dengan patogenitas tinggi
2. terdapat banyak jaringan mati
3. mengeluarkan banyak air, serum dan darah
4. terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkena trauma)
5. memerlukan jaringan untuk menutup 1 Luka bakar yang lebih luas dan dalam
memerlukan perawatan lebih intensif dibandingkan luka bakar yang hanya sedikit dan
superfisial.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan
terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang
terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis,
spesialis
penyakit
dalam,
ahli
gizi,
rehabilitasi
medik,
BAB 11
LAPORAN KASUS
psikiatri,
dan
psikologi.
Tampak melepuh
Pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Soepel, hepar / lien tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, bising usus (-)
c. Status Lokalisata
- Kepala (wajah)
Luas luka bakar 4,5 %
Lapangan Dada
Lutut Kiri
Luas luka bakar 4,5%
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin (09 juli 2016)
Hb
:13,8 gr/dl
Leukosit :7.500/mm3
Eritrosit :4,68/ mm3
Trombosit :240.000/ mm3
Hematocrit
:37%
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
:0
Eosinophil :0
Segmen :61%
Lymfosit :33%
Monosit :9%
MCV
:80ug
MCH
:30ug
MCHC
:37ug
MCV
:13ug
5. Diagnosa Kerja
Luka bakar grade 2B dengan luas luka bakar 22,5%
6. Therapy
Rumus baxter 4cc x BB x % luas luka bakar/24 jam
4cc x 58kg x 22,5% = 5220 : 2=2610 ml
8 jam pertama 2610ml : 8= 326 tpm/makro
16 jam kedua 2610ml : 16 = 163 tpm/makro
- Bedrest
Ivfd RL 8 jam pertama 2610ml : 8= 326 tpm/makro
Soap
therapy
S: nyeri pada kulit yang -ivfd RL 8
melepuh
10/7/2016
11/7/2016
12/7/2016
di
wajajh,
jam
pertama
sudah
BAB 3
ANALISA KASUS
Pada
kasus
ini
seorang
pria
berusia
16
tahun
datang
ke
IGD
dan os juga mengeluhkan panas dan nyeri, hal ini dikarenakan gejala klinis yang tampak
pada bentuk luka bakar sesuai dengan tingkat dalam luka bakar yaitu grade 2A .
-
= kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi
= dijumpai bulla
=nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
=dasar luka berwarna merah atau pucat sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
-
utuh.
Penyembuhan secara spontan dalam 10-14 hari.
b. Derajat 2B (Deep)
Kerusakan hamper seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
ada.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung dari biji epitel yang tersisa, (biasanya
10
kedalam:
1. Luka bakar berat/kritis
Derajat II-III >40%
Derajat III pada muka, tangan.kaki
Trauma jalan nafas tanpa memikirkan luas luka bakar
Trauma listrik
Diertai trauma lainnya, missal fraktur
2. Luka bakar sedang
Derajat II 15-40%
Derajat III <10%, kecuali muka, tangan dan kaki
3. Luka bakar ringan
Derajat II <15%
Derajat III <2%
11
Setelah didiagnosa pasien diarahkan untuk dirawat inap dan dipersiapkan untuk
dilakukan debridement. Indikasi rawat inap pasien dilihat dari tingkat keparahan luka
bakar yang diderita os. Hal ini sesuai dengan teori dari Airlangga university press
2006.
Indikasi rawat inap
Dewasa derajat II >15%
Anak & orang tua derajat II >10%
Derajat III >10%
Luka pada :wajah,tangan,genital/perineal
Penyebabnya :kimia dan listrik
Menderita penyakit lain :DM, hipertensi
Penderita dengan luas luka bakar >40% diusahakan pemasangan CVP
Dalam penanganan awal di IGD pasien diberikan terapi sesuai tindakan emergency
lutut os)
Fluid (perhitungan jumlah cairan yang harus masuk sesuai luas luka bakar yang
diderita os).
Sesuai teori perhitungan jumlah cairan yang harus diberikan ke pasien adalah 3600 cc
selama 24 jam, diberikan dalam 2 tahap yaitu :
8 jam pertama :1800cc
16 jam kedua :1800cc
Kemudian di hari ke 2 diberikan 3 flash cairan RL. Hal ini sesuai teori dari Baxter.
Baxter formula
-dewasa :Ringer laktat 4cc x BB x % luas luka bakar/24 jam
- anak
:2cc x BB x % luas luka bakar ditambah kebutuhan faal.
Kebutuhan faal:
<1 tahun: BB x 100cc
1-3 tahun : BB x 75cc
3-5 tahun: BB x 50cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
diberikan 16 jam berikutnya
12
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
13
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak
kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah
dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang
mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
Stratum Spinosum : Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel
dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui
setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.
Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
b. DERMIS
Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan : Lapisan papiler; tipis : mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal : terdiri dari jaringan ikat padat. Serabut-serabut kolagen menebal
dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya
terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali
dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar
dan serabut elastin berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan
kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak
jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak
14
15
Luka bakar pada kulit disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat kimia. Ketika kulit terkena
panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan
ketebalan kulit. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi :
1. Luka Bakar Termal (Thermal Burn)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas (scald), jilitan api ke tubuh (flash),
kobaran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya (misalnya plastic logam panas dan lain-lain).
2. Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan
bidang industri,militer ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan
rumah tangga.
3. Luka Bakar Listrik (Electrical Burn)
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe luka bakar
ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam
kedokteran dan industry. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi.
2.3 KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I,II
atau III.
Derajat 1
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk
dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat 1 biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan
dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul
dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas local.
16
Derajat 2
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel
vital yang bias menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel
epitel basal, kelenjar sebasea,kelenjar keringat dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih bagus tersebut,luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran
luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah
karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.
Derajat 3
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan yang
lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar
regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus
17
dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, Karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.
Derajat 4
Berwarna hitam
18
Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang
dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai
dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah
genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada
orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 1015-20 untuk anak.
19
20
21
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
2.6 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut
rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan
produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat
terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
22
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium
yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena
daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh
ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas
dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat
berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif,
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang
didarahinya nanti.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat
invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik.
Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya,
dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi
di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih
vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut.
Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal,
kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
23
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun
karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan
terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala
tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi
negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan
berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh
pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,
penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian,
korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar
menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin
mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.
2.7 FASE PADA LUKA BAKAR
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1.
2.
3.
Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah
yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan
24
deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera
dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,
zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua
bahkan zona pertama.
2.8 INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap
bila:
1. Luka bakar derajat III > 5%
2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan
kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
25
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS.
3.1 PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau
banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak
dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar
menimbulkan kecurigaan adanya jejas tersembunyi. Oleh karena itu, setelah mempertahankan
ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul
atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan
obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik
pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.
3.2 Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1.
Intubasi
26
Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan
morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space,
memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien
dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
3.
4.
5.
6.
27
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
c.
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.
28
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis
kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan maintenance 5-20 mg/70 kg
setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang
menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi
penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih
merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang
dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar
dari tindakan ini adalah:
a.
29
luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu:
-
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3
minggu.
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi
dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi
lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat
yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan
pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun
mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar
yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis,
yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine
1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan
skin graft. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan
keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang
banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.
Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang
sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah
pisau scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun keuntungan dan kerugian dari
teknik ini adalah:
-
Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang
superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
30
3.4 PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak
daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan
penyembuhan.
31
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara
lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan
kontraktur.
3.5 KOMPLIKASI
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS),dan Sepsis
Pendahuluan
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus
klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,
pankreatitis, dll.
Respon
ini
merupakan
dampak
dari
pelepasan
mediator-mediator
inflamasi
(proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh
karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara
berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik,
menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya;
MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ
(Multi-system Organ Failure/MOF).
SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas pada pasien
luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS
keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat dibuktikan pula bahwa SIRS
sendiri mengantarkan pasien pada MODS.
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection, injury,
inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang
digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of
Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama
beberapa hari, yaitu:
-
Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO 2
< 32 mmHg)
32
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau
Patofisiologi
Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bone dalam beberapa
tahap.
Tahap I
Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau
trauma berat lainnya. Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-inflamasi
seperti sitokin; yang selain membangkitkan respon inflamasi juga berperan pada proses
penyembuhan luka dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah pembawa pesan
fisiologik dari respon inflamasi. Molekul utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNF),
interleukin (IL1, IL6), interferon, Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular
respon inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk
sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet
Activating Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan
lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal.
Hal ini mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan
(walling off) jaringan cedera sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II
33
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon
lokal. Terjadi pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan
(Growth Factor/GF). Selanjutnya dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan
melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan pelepasan antagonis endogen (antagonis
reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10, IL11, reseptor terlarut
TNF (Transforming Growth Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut menjaga
respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating cytokine production
dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga
homeostasis terjaga.
Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi
sistemik masif. Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri
mediator-mediator inflamasi sehingga integritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke
dalam berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon destruktif regional dan sistemik
(terjadi peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular, akselerasi
trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahanperubahan patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi
syok septik, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat
dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya
SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya terjadi secara simultan.
Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan penurunan penurunan
sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus terganggu menyebabkan disrupsi
mukosa saluran cerna. Disrupsi mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier
berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami
translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik;
khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian antasida dan
beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya
imunitas juga berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal dari
kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses
34
degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yang dapat memperberat
keadaan.
Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS.
Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi
serebral yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal
menyebabkan iskemi ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN)
yang berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer
menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan
produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke
kulit dan sitem integumen menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan
produksi limfosit dan penurunan fungsi barrier kulit.
Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang sebelumnya
dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki toksisitas
ribuan kali di atas endotoksin dalam merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi; namun
pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat
lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.
Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase akut
dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas tubuh
khususnya sistim imunologi. Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai
respon terhadap suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi
juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini dimungkinkan karena
luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.
Tatalaksana
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan
SIRS, MODS, dan sepsis.
Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam pertama
pasca cedera. Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED ini
bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan
mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow. Pemberian antasida dan
35
antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat kuman yang mengganggu
keseimbangan flora usus.
Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera termis harus
segera dilakukan nekrotomi dan debridement, dan dilakukan sedini mungkin (eksisi dini, hari
ketiga-keempat pasca cedera luka bakar sedang, hari ketujuh-kedelapan pada luka bakar berat),
bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan segera (immediate skin grafting) untuk
mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai penutup (mencegah evaporative
heat loss yang menimbulkan gangguan metabolisme), barrier terhadap kuman dan proses
inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi proses penyembuhan, tidak menunggu jaringan
granulasi yang dalam hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme.
Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti antihistamin dianggap tidak
bermanfaat. Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat namun harus diingat saat
pemberian serta efek sampingnya.
Pemberian zat yang meningkatkan imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan
leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan cara mempengaruhi lypoxygenase pathway pada
metabolisme asam arakhidonat, sehingga menghasilkan leukotrien yang lebih benigna.
Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-oxygenase pathway asam arakhidonat, sehingga
menghasilkan tromboksan yang lebih benigna menggantikan tromboksan (ThromboxaneA2) yang
bersifat maligna.
Komplikasi
Komplikasi SIRS bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada
SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia
nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna dan stres gastritis, anemia, Trombosis vena
dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular
coagulation (DIC)
36
BAB V
KESIMPULAN
Pada
kasus
ini
seorang
pria
berusia
16
tahun
datang
ke
IGD
Keluhan utama
Telaah
Meriam bambu, kemudian api langsung menyambar ke wajah, lengan atas tangan kiri,
seluruh lapangan dada dan lutut sebelah kiri, kulit tampak melepuh pada seluruh bagian
yang terkena.
7. Pemeriksaan fisik
d. Status present
K/U
: Tampak sakit sedang
Sensorium
: komposmentis
37
Tampak melepuh
Pembesaran KGB (-)
Toraks
Inspeksi
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi
: Soepel, hepar / lien tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, bising usus (-)
8. Diagnosa Kerja
Luka bakar grade 2B dengan luas luka bakar 22,5%
9. Therapy
- Bedrest
Ivfd RL 8 jam pertama 2610ml : 8= 326 tpm/makro
- 16 jam kedua 2610ml : 16 = 163 tpm/makro
- Inj. Cefotaxime I gr/12jam
- Inj. Ketorolac 1amp/8jam
- Inj. Ranitidine 1amp/12jam
- Kompres NS
38
Prontosan gel
Aspirasi bula
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.