Disusun Oleh :
Kelompok 3
Anggun Diyanita
NRP. 2414.106.011
Tasya Muafida
NRP. 2414.106.014
NRP. 2415.105.002
Jessie Irmayanti
NRP. 2415.105.007
NRP. 2415.105.012
NRP. 2415.105.017
Dosen Pengajar :
Lizda Johar Mawarani, ST, MT
NIP: 19740815 199703 2 001
Sifat termal pada bahan adalah tanggapan suatu bahan ketika diberi panas. Ketika suatu
bahan menyerap energi (panas) maka temperaturnya akan meningkat dan dimensinya
bertambah. Sifat termal suatu bahan meliputi kapasitas panas, ekspansi termal, mekanisme
konduksi termal, dan tegangan termal.
1.
Kapasitas Panas
Suatu bahan padat ketika diberi panas maka temperaturnya akan naik yang disebabkan
adanya energi yang diserap oleh material tersebut. Kapasitas panas adalah jumlah panas yang
diperlukan untuk meningkatkan temperatur padatan sebesar satu derajat Kelvin. Yang apabila
ditulis secara matematika adalah sebagai berikut:
=
dengan, C
Q
= kapasitas panas
= energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan dT
dT = perubahan temperatur
=
dengan, C
= kapasitas panas
= energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam padatan
= enthalpi
dT = perubahan temperature
1.1
pada frekuensi tinggi dan amplitudo rendah. Atom-atom tersebut tidak bergetar secara
independen, namun saling menggetarkan antara atom satu dengan atom yang lain karena
adanya ikatan atom. Sehingga, getaran antar atom ini membentuk gelombang kisi yang
berjalan dimana gelombang tersebut dianggap sebagai gelombang suara maupun gelombang
elastis yang memiliki panjang gelombang pendek dan frekuensi tinggi yang merambat
melalui kristal dengan kecepatan suara. Getaran antar atom tersebut disebut fonon.
1.2
Gambar 1.1 ketergantungan kapasitas panas terhadap temperatur pada volume konstan[3]
Kapasitas panas pada volume konstan, Cv, sama dengan nol pada suhu 0 K, namun Cv
akan naik secara signifikan ketika temperatur semakin tinggi. Pada temperatur rendah,
hubungan antara Cv dan T dapat dituliskan dengan,
=
dimana, A
= temperatur-independen konstan
Meskipun energi total material semakin bertambah dengan temperatur yang semakin
naik, namun kuantitas energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan satu derajat
temperatur tetap konstan.
2.
Ekspansi termal
Ekspansi termal adalah perubahan dimensi yang terjadi akibat adanya perubahan
mengamati perubahan panjang sampel akibat kenaikan temperatur yang terjadi. Besarnya
koefisien ekspansi termal dipengaruhi oleh pori pada suatu material. Kehadiran pori akan
mereduksi massa material. Semakin banyak pori akan memperkecil daya hantar panas
sehingga koefisien ekspansi termalnya menjadi lebih kecil[1].
Gambar 2.1 Sambungan ekspansi termal pada (a) jembatan dan (b) dinding[1]
Pada jembatan, tanpa sambungan ekspansi berupa pegas untuk bagian yang terpisah
pada jalan jembatan, permukaan akan melengkung karena ekspansi termal pada waktu
dengan suhu yang tinggi (panas) dan suhu yang rendah (dingin). Pada dinding, sendi vertikal
diisi dengan bahan yang lembut yang memungkinkan dinding untuk mengembang dan
menyusut ketika suhu batu bata mengalami perubahan
Pada suhu normal, atom dalam benda padat berosilasi di sekitar posisi
keseimbangannya dengan amplitudo sekitar 10-11 m dan frekuensi sekitar 1013 Hz. Rata-rata
jarak antara atom adalah sekitar 10-10 m. Ketika suhu benda padat meningkat, atom berosilasi
dengan amplitudo yang lebih besar, sebagai akibatnya, pemisahan rata-rata antara mereka
meningkat. Akibatnya, objek mengembang.
2.1
suhu. Hokum Charles memperlihatkan bahwa koefisien ini sama untuk gas dan besarnya
yaitu 1/273,15 (0C)-1 pada 00C. dengan demikian peningkatan suhu sebesar 10C menyebabkan
gas berekspansi sebesar 1/273,15 atau 0,366 % dari volume asalnya pada 00C, salkan
tekanannya tetap. Sedangkan koefisien ekspansi padatan dan cairan jauh lebih kecil.
Koefisien ekspansi termal padatan umumnya kurang dari 0,02 % per derajat celcius.
Meningkatnya volume volume dalam wujud padatan dan cairan mensyaratkan bahwa
gaya tarik di antara molekul dan molekul tetangganya harus diatasi sebagian. Karena jarak
antar molekul padatan dan cairan berada di daerah gaya tarik yang paling kuat, ekspansi yang
relative kecil dihasilkan oleh meningkatnya volume. Sebaliknya, molekul dalam keadaan gas
sangat berjauhan sehingga gaya tarik antarkeduanya dapat diabaikan. Dalam suhu yang sama
meningkatkan ekspansi yang jauh lebih besar dalam gas dibandingkan dalam padatan dan
cairan.
Koefsien ekspansi termal berhubungan dengan daerah perubahan dalam dimensi daerah
perubahan suhu. Dapat dituliskan dengan
Dimana A adalah luasan pada objek, dan T adalah laju perubahan dari daerah per unit
perubahan suhu[3]
2.2
dimana konstanta perbandingan disebut sebagai koefisien pemuaian linear. Nilai tergantung
pada sifat zat. Untuk berbagai keperluan, kita dapat menganggap sebagai konstanta yang
sepenuhnya bebas dari T, meskipun hal tersebut jarang benar. Dari persamaan di atas,
adalah perubahan panjang per satuan panjang awal per derajat perubahan temperatur. Sebagai
contoh, jika kuningan sepangjang 1000.000 cm menjadi 1000.019 cm ketika temperatur
dinaikkan 1,0 0C, koefisien pemuaian linear kuningan adalah
= 1,9 x 10-3 oC-1
dimana adalah koefisien pemuaian luas. Untuk zat padat isotopik (yang memuai dengan cara
yang sama ke segala arah). Pemuaian volume, jika suatu volume V0 memuai menjadi V0 + V
ketika mengalami kenaikan temperatur, maka
V=V0T
dimana adalah koefisien pemuaian volume. Ini dapat berupa peningkatan atau pengurangan
volume (Bueche, 1999).
Koefisien ekspansi termal volumetrik dapat dituliskan dalam persamaan :
v
di mana V adalah volume bahan, dan d V / d T adalah laju perubahan volume dengan
temperatur.
2.3
3.
Konduktivitas Termal
Konduksi termal merupakan fenomena dimana panas yang dihantarkan dari daerah
yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah pada suatu zat. Sifat yang mencirikan
kemampuan suatu material untuk mentransfer panas disebut konduktivitas termal. Hal
tersebut dapat diekspresikan pada persamaan berikut
=
Dimana q adalah fluks panas, atau aliran panas per satuan waktu atau per satuan luas
(W/m2), k adalah konduktivitas termal (W/mK).
3.1
Dimana
dan
konduktivitas elektron termal, biasanya satu dari keduanya ada yang menonjol. Energi termal
yang berkaitan dengan fonon atau gelombang kisi dihantarkan pada arah dari pergerakan
kedua konduktivitas.
3.1.1 Logam
Pada logam murni, mekanisme elektron termal jauh lebih efisien daripada
mekanisme fonon karena elektron tidak mudah tersebar dan memiliki kecepatan lebih
tinggi. Logam termasuk jenis konduktor panas yang sangat baik karena jumlah elektron
bebas yang berpartisipasi pada konduksi termal relatif besar. Konduktivitas logam pada
umumnya berkisar antara 20 W/m.K sampai 400 W/m.K. Gambar 1.x menunjukkan
contoh konduktivitas termal pada paduan logam tembaga (Cu) dan seng (Zn).
Gambar 3.1 Konduktivitas termal yang dibandingkan dengan komposisi pada paduan
tembaga (Cu) dan seng (Zn)[3]
Karena elektron bebas pada logam murni bertanggung jawab untuk kedua konduksi
yaitu konduksi listrik dan konduksi termal, maka konduktivitas keduanya harus berhubungan.
Menurut hukum Widemann-Franz dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.1.2 Keramik
Keramik termasuk bahan non logam. Bahan non logam merupakan isolator termal
karena kekurangan jumlah elektron bebas. Jadi mekanisme fonon yang bertanggung
jawab untuk konduksi termal, ke jauh lebih kecil dari kl. Tetapi mekanisme fonon tidak
seefektif mekanisme elektron bebas dalam menghantarkan panas karena terjadi
hamburan oleh ketidaksempurnaan kisi.
Nilai konduktivitas termal untuk sejumlah bahan keramik pada suhu ruang
berkisar antara 2 W/m.K sampai 50 W/m.K. Kaca dan keramik amorf memiliki
konduktivitas yang lebih rendah daripada lainnya. Hamburan gelombang kisi menjadi
lebih jelas jika suhu dinaikkan. Dapat dilihat pada Gambar 1.x, konduktivitas mulai
meningkat pada suhu yang lebih tinggi.
3.1.3 Polimer
Untuk bahan ini, transfer energi dilakukan dengan getaran dan rotasi dari rantai
molekul. Besarnya konduktivitas termal bergantung pada derajat kristalinitas, polimer
dengan struktur yang sangat kristal akan memiliki konduktivitas lebih besar dari bahan
setara amorf. Hal ini disebabkan getaran rantai molekul terkoordinasi lebih efektif pada
keadaan kristal. Polimer lebih sering digunakan sebagai isolator termal karena memiliki
koduktivitas termal yang rendah.
4.
Tegangan Termal
Tegangan termal merupakan tegangan yang diinduksikan pada tubuh material akibat
4.1
dipanaskan atau didinginkan secara seragam, tidak akan mengalami tegangan (bebas
tegangan). Namun lain halnya bila terdapat gerak aksial pada batang yang ditopang oleh salah
satu ujungnya. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya tegangan termal pada batang
material tersebut. Besarnya tegangan yang diperoleh dihasilkan oleh perubahan suhu mulamula (T0) hingga suhu salah material patah (Tf) dengan persamaan berikut :
=
dimana E adalah modulus elastis dan 1 adalah koefisien linier ekspansi termal.
Setelah terjadi pemanasan (Tf > T0), tegangan adalah tekanan tersebut ( < 0), karena
ekspasi pada batang telah dibatasi. Namun jika batang didinginkan (Tf < T0), maka tegangan
tarik akan dikenakan. Persamaan diatas mewakili kondisi dimana tegangan dibutuhkan untuk
proses elasitas terkompresi (memanjang) pada batang kembali ke panjang asal setelah
berkontraksi dengan terjadinya perubahan suhu.
4.2
akan bergantung pada ukuran, bentuk, konduktivitas termal material, serta laju perubahan
suhu. Tegangan termal dapat dibentuk sebagai hasil dari gradient suhu diseluruh tubuh yang
10
disebabkan oleh pemanasan atau pendinginan cepat, yaitu perubahan suhu yang cepat terjadi
pada luar permukaan daripada didalam material. Perubahan dimensi akan menahan ekspansi
bebas atau kontraksi elemen volume yang berdekatan dalam potongan material.
4.3
dengan deformasi plastik. Namun, keramik yang merupakan material tidak ulet, akan
meningkatkan kemungkinan patah dari tekanan pada material rapuh tersebut. Pendinginan
cepat pada material rapuh lebih mungkinkan untuk menimbulkan thermal shock daripada
pemanasan, karena tegangan permukaan diregangkan. Pembentukan retak dan propagasi dari
cacat permukaan yang lebih mungkin ketika tegangan yang dikenakan adalah tegangan tarik.
Kapasitas bahan untuk menahan tegangan pada material rapuh disebut ketahanan
thermal shock. Untuk badan keramik yang cepat didinginkan, ketahanan terhadap thermal
shock tidak hanya tergantung pada besarnya perubahan suhu, tetapi juga pada sifat mekanik
dan termal material. Ketahanan thermal shock yang terbaik untuk keramik yang memiliki
kekuatan fraktur tinggi dan konduktivitas termal tinggi, serta modulus elastisitas yang rendah
dan koefisien ekspansi termal rendah.
Resistensi dari banyak bahan untuk jenis kegagalan dapat didekati oleh kejutan
resistensi parameter TSR termal sebagai berikut :
!"
Thermal shock dapat dicegah dengan mengubah kondisi eksternal ke tingkat yang
pendinginan atau pemanasan yang berkurang dan gradien suhu di seluruh bagian material
diminimalkan. Modifikasi karakteristik termal dan/atau mekanik dalam persamaan tersebut
juga dapat meningkatkan ketahanan thermal shock material. Parameter berupa koefisien
ekspansi termal mungkin paling mudah diubah dan dikendalikan.
Menghilangkan tegangan termal pada bahan keramik diperlukan sebagai sarana
meningkatkan kekuatan dan karakteristik mekanik. Hal ini dapat dicapai oleh perlakuan
panas anil (proses menguatkan).
11
Daftar Pustaka
[1] Sears dan Zemansky.2001. Fisika universitas edisi kesepuluh jilid 1. Erlangga. Ciracas
Jakarta
[2] Anonim, 2010. Koefisien Pemuaian Panjang. Diakses tanggal 11 Juni 2011.
http://wikipedia.com
[3] Callister, Jr William Matereials Science And Engine An Introduction
12