Anda di halaman 1dari 42

SESAK NAFAS SETELAH

JATUH
STEP 1
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mengapa penderita kesadarannya menurun, sesak nafas dan sianosis?


Macam2 trauma thoraks yang menyebabkan kematian?
Macam2 trauma kepala?
Mengapa kondisi pasien semakin menurun setelah dilakukan penghentian
pendarahan dan perban tekan?
Mengapa dadanya asimetris dan dalam auskultasi tidak terdengar suara?
Mengapa RR meningkat dan tekanan darahnya menurun?
Bagaimana terjadinya akral dingin dan pucat?
Penanganan apa lagi yang dibutuhkan oleh pasien?
Dd?

STEP 3
1. Mengapa penderita kesadarannya menurun, sesak nafas dan sianosis?
Adanya perdarahan mempengaruhi pusat kesadaran kesadaran
menurun. Bisa juga dari trauma kapitis.
Memar pada dada ada cairan dari komplians paru dan kelemahan otot
pernafasan sesak nafas.
Udara masuk ke ruang potensial pleura kolaps jaringan paru
gangguan ventilasi perfusi.
Adanya darah a.intercostalis menekan pulmo
Sianosis : tanda2 dari hipoksia/syok hipovolemi

Tidak sadar??
Derajat Kesadaran ditentukaan oleh integritas dari diffuse ascending
reticular system .Batang otak yang pada ujung rostal bersambung
dengan otak dan ujung caudalnya bersambung dengan medulla spinalis ,
mudah terbentang dan teregang pada waktu kepala bergerak secara
cepat dan sekaligus secara mendadak . Secara cepat danmendadak itu
dinamakan akselerasi. Peregangan menurut poros batang otak ini bisa
menimbulkan blokade itu berlangsung , otak tidak mendapatkan input
aferen , yang berarti bahwa kesadaran menurun sampai derajat yang
rendahh ( pingsan ) . Hilangnya blokade terhadap lintasan ascendens itu
akan disusul dengan pulihnya kesadaran.
( Neurologi klinis Dasar )
2. Macam2 trauma thoraks yang menyebabkan kematian?

Trauma tumpul : karena kecelakaan


Trauma tajam : akibat benda tajam
Trauma kompresi : terjebak antara 2 benda
Menyebabkan kematian bila menyebabkan obstruksi saluran nafas dan
perdarahan masif.
Jika ada kondisi hipoksia dan syok hipovolemi, berpotensi pada
kematian.

o Tension pneumothoraks
Mekanisme ventil
Udara terus masuk cavum pleura tanpa bisa keluarMelalui
Dari Paru-paru
luka di dinding dada

Tekanan cavum makin tinggi


Paru kolaps
Mediastinum terdorong ke sisi sehat
Berkurangnya aliran darah vena
Vena leher melebar

Mekanismeventil : udaramasukkerongga pleura ttptidakdptkeluar

Parukuncup, parusebelahnyatertekan

Mediastinum terdorong : jantungdanpembuluhdarahbesarterdorong;


trakheaterdorongsesak, shock, trakheaterdorongkesisisehat, pelebaran
vena leher
Tension pneumothoraxtime for a re-think? ; S Leigh-Smith, T Harris,
Emerg Med J 2005;22:816. doi: 10.1136/emj.2003.010421

o Simple pneumothoraks
Disebabkankarenaudara yang masukkedalamrongga pleura
tanpadisertailukaluar.Biasanyakarenalukaakibatbendatumpuldanakhirnyamend
esakparusehinggatimbulkesulitanbernafas

Padasemuakasuspneumothoraksdidapatkansuaravesikulermelemahataumenghi
lang, pernafasanasimetris, kesulitanbernafas, kadangdisertaipendesakan
mediastinum kearah yang sehatdansuarahipersonorpadaperkusi.

o Open pneumothoraks
Luka pada dinding thoraks yg diameter 2/3 diameter trakea

Udara cenderung masuk ke rongga dada melalui lubang tersebut


(tahanan lebih kecil dibanding trakea)

Udara tidak digunakan dalam ventilasi


Hipoksia & Hiperkapni
Luka mengisap / sucking chest wound. Tekanandalam pleura
akanmenjadisamadengantekananatmosfer. Jikalukaberdiameterlebihdari 2/3
diameter trachea
menyebabkanudaraakanmengalirmelaluidefekkarenamempunyaitahanan yang
kurangataulebihkecildibandingkantrakeasehinggaakanmenggangguventilasiseh
inggamenyebabkanhipoksiadanhiperkapnia
o Flail chest
Fraktur multipel iga yg segmental
Ada bagian dada yg terpisah
Pergerakan paradoksal
Nyeri Hebat
Malas Bernafas
Perberat Hipoksia

Tulangigapatahlebihdari 2 tempatpada 2 igaataulebih

Ada segmen dada ygtertinggalpdpernapasan

Pd ekspirasi menonjol dan pd inspirasi masuk ke dalam (paradoksal)

Disertai kontusio paru


Blunt thoracic trauma: f lail chest, pulmonarycontusion, and blast injury,
Sandra Wanek, MD, John C. Mayberry, MD, FACS, Division of General
Surgery, Oregon Health & Science University.

o Hemothoraks masif
Disebabkan oleh robeknya pembuluh darah sistemik atau pembuluh

darah paru
Disebut masif apabila terkumpul lebih dari 1500 cc di cavum pleura.
Selain menyebabkan gangguan pada ventilasi, kehilangan darah
sebanyak itu juga akan menimbulkan shock hemoragik

Terjadipengumpulandarahpadasalahsatuhemithoraksdanmenekanparusehingga
menyebabkankesulitanbernafasdanmempercepattimbulnya shock jikadarah
yang terkumpulmelampaui 1500 cc
Diagnosis :adanyabunyipekakpadasisiparu yang terisidarah,
pernafasanasimetris, vesikulermenghilang
ATLS
o Tamponade jantung
Didapati pada trauma tembus/tajam thoraks. Pada trauma tumpul

jarang didapati
Adanya darah dalam rongga perikard meskipun hanya sedikit akan
mengganggu kerja pompa jantung

Terjadisaat pericardium terisiolehcairan / darah / gas,


dllsehinggajantungterselimutiolehpembesaranruang
pericardium.Seringmenyebabkan shock

Tanda yang khasadalahpelebaran vena leher,


bunyijantungterasamenghilangpadaauskultasi,
danditemukannyapulsusparadoksal

Acute Cardiac Tamponade, David H. Spodick, M.D., D.Sc. N Engl J Med


2003;349:684-90.

a. Tension pneumothoraks
Mekanisme ventil : udara masuk ke rongga pleura ttp tidak dpt keluar

Paru kuncup, paru sebelahnya tertekan


Mediastinum terdorong : jantung dan pembuluh darah besar terdorong;
trakhea terdorong sesak, shock, trakhea terdorong ke sisi sehat,
pelebaran vena leher
Perlu penanganan segera keluarkan udara dari rongga pleura

b. Hemothoraks masif
Terjadi perdarahan hebat yg menyebabkan problem B (reathing) dan
problem C (irculation)
Pada fase pra-RS tidak banyak yg dpt dilakukan infus
Pisau jangan dicabut!!

c. Flail chest
Tulang iga patah lebih dari 2 tempat pada 2 iga atau lebih
Ada segmen dada yg tertinggal pd pernapasan
Pd ekspirasi menonjol dan pd inspirasi masuk kedalam (paradoksal)

d. Tamponade jantung

Luka tajam
Darah terkumpul pd rongga perikardium kontraksi jantung terganggu
Menyebabkan syok
Vena leher melebar dan bunyi jantung terdengar jauh
Dilakukan perikardiosentesis

Radiologi Ed. 2

3. Macam2 trauma kepala?


- Fraktur :
Terjadi fraktur kalvaria (atap otak), fraktur basis cranii (bisa
menimbulkan ancaman jalan nafas)
- Cedera otak:
a. Difus
Dapat kehilangan kesadaran sebentar (komosia cerebri)
Yang lama (difus <akibat hipoksi dan iskemi otak>, aksonal, injuri)
b. Fokal
Kontusio intrakranial akibat perdarahan epidural maupun subdural.

Berdasar mekanisme
TRAUMA TUMPUL, TAJAM, tembus
Berdasar berat ringan
Berdasar GCS
Berdaasar morfologi
Primer : akibat akslerasi dan deslerasi
Skunder : akibat dari cedera primer yang berujung pada proses biokimianya
yang akhirnya menyebabkan hipoksi jaringan

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8
a) Trauma Kepala Ringan

Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CTscan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit
(Torner,
Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah
hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan
kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala
dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan
nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala
ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong,
2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan
hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar
laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi,
2004).
b) Trauma Kepala Sedang
Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CTscan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999).
Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti
perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala
sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi,
2004).
c) Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100%
cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat
terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak
sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai
tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004).
Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan
eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat
dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam
jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan
kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera
kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam
laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004).
Mekanisme

a. tumpul
b. tembus

- kec tinggi/ tabrakan


mobil
- kec rendah/jatuh,
dipukul
- luka tembak
- Cedera tembus lain

Beratnya

a. ringan
b. sedang
c. berat

Morfologi

a. tulang tengkorak
- kalvaria

- dasar tengkorak

GCS 14-15
GCS 9-13
GCS 3-8

- garis, bintang
- depresi, nondepresi
- terbuka, tertutup
- dgn/tanpa kebocoran LCS
- dgn/tanpa paresis N.VII

b.lesi intrakranial
- fokal: epidural,
subdural,
intraserebra
- difus:konkusi, konkusi
multiple

Sumber : ATLS

Cedera Otak

Cedera Otak Primer


Apabila otak menumbuk bagian dalam tengkorak, maka mumgkin terjadi perdarahan
dalam jaringan (kontusio serebri), robekan jaringan otak (laserasi serebri) ataupun
perdarahan karena putusnya pembuluh darah.

Cedera Otak Sekunder


o Hipovolemia
Pada trauma perdarahan syok ringan kompensasi tubuh sehingga otak
masih mendapat suplai darah bertambah berat perfusi darah ke otak
sangat berkurang iskemia otak infark otak.
o Hipoksia
Kurangnya oksigen dalam darah akan menyebabkan otak menerima oksigen yang
kurang.
o Hiperkarbia dan Hipokarbia
Pengaruh kadar CO2 dalam darah sangat penting pada trauma kapitis.
Peningkatan CO2 akan menyebabkan Vasodilatasi pembuluh darah otak
peningkatan TIK

Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan ke semua arah .


Gelombang ini mengubah tekanan jaringan otak di tempat benturan
(coup)
Gelombang kejut disebarkan di tempat yang bersebrangan dengan
benturan (counter coup)

4. Mengapa kondisi pasien semakin menurun setelah dilakukan penghentian


pendarahan dengan perban tekan?
Memar di hemitoraks kanan penumpukan darah dan udara di pleura
kemungkinan ada gangguan di parunya.
Perlu diberi cairan resusitasi NaCl dan RL

Kemungkinan 1 : jejas pada hemithoraks belum tertangani ,


sehingga apabila ada udara atau darah dalam rongga pleura belum
bisa keluar oksigen yang diberikan kepada pasien tdk dapat
mencapai paru dengan sempurna karena paru mengalami kolaps
oksigenasi belum dapat berjalan dengan baik.
Kemungkinan 2 : karena pasien mengalami perdarahan yang hebat
sehingga banyak sekali kehilangan cairan, tapi belum ada resusitasi
cairan untuk mengganti cairan yang hilang akibat perdarahan
syok lebih parah perfusi otak ke jaringan tidak terpenuhi
Kemungkinan 3: lambatnya penanganan yang dilakukan untuk
melancarkan jalan nafas dan ventilasi
Sumber : ATLS
5. Mengapa dadanya asimetris dan dalam auskultasi tidak terdengar suara?
Adanya perdarahan mempengaruhi pusat kesadaran kesadaran
menurun
Memar pada dada ada cairan dari komplians paru dan kelemahan otot
pernafasan sesak nafas. Udara masuk ke ruang potensial pleura
kolaps jaringan paru gangguan ventilasi perfusi. Adanya darah
a.intercostalis menekan pulmo
6. Mengapa RR meningkat dan tekanan darahnya menurun?

Kompensasi syok hipovolemik. Adanya perdarahan masif aliran darah


dalam pembuluh darah menurun co menurun
7. Bagaimana terjadinya akral dingin dan pucat?
Karena syok hipovolemik menurunnya perfusi darah ke perifer
Hipotensi penurunan aliran darah ke koroner penurunan aliran darah
ke kulit. Akral dingin/basah dan kapilary refill lambat.

8. Penanganan apa lagi yang dibutuhkan oleh pasien?


Airway survei dan cervical collar
Breathing survei : curiga adanya pneumotoraks atau hemotoraks (di
needle torakosintesis udara <ics 2 linea midclavicula>, cairan <ics5 linea
midclavicula>), pakai masker non-rebreathing (10-12 l)
Circulation : Butuh cairan resusitasi (NaCl atau RL)
Dissability : dari GCS, diameter pupil,
Exposure
o

o
o

Penentuan dan evaluasi


Fungsi Vital(A,B,C)
Kesadaran (GCS)
Kondisi neurologik
Pemberian cairan elektrolit
Pemasangan kateter kandung kemih menetap
Pemantauan keseimbangan cairan
Pencegahan dekubitus: kulit tdk selalu basah
Pencegahan(pengobatan)
Pneumonia
Fisioterapi paru
Menghisap timbunan secret
Perubahan posisi berbaring berkala

Dekubitus
Perubahan posisi berbaring berkala
Perawatan kulit agar bersih dan kering
Kontraktur
Gerakan sendi secara pasif

Keratitis
Kegelisahan
Penyebab:massa tengkorak, kandung kemih
penuh, nyeri
Sedative memadai
Demam/hipertermi
Dehidrasi
infeksi
Buku ajar Ilmu bedah wim de jong

9. Dd?
MULTIPLE TRAUMA
TRAUMA THORAX
DEFINISI
Trauma yang terjadi di dada, yang mengenai organ dada sekitarnya
(paru, tulang, otot, jantung)
ETIOLOGI
Berdasar klasifikasi :
Trauma tajam : karena tusukan
Trauma tumpul : karena benturan
Trauma kompresi : karena himpitan 2 benda di dada

Truma terbuka :
disebabkan oleh benda yang menembus dinding dada, seperti
pisau atau peluru, dan juga dapat disebabkan oleh patah tulang
iga, dimana ujung tulang iga merobek dinding dan kulit dada.
Trauma tertutup :
dimana kulit dada tidak mengalami kerusakan, biasanya
disebabkan oleh trauma tumpul, seperti kena stir, atau kena
benda tumpul.

Tanda yang penting dari trauma toraks terbuka dan


tertutup :
Sakit pada daerah yang luka
Perubahan pola dan frekuensi nafas (Dyspnea : Kesukaran
bernafas dan nafas pendek, cepaat dan lambat )
Kegagalan satu sisi atau ke dua sisi dari dada untuk
berkembang pada saat inspirasi.
Hemoptisis
Nadi cepat dan lemah dan Tekanan darah rendah
PATOFISIOLOGI

Trauma toraks peningkatan CO2 asisdosis respiratory


Ada hematom, edem memperlambat difusi paru O2 dalam
darah berkurang hipoksia jaringan.
Kegagalan ventilasi
Kegagalan pertukaran gas ditingkat alveolar (karena mismatch
perfusion dan terjadi hematom, kolaps alveolar dan tension
pneumotoraks kolaps paru)
Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik
Dari ketiganya dapat menyebabkan hipoksia, hiperkarbia dan
asidosis metabolik (diperlukan BGA)yang menyebabkan hipoperfusi
PENATALAKSANAAN
ABC
Primary survei :
Tension pneumotoraks : torakosintesis
Flail chest : resusitasi cairan
Hemothoraks masif : chest tube, WSD (water seal drainage)
Tamponade jantung : pericardiosintesis, USG
Open pneumotoraks : diberi occlusif dressing
Secondary suvei :

Simple pneumotoraks
Kontusio paru
Rupture aorta
Rupture diafragma

Initial Asessment (Penilaian Awal):


1. persiapan, ada 2 fase:
pre-hospital
seluruh penanganan penderita sebaiknya berlangsung dalam
koordinasi dengan dokter di RS
penanganan dititikberatkan pada penjagaan airway, kontrol
perdarahan dan syok, imobilisasi penderita, dan pengiriman ke
RS
hospitaL
dilakukan persiapan untuk menerima penderita, sehingga dapat
dilakukan resusitasi dalam waktu cepat
persiapan perlengkapan airway (laringoskop, ET), cairan
kristaloid (ringer lactat), dll
2. triase
pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia
terapi didasarkan pada prioritas ABC (airway dengan kontrol vertebra
servikal; breathing dan circulation dengan kontrol perdarahan)
2 jenis keadaan triase:
multiple causalties
o musibah masal dg jumlah penderita dan beratnya
perlukaan TIDAK melampaui kemampuan RS

penderita dengan keadaan mengancam jiwa dan


multitrauma dilayani terlebih dahulu
mass causalties
o musibah masal dg jumlah penderita dan beratnya
perlukaan MELAMPAUI kemampuan RS
o penderita dg kemampuan survival terbesar, serta
membutuhkan waktu, perlengkapan, dan tenaga paling
sedikit, dilayani terlebih dahulu
3. primary survey (ABCDE)
penilaian keadaan penderita dg prioritas terapi berdasarkan jenis
perlukaan, tanda vital, dan mekanisme trauma
penderita yg terluka parah, terapi diberikan berdasarkan urutan
prioritas
tanda vital harus dinilai secara cepat dan efisien
proses ABC-nya trauma
airway
o menjaga airway dengan kontrol servikal (cervikal spine
kontrol)
o memeriksaobstruksi jalan nafas yg dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, mandibula/ maxilla,
laring atau trakea
o dapat dimulai dengan chin lift atau jaw thrust
o pada penderita yg masih bisa bicara, airway dianggap
bebas, namun evaluasi ulang msh harus tetap dilakukan
o penderita dg gangguan kesadaran (GCS <=8), perlu
pemasangan airway definitif
o pemeriksaan dan perbaikan airway tidak oleh dilakukan
ekstensi, fleksi atau rotasi leher
o
breathing
o airway yg baik tidak menjamin ventilasi yg baik pula
o menjaga pernafasan dg ventilasi
o ventilasi yg baik meliputi fungsi yg baik dari paru, dinding
dada, dan diafragma
o dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi
pernafasan
o auskultasi dilakukan untuk mengetahui masuknya udara e
paru
o perkusi untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura
o inspeksi dan palpasi memperlihatkan kelainan dinding
dada yg mungkin mngganggu ventilasi
circulation kontrol perdarahan
o volume darah dan cardiac output
hipotensi pada penderita trauma harus dianggap
disebabkan oleh hipoveloemia, sampai terbukti
sebaliknya.
3 penemuan klinis dalam hitungan detik dapat
memberikan info keadaan hemodinamik:
o

tingkat kesadaran
volum darah turun perfusi otak dapat
berkurang penurunan kesadaran. jangan
dibalik: penderita yg sadar belum tentu
normovolemik
warna kulit
warna
ulit
dapat
membantu
dx
hipovolemik
penderita
traumakulit
kemerahan
terutama pada wajah dan ekstremitas
jarang dalam keadaan hipovolemik
penderita
trauma
wajah
pucat
keabu2an
dan
kulit
ekstremitas
pucathipovolemia
nadi
periksalah nadi yg besar2 (femoralis/
karotis), yg dinilai kekuatan nadi, kecepatan,
irama
nadi yg tidak cepat, kuat, teratur
normovolemia (bila penderita tidak minum
beta-blocker)
nadi cepat, kecil hipovolemia, walu bisa
disebabkan oleh keadaan lain
nadi normal bukan merupakan jaminan
normovolemia
nadi tidak teratur tanda gangguan jantung
tidak ditemukan pulsasi dari arteri yg besar
resusitasi segera

perdarahan
perdarahan nadi arteri luar harus dikelola pada
primary survey.
perdarahan
eksternal
dihentikan
dg
penekanan luka
spalk udara (pneumatik splinting device) jg
dapat
digunakan
untuk
mengontrol
perdarahan, tapi harus tembus cahaya untuk
mengontrol perdarahan
torniquet jangan dipakai karena akan
merusak jaringan dan menyebabkan iskemik
distal hanya dipakai jika ada amputasi
traumatik
hemostat butuh waktu dan dapat merusak
jaringan saraf dan pembuluh darah
sumber
perdarahan
interna
adalah
perdarahan dalam rongga thorax, abdomen,
sekitar
fraktur
tulang
panjang,
retroperitonela akibat fraktur pelvis/ luka
tembus dada atau perut.

disability (status neurologis)


o yang dinilai: tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
tanda2 lateralisasi dan level cedera spinal
o GCS dapat dilakukan sebagai pengganti AVPU. jika belum
dilakukan penilaian GCS pada primary survey, maka bisa
dilakukan pada secondary survey pada pemeriksaan
neurologis
o penurunan kesadaran dilakukan reevaluasi (okssigenasi,
ventilasi, perfusi)
exposure/ control environment
o buka baju penderita, tapi cegah hipotermia
o diberi cairan iv yg sudah dihangatkan
keadaan mengancam jiwa harus dikenali, dan resusitasinya dilakukan
pada saat itu juga
4. resusitasi
resusitasi yg agresif dan pengelolaan yg cepat pada yg mengancam nyawa
merupakan hal yg mutlak jika ingin penderita tetap hidup
airway
jaw thrust dan chin ift dapat dipakai
penderita sadar nasopharingeal airway
tidak sadar dan tidak ada refleks bertahak (gag refleks)
oropharingeal airway
bila ada keraguan mengenai kemampuan menjaga airway
pasang airway definitif
breathing/ ventilasi/ oksigenasi
kontrol airway yg terganggu rn faktor mekanik, ada
gg.ventilasi, / ada gg. kesadaran ET baik oral maupun nasal dg
tetap kontrol pd servikal
surgical airway (cricotiroidotomy) dapat dilakukan bila ada
kontraindikasi ET atau masalah teknis
setiap penderita trauma diberi oksigen. bila tanpa intubasi,
sebaiknya oksiigen diberikan dg face mask
circulation
hipotermia bisa terjadipada penderita yg diberi RL yg tidak
dihangatkan/ darah yg masih dingin
5. tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
monitor EKG
dipasang pada semua penderita trauma
disritmia (termasuk tachykardi yg etiologiya tdk diketahui),
fibrilasi atrium/ ekstra sistol dan perubahan segmen ST
mungkin disebbakan kontusio jantung pulseless electrical
activity (PEA, dahulu disebit disosiasi elektro mechanical, EMD),
tamponade jantung, tension pneumothorax, dan/ hipovolemia
berat
bradychardy, konduksi aberans,/ ekstrasistol curiga hipoksia,
dan hipoperfusi
hipotermi bisa sebabkan disritmia
kateter urin dan lambung
kateter uretra

produksi urin untuk menilai perfusi ginjal dan


hemodinamik penderita
o curiga ruptur uretra, jgn dipasang dulu, lakukan
uretrogram.
kateter lambung
o untuk mengurangi distensi lmbung dan mengurangi
kemungkinzn muntah
o pemansangan kateter lambung dapat menyebabkan
muntah
dan
kemudian
aspirasi,
petugas
harus
mempersiapkan suction.
monitor
monitor hasil resusitasi sebaiknya didasarkan pada penemuan klinis:
laju nafas, nadi, tekanan nadi, tekanan darah, ABG (arterial blood
gases), suhu tubuh, dan keluaran urin (output)
laju nafas dan ABG
o menilai airway dan breathing
o kolorometrik mengukur end-tidal CO2 dan menetapkan
posisi ET dalam trakea, bukan esofagus
pulse oximetri
o mengukur dg kolorigrafi kadar O2 saturasi, bukan PaO2
o sensor diletakan pada ujung jari/ cuping telinga
mengukur saturasi O2 dan denyut nadi
penilaian tekanan darah merupakan indikator yg kurang baik
guna menilai perfusi jaringan
pemeriksaan rontgen dan px tambahan lainnya
harus slektif, jangan menghambat resusitasi
foto thorax dan pelvis membantu proses resustasi
foto thorax mengenali kelainan yg mengancam nyawa
foto pelvis fraktur pelvis butuh pemeberian darah
foto servikal lateral fraktur servikal. tapi jika tidak tampak,
belum menyingkirkan kemungkinan fraktur
tiidak boleh menggangu proses resusitasi, jika tidak
memungkinkan, bisa dilakukan saat secondary survey
DPL/ diagnostik peritoneal lavage perdarahan intraabdomen
6. secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe examination)
dilakukan px neurologi lengkap, termasuk mencatat skor GCS bila
belum dilakukan dalam primary survey
yang dilakukan dalam secondary survey:
anamnesis
o riwayat AMPLE:
A : alergi
M : medikasi (obat yg diminum saat ini)
P : past ilness (penyakit penyerta) / pregnancy
L : last meal
E : event/ environment yg berhubungan dg
kejadian perlukaan
o mekanisme perlukaan:
trauma tumpul
o

bisa disebabkan oleh KLL, terjatuh, rekreasi,


atau pekerjaan
keterangan yg dibutuhkan pd KLL mobil:
o pemakaian sabuk pengaman
o deformasi kemudi
o arah tabrakan
o kerusakan kendaraan dalam bentuk
kerusakan mayorpada bentuk luar
o perlengkapan atau penumpang yg
terlempar
keluar
menambah
parahnya perlukaan penumpang
pola perlukaan pd pasien bisa diramalkan
mekanisme traumanya
trauma tajam
faktor yg menentukan jenis dan beratnya
perlukaan: daerah tubuh yg terlukan, organ
yg terkena dan velositas (kecepatan)
velositas, kaliber, arah, dan jarak senjata
merupakan info penting
perlukaan karena suhu panas atau dingin
luka bakar dapat tjd sendiri atau kombinasi
dg trauma tumpul/ tajam akibat mobil
terbakar, ledakan, benda jatuh, usaha
penyelamatan diri,/ serangan pisau/ senjata
api
cedera dan keracunan CO dapat menyertai
luka bakar tanyakan ruang tertutup atau
ruang terbuka, bahan yg ikut terbakar
hipotermia akut atau kronis kehilangan
panas umum/ lokal
kehilangan panas dalam jumlah besar dapat
tjd walau dlm suhu yg tidak teerlalu dingin
(15-20 derajat C) bila penderita memakai
pakaian yg basah, tidak bergerak aktif, /
minum
alkohol
tubuh
tidak
dapat
menyimpan panas
bahan berbahaya (HAZMAT, hazardous materiaal)
kontak dg bahan kimia, toksin, / radiasi perlu
diketahui karena 2 sebab:
o bahan
ini
dapat
mengakibatkan
berbagai kelainan pada jantung, paru/
organ tubuh lain
o bahan ini dapat berbahaya bagi
petugas kesehatan yg merawat korban

PF
o

kepala
kulit kepala harus diperiksa akan adanya fraktur,
kontusio, luka

jika mata bengkak, menyulitkan px:


visus
ukurn pupil
perdarahan konjungtiva dan fundus
luka tembus mata
lensa kontak ambil sebelum tjd edema
dislokasi lentis
jepitan otot bola mata gerak bola mata
o maksilo-facial
dapat
mengganggu
airway/
perdarahan
yg
hebata primary survey
jika tanpa gangguan airway/ perdarahan hebat,
dikerjakan setelah penderita stabil sepenuhnya
pada fraktur facial, mungkin tjd fraktur lamina
cribosa kateter lambung dipasang via oral
o vertebra servikal/ leher
penderita dg trauma kapitis atau maxilo facial,
dianggap
ada
fraktur
servikal/
kerusakan
ligamentous servikal imobilisasi
nyeri daerah vertebra servikal, emfisema subkutan,
deviasi trakea, dan fraktur laring dapat ditemukan
dg px yg teliti
monoparesis 1 lengan biasanya ditemukan pada
penderita dg kerusakan radiks plexus brachialis
o thorax
inspeksi AP utk flail-chest/ open pneumothorax
anak kecil dpt mengaami trauma thorax berat
tanpa kerusakan tulang
pada ortu, trauma torax ringan dapat berakibat
berat. meburuknya pernafasan hrs diantisipasi
sebelum keadaan menjadi jelek
o abdomen
px abdomen yg normal tdk menyingkirkan dx
perlukaan intrabdomen
hipotensi yg tidak dapat diterangkan , kelainan
neurologis,
o perineum/ rektum/ vagina
kerusakan uretra pd wanita walaupun jarang td,
namun bisa ada karena straddle injuri/ fraktur
pelvis
o musculoskeletal
o neurologis
px neurologis yg teliti meliputi: tingkat kesadaran,
ukuran dan rx pupil, px sensoris dan motoris
7. tambahan terhadap secondary survey
px dx yg lebih spesifik:
foto tambahan TB dan ekstremitas
CT scan kepala, dada, abdomen, spine,
urografi dan angiografi

USG transesofageal
bronkoskopi
esofagoskopi
8. pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
monitoring vital sign dan produksi urin
penanganan rasa nyerianxiolitika, opiat (dapat sebabkan depresi
pernafasan)
9. penanganan definitif
dilakukan setelah primary dan secondary survey selesai
bisa lewat interhospital triage criteria

MONITORING:

Vital signs : denyut nadi

Kesadaran

Perfusi kulit : hangat

Output urin pasang indwelling catheter


. Adult

: 0.5 ml/hour/BW

. Child : 1 ml/hour/BW
. Infant

: 2 ml/hour/BW

Pulse oxymetry : > 95%

Survey Sekunder

Dilakukan apabila resusitasi pada survey primer telah dapat membuat stabil
keadaan penderita, ancaman kematian sudah lewat dan telah dilakukan re-

evaluasi.
Tujuan :
1. Memeriksa lebih teliti
2. Apakah ada kelainan yang potensial mengancam nyawa penderita
Keadaan yang potensial mengancam nyawa:
1. Pneumothoraks sederhana
Sesak
Auskultasi
: suara nafas berkurang
Perkusi
: hipersonor
Trakea tidak terdorong
Vena-vena leher tidak melebar
Pemeriksaan foto thoraks
2. Hemothoraks (yang tidak masif)
Sesak, karena adanya darah dalam rongga pleura fungsi paru
berkurang
Pemeriksaan fisik:
Sesak
Pucat
Perkusi
: hemithoraks yang terkena redup
3. Kontusio paru
4. Perlukaan trakeo-bronkial
Hemoptisis
Sesak
Emfisema subkutan
Pada WSD
: gelembung udara besar atau munculnya
gelembung saat inspirasi dan ekspirasi
Diagnosis pasti: pemeriksaan bronkoskopi
5. Trauma tumpul jantung
Trauma tumpul ganggu kerja otot jantung gangguan ritme
6. Ruptur aorta (sebagian)
Gejala klinis tidak spesifik
Pemeriksaan foto
: mediastinum yang melebar (bisa dilihat
dengan angiografi)
7. Ruptur diafragma
Robekan diafragma dan tekanan negatif pada rongga dada
isi rongga abdomen memasuki rongga dada mengurangi
ventilasi

Memasukkan NGT bila ujung pipa NGT berada dalam

rongga dada robekan diafragma


Melakukan foto ulang

1.

Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari
trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat
terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
CT Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro
sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto
dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi
Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya
hampir 96%.
Elektrokardiografi
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia
semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati,
keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG
menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.

Angiografi
Gold Standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya
cedera aorta pada trauma tumpul toraks.

TRAUMA CAPITIS
DEFINISI
ETIOLOGI
Fraktur :
Terjadi fraktur kalvaria (atap otak), fraktur basis cranii (bisa
menimbulkan ancaman jalan nafas)
Cedera otak:
c. Difus
Dapat kehilangan kesadaran sebentar (komosia cerebri)

Yang lama (difus <akibat hipoksi dan iskemi otak>, aksonal, injuri)
d. Fokal
Kontusio intrakranial akibat perdarahan epidural maupun subdural.

Berdasar mekanisme
TRAUMA TUMPUL, TAJAM, tembus
Berdasar berat ringan
Berdasar GCS
Berdaasar morfologi
Primer : akibat akslerasi dan deslerasi
Skunder : akibat dari cedera primer yang berujung pada proses biokimianya
yang akhirnya menyebabkan hipoksi jaringan

Klasifikasi cedera kepala


Langsung
countercoup
PATOFISIOLOGI
Fraktur cranium : biasanya linier (seperti garis), impresi dan
diaktasis (masuk ke sutura).
Menurut bendanya :
Karena perforasi : benda kecil yang bergerak dengan cepat <peluru>
Karena penetrasi dari gerakan yang cepat
Karena depresi karena benda yang memiliki energi besar dalam
kecepatan yang rendah
Karena hentakan benda berat
DIAGNOSA
Ringan : px alkohol dan urin (mabuk/tidak?)
Sedang : CT scan (epidural, subdural hemorrage)
Berat : diuresis, CT scan
PENATALAKSANAAN

(http://www.livingontheedge.info/wpcontent/uploads/2010/11/HeadInjury_Alg111.pdf)

1. Penaganan terhadap 5B yaitu :


- Breathing : Bebaskan obstruksi, suction, intubasi, trakeostomi
- Blood : Monitor TD, pemeriksaan Hb, leukosit
- Brain : Ukur GCS
- Bladder : Kosongkan bladder karena urine yang penuh dan merangsang mengedan.
- Bower : Kosongkan dengan alasan dapat meningkatkan TIK
2. Penatalaksanaan Medik
a. Konservatif
Istirahat baring di tempat tidur.
Analgetik untuk mengurangi rasa sakit.
Pemberian obat penenang
Pemberian obat gol osmotic diuretic ( manitol). Untuk mengatasi edema serebral.
Setelah keluhan-keluhan hilang, maka mobilisasi dapat dilakukan secara bertahap,
dimulai dengan duduk di tempat tidur, berdiri lalu berjalan.
b. Operatif
Operasi hanya dapat dilakukan pada kasus tertentu seperti pada perdarahan epidural
dan perdarahan subdural dengan maksud menghentikan perdarahan dan memperbaiki
fraktur terbuka jaringan otak yang menonjol keluar, atau pada fraktur dimana fragmenfragmen tulang masuk ke jaringan otak.

TRAUMA ABDOMEN
DEFINISI

Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :


A. Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi

1. Kompres
2. Hancur akibat kecelakaan
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.
Kontusio dinding abdomen disebabkan
Kontusio dinding abdomen tidak

trauma

non-penetrasi

terdapat cedera intra abdomen,

kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan


lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada

dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap
kanan dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI

C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari
kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan
dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat
benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan

viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali
pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung
kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi
tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ
intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.

DIAGNOSIS
Fokus abdominal sonografi on trauma???
PENATALAKSANAAN

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

DEFINISI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI

PENATALAKSANAAN

1. KONTUSIO

a. Pengertian
- Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada jaringan lunak yang
diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti
pukulan, tendangan, atau jatuh (Arif Muttaqin,2008: 69).
- Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan, tendangan
atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
- Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di
bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan
seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
- Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap benturan
benda keras atau pukulan. Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa
ada kerusakan kulit. Kontusio yang disebabkan oleh cedera akan sembuh dengan sendirinya
tanpa pengobatan, meskipun demikian luka memar di bagian kepala mungkin dapat menutupi
cedera yang lebih gawat dalam kepala. Kontusio dapat menjadi bagian dari cedera yang luas,
misalnya karena kecelakaan bermotor (Agung Nugroho, 1995: 52).
b.
c.
1.

Etiologi
Benturan benda keras.
Pukulan.
Tendangan/jatuh
Manifestasi Klinis
Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)

karena rupture pembuluh darah

kecil, juga berhubungan dengan fraktur.


2. Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
3. Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan darah yang
banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
d.
-

e.

Gejala
Nyeri
Bengkak
Perubahan warna
Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar satu minggu
kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan terbatas.
Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungunya beberapa hari
setelah terjadinya cedera.
Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada kulit.
Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut
hematoma.
Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang menyertai
sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191).
Patofisiologi

Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada kerusakan
kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan rusak dibanding orang
lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan,
kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika
sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal.
Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalamifagositosis dan didaurulang
oleh makrofaga. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio merupakan hasil reaksi
konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi
menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap mengalir dalam
sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi
sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura
simplex, penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih
dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
f.
a.
b.
c.
d.
e.

Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman :
Tinggikan daerah injury
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) untuk
vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4 kali
sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi (Brunner &
Suddart,2001: 2355).

Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio adalah sebagai
berikut:
1. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
2. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan
lunak yang rusak.
3. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.
2. SPRAIN
a. Pengertian
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menjepit atau memutar.
Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan yang
menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi.
Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan
pada sendi. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas, namun masih mampu melakukan
mobilitas. Ligamen yang sobek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah

akan terputus dan terjadilah edema, yaitu sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa
sangat nyeri (Brunner & Suddart,2001: 2355).
b. Etiologi
- Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang normal, seperti
melingkar atau memutar pergelangan kaki.
- Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi normalnya karena
anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
c. Manifestasi klinis
- Nyeri
- Inflamasi/peradangan
- Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
d. Tanda Dan Gejala
1. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.
2. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan
e.

Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi, yang disebabkan
oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah
raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jarijari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada
sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang
tidak semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357).

f.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat :
Tekanan
Tarikan tanpa peredaan
Daya yang tidak semestinya
Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

a.
b.
c.
2.

g. Penatalaksanaan
1. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
2. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan.
Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.

3. Elektromekanis.
a. Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
b. Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung)
c. Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
d. Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan. Latihan
pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
e. Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari
atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
3. STRAIN
a. Pengertian
- Strain merupakan tarikan otot akibat penggunaan dan peregangan yang berlebihan atau stres
lokal yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008: 69).
- Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulotendinous (otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo-tendinous terjadi pada
persambungan antara otot dan tendon.
- Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlabihan, peregangan berlebihan, atay stres
yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan
kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
b. Etiologi
- Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti pada pelari atau
pelompat.
- Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
- Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan/tekanan
berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
c.
-

Manifestasi klinis
Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:
Nyeri
Spasme otot
Kehilangan kekuatan dan
Keterbatasan lingkup gerak sendi.
Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena penggunaan berlebihan
atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan :
Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa mendapatkan
tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulangulang.

d. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak
langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi

otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan
membengkak (Chairudin Rasjad,1998).
e. Klasifikasi Strain
1. Derajat I/Mild Strain (Ringan)
Derajat i/mild strain (ringan) yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada
penguluran unit muskulotendinous yang ringan berupa stretching/kerobekan ringan pada
otot/ligament (Chairudin Rasjad,1998).
a. Gejala yang timbul :
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot
b. Tanda-tandanya :
Adanya spasme otot ringan
Bengkak
Gangguan kekuatan otot
Fungsi yang sangat ringan
c. Komplikasi
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namuntanda perdarahan
yang besar.
e. Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian istirahat,kompresi dan elevasi,terapi latihan
yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot.
2. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)
Derajat ii/medorate strain (ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinous akibat
kontraksi/pengukur yang berlebihan.
a. Gejala yang timbul
Nyeri local
Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot
Spasme otot sedang
Bengkak
Tenderness
Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang
b. Komplikasi sama seperti pada derajat I :
Strain dapat berulang
Tendonitis
Perioritis

c. Terapi :
Immobilisasi pada daerah cidera
Istirahat
Kompresi
Elevasi
d. Perubahan patologi :
Adanya robekan serabut otot
3. Derajat III/Strain Severe (Berat)
Derajat III/Strain Severe (Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadakyang cukup
berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang menghasilkan ketidakstabilan
sendi.
a. Gejala :
Nyeri yang berat
Adanya stabilitas
Spasme
Kuat
Bengkak
Tenderness
Gangguan fungsi otot
b. Komplikasi ;
Distabilitas yang sama
c. Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan tendon.
d. Terapi :
Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk mengembalikanfungsinya.
f.
1.
2.
3.
4.
5.

Manifestasi Klinis
Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika kontraksi otot
Nyeri mendadak
Edema
Spasme otot
Haematoma

g. Komplikasi
1. Strain yang berulang
2. Tendonitis
h. Penatalaksanaan
1. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
2. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol pembengkakan.
3. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan secara intermioten
20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.

Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 72 jam sedangkan mati rasa biasanya menghilang
dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika
diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang
kram akan memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan
konservatif.

4. DISLOKASI
a. Pengertian
- Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini
dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat
mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
-

Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi


merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk.
2000)

b. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.

c.

Trauma akibat kecelakaan

Trauma akibat pembedahan ortoped

Terjadi infeksi di sekitar sendi

Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital:Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2. Dislokasi patologik: Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya
tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3. Dislokasi traumatic.Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan
system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
menjadi :

1). Dislokasi Akut


Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di
sekitar sendi.
2). Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur
yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
d. Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga: Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola
dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain
ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga: Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh:

e.

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

Tidak diketahui

Faktor predisposisi(pengaturan posisi)

Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.

Trauma akibat kecelakaan.

Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang

Terjadi infeksi disekitar sendi.

Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek
kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput
hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan

luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke
posisi dan bawah karakoid).
f.

Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan
menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak
terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

g.

h.

Nyeri

Perubahan kontur sendi

Perubahan panjang ekstremitas

Kehilangan mobilitas normal

Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

Deformitas

Kekakuan

Penatalaksanaan

Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika


dislokasi berat.

Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga


sendi.

Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil.

Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari
yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.

Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

Komplikasi
Komplikasi Dini

Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid
dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.

Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.

Fraktur disloksi

Komplikasi lanjut.

Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi


bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.

Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau

Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

Kelemahan otot

Biomekanisme per trauma

Anda mungkin juga menyukai