Anda di halaman 1dari 5

Isu kenaikan harga rokok, demi

kesehatan rakyat atau pemasukan


negara?
Kirim

82%
responden setuju jika harga rokok dinaikkan utnuk mendanai BPJS.
Desas-desus soal kenaikan harga rokok memunculkan perdebatan di media
sosial yang mempertanyakan, apakah yang menjadi isu adalah kesehatan
rakyat atau pemasukan negara?
Meski pemerintah sudah menyatakan bahwa mereka masih mengkaji besaran
kenaikan harga rokok dan dipastikan tidak akan mencapai Rp50 ribu, namun berita
soal wacana kenaikan harga rokok masih terus dicari dan diperbincangkan di media
sosial.
Kenaikan harga rokok mulai populer di media sosial sejak Sabtu (20/8) lalu dan mulai
meningkat pada Senin (22/8). Isu soal kenaikan harga rokok sudah dicuitkan 81 ribu
kali dalam jangka waktu tersebut.
Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50.000 per bungkus berawal dari penelitian
studi Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia.
Studi tersebut mengkaji dukungan publik terhadap kenaikan harga rokok dan cukai
untuk mendanai jaminan kesehatan nasional (JKN) yang biasa dikenal sebagai BPJS.
Berdasarkan survei terhadap 1.000 orang dari 22 provinsi dengan tingkat
penghasilan di bawah Rp1 juta sampai di atas Rp20 juta, sebanyak 82% responden
setuju jika harga rokok dinaikkan untuk mendanai JKN.

RUU Pertembakauan dinilai untungkan industri tembakau


Apakah kenaikan harga rokok solusi efektif?

Ketika peserta ditanya berapa harga rokok maksimal yang sanggup dibeli, sebanyak
72% menyatakan akan berhenti merokok jika harga satu bungkus rokok di atas
Rp50.000.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi pada BBC Indonesia sudah mengatakan
bahwa rencana pemerintah menaikkan harga rokok adalah untuk menambah
pemasukan sekaligus melindungi kesehatan.
Pemerintah, menurut Heru, masih mengkaji kenaikan tarif cukai rokok demi
memenuhi target penerimaan cukai pada RAPBN 2017 sebesar Rp149 triliun, namun
sampai saat ini besaran kenaikannya belum ditetapkan.
"Pemerintah juga berkomitmen untuk secara gradual mengurangi konsumsi ini
(rokok), pada akhirnya memang kita harus membuat masyarakat Indonesia itu sehat,
tapi kalau dengan cara (kenaikan harga) yang sangat drastis, justru dikhawatirkan
menimbulkan dampak lain," kata Heru.

kenaikan
harga rokok.
Saat berita soal wacana kenaikan harga rokok ini dibagikan di halaman Facebook
BBC Indonesia, ada beberapa pembaca yang mempertanyakan motivasi akan
kemungkinan kenaikan harga tersebut.
Seperti Randi Christopher yang mengatakan, "Ternyata alasan demi kesehatan
rakyat cuma omong kosong belaka, ujung2nya cuma pemerintah mau ngambil duit
lebih banyak dari rakyatnya dengan berpura2 perhatian sama rakyat."

Pembaca lain, Boed Guchi juga mengatakan, "Betul, gue kate ape? Jadi betul kan
harga rokok dinaikkan untuk nombok kekurangan anggaran RAPBN , bukan untuk
keselamatan remaja dari bahaya rokok."
Sementara pembaca lain, Christian Andri, berkomentar, "Pemerintah sangat tdk
patut menargetkan penerimaan cukai dari perokok! Kecanduan candu (yg dilegalkan)
sdh jadi persoalan, ini mau ditambah persoalan harga tinggi rokok. Lebih baik kejar
pengusaha pengemplang pajak/yg laporan pajaknya tdk sesuai kenyataan".
Pernyataan pembaca Facebook BBC Indonesia tersebut, menurut Ketua Yayasan
Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta, sebagai hal yang
wajar.

sosial ini tidak yakin.

sosi

"Selama ini cukai rokok, larinya ke mana? Kan kita nggak pernah lihat. Kalau
pemerintah tidak transparan, mana masyarakat percaya," ujarnya.
Menurutnya, seharusnya ada perbandingan yang jelas antara pemasukan yang
diperoleh dari cukai rokok dengan biaya kesehatan yang ditimbulkan akibat rokok.
"Kita harus telaah betul, jika harga dinaikkan, komponen apa saja yang ada dalam
kenaikan itu. Kita tanyakan dulu, jika harga naik, itu untuk (menambal) defisit APBN
atau untuk defisit JKN (jaminan kesehatan nasional), itu dulu induknya," ujar Marius
lagi.
Barulah dari situ, kata Marius, bisa ditentukan berapa besar komponen kenaikan
harga yang wajar, dan akan dialokasikan ke sektor apa saja kenaikan harga tersebut.

Manfaat ganda
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua YLKI Tulus Abadi, menurutnya sebagian
pemasukan yang diterima oleh sektor cukai dari rokok "seharusnya dikembalikan ke
sektor-sektor yang menangani pengendalian dampak akibat rokok, yaitu sektor
kesehatan, termasuk soal kampanye dampak rokok".
Jika hal ini dilakukan, maka konsumen akan melihat bahwa harga yang naik jelas
fungsinya untuk melindungi mereka dari bahaya rokok.

Tulus juga mengatakan bahwa cukai memang memiliki manfaat ganda, selain
pemasukan tapi juga memberi "pesan moral" agar konsumen mengurangi konsumsi
barang yang dikenai cukai. "Pemasukan (cukai) itu hanya manfaat sampingan,"
ujarnya.
Semakin besar cukai, maka secara finansial semakin besar pula beban pengguna,
dan ini menurut Tulus adalah hal yang positif.
Alasannya, menurut Tulus, cukai hanya dibebankan pada barang yang berdampak
buruk bagi masyarakat sehingga pengenaan cukai adalah upaya untuk mendesain
konsumsi.
"Tidak fair jika melihat bahwa dengan meningkatkan cukai maka artinya akan
mengurangi daya beli, rokok itu tidak bisa dikaitkan dengan daya beli, itu kan bukan
barang normal, seperti makanan, minuman, atau sembako, ekstremnya (dengan
cukai barang tersebut) nggak usah dikonsumsi. Dengan cukai, artinya itu barang
yang sah, tapi bukan barang biasa," kata Tulus.

Sumber :
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/08/160823_trensosial_harga_r
okok

Anda mungkin juga menyukai