Anda di halaman 1dari 3

Nama : Balgis

NIM : 200612635235
Mata Kuliah : Analisis dan Pengembangan Kebijakan
TUGAS UTS
Topik Kebijakan : Kebijakan Pemerintah Pada Kenaikan Iuran Bpjs Kesehatan Di Era
Pandemi Covid-19

Sebuah negara tentunya memiliki beragam kebijakan yang telah ditetapkan oleh elit-elit
politik didalamnya. Kebijakan ini akan dibagi berdasarkan aspek-aspek yang berbeda, seperti
aspek kesehatan, aspek pertahan dan keamanan, aspek pariwisata dan beberapa lainnya. Salah
satu yang sering menuai polemik adalah kebijakan dalam aspek kesehatan. Seperti pada
kebijakan terbaru yang dituaikan pada Perpres No. 64 Tahun 2020 Tentang Kenaikan Iuran
BPJS Kesehatan Di Era Pandemi Covid-19.
Sebelum ketetapan kebijakan tersebut, perlu diketahui BPJS telah melakukan beberapa kali
perubahan besaran iuran. Hal ini sering menimbulkan tanda tanya dan menuai kritik oleh
aktivis pengamat kebijakan. Pasalnya kenaikan besaran iuran BPJS juga dilakukan dikala
pandemi beberapa waktu silam. Jika melihat kebelakang, keputusan Perpres ini kian menuai
kritik dan dinilai memberatkan peserta BPJS. Selain itu, hal ini juga menimbulkan asumsi
bahwa pemerintah tidak memperhatikan dan berlaku tidak sesuai dengan asas kemanfaatan.
Keberhasilan suatu keputusan tentu dapat dilihat dengan ketersediaan untuk menjalankan dan
keputusan tersebut dapat diterima dengan baik oleh segala instrumen didalamnya. Termasuk
dengan ketetapan pada Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Jika
dinilai dari aspek keberhasilan, tentu kebijakan ini tetap berjalan namun apabila dikatakan
berhasil dengan sudut pandang masyarakat dapat dikatakan belum berhasil. Kebijakan ini
dinilai sangat memberatkan masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu, terlebih lagi,
masyarakat yang membayar iuran secara mandiri atau PBPU di mana Pasal 34 Peraturan
Presiden ini menetapkan kenaikan iuran BPJS bagi pekerja bukan penerima upah dan bukan
pekerja sebesar 100 persen (100 %).
Kebijakan ini ditetapkan dikala pandemi, dimana keadaan ekonomi masyarakat sangat
terganggu. Hal wajar apabila dengan adanya kebijakan ini masyrakat mengeluh dan merasa
sangat dirugikan. Seharusnya dengan keadaan pandemi seperti sekarang, pemerintah bisa
mempertimbangan kerugian yang dialami oleh warganya dan memberi keringan ataupun
membantu memberi alternatif lain dalam membangkitkan keadaan ekonomi. Namun, dengan
kebijakan ini, tentu pemerintah membuka jalan asumsi bagi masyarakat mengenai sikap
penetapan kebijakan yang dinilai sembrono tanpa memperkirakan keadaan ekonomi
masyrakatnya. Dengan asumsi dan keadaan pandemi tentu ini merupakan faktor penghambat
keberhasilan kebijakan dibuat atau ditetapkan.
Jika mempertimbangkan asas kemanfaatan, ketetapan pemerintah dinilai telah menyeleneh
dari asas kemanfaatan dan juga undang-undang. Dimana pemerintah menyalahi aturan Pasal
55 Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan yang telah mengatur dan menetapkan bahwa proses penyusunan Perpres harus
melewati tahapan pengharmonisasian, sehingga tahapan tersebut dilaksanakan untuk
menjamin tidak ada pertentangan dengan peraturan-peraturan lainnya. Apabila kita meneliti
lebih dalam setiap kata, maka didapatkan bahwa jika tahapan ini dilakukan dengan benar,
Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang menaikkan iuran BPJS seharusnya tidak diterbitkan
karena sudah bertentangan.
Kenaikan Iuran BPJS juga dapat kita tinjau dengan konsep kesejahteraan sosial. Dimana jika
kita melihat dari aspek ini juga dinilai menyimpang jauh. Kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak
dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Keadaan
tersebut sangatlah merugikan masyarakat karena dengan menaikkan iuran BPJS membuat
masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan materialnya, ditambah lagi dengan kondisi
pandemi Covid-19 yang membuat pendapatan masyarakat juga menurun.
Selain peraturan tersebut, peraturan ini dianalisis telah bertentangan dan tidak sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung, dimana dinilai telah menyalahi ketetapan
yang dibuat. Dimana melihat alasan pemerintah untuk menaikkan iuran karena adanya defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak dapat dibuktikan. Masalah
sebenarnya terletak pada buruknya manajemen BPJS secara keseluruhan, sehingga
menaikkan iuran tentu bukan solusi yang efektif. Dengan kurangnya sistem manajemen yang
baik pada BPJS maka akan timbul pertanyaan, mengapa yang harus merasakan dampak yang
dinilai sangat merugikan adalah masyarakat? Pada hal ini sangat tidak menutup kemungkinan
akan timbul lagi krisis kepercayaan terhadap bagaimana sikap pemerintah terhadap warganya
yang dapat dikatakan dalam roda pemerintahan tidak menghasilkan kepuasaan masyarakat,
terlebih lagi ketetapan yang dilakukan di era pandemi. Tentu kita mengetahui bahwa era
pandemi sangat berdampak kepada masyakat dari segala aspek, baik aspek kesehatan, sosial,
pendidikan, dan yang sangat dirasakan dampaknya adalah pada aspek ekonomi.
Banyak sekali masalah yang akan muncul dengan ketetapan pemerintah ini. Permasalahan
yang terjadi dapat berupa penolakkan untuk pembayaran iuran, dimana hal ini nantinya akan
berimbas dengan penumpukkan pembayaran iuran. Penumpukkan iuran dapat terjadi karena
peserta BPJS tidak mampu untuk membayar tarif iuran yang semakin tinggi setelah
ditetapkannya kebijakan tersebut. Imbas lain adalah pemberhentian sebagai peserta BPJS.
Menurut Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch kenaikan iuran yang cukup drastis, dapat
meningkatkan peserta non aktif sebanyak 60% hal tersebut akan merugikan BPJS. Bahkan di
tahun 2018, akibat pelayanan yang buruk peserta non aktif meningkat dari 40% menjadi
49,04%. Sehingga pendapatan BPJS akan menurun dan sangat mungkin terjadi melihat
kebijakan ditetapkan diera pandemi dimana iuran naik sangat mahal dan keadaan
ekonominya yang sangat kacau.
Dengan beberapa pendapat yang dilihat dari faktor-faktor pendukung dan juga dampak yang
dirasakan oleh masyarakat dinilai sangat merugikan dan dalam pelaksanannya dilakukan di
era pandemi sehingga menurut pendapat saya, kebijakan ini dikatakan tidak
berhasil.Walaupun memang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebenarnya adalah hal yang
wajar, seiring dengan inflasi dan kondisi lainnya dalam masyarakat. Namun jika dilaksanakan
dimasa pandemi Covid 19 yang memang memberikan kesengsaraan yang sangat mendalam
bukan hanya bagi masyarakat nasional tapi dirasakan dampaknya oleh seluruh dunia, yang
memberi pengaruh sangat besar terhadap segala aspek kehidupan maka seharusnya penetapan
kebijakan ini tidak dilakukan di era pandemi. Selain itu, kebijakan yang dilakukan
pemerintah dengan menaikkan iuran BPJS bukanlah solusi yang tepat karena akan
bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Tentunya pemerintah perlu mengkaji kembali
kebijakan menaikkan iuran BPJS kesehatan agar tidak memperberat beban rakyat yang
terimbas dampak pandemi Covid-19. Terkait pendanaan BPJS Kesehatan, ada hal lain yang
dapat diusulkan, yaitu penggalian dana non budgeter (non APBN) dalam rangka mengatasi
pendanaan Program JKN/KIS.

REFRENSI
Boru, Y. E. W. K. A., & Santoso, A. P. A. (2022). Kenaikan Iuran Bpjs Kesehatan Ditinjau
Dari Konsep Kesejahteraan Sosial. QISTIE, 15(1), 32-41.
Kurniawan, R. E., Makrifatullah, N. A., Rosar, N., & Triana, Y. (2022). KEBIJAKAN
PERPRES NO. 64 TAHUN 2020 TENTANG KENAIKAN IURAN BPJS KESEHATAN DI
ERA PANDEMI COVID-19 DALAM PERSPEKTIF ASAS
KEMANFAATAN. Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(01), 70-79.

Anda mungkin juga menyukai