Sisi Sosial
BPJS yang terdiri dari tiga kelas ini, seharusnya memberikan pelayan yang
sama baiknya di setiap kelas. Namun pada kenyataannya perbedaan kelas juga
berimbas pada pelayanan yang didapatkan. Sebagai contoh adanya kasus-kasus
pasien BPJS yang meninggal karena ditolak oleh pihak rumah sakit. Ini
dibuktikan dalam kasus ditolaknya rawat inap pasien BPJS di RSUD Kajen Jawa
Tengah atas nama Badryah (57) yang mengalami sakit perut hebat di sertai nyeri
di seluruh tubuh.Keluarga pasien sudah meminta untuk di rawat inap,tetapi rumah
sakit menolak sehingga Badryah (57) meninggal dunia.Hal ini tentu tidak sesuai
dengan yang seharusnya didapatkan pasien BPJS,dimana semua pasien atau
peserta BPJS seharusnya mendapatkan pelayanan yang terbaik
Sedangkan bagi industri farmasi, semakin besar defisit BPJS ini akan
semakin berdampak negatif. Dikarenakan besarnya tunggakan BPJS terhadap
industri farmasi menyebabkan kesulitan dalam pengadaan obat dan
pendistribusian obat. Industri farmasi dituntut untuk melejitkan produk obat
generik yang meningkat setiap tahunnya. Keadaannya walaupun kebutuhan obat
meningkat hingga 2-3 kali lipatnya, tetapi hal ini akan menyebabkan industri
farmasi beroperasi di bawah harga jual yang seharusnya. Dampaknya banyak
apotek kehilangan konsumen dan penurunan omset secara drastis.
BPJS dengan tujuan awal selaku badan hukum sosial, untuk menjamin
kebutuhan dasar yaitu kesehatan bagi pesertanya. Tentu selayaknya memiliki
regulasi yang mendorong ke arah tujuan tersebut. Saya tidak setuju dengan
kenaikan tarif BPJS yang mencapai 2 kali lipat (100%) dari yang
sebelumnya,karena dinilai kurang etis untuk dijadikan sarana menutupi defisit
BPJS dan pelunasan tunggakan yang semakin meningkat.