Anda di halaman 1dari 2

BPJS Kesehatan Hapus Kelas, Naikkan Standar Layanan atau Iuran?

Oleh : Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)


Badan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan melebur kelas
pelayanan rawat inap menjadi kelas rawat inap standar (KRIS). Jika sebelumnya rawat inap
ruang perawatan terbagi kelas 1, 2, dan 3, maka nanti akan menempati ruang perawatan
dengan standar yang sama, yakni KRIS.
Peleburan ini menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Apakah iuran peserta mengalami
perubahan?
Ternyata berdasarkan pernyataan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
Asih Eka Putri, dengan adanya peleburan ini, iuran nantinya ditentukan dari besar pendapatan
peserta.
"Iuran sedang dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial.
Salah satu prinsipnya adalah sesuai dengan besar penghasilan," kata Asih, dikutip
dari (Kompas.com)
Pejabat pengganti sementara (PPS) Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BPJS
Kesehatan Arif Budiman mengatakan, saat ini masyarakat sudah terinformasi bahwa pada 1
Juli 2022 adalah rencana uji coba penerapan kelas rawat inap standar di beberapa rumah sakit
(okezone.com)
Dengan dileburnya kelas rawat inap BPJS menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS),
pasien akan menempati ruang perawatan dengan standar yang sama daripada sebelumnya
yang terbagi menjadi tiga kelas.
Alasan semakna juga dikemukakan pihak BPJS Kesehatan. Direktur Utama BPJS
Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. menyatakan, ” … penerapan kelas
standar diberlakukan untuk menjamin keberlanjutan program BPJS Kesehatan serta akses
terhadap layanan kesehatan yang sama.”
Sepintas, aturan ini terlihat memberi keadilan. Namun, faktanya skema pelayanan
kesehatan masih berkelas. Artinya, memang benar pelayanan kesehatan antar peserta BPJS
akan sama, tetapi diskriminasi pun akan tetap ada. Oleh sebab itu, penghapusan kelas sekali
lagi bukanlah solusi atas diskriminasi.
Bukan rahasia lagi jika keuangan BPJS defisit. Walaupun tahun ini BPJS mengalami
surplus, tetapi jika melihat skema pembiayaannya yang bertumpu pada iuran peserta,
kemungkinan untuk defisit akan terus besar. Hal ini karena kondisi perekonomian rakyat
yang kian hari kian buruk. Jangankan untuk membayar iuran BPJS, untuk makan sehari-hari
saja sudah susah.
Lagipula, kepesertaan BPJS Kesehatan tak berdampak pada layanan kesehatan untuk
rakyat. Fakta di lapangan, warga harus antri demi mengurus administrasi yang ribet,
pelayanannya lama dan sering kali pasien BPJS Kesehatan mendapat perlakuan diskriminatif
dibanding pasien non-BPJS Kesehatan.
Hal inilah yang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan. Status peserta BPJS
Kesehatan seakan menjadi warga kelas dua yang tidak mendapat perhatian lebih.
Inilah efek kapitalisasi dunia kesehatan. Layanan kesehatan menjadi komoditas bisnis
untuk mengeruk keuntungan. Dalam perjanjian GATS, kesehatan termasuk dalam sektor jasa.
GATS (General Agreement on Trade in Services) merupakan salah satu perjanjian di bawah
WTO (World Trade Organization) yang mengatur perjanjian umum untuk semua sektor jasa.
Tujuannya, untuk memperdalam dan memperluas tingkat liberalisasi sektor jasa di negara-
negara anggota.
Terdapat 12 sektor jasa yang termasuk dalam cakupan GATS, yaitu bisnis; komunikasi;
pembangunan dan teknik terkait; distribusi; pendidikan; lingkungan; keuangan; kesehatan;
pariwisata dan perjalanan; rekreasi, budaya, dan olahraga; transportasi; serta sektor jasa
lainnya. Sebagai negara berkembang yang terikat perjanjian internasional, Indonesia harus
mengikuti permainan kapitalisme global.
Oleh karenanya, kapitalisasi sektor kesehatan menjadi hal yang tidak terhindarkan.
Negara tidak lagi menjadi pemain tunggal sebagai penyelenggara sistem kesehatan untuk
rakyat. Konsep inilah yang sebenarnya menjadi penyakit bagi sistem kesehatan hari ini.
Berbeda dengan sistem kesehatan dalam Islam, negara menjamin penuh pelayanan
kesehatan. Negara merupakan institusi yang berkuasa penuh terhadap berjalannya sistem
kesehatan dalam negerinya. Negara bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan
pada seluruh rakyat dengan sebaik-baiknya. Kekuatan APBN sistem Khilafah Baitulmal akan
mampu mewujudkan pelayanan kesehatan yang prima tanpa pungutan biaya.
Dengan kekuatan anggaran ini, negara tidak butuh lembaga seperti BPJS untuk
mengelola pelayanan kesehatan. Kesehatan akan langsung dikelola oleh negara tanpa
menghimpun iuran dari rakyat sebab melimpahnya anggaran Baitul mal yang berasal dari fai,
kharaj, kepemilikan umum, dan sedekah. Semua ini tentu karena Baitulmal ada di bawah
kendali sistem pemerintahan Islam (Khilafah) yang menerapkan Islam kaffah.
Ini yang menyebabkan kesejahteraan merata pada seluruh rakyat. Harus disadari bahwa
demokrasi kapitalistik telah terbukti menjadi jalan penderitaan umat yang tidak bertepi.
Wallaahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai