Mengejutkan, miris, merinding, dan kata-kata lain yang semisal ini seolah
bertumpuk menjadi satu. Entah apa yang ada di benak para pelajar di Kabupaten
Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, tega menganiaya seorang nenek.
Aksi penganiayaan ini viral di media sosial.
Peran orang tua sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya amat
penting agar anak tidak terjerumus kepada pergaulan bebas dan kerusakan
moral. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari dini, amat dibutuhkan untuk
membentuk karakter generasi yang baik. Namun pada faktanya, di alam
sekularisme ini banyak orang tua yang melupakan peran strategis mereka untuk
mendidik sang buah hati. Sehingga tak jarang pelaku bullying merupakan anak
yang lahir dari keluarga broken home.
Peran masyarakat untuk menjaga perilaku remaja pun amat penting. Karena
perilaku remaja ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Harus ada tindakan
pengawasan dan pencegahan perilaku buruk di tengah-tengah masyarakat.
Harus terbentuk sikap saling menasihati dalam kebaikan di dalamnya. Tetapi,
lagi-lagi di alam sekularisme ini, masyarakat semakin individualis. Tidak peduli
terhadap sesama. Maka dengan tidak adanya pencegahan dan pengawasan
dari masyarakat, turut andil dalam pembentukan karakter generasi yang rusak.
Menyoal peran negara, tentu ini yang paling penting. Karena negara memiliki
tanggung jawab yang besar bagi masa depan generasi bangsa. Negara harus
mampu menjaga dan melindungi remaja dari kerusakan moral. Negara adalah
pemegang kebijakan dan pemilik wewenang untuk menerapkan dan mengawasi
jalannya aturan di semua aspek kehidupan termasuk di bidang media. Sadar
maupun tidak, media turut mengambil peran dalam membentuk karakter
generasi muda itu sendiri, bahkan dampak yang di timbulkan secara tidak
langsung memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkah laku orang yang
menggunakannya. Ironisnya, di sistem kapitalis sekuler saat ini, turut
menyuburkan tontonan yang bersifat merusak moral remaja.
Islam jelas melarang perilaku perundungan (Bullying). Islam adalah agama yang
damai, merendahkan atau menghina orang lain adalah larangan di dalam Islam.
Hal ini dibuktikan dengan ayat Al-Qur’an :
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah salah satu kaum dari kalian
menghina kaum yang lain, bisa jadi kaum yang dihina lebih baik dari pada yang
menghina…”
(QS. Al-Hujurat [49]: 11)
Menurut tafsir Ath-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran, ayat ini
mengandung larangan bagi orang-orang beriman untuk menghina sesamanya
dengan segala bentuk hinaan, tidak halal bagi mereka untuk menghina yang
lainnya karena kefakirannya, dosa yang diperbuatnya atau hal-hal lainnya.
Di dalam Islam, pembentukan karakter generasi adalah hal yang utama. Islam
memiliki seperangkat aturan yang sempurna untuk menjaga generasi dan
seluruh umat manusia. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari usia dini telah
terbukti selama berabad-abad mampu mencetak generasi rabbani yang
bersyaksiyah Islamiyah (berkepribadian Islam). Maka tidak akan terjadi bullying
jika semua pelajar berkepribadian Islam. Kemampuan akademik yang bersinergi
dengan ilmu agama pun telah terbukti mampu melahirkan ilmuwan ilmuwan
hebat sepanjang sejarah peradaban emas Khilafah. Dengan demikian, sudah
saatnya kita campakkan sistem sekular liberal dan kembali kepada aturan yang
haq yaitu syari’at Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Waallahubissawab
Total ada 6 pelajar yang diamankan polisi terkait kasus ini. Saat diperiksa polisi,
mereka mengaku iseng saat menendang nenek tua itu. Diberitakan dalam
media kumparan, “Jadi untuk sementara ini, [alasan menganiaya] tidak sengaja
atau iseng-iseng. Para pelajar ini [mengaku] tidak ada niat untuk melukai dan
lain sebagainya,” ujar Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni, Minggu
(20/11/2022).
Kasus bullying ini bukanlah kasus kali pertama terjadi. Sebab, sebenarnya
masih banyak kasus lain terkait bullying seperti yang terjadi di antar pelajar.
Hal ini menunjukan bahwa maraknya perbuatan bullying karena tidak adanya
penyelesaian yang tuntas. Kompromi, dengan hanya meminta maaf saja
terhadap korban itu menjadi solusi. Padahal, hal itu tidak memberi rasa
keadilan kepada korban. Bahkan ada kecenderungan Sekolah merahasiakan
kasus bullying dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. Fakta ini jelas sangat
kontradiksi dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam
program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus bullying.
Semua gambaran ini menjadi potret buruk sistem pendidikan Indonesia.
Potret buram ini memang dilahirkan dari landasan sistem pendidikan sistem
kapitalis. Di mana landasan pendidikan sistem ini adalah mengedepankan
materi. Akhirnya, banyaknya lembaga pendidikan hanya sebagai formalitas
dalam mencari materi. Ditambah karena landasannya sekuler (memisahkan
antara aturan agama dengan aturan kehidupan), maka sekolah yang tidak
berbasis agama akhirnya tidak menanamkan nilai- nilai agama.
Pertama, membangun kepribadian islami, yakni pola pikir (aqliyah) dan jiwa
(nafsiah) bagi anak-anak umat. Keharusan ini karena akidah Islam adalah asas
kehidupan setiap Muslim sehingga harus dijadikan asas berpikir dan
berkecenderungan.
Islam mengajarkan setiap orang untuk senang dalam menuntut ilmu. Senang
dalam melakukan proses berpikir. Sebab itulah yang diajarkan oleh Rasul.
Di pundak para ilmuwan, pakar, dan ahli kelak, ada kesanggupan untuk
membawa negara dan umat Islam menempati posisi puncak di antara bangsa-
bangsa dan negara-negara lain di dunia. Dengan demikian, negara akan
menjadi pemimpin dan berpengaruh kuat dengan Islam. Martabat dan fungsi
pertama ini selaras dengan satu dari dua tujuan pokok umum pendidikan yang
wajib diraih sistem pendidikan Khilafah.
Jika sudah demikian proses pendidikan yang diupayakan, maka biidznillah akan
lahir generasi-generasi Qur’ani, generasi terbaik, yang fokus pada kebaikan dan
melahirkan banyak karya. Tentu sudah jelas tidak akan berani berbuat bullying
yang jelas itu adalah perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah. Sebab, para
pelajar akan berupaya berbuat dengan sesuatu yang Allah ridho.
Wallahu a’lam.