Anda di halaman 1dari 9

1.

Bullying, Potret buruk sistem pendidikan


• https://kumparan.com/kumparannews/motif-pelajar-tendang-nenek-di-tapsel-iseng-iseng-
1zHl2sWZsZ0/full
• https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221120124251-12-876104/viral-video-pelajar-
bermotor-pelat-t-tendang-nenek-pelaku-ditangkap
• https://kumparan.com/kumparannews/siswa-smp-di-bandung-dibully-pelaku-tendang-kepala-
korban-diamankan-polisi-1zHRfwjF1DF
• Bullying pelajar terhadap seorang nenek menggambarkan betapa buruk sikap pelajar tersebut.
Ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak anak yang berakhlak mulia, dan
juga gagalnya sistem kehidupan, sehinggaa tak menghormati oarng yang sangat tua.
• Di kasus lain, bulying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas, namun dengan kompromi,
yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban. Bahkan ada kecenderungan Sekolah
merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. Fakta ini jelas kontradiksi
dengan program sekolah ramah anak. Ketidak siapan sekolah dalam program tersebut
membuat sekolah justru menyembunyikana kasus
• Semua itu potret buruk sistem pendidikan Indonesia
• Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan islam, yang menjadikan akidah sebagai landasan
dan mampu menghasilkan siswa yaang berkepribadian mulia

• Topswara.com -- Kasus bullying (perundungan) yang melibatkan guru dan siswa


atau antarsiswa seakan tidak pernah ada kata berhenti. Hal ini menjadi sebuah
kemunduran bagi dunia pendidikan di Indonesia. Kita sering mendengar kasus
perundungan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa bahkan siswa
dengan guru. 

• Tampaknya, hal ini menjadi PR semua pihak, baik pihak sekolah, siswa, orang
tua, maupun pemerintah yang menaungi bidang pendidikan.

• Masyarakat pun khususnya para orang tua semakin resah dengan
fenomena bullying ini. Meski kasus bullying ini sudah terjadi sejak lama, namun
kian hari, kasus yang terjadi kian mengkhawatirkan. Betapa tidak, bullying yang
terjadi telah sampai ke arah fisik, bahkan sasaran bullying ini pun terjadi hampir
di semua usia, mulai dari SD hingga bangku perkuliahan.
Fenomena bullying bagaikan fenomena gunung es, artinya masih sedikit yang
terlihat di permukaan, terlaporkan dan kemungkinan masih banyak kasus-kasus
serupa namun tidak dilaporkan.

• Seperti beberapa pekan terakhir yaitu kasus bullying seorang nenek atau wanita
lanjut usia (lansia) menjadi korban perundungan dan sempat dianiaya diduga
dilakukan oleh sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten
Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara. Peristiwa ini viral di media sosial.

• Nenek dalam keadaan ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dan belum
diketahui identitasnya, menjadi korban perundungan dilakukan oleh dua
kelompok pelajar secara bergantian.

• Permasalahan perundangan di tingkat pelajar, sejatinya semakin mencoreng
wajah buruk dunia pendidikan di negeri ini. Para generasi yang seharusnya
menjadi agen untuk meraih perubahan ke arah yang lebih baik, namun tergerus
dengan kehidupan yang amoral. 

• Dunia pendidikan yang semestinya erat kaitannya dengan intelektualitas dan
kreatifitas, kini berubah menjadi sarang tumbuhnya bibit-bibit kriminal dan
amoral. Tentu sangat disayangkan.

• Oleh karena itu, kita perlu memahami bahwa sesungguhnya sistem pendidikan
sekular yang diterapkan saat ini terbukti gagal melahirkan generasi bertakwa
yang berkepribadian Islam. 

• Bagaimana tidak sistem pendidikan sekular tidak menjadikan agama sebagai
basis pengajaran, dan tidak menjadikan ridha Allah sebagai orientasi dari proses
belajar. Sebaliknya, sistem pendidikan sekular berorientasi pada nilai dan
prestasi akademik semata. 

• Hal tersebut sejalan dengan penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan di
negeri ini, bahwa sekolah merupakan wadah untuk melahirkan para buruh
(pekerja) untuk para pemilik modal. Walhasil, pembentukan akidah dan
kepribadian Islam diabaikan, diserahkan kepada keluarga masing-masing.
Karena urusan agama dianggap sebagai urusan di ranah privat.

Mengejutkan, miris, merinding, dan kata-kata lain yang semisal ini seolah
bertumpuk menjadi satu. Entah apa yang ada di benak para pelajar di Kabupaten
Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, tega menganiaya seorang nenek.
Aksi penganiayaan ini viral di media sosial.

Di kutip dari KUMPARANNEWS 20/11/2022. Total ada 6 pelajar yang diamankan


polisi terkait kasus ini. Saat diperiksa polisi, mereka mengaku iseng saat
menendang korban. “Jadi untuk sementara ini, [alasan menganiaya] tidak
sengaja atau iseng-iseng. Para pelajar ini [mengaku] tidak ada niat untuk melukai
dan lain sebagainya,” ujar Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni, Minggu
(20/11).
Dalam kehidupan sehari-hari, candaan anak anak yang masih sekolah adalah
hal yang lumrah.Bullying bisa dimulai dengan candaan. Namun perlu
digarisbawahi, candaan yang terjadi terus menerus, berulang, hingga akhirnya
menyakiti seseorang, itu namanya jadi bullying.

Candaan yang mengandung unsur negatif, apalagi dilakukan secara sadar,


maka itu sudah masuk ke ranah bahaya. Pelaku telah mengintimidasi, yang itu
artinya bisa mempengaruhi psikis objek yang dibully. Apalagi jika sampai ke
tahap yang tidak manusiawi seperti yang dialami nenek di kasus ini. Yang
seharusnya dihormati dan dimuliakan

Sekularisme Akar Masalah Perilaku Bullying

Massifnya kasus bullying di negeri ini, membuktikan bahwa pembangunan


sumber daya manusia dengan landasan sekularisme, telah gagal memberikan
output pelajar yang berkepribadian baik. Para pelajar diperas otak dalam prestasi
akademik, tetapi minim dari nilai moral dan ilmu-ilmu agama. Padahal, prestasi
akademik siswa di sekolah tidak dapat menjamin kemampuan mereka dalam
mengatasi masalah pribadi dan interaksi dengan lingkungan. Tak hanya itu,
kasus-kasus seperti ini juga disebabkan oleh adanya persoalan yang sistemik,
dimana orang tua, masyarakat, sekolah dan negara belum serius untuk
memberantas perilaku bullying. Padahal, untuk memutus rantai kasus bullying
ini, diperlukan adanya solusi yang menyeluruh juga perhatian dan sinergi dari
semua pihak.

Peran orang tua sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya amat
penting agar anak tidak terjerumus kepada pergaulan bebas dan kerusakan
moral. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari dini, amat dibutuhkan untuk
membentuk karakter generasi yang baik. Namun pada faktanya, di alam
sekularisme ini banyak orang tua yang melupakan peran strategis mereka untuk
mendidik sang buah hati. Sehingga tak jarang pelaku bullying merupakan anak
yang lahir dari keluarga broken home.

Peran masyarakat untuk menjaga perilaku remaja pun amat penting. Karena
perilaku remaja ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Harus ada tindakan
pengawasan dan pencegahan perilaku buruk di tengah-tengah masyarakat.
Harus terbentuk sikap saling menasihati dalam kebaikan di dalamnya. Tetapi,
lagi-lagi di alam sekularisme ini, masyarakat semakin individualis. Tidak peduli
terhadap sesama.  Maka dengan tidak adanya pencegahan dan pengawasan
dari masyarakat, turut andil dalam pembentukan karakter generasi yang rusak.

Menyoal peran negara, tentu ini yang paling penting. Karena negara memiliki
tanggung jawab yang besar bagi masa depan generasi bangsa. Negara harus
mampu menjaga dan melindungi remaja dari kerusakan moral. Negara adalah
pemegang kebijakan dan pemilik wewenang untuk menerapkan dan mengawasi
jalannya aturan di semua aspek kehidupan termasuk di bidang media. Sadar
maupun tidak, media turut mengambil peran dalam membentuk karakter
generasi muda itu sendiri, bahkan dampak yang di timbulkan secara tidak
langsung memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkah laku orang yang
menggunakannya. Ironisnya, di sistem kapitalis sekuler saat ini, turut
menyuburkan tontonan yang bersifat merusak moral remaja.

Konten-konten pornografi, game online dan film film yang mengandung


kekerasan dengan mudah dapat diakses siapa saja. Di sisi lain, tontonan dan
konten-konten seperti ini tentu berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar.

Sudah watak sistem kapitalis, segala sesuatu yang menghasilkan keuntungan,


akan dikomersialisasi, meskipun bersifat merusak. Disini negara terbukti abai
dan tak serius untuk menjaga generasi dari segala hal yang merusak moralitas.
Konten-konten merusak ini tentu amat berpotensi untuk melahirkan generasi
pelaku bullying.

Islam Solusi Tuntas Perilaku Bullying

Islam jelas melarang perilaku perundungan (Bullying). Islam adalah agama yang
damai, merendahkan atau menghina orang lain adalah larangan di dalam Islam.
Hal ini dibuktikan dengan ayat Al-Qur’an :

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah salah satu kaum dari kalian
menghina kaum yang lain, bisa jadi kaum yang dihina lebih baik dari pada yang
menghina…”
(QS. Al-Hujurat [49]: 11)

Menurut tafsir Ath-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran, ayat ini
mengandung larangan bagi orang-orang beriman untuk menghina sesamanya
dengan segala bentuk hinaan, tidak halal bagi mereka untuk menghina yang
lainnya karena kefakirannya, dosa yang diperbuatnya atau hal-hal lainnya.

Sedangkan menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirul Quranil ‘Adzim, menurutnya


sukhriyyah (hinaan), dalam ayat tersebut bukan hanya berarti istihza’ (mengolok-
olok) tetapi juga ikhtisar (memandang rendah). Ia mengutip sebuah hadis sahih
yang maknanya sebagai berikut, “sombong adalah menolak kebenaran,
meremehkan dan menganggap rendah manusia.” Tindakan semacam ini
diharamkan dalam agama Islam, karena boleh jadi yang direndahkan lebih mulia
di sisi Tuhan dibandingkan orang yang menghina.

Di dalam Islam, pembentukan karakter generasi adalah hal yang utama. Islam
memiliki seperangkat aturan yang sempurna untuk menjaga generasi dan
seluruh umat manusia. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari usia dini telah
terbukti selama berabad-abad mampu mencetak generasi rabbani yang
bersyaksiyah Islamiyah (berkepribadian Islam). Maka tidak akan terjadi bullying
jika semua pelajar berkepribadian Islam. Kemampuan akademik yang bersinergi
dengan ilmu agama pun telah terbukti mampu melahirkan ilmuwan ilmuwan
hebat sepanjang sejarah peradaban emas Khilafah. Dengan demikian, sudah
saatnya kita campakkan sistem sekular liberal dan kembali kepada aturan yang
haq yaitu syari’at Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Waallahubissawab

Linimasanews.com—Begitu sangat miris dengan kondisi para pelajar saat ini.


Bagaimana tidak, para pelajar di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatra
Utara, tega menganiaya seorang nenek. Aksi penganiayaan ini viral di media
sosial.

Total ada 6 pelajar yang diamankan polisi terkait kasus ini. Saat diperiksa polisi,
mereka mengaku iseng saat menendang nenek tua itu. Diberitakan dalam
media kumparan, “Jadi untuk sementara ini, [alasan menganiaya] tidak sengaja
atau iseng-iseng. Para pelajar ini [mengaku] tidak ada niat untuk melukai dan
lain sebagainya,” ujar Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni, Minggu
(20/11/2022).

Aksi penganiayaan ini diketahui terjadi pada Sabtu (19/11). Penganiayaan


ataupun perilaku yang sangat tidak bermoral ini didapatkan dalam sebuah video
yang beredar. Terlihat, awalnya para pelajar itu mendatangi korban, memang
tak terdengar jelas apa yang dibicarakan.

Bullying ataupun penganiayaan sesungguhnya adalah perbuatan yang sangat


buruk. Perbuatan yang membuat orang terzolimi. Begitu pun yang dilakukan
oleh para pelajar terhadap seorang nenek. Hal tersebut menggambarkan betapa
buruk sikap pelajar terhadap orang yang lebih tua darinya. Mereka tidak
membayangkan bagaimana hal itu terjadi kepada orang tua mereka atau
bahkan mereka tidak pernah memedulikan orang tua. Saat ini, sistem kapitalis
melahirkan generasi yang sangat miskin moral. Kebebasan telah menjadi
rambu-rambu mereka dalam kehidupan.
Hal Ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak anak yang
berakhlak mulia. Nilai -nilai akhlak menjadi tidak laku di tengah para remaja.
Akhlak lahir dari akidah yang kokoh. Bagaimana bisa memiliki akhlak mulia jika
akidah para remaja kian rapuh.

Sistem sekuler, juga telah gagal dalam mengatur sistem kehidupan.


Seharusnya, seseorang yang lebih muda itu menghormati orang yang lebih tua.
Namun, pemahaman ini kian pupus di benak mereka.

Kasus bullying ini bukanlah kasus kali pertama terjadi. Sebab, sebenarnya
masih banyak kasus lain terkait bullying seperti yang terjadi di antar pelajar.

Hal ini menunjukan bahwa maraknya perbuatan bullying karena tidak adanya
penyelesaian yang tuntas. Kompromi, dengan hanya meminta maaf saja
terhadap korban itu menjadi solusi. Padahal, hal itu tidak memberi rasa
keadilan kepada korban. Bahkan ada kecenderungan Sekolah merahasiakan
kasus bullying dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. Fakta ini jelas sangat
kontradiksi dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam
program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus bullying.
Semua gambaran ini menjadi potret buruk sistem pendidikan Indonesia.

Potret buram ini memang dilahirkan dari landasan sistem pendidikan sistem
kapitalis. Di mana landasan pendidikan sistem ini adalah mengedepankan
materi. Akhirnya, banyaknya lembaga pendidikan hanya sebagai formalitas
dalam mencari materi. Ditambah karena landasannya sekuler (memisahkan
antara aturan agama dengan aturan kehidupan), maka sekolah yang tidak
berbasis agama akhirnya tidak menanamkan nilai- nilai agama.

Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah


sebagai landasan dan mampu menghasilkan siswa berkepribadian mulia. Dalam
sistem pendidikan Islam, landasan kurikulum yang digunakan adalah akidah
Islam. Maka ,dalam seluruh pembelajaran akan dikaitkan dengan akidah Islam.

Pembelajaran dilakukan dengan metode talaqi (bertemunya guru dengan murid


secara langsung). Baik talaqi lafdzi maupun talaqi fikriyyan (pemikiran).
Sehingga, ilmu yang diajarkan oleh guru langsung menancap dalam jiwa.

Sistem pendidikan Islam memiliki tujuan pendidikan, yakni satu-satunya


petunjuk arah agar sistem pendidikan berjalan sesuai dengan ridho Allah SWT.
Secara umum, ada dua tujuan pokok sistem pendidikan Islam. Antara lain:

Pertama, membangun kepribadian islami, yakni pola pikir (aqliyah) dan jiwa
(nafsiah) bagi anak-anak umat. Keharusan ini karena akidah Islam adalah asas
kehidupan setiap Muslim sehingga harus dijadikan asas berpikir dan
berkecenderungan.

Islam mengajarkan setiap orang untuk senang dalam menuntut ilmu. Senang
dalam melakukan proses berpikir. Sebab itulah yang diajarkan oleh Rasul.

Maka, strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas


keislaman yang kuat, baik aspek pola pikir maupun pola sikap. Metodenya
adalah dengan penanaman tsaqafah Islam, berupa akidah, pemikiran, dan
perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa anak didik. Dengan demikian, kurikulum
pendidikan negara (Khilafah) harus disusun dan dilaksanakan untuk
merealisasikan tujuan tersebut.

Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum Muslim agar di antara mereka menjadi


para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman
(ijtihad, fikih, atau peradilan), maupun berbagai bidang sains (teknik, kimia,
fisika, atau kedokteran).

Di pundak para ilmuwan, pakar, dan ahli kelak, ada kesanggupan untuk
membawa negara dan umat Islam menempati posisi puncak di antara bangsa-
bangsa dan negara-negara lain di dunia. Dengan demikian, negara akan
menjadi pemimpin dan berpengaruh kuat dengan Islam. Martabat dan fungsi
pertama ini selaras dengan satu dari dua tujuan pokok umum pendidikan yang
wajib diraih sistem pendidikan Khilafah.

Ukuran bermutu tidaknya pendidikan adalah sejauh mana sistem pendidikan


Khilafah diterapkan dan sejauh mana aspek administrasi yang bersifat mubah
efektif mengantarkan pada tujuannya. Ini karena sistem pendidikan Khilafah
adalah sekumpulan syariat dan peraturan administrasi (yang bersifat mubah,
termasuk teknologi terkini yang berkaitan dengan pendidikan formal) sehingga
layak untuk segera mencapai tujuan pokoknya, yakni membangun kepribadian
Islam peserta didik.

Seperangkat pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di seluruh aspek


pendidikan akan benar-benar terlaksana oleh para guru yang kompeten, juga
pemantauan prestasi anak didik dan upaya peningkatannya.

Jika sudah demikian proses pendidikan yang diupayakan, maka biidznillah akan
lahir generasi-generasi Qur’ani, generasi terbaik, yang fokus pada kebaikan dan
melahirkan banyak karya. Tentu sudah jelas tidak akan berani berbuat bullying
yang jelas itu adalah perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah. Sebab, para
pelajar akan berupaya berbuat dengan sesuatu yang Allah ridho.
Wallahu a’lam.

MALANG – Siswa kelas II SDN Jenggolo Kepanjen, Malang berinisial MW (7)


masih dirawat intensif. Hal itu setelah dirinya menjadi korban bullying yang diduga
dilakukan kakak kelasnya.
Ayah korban, Edi Subandi, mengaku kondisi anaknya memang berangsur-angsur
membaik. Tapi, temuan baru disampaikan pihak dokter dari hasil CT scan yang baru
keluar Kamis malam kemarin yang tergolong mengejutkannya dan istri.
“Keterangan dari dokter hasil CT scan baru dikasih tahu tadi malam jam 7-an, untuk
hasilnya ada pembengkakan di otak. Ada pembengkakan di otak dan pendarahan
hampir menyeluruh, analisanya dokter seperti itu,” ucap Edi Subandi ditemui MPI di
RSI Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jumat (25/11/2022).

Anda mungkin juga menyukai