Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN EKONOMI DAN

PEMBIAYAAN KESEHATAN

Oleh :
Nama : Saleh, S.Kep,Ns
NIM : 10012622125043

Dosen : Dr.dr. Rizma Adlia Syakurah, MARS

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (BKU AKK)

Fasilitas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Tahun 2021

Mata Kuliah Ekonomi dan Pembiayaan Kesehatan


SESI I
Sesi I : Dibalik surplus dan dampak untuk kebijakan kompensasi
Narasumber : M.Faozi Kurniawan, S.E., Ak.,MPH
Konsultan PKMK FK-KMK UGM
Situasi deposit penyelenggaran JKN tahun 20142019 yang mengalami defisit
terus menerus. Defisit ini adalah selisih iuran dan beban penyelenggaraan JKN.Sektor
PBPU(pekerja bukan penerima upah )/pekerja informal merupakan segmen yang
menyebabkan defisit terbesar dimana kolektibitas iuran PBPU lebih rendah dari
PPUBP(Pekerja penerima upah dan bukan pekerja) sebesar 40 -50%.Surplus ada di
segmen PBI-APBN(orang miskin dan tidak mampu),ASN,TNI dan POLRI
(PPUASN) dan pekerja formal swasta (PPU-BU).
Selain itu beliau juga mengatakan terjadi peningkatan kasus penyakit dan biaya
katastropik yang terus menerus. Adapun penyebab surplus tersebut disebakan oleh
beberapa hal yakni : 1.Kenaikan iuran JKN 2.Intervensi iuran sesuai dengan Perpres
64/2020 3.Penurunan biaya manfaat/klaim katastropik pada tahun 2020 .Hal ini terjadi
karena belum terjadi cost sharing dan belum terjadi pembatasan manfaat untuk
penyakit tertentu 4. Penurunan utilisasi pada tahun 2020.
Hal lain yang menjadi perhatian sebagai upaya pemerataan pelayanan kesehatan
adalah belum tersedia kebijakan kompensasi Fasilitas Kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan medis peserta JKN.Salah satu yang disorot kali ini adalah ketersedian
Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh darah (SPJP) disemua wilayah terutatama di
bagian Timur Indonesia .Pemerintah dan BPJS selayaknya sudah menentukan daerah
mana yang butuh kompensasi, menentukan indikator capaian bagi daerah yang
dikompensasi serta mekanisme pemberian kompensasi. Langkah yang perlu dilakukan
kedepan adalah menetapkan regulasi tersebut termasuk tariff pelayanan kesehatan.
Beliau menekankan peran pemerintah daerah adalah menjamin ketersediaan tim
tenaga kesehatan (dokter , bidan, perawat, kesehatan masyrakat), menjamin
ketersediaan obat dan BMHP dalam pemberian pelayanan serta ketersediaan sumber
dana .
Dalam pembahasan oleh Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Ronald
mengatakan bahwa BPJS juga akan mengalami surplus tahun 2021 dikarenakan
pandemi belum berakhir.Keadaan ini menyebabkan perlunya pengaturan batas asset
BPJS kesehatan baik batas atas maupun batas bawah. Penentuan batas asset untuk
menjamin harga yang dibebankan kemasyarakat dan pemerintah dalam pembayaran
iuran sedangkan batas bawah untuk menjamin BPJS memiliki kemampuan membayar
penyelenggaraan JKN. Selain itu beliau nmenjelaskan rambu- rambu kenaikan tariff
juga sudah ditetapkan.
Kepala bidang Jaminan kesehatan Kementerian kesehatan , dr. Yuli Farianti,
M.Epid., juga menjelaskan hal yang sama dengan narasumber. Hal yang ditambahkan
adalah sedang berlangsung pembahasan mekanisme kompensasi dalam daerah –
daerah tertentu untuk pemerataan pelayan kesehatan. Beliau menekankan pentingnya
kolektivits iuran yang harus diperbaiki supaya tidak terjadi defisit kembali.
Surplus ini telah memampukan BPJS membayar klaim sejak juli 2020 dan hanya
1% yang belum jatuh tempo belum dibayar. Hal ini disampaikan dr.Elsa sebagai
Deputi Direksi Bidang Jaminan pembiayaan kesehatan rujukan BPJS kesehatan.
Beliau juga setuju bahwa surplus ini dikarenakan oleh penyesuaian iuran, pandemic
dan penurunan utilisasi khususnya rawat jalan pada kasus non katastropik seperti
penyakit yang akut. BPJS jga telah melakukan uji kompensasi dibeberapa daerah
melalui kerjasama pengiriman nakes dengan metode pembiayaan tapi hal ini
berpotensi adanya tumpang tindih pembiayaan.Usul yang diajukan adalah kompensasi
penggantian uang tunai dan penggantian fasilitas pelayanan kesehatan harus
menunggu kebijakan dari pemerintah.
SESI II
Sesi II : Dampak dari kenaikan tariff INA CBGS
Nara sumber : Bapak dr.Ade Purna MBA
Kabid Pemanfaatan Rujukan RS BPJS Kesehatan Kacab Palembang
Dampak positif pada Rumah Sakit (RS) dana surplus BPJS adalah pembayaran klaim
lancer, adanya cash flow keuangan RS , dan RS dapat membayarkan hutang pihak
ketiga secara lancar. Selain itu menurut nara sumber penurunan kunjungan ke RS dan
faskes , penurunan utilisasi sebesar 30 % berdampak pada pengrangan klaim/beban
pelayanan pada tahun 2020. Dr. Endang dari RS sardjito memaparkan pengajuan
klaim yang belum dibayarkan BPJS per 31 desember 2020 lebih rendah drastis dari
tahun tahun sebelumnya .
Pada pasien rawat jalan penyakit kronis kecil lain-lain merupakan grup penyakit
INA CBG (pasien rujuk balik) yang dilaporkan merugikan RS Sarjito . Karena
penyakit tersebut tidak berdiri sendiri dan belum dapat dirujuk balik bila belum
terkontrol secara keseluruhan pnyakitnya.Selain itu juga pasien sering mengeluhkan
obat tidak ada di FKTP ataupun obat tidak diperoleh secara penuh sehingga penyakit
pasien tidak terkendali dan saat dirujuk semakin memburuk. Dan tarif klaim rawat
jalan ini lebih tinggi dari klaim rawat inap.
Keluhan lain ialah tentang pending dan dispute.Dispute itu hanya ditentukan oleh
verifikator BPJS dan penyelesaian klaim paling lama 4 tahun.Alasan tersering BPJS
adalah karena terapi yang dilakukan di RS Sardjito tidak sama dengan RS lain diikuti
penempatan diagnosis utama, koding dan PPK dan Top Up. Harapan dari RS
terhadap surplus BPJS diiringi dengan kinerja yang baik supaya pendapatan RS dalpat
memenuhi biaya operasional dan bagi peserta dapat memudahkan akses pelayanan
dan pelayanan kesehatan sesuai standar.
Hal berbeda yang disampaikan oleh Mulyo Wibowo sebagai Deputi Direktur
bidang Perencanaan dan Evaluasi Organisasi BPJS Kesehatan bahwa tidak ada lagi
klaim jatuh tempo yang belum terbayarkan.Beliau menjelaskan surplus yang terjadi
surplus arus kas yang berarti BPJS mampu membayar klaim yang sudah
ditagihkan .Saat ini asset netto BPJS belum tercapai dimana asset netto itu adalah
asset yang mampu mencadangkan 1,5-6 bulan kas yang mampu membayar klaim.
Proyeksi akhir tahun 2021 dapat menentukan asset neto positif , jika tercapai
maka dapat menentukan tarif baru.Hal lain yang harus dipertimbangkan juga adalah
perekonomian nasional . Pada akhir sesi , Dr,rer.nat.I Made Wiryana , S.SI.,
S.Kom.M.App.Sc. selaku Koordinator Kolaborasi Internasional , menjelaskan bahwa
kunci permasalahan adalah data dan informasi layanan jaminan kesehatan.Hasil
pengamatan dan diskusi beliau menyimpulkan selama ini sistem aplikasi yang
dipergunakan masih bersifat merekam data saja belum data yang nearly real
time.langkah yang ditawarkan oleh beliau adalah : 1. Integrasi multistakeholder dalam
pengawasan satu data
2. Ekosistem Tehnologi Informasi (TI) JKN harus sudah terbentuk antara Faskes
dengan Dinas dan sistem TI BPJS Kesehatan dan sistem TI Kemenkes
3. Tata kelola TI sudah menjadi keharusan sebab sudah ada dalam
perundangundangan bahwa sektor kesehatan merupakan sektor infrastruktur informasi
vital.
Tujuan menggunakan Big Data & Artificial Intelegen adalah :
a. Memahami pattern normal dan abnormal dari penggunaan BPJS Kesehatan
b. Menjadikan perangkat yang membantu pengawasan
c. Dapat menjadi analysis predictive
d. Menentukan tingkat sistem yang harus real time ataupun sistem non kritis
Komitmen manajemen merupakan awal dalam melakukan penerapan sistem TI .
tentunya didukung oleh regulasi dan organisasi dengan SDM dan tata kelola yang
mumpuni serta dievaluasi secara kontinu.

Anda mungkin juga menyukai