Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
merupakan dasar dari hadirnya jaminan kesehatan nasional. Dalam undang-undang ini,
jaminan sosial wajib diberikan kepada seluruh penduduk Indonesia. Salah satu bentuk
jaminan sosial tersebut adalah Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan secara operasional mulai
di implementasi pada 1 Januari 2014 atas dasar Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setelah berjalan kurang lebih 5 tahun apakah
kebijakan ini berjalan sesuai rencana atau tidak, sehingga sudah sepatutnya dilakukan
evaluasi terhadap kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional tersebut. Perlu menjadi perhatian
bahwa evaluasi ini dilakukan dengan hanya memperhatikan implementasi kebijakan JKN
pada wilayah ibukota Kabupaten Melawi. Kemungkinan terjadi perbedaan pada implementasi
di daerah lain sangat besar. Evaluasi dilakukan menggunakan 6 langkah evaluasi kebijakan
publik sebagai berikut :
2. Efisiensi.
BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional sudah berupaya
dalam meningkatkan jumlah peserta dan mengelola keuangan untuk menjamin
terselenggara JKN. Beberapa usaha dan upaya tersebut rasanya belum optimal dengan
kenyataan bahwa target peserta yang belum 100% dan kenyataan bahwa 3 tahun
terakhir BPJS Kesehatan terjadi defisit anggaran. Dengan berbagai upaya yang telah
dilakukan, tentu belum efisien dalam mencapai hasil yang diinginkan.
3. Kecukupan.
Melihat dari efektifitas kebijakan JKN, secara umum masalah pelayanan kesehatan
penduduk Indonesia seharusnya sudah teratasi dengan baik. Setidaknya tujuan dari
hadirnya kebijakan ini sudah terjawab dengan mudahnya masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan jika memahami dan mengerti tentang prosedur mendapatkan
layanan serta menjadi peserta aktif. Selanjutnya hanya masalah perbaikan aturan yang
harus menjamin bahwa keuangan BPJS Kesehatan tidak selalu defisit dan fasilitas
kesehatan wajib memberikan pelayanan jika prosedur yang ada telah dijalankan oleh
peserta.
4. Pemerataan.
Target JKN adalah seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019, dengan kenyataan
bahwa pada saat ini sudah lebih dari 80% penduduk menjadi peserta BPJS. Maka
kebijakan ini secara umum sudah bisa dianggap merata kepada seluruh kelompok
masyarakat. Pemerataan ini sudah di jamin sejak awal dengan ketentuan adanya
Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sehingga masyarakat dalam kelompok fakir miskin pun
sudah terjamin keikutsertaannya dalam kebijakan JKN.
5. Responsifitas.
Hasil dari kebijakan JKN adalah layanan kesehatanyang dapat dinikmati oleh
masyarakat. Pada survei yang dicantumkan dalam laporan BPJS Kesehatan tahun 2018,
tingkat kepuasan peserta BPJS Kesehatan pada angkat 79% dan tingkat kepuasan
fasilitas kesehatan sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sebagai
penerima pelayanan dan fasilitas kesehatan sebagai mitra kerja sama pemberi
pelayanan kesehatan sudah cukup puas dengan kebijakan JKN yang diselenggarakan
oleh BPJS Kesehatan.
6. Ketepatan.
Tingkat kepuasan peserta BPJS Kesehatan terhadap layanan yang diberikan juga
menunjukkan bahwa kebijakan JKN ini memberikan manfaat yang benar-benar berguna
ketika dibutuhkan. Hadirnya JKN membuat masyarakat yang telah menjadi peserta
BPJS Kesehatan tidak takut dan ragu lagi untuk datang ke fasilitas kesehatan meminta
pelayanan kesehatan. Terutama bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah,
hadirnya JKN membuat masyarakat ber penghasilan kecil bisa merasakan layanan
kesehatan dengan biaya cukup murah.