Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu

Mata Kuliah : Kebijakan dan Manajemen Kesehatan


Dosen Pembimbing : Dr. Darmawansyah, SE., MS

Analisis Kebijakan Kesehatan Peraturan Presiden No.75 Tahun 2019 Tentang


Jaminan Kesehatan

OLEH :

NAMA : YUNIAR AYU PERMATA SARI


NIM : K012191049
KELAS :A

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT,oleh karena atas berkat dan rahmat-Nyalah

sehingga makalah yang berjudul : Analisis Kebijakan Kesehatan “Analisis

Kebijakan Kesehatan Peraturan Presiden No.75 Tahun 2019 Tentang Jaminan

Kesehatan” telah selesai dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan atau

ketidaksempurnaan yang tak dapat dihindarkan,hal ini disebabkan karena dalam tahap

proses pembelajaran, dengan demikian penulis masih banyak mengharapkan

bimbingan dari Bapak Dosen demi perbaikan selanjutnya.

Bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan

dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih semoga Allah SWT

dapat membalasnya.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih,semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Makassar, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

1.1 Ringkasan Kebijakan Peraturan Presiden No.75 Tahun 2019 Tentang


Jaminan Kesehatan ................................................................................... 1
1.2 Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Persepsi Masyarakat ................................................................................ 6
1.4 Resistensi dan Dampak Pada Masyarakat ................................................ 8
1.5 Rekomendasi ............................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA

iii
1.1 Ringkasan Kebijakan Peraturan Presiden No.75 Tahun 2019 Tentang

Jaminan Kesehatan

Dengan adanya JKN, masyarakat yang sakit akan merasakan dampak layanan

kesehatan yang mereka terima sebagai peserta JKN yaitu pemeriksaan, perawatan,

dan pengobatan dijamin oleh BPJS Kesehatan. Didalam mengimplementasikan

Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS, pemerintah menerapkan

kebijakan-kebijakannya melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden,

salah satunya yakni Peraturan Presiden No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan

dimana mengalami lima kali perubahan, perubahan pertama menjadi Peraturan

Presiden No.111/2013, perubahan kedua menjadi Peraturan Presiden No. 19/2016

tentang Jaminan Kesehatan, perubahan ketiga menjadi Peraturan Presiden No.

28/2016 tentang Jaminan Kesehatan, perubahan keempat menjadi Peraturan

Presiden No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, perubahan kelima menjadi

Peraturan Presiden No. 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan kedua

menjadi Peraturan Presiden No. 19/2016 dilakukan dengan semangat

memperbaiki kondisi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional antara lain

untuk memenuhi kecukupan iuran, mengatur kepesertaan, mengatur denda,

mengatur pencegahan fraud. Akan tetapi pada pelaksanaannya hanya dalam

jangka waktu tidak lebih dari tiga puluh hari Peraturan Presiden tersebut dirubah

menjadi Peraturan Presiden No. 28/2016. Peraturan Presiden No.19/2016 tentang

Jaminan Kesehatan belum sempat untuk diimplementasikan sudah dirubah

menjadi Peraturan Presiden No.19/2016 tentang Jaminan Kesehatan, kemudian

1
tahun 2016 diubah menjadi Peraturan Presiden No. 28/2016 tentang Jaminan

Kesehatan, kemudian tahun 2018 diubah menjadi Peraturan Presiden No. 82/2018

tentang Jaminan Kesehatan, dan dilakukan perubahan kelima menjadi Peraturan

Presiden No. 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan yang tujuannya untuk

mengurangi tingkat defisit.

Pemerintah resmi menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau

JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS

Kesehatan. Kenaikan iuran tersebut resmi seiring ditandatanganinya Peraturan

Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor

82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan iuran itu berlaku bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan

peserta bukan pekerja. Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa besar iuran yang

harus dibayarkan sebesar Rp 42.000 per bulan untuk kelas III, sebesar Rp 110.000

per bulan untuk kelas II, dan sebesar Rp 160.000 per bulan untuk kelas I.

1.2 Masalah

Peraturan Presiden No.82/2018 tentang Jaminan Kesehatan menjadi Peraturan

Presiden No. 75/2019 tentang kesehatan dikarenakan tingkat defisit yang dialami

BPJS Kesehatan melonjak naik, sehingga pemerintah dalam hal ini presiden

melalui lembaga terkait yakni Kementerian Kesehatan. Kebijakan tersebut menuai

respon yang beragam dari masyarakat, baik pro maupun kontra. Peraturan

presiden No. 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan ini jelas berdampak akan

2
kesulitan masyarakat peserta kelas III dalam hal kemauan dan kemampuan dalam

melakukan pembayaran iuran akan tetapi kita tidak boleh menutup mata akan

pentingnya kecukupan dana yang ada untuk mencakup seluruh kepesertaan yang

ada dan sustaibility dari penyelenggaraan BPJS Kesehatan kedepannya.

1.3 Persepsi Masyarakat

Tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional Badan Penyelenggaraan Jaminan

Sosial (JKN-BPJS) Kesehatan akan meningkat dibandingkan sebelumnya per

Januari 2020. Kenaikan ini menimbulkan berbagai penolakan karena dianggap

memberatkan masyarakat sebagai peserta yang harus membayar lebih besar iuran

tersebut.

Ketentuan tarif BPJS tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Nantinya, perlu Perpres baru

untuk menyesuaikan kenaikan tarif untuk seluruh kategori peserta BPJS

Kesehatan.

Perlu diketahui terdapat berbagai kategori peserta BPJS Kesehatan, antara lain

Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang biayanya ditanggung pemerintah sepenuhnya.

Kategori Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P) yang terdiri dari Aparatur

Sipil Negara (ASN)/TNI/Polri. Kategori Pekerja Penerima Upah Badan Usaha

(PPU-BU) yang umumnya karyawan swasta, dan kategori Peserta Bukan

Penerima Upah (PBPU) yang biayanya dibayar secara mandiri.

Kenaikan tarif yang telah disepakati pemerintah:

3
a. PBI kenaikan dari Rp 23.000 menjadi Rp 42.000 per jiwa.

b. ASN/TNI/Polri mengalami penyesuaian dari semula iuran 5 persen dari gaji

pokok dan tunjangan keluarga dengan tanggungan pemerintah 3 persen dan 2

persen ditanggung ASN/TNI/Polri menjadi 5 persen dari gaji pokok,

tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan

profesi dan tunjangan penghasilan bagi PNS daerah dengan batasan gaji

maksimal Rp 12 juta. Sebanyak 4 persen ditanggung pemerintah dan 1 persen

ditanggung ASN/TNI/Polri.

c. PPU-BU mengalami penyesuaian semula 5 persen dari total upah dengan

batas atas Rp 8 juta dengan tanggungan pemberi kerja sebesar 4 persen dan 1

persen ditanggung pekerja. Berubah menjadi 5 persen dari total upah dengan

batas atas Rp 12 juta dengan tanggungan 4 persen oleh pemberi kerja dan 1

persen ditanggung pekerja.

d. PBPU mengalami kenaikan pada kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000

per jiwa. Kelas 2 naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per jiwa. Dan,

kelas 1 naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160.000 per jiwa.

Keberatan kenaikan tarif iuran ini disampaikan Ombudsman RI selaku

lembaga pengawas publik pemerintah. Anggota Ombudsman RI Dadan Suparjo

Suharmawijaya mengatakan, terdapat berbagai aspek yang harus diperbaiki dari

program JKN BPJS ini. Menurutnya, kenaikan tarif tersebut memberatkan

masyarakat selaku peserta BPJS. Terlebih lagi, dia menyoroti masyarakat yang

4
membayar iuran tersebut secara mandiri atau PBPU sebagai kenaikannya sangat

signifikan.

Pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan kenaikan tarif iuran tersebut

dapat menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan yang selama ini terjadi

setiap tahunnya. Kemudian, kenaikan iuran ini juga seharusnya meningkatkan

pelayanan tersebut sehingga masyarakat tidak semakin kecewa dengan kenaikan

ini.

Persoalan birokrasi atau pola pelayanan BPJS Kesehatan juga dianggap

cenderung menyulitkan masyarakat. Sehingga, masyarakat harus berkali-kali

mendatangi layanan kesehatan seperti klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan

tindakan medis serupa. Hal ini dianggap merupakan salah satu penyebab

membengkaknya tagihan BPJS Kesehatan. Selain itu terdapat perilaku fraud atau

kecurangan pada BPJS Kesehatan yang semakin memperparah defisit BPJS

Kesehatan. Kemudian, penagihan yang dinilai tidak beretika juga dilakukan

oknum BPJS Kesehatan kepada masyarakat.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini akan memberatkan masyarakat. Dia

mengkhawatirkan kenaikan ini menyebabkan masyarakat semakin enggan

menjadi peserta BPJS Kesehatan. Selain itu, kecenderungan masyarakat yang

hanya membayar BPJS Kesehatan saat ingin berobat. Kemudian, ketika

penyakitnya sudah sembuh peserta tersebut tidak membayar secara rutin kembali.

Hal ini dianggap menjadi salah satu penyebab utama terjadinya defisit BPJS

Kesehatan.

5
Menaikkan iuran ini, pemerintah mempertimbangkan 3 hal utama yaitu

kemampuan peserta dalam membayar iuran (ability to pay), upaya memperbaiki

keseluruhan sistem JKN sehingga terjadi efisiensi, serta gotong royong dengan

peserta pada segmen lain. Pemerintah sangat memperhitungkan agar kenaikan

iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan, jika ada peserta

yang merasa benar-benar berat membayar, bisa saja peserta yang bersangkutan

melakukan penurunan kelas, misalnya dari semula Kelas 1 menjadi Kelas 2 atau

Kelas 3; atau dari Kelas 2 turun ke Kelas 3.

Kenaikan iuran BPJS ini akan diiringi dengan perbaikan sistem JKN (Jaminan

Kesehatan Nasional) secara keseluruhan sebagaimana rekomendasi Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), baik terkait kepesertaan dan

manajemen iuran, sistem layanan dan manajemen klaim, serta strategic

purchasing. Rencana kenaikan iuran ini juga adalah hasil pembahasan bersama

oleh unit-unit terkait, seperti Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia

dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu),

(Kemenkes), dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang nantinya akan

ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres).

1.4 Resistensi dan Dampak Pada Masyarakat

Isu lain sebagai dampak dari defisit BPJS Kesehatan adalah rencana kenaikan

iuran. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan,

sebagai instansi yang berwenang membuat peraturan kenaikan iuran,

6
mengusulkan kenaikan iuran hampir 100% dari iuran sebelumnya dan sudah

menyampaikan usulan ini kepada Presiden. Kenaikan iuran tahun 2014, 2016, dan

2020 dapat dilihat pada Tabel.

Usulan Perubahan
Ruang Iuran Awal Perubahan Iuran
(Berlaku Awal
Perawatan RS (Tahun 2014) (Tahun 2016)
Tahun 2020)
Kelas III 25.500 42.500
Kelas II 42.500 51.000 110.000
Kelas I 59.500 80.000 160.000
Sumber: Kompas 28 Agustus 2019

Tentunya kenaikan iuran yang terjadi setiap dua tahun sekali menimbulkan

resistensi di tengah masyarakat. Penolakan terjadi pada kelompok peserta pekerja

bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja di mana mereka sangat rentan

mengalami kesulitan ekonomi terhadap perubahan iuran. Terlalu seringnya

menaikan iuran telah memberatkan masyarakat terutama yang menanggung iuran

anggota keluarganya. Terlebih kebanyakan masyarakat Indonesia belum

menjadikan asuransi sebagai kebutuhan pokok di saat kondisi sehat. Pemerintah

perlu mempertimbangkan keterjangkauan iuran yang baru dan memastikan agar

masyarakat taat membayar iuran dengan berbagai program inovatif. Di sisi lain,

penolakan terhadap suatu kebijakan merupakan hal yang wajar mengingat

kebijakan akan terus mengalami dinamika perubahan yang seringkali meimbulkan

pro dan kontra di tengah masyarakat. Oleh karenanya, diperlukan sosialisasi yang

masif yang melibatkan semua pihak.

7
Penyesuaian iuran melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun

2019 tentang Jaminan Kesehatan merupakan upaya untuk menangani defisit BPJS

Kesehatan. Besaran iuran yang berlaku mulai awal tahun depan itu pun bahkan

lebih tinggi dari usulan DJSN dan sesuai dengan perhitungan aktuaria.

Penyesuaian iuran tersebut akan memberikan dampak yang beragam, baik bagi

BPJS Kesehatan, keberlangsungan program JKN, maupun bagi masyarakat selaku

peserta.

Dampak yang berpotensi muncul adalah peningkatan jumlah peserta

non aktif, khususnya di segmen mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah

(PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Berdasarkan data BPJS Kesehatan, saat ini

terdapat sekitar 46% peserta yang tidak aktif. Selain itu peserta akan pindah ke

kelas yang lebih rendah seiring dengan kemampuannya dalam membayar iuran.

Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

Suminto, menyampaikan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan

perhitungan kemampuan membayar (ability to pay) setiap segmen peserta BPJS

terhadap usulan kenaikan iuran BPJS. Namun demikian, di tengah masyarakat,

kemampuan membayar itu tidak serta-merta akan diikuti oleh kemauan peserta

untuk membayar dengan disiplin. "Ada deviasi antara ability to pay dengan

willingness to pay. Karena willingness to pay (kemauan membayar) nanti

terkait dengan persepsi dan prioritas orang. Orang bisa saja merokok (alokasi

dana untuk seseorang membeli rokok tidak terbeban), (namun untuk

membayar) BPJS? (orang tidak memprioritaskan). Tetapi sebenarnya dia

8
(peserta) punya kapasitas (untuk membayar). Persoalannya adalah ability to pay

tidak serta-merta diikuti dengan willingness to pay," jelasnya.

Dampak lain yang dapat muncul adalah calon peserta enggan mendaftarkan

diri ke BPJS Kesehatan. Hal tersebut menurutnya perlu diantisipasi meskipun

berdasarkan regulasi seluruh masyarakat Indonesia wajib menjadi peserta BPJS

Kesehatan.

Selain itu, dampak lain dari penyesuaian iuran adalah kualitas pelayanan

kepada peserta akan meningkat. Hal tersebut sejalan dengan dampak lainnya

yakni pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan akan terjamin, seiring

membaiknya arus kas BPJS Kesehatan. Dampak lainnya adalah keberlanjutan

program JKN. Dengan penyesuaian iuran, ditargetkan akumulasi surplus sebesar

Rp4,4 triliun pada akhir 2021, dengan catatan pemerintah mengatasi seluruh

defisit per akhir 2019.

1.5 Rekomendasi

DPR RI perlu mendorong agar instansi pemerintah meningkatkan koordinasi

lintas sektoral dan sinkronisasi kebijakan mengingat penetapan/pencabutan kelas

RS merupakan wewenang dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan yang

tidak dapat diubah oleh BPJS Kesehatan maupun BPKP. DPR RI juga perlu

meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kenaikan iuran dan

kepatuhan bayar iuran Program JKN.

9
Sebagai langkah untuk meningkatkan koordinasi lintas sektoral dan partisipasi

masyarakat dalam setiap proses penyusunan produk hukum dapat dilakukan

dengan advokasi atau pendampingan kepada kelompok-kelompok masyarakat

yang dilakukan oleh Para ahli, Perguruan Tinggi, Organisasi Masyarakat maupun

pemerintahan sendiri. Kegiatan ini untuk meningkatkan kapasitas seluruh elemen

dalam mengorganisir kelompok dan kepentingannya sebagai prasyarat kebijakan

publik yang baik.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan sebagai leader regulasi

disektor kesehatan dan DJSN harus melibatkan partisipasi seluruh elemen terkait

dan masyarakat yang terkena dampak langsung dari implementasi suatu Peraturan

dengan cara melibatkan mereka mulai dari tahap perencanaan sampai dengan

tahap evaluasi implementasi suatu peraturan bukan hanya pada tahap pembahasan

saja atau saat ada polemik saja.

Urgensi kajian akademik dalam proses penyusunan peraturan perlu

didukungan sumber daya manusia yang memadai, dana yang cukup dan waktu

yang lebih banyak sehingga kajian akademik yang dihasilkan layak dijadikan

acuan dalam proses penyusunan suatu peraturan. Untuk mewujudkan jaminan

kesehatan nasional yang lebih baik diperlukan dukungan bukan hanya dari

pemerintah, DPR atau para pakar kebijakan akan tetapi pemahaman masyarakat

akan pentingnya kebutuhan akan jaminan kesehatan sehingga masyarakat perlu

ditanamkan sehingga masyarakat dapat berinvestasi dalam produk kesehatan.

10
DAFTAR PUSTAKA

BPJS. 2018. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No 82.


2018, Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, Republik Indonesia, Jakarta.

Juknis BPJS. 2018. Pedoman Pelaksanaan BPJS Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014.Jakarta : Kemenkes RI; 2015.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan


Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 TentangPerubahan


Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 24, 2011, Badan Pelenyelenggara Jaminan


Sosial, Republik Indonesia, Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai