Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KIMIA FARMASI

INTERAKSI OBAT SECARA KIMIA


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pengganti Praktikum Kimia Farmasi
Pertemuan 6

Disusun Oleh :
Sherly Marcia Devana

(J3L112174)

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
Interaksi Obat Secara Kimia
Makalah ini dijelaskan mengenai proses interaksi obat secara kimia. Adapun
tujuan kami menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari dosen mata
kuliah Kimia Farmasi. Kami menulis makalah ini untuk mengenali lebih rinci
mengenai interaksi obat secara kimia.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih
baik lagi dan dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para mahasiswamahasiswi yang mengikuti mata kuliah Kimia Farmasi.

Bogor, 22 Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Rumusan Masalah

2 TINJAUAN PUSTAKA

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 PENUTUP

5.1 Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

4
4

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinyainteraksi bila
tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupamakanan, minuman ataupun
obat-obatan.Secara umum suatu interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu
interaksi antar suatu obat dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu
atau keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga. Pada prinsipnya interaksi
obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat
dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena
meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu. Risiko kesehatan dari Interaksi
obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa
pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila
tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun
obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes,
penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat
dikhususkan pada interaksi obat dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan,
sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin,
fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya bersifat mempunyai kurva doseresponse yang curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat dosis
terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin, warfarin objeko,
dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas Interaksi secara
kimia atau farmasetis, interaksi secara farmakokinetik, interaksi secara fisiologi, dan
interaksi secara farmakodinamik.

1.2 Tujuan
Makalah ini disusun untuk mengetahui secara rinci interaksi obat secara kimia.
1.3 Rumusan Masalah
Mengetahui interkasi obat secara rinci interaksi obat secara kimia.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu
obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan
mengkibatkn inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang
mencampurkan berbagai macam obat . Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila
suatu obat memepengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau
ekskresi obat lain. Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah
aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya. Sedangkan interaksi
secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain
pada atau dekat sisi reseptornya. Pada kenyataaanya interakPada kenyataanya banyak
obat yang berinteraksi obat terjadi tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi
melibatkan dua atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme interaksi
obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua mekanisme utama, yaitu interaksi
farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik. Obat dapat berinteraksi dengan
makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain.
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi
yang menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit
menghambat sekresi penilcillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar
penicillin dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi
gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi
efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan
mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat
timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat oleh
antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut
obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih
penting daripada obat yang dipakai.
Insiden interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena (1)
Dokumentasinya masih sangat kurang; (2) Seringkali lolos dari pengamatan karena
kurangnya pengetahuan para dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali
dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi
berupa penurunan efektifitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan
penyakit; selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk
diingat; (3) Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual
(populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit
parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu), penyakit tertentu
(terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor- faktor lain (dosis
besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap obat adalah
pemberian bersamaan dengan obat-obat lain. Ada beberapa mekanisme dimana obat
dapat berinteraksi, tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik
(absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi), farmakodinamik, atau toksisitas
kombinasi. Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi obat yang
diberikan sering bermanfaat secara klinik, karena mekanisme dapat mempengaruhi
baik waktu pemberian obat maupun metode interaksi. Bebereapa interaksi obat yang
penting timbul akibat dua mekanisme atau lebih. Akibat interaksi obat dapat terjadi
keadaan, ialah sumasi (adiktif), sinergisme, contoh sulfonamid mencegah bakteri
untuk mensintesa dihidrofolat, sedangkan trimetoprim menghambat reduksi
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Kedua obat ini bila diberikan bersama-sama akan
memiliki efek sinergistik yang kuat sebagai obat anti bakteri.
Antagonisme, contoh anntagonis reseptor beta (beta bloker) mengurangi
efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti salbutamol yang merupakan agonis beta
reseptor. Potensiasi, contoh : 1) banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium
plasma, dan yang akan memperkuat efek glikosid jantung yang mempermudah
timbulnya toksisitas glikosid. 2) Penghambat monoamin oksidase meningkatkan
jumlah noradrenalin di ujung syaraf adrenergik dan karena itu memperkuat efek obatobat seperti efedrin dan tiramin yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
Pemberian suatu obat (misal obat A) dapat mengubah efek obat lain (misal obat B)
dengan cara : (1) Mengubah efek obat B tanpa mempengaruhi konsentrasi di cairan
jaringan (disebutinteraksi farmakodinamik), atau (2) Mengubah konsentrasi obat B
yang mencapai tempat kerja (disebut interaksi farmakokinetik).
Interaksi farmakokinetik terjadi apabila salah satu obat mempengaruhi
absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat
kedua meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau
penurunan aktivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat di ekstra
polasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun
struktur kimianya mirip, karena antar obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat
fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya.
Interaksi obat pada proses absorbs. Interaksi langsung, interaksi secara
fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna sebelum absorbsi dapat
mengganggu proses absorbsi. Interaksi dapat dihindarkan/sangat dikurangi bila obat
yang berinteraksi diberikan dengan jarak waktu minimal 2jam.
Perubahan pH cairan saluran cerna, cairan saluran cerna yang alkalis,
misalnya akibat antacid, akan meningkatkan kelarutan obat bersifat asam yang sukar
larut dalam cairan tersebut, misalnya aspirin.Dalam suasana alkalis, aspirin lebih
banyak terionisasi sehingga absorbsi per satuan area absorbsi lebih lambat, tetapi
karena sangat luas area absorbsi di usus halus maka kecepatan abrsorbsi secara

keseluruhan tidak banyak dipengaruhi. Dengan demikian, dipercepatnya disolusi


aspirin oleh basa akan mempercepat absorbsinya. Akan tetapi, suasana alkali di
saluran cerna akan mengurangi kelarutan beberapa obat bersifat basa (misalnya
tetrasiklin) dalam cairan saluran cerna, dangan akibat mengurangi absorbsinya.
Berkurangnya keasaman lambung oleh antasid akan mengurangi pengrusakan obat
yang tidak tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya, dan mengurangi
absorbsi Fe, yang di absorbsi paling baik bila cairan lambung sangat asam.
Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus
(motilitas saluran cerna). Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat
termasuk obat bersifat asam. Disini absorbsi terjadi jauh lebih cepat dari pada di
lambung. Oleh karena itu, makin cepat obat sampai di usus halus, makin cepat pula
absorbsinya. Kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mempengaruhi
kecepatan absorbsi tanpa mempengaruhi jumlah obat yang diabsorbi. Ini berarti,
kecepatan pengosongan lambung biasanya hanya mengubah tinggi kadar puncak dan
waktu untuk mencapai kadar tersebut tanpa mengubah bioavailibilitas obat. Karena
kapasitas metabolisme dinding usus halus lebih terbatas dibandingkan kapasitas
absorbsinya, maka makin cepat obat ini sampai di usus halus, makin tinggi
bioavailibilitanya.

5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat dapat diketahui bahwa jenis atau
bentuknya interaksi obat diklasifikasikan atas, interaksi secara kimia atau farmasetis,
interaksi secara farmakokinetik, interaksi secara fisiologi, dan interaksi secara
farmakodinamik

DAFTAR PUSTAKA
Richard, Harkness. (1989). Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan
MathildaB.Widianto. Bandung: Penerbit ITB.
Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D.1995. Farmakologi dan Terapi, bagian
farmakologi FK-UI. Jakarta; hal ; 189-206.
Samekto wibowo dan Abdul gopur. 1995. Farmakoterapi dalam Neuorologi. penerbit
salemba medika; hal : 138-14
Siswandono dan Bambang, S. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya:Airlangga University
Press
Tatro DS (Ed.) .(1992).Drug Interaction Facts. J.B. Lippincott Co. St. Louis

Tatro, D. (2009). Drug Interaction Facts. The authority on drug interactions.

Anda mungkin juga menyukai