Edema Cerebri
Edema Cerebri
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema cerebri merupakan suatu penyulit pada banyak gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang seringkali fatal, baik kematian itu oleh karena
perkembangan edema cerebri yang amat cepat seperti pada trauma kapitis,
perdarahan dan penyakit akut yang lain, maupun oleh lesi-lesi yang berjalan
kronis misalnya tumor-tumor, abses otak dan proses desak ruang lainnya. Edema
cerebri yang menyertai infark yang luas, atau yang mengakibatkan penekanan
intracranial yang massif, ataupun karena timbulnya komplikasi yang paling
ditakuti yaitu pendorongan (shift, herniasi) bagian-bagian otak sehingga menekan
pusat-pusat vital dan mengakibatkan kematian.1
Dalam hubungannya dengan mekanisme timbulnya edema cerebri, faktorfaktor Blood-Brain Barrier, Blood-liquor Barrier, Liquor-Brain Barrier,
hemodinamik otak dan biokimiawi memegang peranan penting. Edema cerebri
dapat muncul pada kondisi neurologis (stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak) dan nonneurologis
(ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati,
hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high
altitude cerebral edema).2
Jadi telah jelas bahwa edema cerebri menambah morbiditas dan mortalitas
pada berbagai gangguan cerebral. Telah banyak penyelidikan yang dilakukan pada
hewan percobaan maupun terhadap penderita-penderita dengan edema cerebri
namun masih banyak hal yang belum jelas atau memuaskan terutama perihal
patofisiologi dan terapinya.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Neuron
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi.
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. Otak merupakan bagian susunan saraf
pusat yang terletak didalam cavum cranii, dilanjutkan sebagai medulla spinalis
setelah melalui foramen magnum. Bagian-bagian utama encephalon dapat dibagi
menjadi:6
1. Prosencephalon
a. Hemispherium cerebri
b. Telencephalon medium
2. Mesencephalon
a. Tectum mesencephali
b. Tegmentum mesencephali
c. Pedunculus cerebri (crus cerebri)
3. Rhombencephalon
a. Metencephalon (pons dan cerebellum)
b. Myelencephalon (medulla oblongata)
Gambar 2. Cerebri
2.2.2
Cerebri
Cerebri adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemispherium
cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus
callosum. Setiap hemispher terbentang dari os frontal sampai ke os occipitale,
diatas fossa cranii anterior, media dan posterior, diatas tentorium cerebelli.
Hemispher ini dipisahkan oleh sebuah celah dalam yaitu fissura longitudianalis
cerebri, tempat menonjolnya falx cerebri.5,6
A. Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis kommunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis eksterna memperdarahi
wajah, tiroid, lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur dalam di daerah
wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
chiasma optikum, menjadi arteri cerebri anterior dan media.5,6
B. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertabrobasilaris kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebrobasilaris memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri
bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris terus berjalan sampai
setinggi otak tengah, dan disini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang aretri cerebri posterior. Cabang-cabang arteri vertebrobasilaris ini
memperdarahi medulla oblongata, pons, cerebellum, otak tengah dan
sebagian diencephalon.5
C. Sirkulus Arteriosus Willisi
mengatur lalu lintas berbagai zat antara plasma dan cairan intersisial otak, dimana
terlibat pembuluh-pembuluh darah otak seutuhnya. 2,7
kapiler meninges (piamater). Sel-sel endotel kapiler ini juga mempunyai tight
junction diantaranya tetapi berbeda dengan BBB, kapiler-kapiler choroidea
mempunyai fenestra dan ruang antara jaringan ikat perikapiler (pericapillary
connective tissue space). Seperti BBB, BLB juga berlaku sebagai membran lipid,
walaupun sifat-sifatnya berbeda/berlawanan dengan BBB. Misalnya BBB
permeabel terhadap zat alkalis dan impermeabel terhadap zat asam, sedangkan
BLB adalah sebaliknya.2
2.3.3
otak. Barrier ini mungkin hanya berlaku untuk protein karena pada umumnya
mudah terjadi perpindahan molekul antara CSP dan parenkim otak. Kadar ion-ion
K+, H+, Cl-, HCO3- yang kecil dan mudah berdifusi, kurang lebih seimbang dalam
CSF dan cairan ekstraseluler otak.7
2.4 Etiologi
Edema cerebri dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:8
1. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral,
trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
2. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis
laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan
pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema
(HACE).
2.5 Klasifikasi
Edema cerebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :8
1. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
a. Edema cerebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
b. Edema cerebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia grisea
2. Berdasarkan patofisiologi
a. Edema cerebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood
brain barrier. Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga
air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan
ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Jenis edema
ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak, hipertensi
maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak
pembuluh darah otak.8
.
Gambar 5. Edema Cerebri Vasogenik
(cardiac
arrest),iskemia
otak,
keracunan
air
dan
10
dinding
ventrikel,
Vasogenik
Blood brain
sodium
barrier
+
Bertambah
Sitotoksik
Gangguan
pump-cell
+
+
Normal
+
Filtrat plasma
(protein)
Dexametason
2.6 Patofisiologi1,8
2.6.1 Vasogenic Edema
+
Plasma
?
Osmotik
Obstruksi
osmotik
+
+
Normal
+
+
Hanya kadar
air bertambah
Bahan
osmotik
Hidrostatik
Sirkulasi
+
Normal
+
Air + Na
Operasi
Gambar 6.
Edema Vasogenik
Dari Air, Protein dan
BBB Serta Mengisi
2.6.2
Mekanisme Terjadinya
Plasma Yang Terdiri
Elektrolit Menembus
Ruang Intersisial.
Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang
berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap
mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium
dan kalium pada membrane sel glia.8
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap
air dan membengkak.8
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat
buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema
sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan
hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic),
Gambar 7.
Terjadinya
Sitotoksik,
Defisit ATP
2.6.3
Mekanisme
Edema
Menunjukkan
Mengakibatkan
Rusaknya Pompa Na-K. Na Masuk Menembus Membran Sel
Diikuti Air Dan Cl Sehingga Timbul Edema Sel.
Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri
dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus
air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik
tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel.7,8
Gambar 8.
Mekanisme Edema
Osmotik,
Menunjukkan
Penurunan
Osmolaritas Cairan
Intravaskuler Menyebabkan Keluarnya Air Mengisi Ruang Intersisial Mengikuti
Hukum Osmotik.
2.6.4
Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi
2.7 Diagnosis
2.7.1 Manifestasi Klinis
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:8
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah, dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Gangguan kesadaran dan perubahan mental (berupa confusion sampai
sindroma otak organis)
2.7.2
Pemeriksaan Fisik9
a. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor
medular.
Hal
ini
merupakan
mekanisme
untuk
2.7.3
Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar-X
Radiograf tengkorak polos adalah pemeriksaan pertama pada
pasien dengan gejala SSP dan tetap bermanfaat. Erosi dorsum sellae
oleh pulsasi ventrikel ketiga adalah gambaran khas peninggian TIK dan
bila foto polos digunakan secara rutin, dapat ditemukan pada sepertiga
pasien namun hanya setelah sakit 5-6 bulan. Kelenjar pineal yang
tergeser, erosi tulang, kalsifikasi abnormal dan hiperostosis tidaklah
merupakan tanda spesifik dari lesi desak ruang, jadi tidak harus berarti
peninggian TIK. Pada anak-anak, radiograf tengkorak tetap bernilai
pada tes skrining. Baik peninggian TIK akut maupun kronik hingga usia
8-9 tahun menyebabkan diastasis (splitting) sutura dan erosi dorsum
sellae. Peninggian TIK kronik mungkin juga berakibat penipisan vault
tengkorak dan impresi konvolusional pada bagian atas tulang frontal
dan parietal.2,3
b. Tomografi Terkomputer
Yang paling berguna pada pemeriksaan pasien dengan dugaan
peninggian TIK adalah scan tomografi terkomputer (CT scan). Karena
sangat akurat, cepat dan aman. Tanda yang paling berguna dari
berkurangnya cadangan TIK adalah pergeseran garis tengah, obliterasi
sisterna CSS sekeliling batang otak, dilatasi ventrikel kontralateral,
penyempitan sulci serebral, dan pada cedera kepala adanya clott kecil
dengan
pasien
melaksanakannya untuk
dibanding
CT
scan;
lebih
rumit
agar
menimbulkan
vasokonstriksi
Medikamentosa
a. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik.
serebral
sehingga
Nyeri,
kecemasan,
dan
agitasi
meningkatkan
kebutuhan
adalah opiat,
paling
biasa
dari
terapi
manitol
ialah
American
Heart
Assosiation
merekomendasikan
3) Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif
pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil.
Terapi ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap
pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Pemberian dengan injeksi intravena secara bolus dari pentobarbital
(3-10 mg/kg) diikuti dengan infus intravena yang berkelanjutan
(0,5 - 3,0 mg/kg/hari) yang diterapi hingga terjadi penurunan ICP
atau "burst-suppression pattern" yang dimonitoring dengan
electroencephalographic, pemberian dilakukan selama 48 - 72 jam,
penghentian terapi dilakukan dengan cara tappering off sebanyak
50 % dari dosis awal.
Efek samping pemberian barbiturates yaitu vasodepressor sehingga
dapat
menurunkan
tekanan
pembuluh
darah
sistemik,
5) Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang
menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk
akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak berguna
untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien
iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokortikoidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per
oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen
dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis.
Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa
jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi,
hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter.
Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus
diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari
komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan
supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan
penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15
mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai
dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum
atau bersamaan dengan terapi antibiotik.8
f. Operatif
Pada pasien dengan peningkatan TIK, drainase cairan serebrospinal
adalah ukuran pengobatan cepat dan sangat efektif. Pernyataan ini
berlaku bahkan jika tidak ada hidrosefalus. Sayangnya, drainase
ventrikular eksternal membawa risiko besar ventriculitis, bahkan di
bawah perawatan terbaik.
2.9 Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan
meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF).
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem,
memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat
menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil edema.
Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan
kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang
tertekan.3,4,8
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.
b. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran
darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi
oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi
otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila
tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara tekanan
arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.4
c. Kenaikan Tekanan Intrakranial
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Edema cerebri adalah keadaan patologis dimana terjadi akumulasi cairan
didalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Edema cerebri dapat
muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis. Penyebab nya dapat
dibedakan menurut lokasi dan patofisiologinya.
Edema cerebri dapat didiagnosa dari anamnesa, pemeriksaan fisik dengan
karakter klinis berupa tanda-tanda dari peningkatan tekanan intracranial, serta dari
pemeriksaan penunjang berupa sinar-x; CT-Scan; dan MRI. Penatalaksanaan dari
edema cerebri berupa terapi non-medis dan terapi medis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA. 2002. Sistem Saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. EGC. Jakarta.
2. Lt Col SK Jha (Retd). 2003. Cerebral Edema and its Management.
http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf. Diakses tanggal 10
September 2016
3. Panitia Lulusan Dokter. 2002. Update In Neuroemergencies. Balai
Penerbit FKUI Jakarta. P 24-26.
4. Harsono. 2005. Buku Anjar Neurologi Klinis..UGM Press. Yogyakarta
5. Grant A, Anne W. 2001. The Nervous System In: Anatomy And
Physiology In Health An Illness 9th Edition.. Curchill Livingstone.
London. P148-51
6. Moore KL, Anne M. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta
7. Goetz, GC. 2003. Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in:
Clinical Neurology. 2th edition. Elsevier Science. Phlidelphia. P511-529.
8. Suwono WJ, Dewanto G, Riyanto B, dkk. 2008. Panduan Praktis
Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta.
9. Bickley, LS. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Bates.. Edisi 8. EGC. Jakarta.