Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema cerebri merupakan suatu penyulit pada banyak gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang seringkali fatal, baik kematian itu oleh karena
perkembangan edema cerebri yang amat cepat seperti pada trauma kapitis,
perdarahan dan penyakit akut yang lain, maupun oleh lesi-lesi yang berjalan
kronis misalnya tumor-tumor, abses otak dan proses desak ruang lainnya. Edema
cerebri yang menyertai infark yang luas, atau yang mengakibatkan penekanan
intracranial yang massif, ataupun karena timbulnya komplikasi yang paling
ditakuti yaitu pendorongan (shift, herniasi) bagian-bagian otak sehingga menekan
pusat-pusat vital dan mengakibatkan kematian.1
Dalam hubungannya dengan mekanisme timbulnya edema cerebri, faktorfaktor Blood-Brain Barrier, Blood-liquor Barrier, Liquor-Brain Barrier,
hemodinamik otak dan biokimiawi memegang peranan penting. Edema cerebri
dapat muncul pada kondisi neurologis (stroke iskemik dan perdarahan
intraserebral, trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak) dan nonneurologis
(ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi maligna, ensefalopati,
hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high
altitude cerebral edema).2
Jadi telah jelas bahwa edema cerebri menambah morbiditas dan mortalitas
pada berbagai gangguan cerebral. Telah banyak penyelidikan yang dilakukan pada
hewan percobaan maupun terhadap penderita-penderita dengan edema cerebri
namun masih banyak hal yang belum jelas atau memuaskan terutama perihal
patofisiologi dan terapinya.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Edema Cerebri


Edema cerebri adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di
dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi
peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea)
maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial.1,3
Edema cerebri adalah meningkatnya volume otak akibat pertambahan
jumlah air di dalam jaringan otak sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis
lokal ataupun pengaruh-pengaruh umum lainnya yang merusak.4
2.2 Anatomi
2.2.1 Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan sel schwan). Kedua jenis sel tersebut demikian erat terintegrasi
berkaitan sehingga berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah suatu sel saraf dan
merupakan unit anatomis dan fungsional sistem saraf. Setiap neuron mempunyai
badan sel yang mempunyai satu atau beberapa tonjolan yang di sebut dendrite,
dimana berfungsi untuk menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan
tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut
akson.5
Dendrit dan akson secara kolektif disebut serabut saraf. Neuron atau sel
saraf juga mengalami proses biokimiawi seperti semua sel hidup lainnya dan
menghasilkan energi kimia dari oksidasi nutrisi-nutrisi untuk mempertahankan
dan memperbaiki dirinya sendiri.5

Gambar 1. Neuron

Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi.
SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis. Otak merupakan bagian susunan saraf
pusat yang terletak didalam cavum cranii, dilanjutkan sebagai medulla spinalis
setelah melalui foramen magnum. Bagian-bagian utama encephalon dapat dibagi
menjadi:6
1. Prosencephalon
a. Hemispherium cerebri
b. Telencephalon medium
2. Mesencephalon
a. Tectum mesencephali
b. Tegmentum mesencephali
c. Pedunculus cerebri (crus cerebri)
3. Rhombencephalon
a. Metencephalon (pons dan cerebellum)
b. Myelencephalon (medulla oblongata)

Gambar 2. Cerebri

2.2.2

Cerebri
Cerebri adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemispherium

cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut corpus
callosum. Setiap hemispher terbentang dari os frontal sampai ke os occipitale,
diatas fossa cranii anterior, media dan posterior, diatas tentorium cerebelli.
Hemispher ini dipisahkan oleh sebuah celah dalam yaitu fissura longitudianalis
cerebri, tempat menonjolnya falx cerebri.5,6

Lapisan permukaan hemispherium cerebri disebut cortex dan disusun oleh


substansia grisea. Cortex cerebri berlipat-lipat, disebut gyrus yang dipisahkan oleh
fissura atau sulcus. Dengan cara demikian permukaan cortex bertambah luas.
Sejumlah sulcus yang besar membagi permukaan setiap hemispher dalam lobuslobus.6
Lobus frontalis terletak didepan sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis.
Lobus parietalis terletak dibelakang sulcus centralis dan diatas sulcus lateralis.
Lobus occipitalis terletak dibawah

sulcus parieto-occipitalis. Dibawah sulcus

lateralis terdapat lobus temporalis.6


Gyrus precentralis terletak tepat anterior terhadap sulcus centralis dan
dikenal sebagai area motoris.5
Gyrus postcentralis terletak tepat posterior terhadap sulcus centralis,
dikenal sebagai area sensoris. Gyrus temporalis superior terletak tepat dibawah
sulcus lateralis. Rongga yang terdapat di setiap hemispherium cerebri disebut
ventriculus lateralis. Ventriulus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius
melalui foramina interventricularis (Monroe). 5
2.2.3 Peredaran Darah Otak
Seperti jaringan tubuh lainnya, otak sangat tergantung dari aliran darah
untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme. Suplai darah otak dijamin
oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang
cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus willisi.6

Gambar 3. Peredaran Darah

A. Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis kommunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis eksterna memperdarahi
wajah, tiroid, lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur dalam di daerah
wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri
karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
chiasma optikum, menjadi arteri cerebri anterior dan media.5,6
B. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertabrobasilaris kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebrobasilaris memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri
bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri basilaris terus berjalan sampai
setinggi otak tengah, dan disini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang aretri cerebri posterior. Cabang-cabang arteri vertebrobasilaris ini
memperdarahi medulla oblongata, pons, cerebellum, otak tengah dan
sebagian diencephalon.5
C. Sirkulus Arteriosus Willisi

Meskipun arteri karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua


system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya
disatukan oleh pembuluh-pembuluh anastomosis yang membentuk
sirkulus arteriosus willisi. Arteri cerebri posterior dihubungkan dengan
arteri cerebri media (dan aretri cerebri anterior) lewat arteri kommunikans
posterior. Kedua arteri cerebri anterior dihubungkan oleh arteri
kommunikans anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap. 5
2.3 Fisiologi
Dalam hubungannya dengan mekanisme timbulnya edema cerebri, faktorfaktor Blood-Brain Barrier, Blood-liquor Barrier, Liquor-Brain Barrier,
hemodinamik otak dan biokimiawi memegang peranan penting.2,7
2.3.1

Blood-Brain Barrier (BBB)


Blood-Brain Barrier (BBB) adalah suatu mekanisme khusus yang

mengatur lalu lintas berbagai zat antara plasma dan cairan intersisial otak, dimana
terlibat pembuluh-pembuluh darah otak seutuhnya. 2,7

Gambar 4. Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)

Adanya BBB ini mempunyai dua peranan utama, yaitu: fungsi


perlindungan dan pengendalian homeostatik. Dengan kata lain secara umum sifatsifat BBB menyerupai membran sel yang dilengkapi dengan kekhususankekhususan dalam anatomi dan sifat-sifat fisikokhemisnya. BBB terletak antara
lumen bagian distal sistem pembuluh darah dan bagian luar jaringan otak yang
mengitari pembuluh darah tersebut. Hasil pengamatan ultrastruktur dengan

mikroskop elektron menyatakan bahwa BBB tersusun dari komponenkomponen7,2


1. Sel-sel endotel kapiler otak yang kontinu (tanpa fenestrate) yang tersusun
dengan amat ketatnya oleh pengikat yang disebut tight junction atau
zonula occludentes. Tight junction ini terdiri atas anyaman serat-serat
fibriler dan tidak mempunyai celah, jadi merupakan suatu sabuk pengikat
yang sempurna.
2. Pericapillary glial processes (membrana limitans superficialis/ membrana
perivaskularis dari Held). Prossesus-prossesus sel glia sering terlihat
berbatasan dengan dinding kapiler otak dan membentuk end feet atau
aucker feet. Sel-sel glia berfungsi sebagai penunjang dalam fungsi BBB
dan pada pengangkatan aktif molekul-molekul tertentu seperti glukosa,
asam amino dan partikel-partikel besar. Sel-sel glia terutama astrosit
bekerja pula sebagai penghantar metabolit dan cairan antara kapilerkapiler darah dan neuron-neuron.
2.3.1

Blood-Liquor Barrier (BLB)


BLB ini diduga terletak di kapiler-kapiler plexus choroideus dan kapiler-

kapiler meninges (piamater). Sel-sel endotel kapiler ini juga mempunyai tight
junction diantaranya tetapi berbeda dengan BBB, kapiler-kapiler choroidea
mempunyai fenestra dan ruang antara jaringan ikat perikapiler (pericapillary
connective tissue space). Seperti BBB, BLB juga berlaku sebagai membran lipid,
walaupun sifat-sifatnya berbeda/berlawanan dengan BBB. Misalnya BBB
permeabel terhadap zat alkalis dan impermeabel terhadap zat asam, sedangkan
BLB adalah sebaliknya.2
2.3.3

Liquor-Brain Barrier (LBB)


LBB terletak di dinding ventrikel dan pial membran pada permukaan

otak. Barrier ini mungkin hanya berlaku untuk protein karena pada umumnya
mudah terjadi perpindahan molekul antara CSP dan parenkim otak. Kadar ion-ion

K+, H+, Cl-, HCO3- yang kecil dan mudah berdifusi, kurang lebih seimbang dalam
CSF dan cairan ekstraseluler otak.7
2.4 Etiologi
Edema cerebri dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:8
1. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral,
trauma kepala, tumor otak, dan infeksi otak.
2. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis
laktat, hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan
pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema
(HACE).
2.5 Klasifikasi
Edema cerebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :8
1. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak
a. Edema cerebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia alba
b. Edema cerebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam
substansia grisea
2. Berdasarkan patofisiologi
a. Edema cerebri vasogenik
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood
brain barrier. Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat sehingga
air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan
ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Jenis edema
ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak, hipertensi
maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak
pembuluh darah otak.8

.
Gambar 5. Edema Cerebri Vasogenik

b. Edema cerebri sitotoksik


Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak
(neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi
dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan
kenaikan tekanan osmotik intraseluler yangakan menarik cairan
masuk ke dalam sel. Sel makin lamamakin membengkak dan
akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen
menjadi sempit, iskemia otakmakin hebat karena perfusi darah
terganggu.
Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas
pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and,
seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/
anoksia

(cardiac

arrest),iskemia

otak,

keracunan

air

dan

intoksikasi zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-samadengan


edema serebri vasogenik, misalnya pada stroke obstruktif
(trombosis, emboli serebri) dan meningitis.2,8

Gambar 6. Edema Serebri Vasogenik

10

c. Edema cerebri osmotic


Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara
plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).8
d. Edema cerebri hidrostatik/interstisial
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat,
cairan srebrospinal merembes
melalui

dinding

ventrikel,

meningkatkan volume ruang


ekstraseluler. 8

Tabel 1. Pembagian Edema Serebri Menurut Groningen


Edema
Serebri
Problem
Gangguan primer
Lokalisasi :
Bag. Putih otak
Bag. Kelabu otak
Permeabilitas
vaskuler
Ultrastruktur :
Ekstraseluler
Infraseluler
Komposisi cairan
Terapi

Vasogenik
Blood brain
sodium
barrier
+
Bertambah

Sitotoksik
Gangguan
pump-cell
+
+
Normal

+
Filtrat plasma
(protein)
Dexametason

2.6 Patofisiologi1,8
2.6.1 Vasogenic Edema

+
Plasma
?

Osmotik
Obstruksi
osmotik
+
+
Normal
+
+
Hanya kadar
air bertambah
Bahan
osmotik

Hidrostatik
Sirkulasi

+
Normal
+
Air + Na
Operasi

Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang


berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini
disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan darah
dan aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan makromolekur lain
memasuki rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar darah otak, kadar air
dan natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat. 1,8
Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral
karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema vasogenic
ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan permukaan
otak nampak cairan edema. 1,8
Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi
fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.1,8

Gambar 6.
Edema Vasogenik
Dari Air, Protein dan
BBB Serta Mengisi

2.6.2

Mekanisme Terjadinya
Plasma Yang Terdiri
Elektrolit Menembus
Ruang Intersisial.

Edema Sititoksik
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang

berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal tetap
mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa natrium
dan kalium pada membrane sel glia.8
Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap
air dan membengkak.8
Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti
terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat
buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema
sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan
hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic),

intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada


sindrom reye, Hipoksia Berat.8

Gambar 7.
Terjadinya
Sitotoksik,
Defisit ATP

2.6.3

Mekanisme
Edema
Menunjukkan
Mengakibatkan
Rusaknya Pompa Na-K. Na Masuk Menembus Membran Sel
Diikuti Air Dan Cl Sehingga Timbul Edema Sel.

Edema Osmotic
Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri

dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus
air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik
tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel.7,8

Gambar 8.
Mekanisme Edema
Osmotik,
Menunjukkan
Penurunan
Osmolaritas Cairan
Intravaskuler Menyebabkan Keluarnya Air Mengisi Ruang Intersisial Mengikuti
Hukum Osmotik.

2.6.4

Edema Interstitial
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi

pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal


melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat.7

Gambar 9. Mekanisme Pengaliran CSF Dan Hambatan Yang Dapat


Menimbulkan Hidrosefalus.

2.7 Diagnosis
2.7.1 Manifestasi Klinis
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan
tanda dan gejala berupa:8
a. Nyeri kepala hebat.
b. Muntah, dapat proyektil maupun tidak.
c. Penglihatan kabur.
d. Gangguan kesadaran dan perubahan mental (berupa confusion sampai
sindroma otak organis)

2.7.2

Pemeriksaan Fisik9
a. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat
vasomotor

medular.

Hal

ini

merupakan

mekanisme

untuk

mempertahankan aliran darah otak tetap konstan pada keadaan


meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
b. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi
lambat dan dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan
intracranial (TIK) yang menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi
kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola

Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan


respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.
c. Gambaran papil edema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil
yang tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.Gangguan
fungsi gait bila edema membesar dan menekan cerebellum.
d. Gangguan fungsi vegetative apabila edema menekan susunan saraf
pusat yang merupakan pusat dari fungsi otonom / vegetatif.

2.7.3

Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar-X
Radiograf tengkorak polos adalah pemeriksaan pertama pada
pasien dengan gejala SSP dan tetap bermanfaat. Erosi dorsum sellae
oleh pulsasi ventrikel ketiga adalah gambaran khas peninggian TIK dan
bila foto polos digunakan secara rutin, dapat ditemukan pada sepertiga
pasien namun hanya setelah sakit 5-6 bulan. Kelenjar pineal yang
tergeser, erosi tulang, kalsifikasi abnormal dan hiperostosis tidaklah
merupakan tanda spesifik dari lesi desak ruang, jadi tidak harus berarti
peninggian TIK. Pada anak-anak, radiograf tengkorak tetap bernilai
pada tes skrining. Baik peninggian TIK akut maupun kronik hingga usia
8-9 tahun menyebabkan diastasis (splitting) sutura dan erosi dorsum
sellae. Peninggian TIK kronik mungkin juga berakibat penipisan vault
tengkorak dan impresi konvolusional pada bagian atas tulang frontal
dan parietal.2,3
b. Tomografi Terkomputer
Yang paling berguna pada pemeriksaan pasien dengan dugaan
peninggian TIK adalah scan tomografi terkomputer (CT scan). Karena
sangat akurat, cepat dan aman. Tanda yang paling berguna dari
berkurangnya cadangan TIK adalah pergeseran garis tengah, obliterasi
sisterna CSS sekeliling batang otak, dilatasi ventrikel kontralateral,
penyempitan sulci serebral, dan pada cedera kepala adanya clott kecil

multipel intraserebral. Bila obstruksi aliran CSS mulai berakibat pada


ukuran ventrikular, tanda pertama adalah dilatasi tanduk temporal. 3,1
c. Pencitraan Resonansi Magnetik
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna pada
pemeriksaan penderita yang diduga mempunyai peninggian TIK namun
bukan pemeriksaan yang pertama pada pasien. Pemeriksaan ini lebih
mahal, lebih lambat dalam pengerjaannya dan lebih memerlukan
kerjasama

dengan

pasien

melaksanakannya untuk

dibanding

CT

scan;

lebih

rumit

pasien yang memerlukan pemantauan atau

sistem life support.3,1


2.8 Penatalaksanaan2
2.8.1 Non Medika Mentosa
a. Posisi Kepala dan Leher.
Posisi kepala harus netral dan kompresi vena jugularis harus
dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan
menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah
harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin.
Untuk mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala 30.
b. Ventilasi dan Oksigenasi.
Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari karena
merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan
volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada
pasienm dengan pernicabilitas kapiler yang abnormal. Intubasi dan
ventilasi mekanik diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada
pasien edema otak buruk. Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35
mmHg

agar

menimbulkan

vasokonstriksi

menurunkan volume darah serebral.2,8


2.8.2

Medikamentosa
a. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik.

serebral

sehingga

Nyeri,

kecemasan,

dan

agitasi

meningkatkan

kebutuhan

metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial. Oleh


karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk pasien
edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT harus
diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering
digunakan untuk pasien neurologi diantaranya

adalah opiat,

benzodiazepin, dan propofol.


Nyeri dan agitasi dapat memperburuk oedem cerebri dan
meningkatkan tekanan intrakranial secara signifikan. Pemberian bolus
morphine (2-5 mg) dan fentanyl (25 -50 mikrogram) atau intravenous
infusion fentanyl (25 - 200 mikrogram/jam) dapat digunakan sebagai
analgetik.8
b. Penatalaksanaan Cairan.
Osmolalitas serum yang rendah dapat menyebabkan edema
sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat dicegah dengan
pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik. Pada umumnya
kebutuhan cairan ialah 30ml/kgBB/hari. Balans cairan diperhitungkan
dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran
cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah 500 ml
untuk kehilangan cairan yang tidak nampak).
Umumnya semua lesi intracranial diberikan 85% dari kebutuhan
normal. Karena pada masa akut ada retensi cairan sehingga bila
diberikan cairan yang banyak, dapat jadi semakin edema.2,3,8
c. Penatalaksanaan Tekanan Darah.
Tekanan darah yang ideal dipengaruhi oleh penyebab edema otak.
Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah harus dipelihara dengan
cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba dan hipertensi yang
sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat. Tekanan perfusi
serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pasca trauma otak.
Penggunaan obat penurun tekanan darah masih kontroversial
dalam kasus-kasus perdarahan intraserebral, tetapi aman untuk

mengobati hipertensi pada fase akut, dan penggunaan ini dapat


mengurangi risiko pertumbuhan hematoma awal. Pada pasien dengan
stroke iskemik, penurunan tekanan darah yang cepat merugikan dalam
fase akut (24 - 48 jam pertama) karena dapat menghasilkan
memburuknya defisit neurologis dari hilangnya perfusi di penumbra.
Tekanan darah normal juga harus menjadi tujuan pada pasien dengan
lesi terutama terkait dengan edema vasogenic, seperti tumor dan
massa inflamasi atau infeksi.8
d. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi.
Kejang, demam, dan hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang
dapat memperberat sehingga harus dicegah atau diterapi dengan baik
bila sudah terjadi. Penggunaan antikonvulsan profilaktik seringkali
diterapkan dalam praktek klinis. Bisa digunakan fenitoin 2 x 100mg.
Manfaat penggunaan profilaksis antikonvulsan tetap tidak terbukti
pada pasien dengan kondisi yang paling beresiko menyebabkan edema
otak. Ada beberapa bukti bahwa aktivitas epilepsi subklinis mungkin
terkait dengan perkembangan pergeseran garis tengah (midline
shifting) dan hasil yang buruk setidaknya pada pasien kritis dengan
pendarahan intraserebral. Demam dan hiperglikemia memperburuk
kerusakan otak iskemik dan nyatanya dapat memperburuk edema
cerebri. Normothermia ketat dan normoglycemia (yaitu, glukosa darah
paling tidak di bawah 120 mg / dL) harus dijaga setiap saat.
e. Terapi Osmotik.
Manitol dan Salin Hipertonik adalah 2 agen osmotik yang paling
sering digunakan untuk memperbaiki edema otak dan hipertensi
intracranial. 2,3,8
1) Manitol
Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan
0,25-0,5 g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi
setelah 20 menit pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.

Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas


serum. Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan
risiko gagal ginjal (terutama pada pasien yang sebelumnya sudah
mengalami volume depletion). Kadar osmolalitas serum tidak boleh
lebih dan 320 mOsmol/L.8
Komplikasi

paling

biasa

dari

terapi

manitol

ialah

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, edema kardiopulmonal


dan rebound edema serebri. Manitol juga bisa menyebabkan gagal
ginjal pada dosis terapetik dan reaksi hipersensitivitas bisa terjadi.
Walaupun ada beberapa laporan yang tidak dapat membuktikan
efek yang menguntungkan dari manitol pada stroke iskemik/
hemoragik.

American

Heart

Assosiation

merekomendasikan

penggunaan manitol secara luas digunakan pada stroke akut di


seluruh dunia.8
2) Salin Hipertonik
Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme
kerjanya kurang lebih sama dengan manitol, yaitu dehidrasi
osmotik.Larutan hipertonik saline 2,3 dan 7,5 % mengandung
sodium chloride dan sodium acetat yang sama (50 : 50) untuk
menghindari terjadinya hyperchloremic acidosis. Hipertonik saline
diberikan melalui kateterisasi vena sentral untuk mendapatkan
euvolemia atau sedikit hipervolemia (1-2 ml/kg/hr). Pemberian 250
ml bolus hipertonik saline dapat diberikan jika dibutuhkan untuk
agresif resusitasi. Tujuan pemberian hipertonik saline yaitu untuk
meningkatkan kadar konsentrasi sodium dengan rentang 145 - 155
mEq/l. Level kadar sodium ini dipertahankan selama 48 - 72 jam
sampai pasien menunjukan kemajuan secara klinik atau sampai
tidak memberikan respon yang adekuat.8

3) Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif
pada pasien cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil.
Terapi ini biasanya digunakan pada kasus yang refrakter terhadap
pengobatan lain maupun penanganan TIK dengan pembedahan.
Pemberian dengan injeksi intravena secara bolus dari pentobarbital
(3-10 mg/kg) diikuti dengan infus intravena yang berkelanjutan
(0,5 - 3,0 mg/kg/hari) yang diterapi hingga terjadi penurunan ICP
atau "burst-suppression pattern" yang dimonitoring dengan
electroencephalographic, pemberian dilakukan selama 48 - 72 jam,
penghentian terapi dilakukan dengan cara tappering off sebanyak
50 % dari dosis awal.
Efek samping pemberian barbiturates yaitu vasodepressor sehingga
dapat

menurunkan

tekanan

pembuluh

darah

sistemik,

cardiodepression, immunosuppresion dan sistemik hipotermia.8


4) Furosemid
Belum ada penelitian mengenai dosis terapi yang diberikan. Cara
meningkatkan kadar sodium dengan cepat yaitu dengan pemberian
bolus furosemid (10 - 20 mg) untuk meningkatkan eksresi air dan
menggantinya dengan 250 ml iv bolus 2 atau 3 % hypertonik
saline.
Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini
telah terbukti berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat
meningkatkan efek manitol, namun harus diberikan dalam dosis
tinggi, sehingga risiko terjadinya kontraksi volume melampaui
manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat
karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada
pasien high-altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna.
Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi
pada pasien. dengan lesi serebral akut.8

5) Steroid
Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang
menyertai tumor, peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas sawar darah-otak, termasuk
akibat manipulasi pembedahan. Namun, steroid tidak berguna
untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada pasien
iskemi otak.
Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokortikoidnya yang sangat rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per
oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap 6 jam. Dosis ini ekuivalen
dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang fisiologis.
Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa
jenis tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi,
hingga 90 mg/hari, dapat diberikan pada kasus yang refrakter.
Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis steroid harus
diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari
komplikasi serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan
supresi kelenjar adrenal.
Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan
penderita meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15
mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama pengobatan disertai
dengan terapi antibiotik. Dosis pertama harus diberikan sebelum
atau bersamaan dengan terapi antibiotik.8
f. Operatif
Pada pasien dengan peningkatan TIK, drainase cairan serebrospinal
adalah ukuran pengobatan cepat dan sangat efektif. Pernyataan ini
berlaku bahkan jika tidak ada hidrosefalus. Sayangnya, drainase
ventrikular eksternal membawa risiko besar ventriculitis, bahkan di
bawah perawatan terbaik.

2.9 Komplikasi
Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan
meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF).
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem,
memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat
menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil edema.
Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan
kepada jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang
tertekan.3,4,8
a. Fungsi Otak
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh
edema serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya
maupun oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam
rongga tengkorak yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya
edema serebri, mudah sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat
seperti herniasi, torsi dan lain-lain yang akan mengganggu fungsi otak.
b. Aliran Darah ke Otak
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran
darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi
oleh tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi
otak. Perfusi darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila
tekanan arteri lebih besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara tekanan
arteri dan TIK yang masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg.
Kurang dari nilai tersebut, perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.
Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat
diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak
terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme
otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak,
perdarahan, iskemia dan hipoksia.4
c. Kenaikan Tekanan Intrakranial

Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena,


maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada
kenaikan TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya
sehingga penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai
kenaikan TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer
sudah menimbulkan kenaikan TIK yang hebat.2

d. Herniasi Jaringan Otak


Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan
otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.9
1) Herniasi tentorium serebelum
Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunanbangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri
posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat
herniasi ini ialah :6,9
a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan
pada hiatus.
b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi
pupil mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya
negatif. 6
Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan gangguan
kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita
menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri posterior
menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.

Gambar 10. Herniasi di Hiatus Tentorium Cerebelum Foramen Magnum

2) Herniasi foramen magnum


Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong tonsil
serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya
pusat-pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan
kardiovaskuler.8

Gambar 11. Herniasi Foramen Magnum

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Edema cerebri adalah keadaan patologis dimana terjadi akumulasi cairan
didalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Edema cerebri dapat
muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis. Penyebab nya dapat
dibedakan menurut lokasi dan patofisiologinya.
Edema cerebri dapat didiagnosa dari anamnesa, pemeriksaan fisik dengan
karakter klinis berupa tanda-tanda dari peningkatan tekanan intracranial, serta dari
pemeriksaan penunjang berupa sinar-x; CT-Scan; dan MRI. Penatalaksanaan dari
edema cerebri berupa terapi non-medis dan terapi medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA. 2002. Sistem Saraf. In: Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. EGC. Jakarta.
2. Lt Col SK Jha (Retd). 2003. Cerebral Edema and its Management.
http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf. Diakses tanggal 10
September 2016
3. Panitia Lulusan Dokter. 2002. Update In Neuroemergencies. Balai
Penerbit FKUI Jakarta. P 24-26.
4. Harsono. 2005. Buku Anjar Neurologi Klinis..UGM Press. Yogyakarta
5. Grant A, Anne W. 2001. The Nervous System In: Anatomy And
Physiology In Health An Illness 9th Edition.. Curchill Livingstone.
London. P148-51
6. Moore KL, Anne M. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates. Jakarta
7. Goetz, GC. 2003. Cerebrospinal Fluid And Intracranial Pressure in:
Clinical Neurology. 2th edition. Elsevier Science. Phlidelphia. P511-529.
8. Suwono WJ, Dewanto G, Riyanto B, dkk. 2008. Panduan Praktis
Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta.
9. Bickley, LS. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Bates.. Edisi 8. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai