Anda di halaman 1dari 42

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................2
1.1 Tujuan.....................................................................................................................................2
1.2 Teori Dasar .............................................................................................................................2
1.2.1 Hukum Fick Pertama dan Kedua ...............................................................................4
1.2.2 Perpindahan Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi .........................................5
1.2.3 Neraca Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi ..................................................6
1.2.4 Bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt ..............................................................8
1.2.5 Dry Bulb & Wet Bulb Temperature ...........................................................................9
1.2.6 Kelembaban Udara......................................................................................................9

BAB II PROSEDUR PERCOBAAN ..........................................................................................11


2.1 Skema Alat ............................................................................................................................11
2.2 Prosedur Percobaan ...............................................................................................................12

BAB III DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA ...............................................13


3.1 Data Pengamatan ..................................................................................................................13
3.2 Pengolahan Data ...................................................................................................................14

BAB IV ANALISIS ......................................................................................................................28


4.1 Analisis Percobaan ................................................................................................................28
4.2 Analisis Hasil dan Perhitungan .............................................................................................29
4.4 Analisis Kesalahan ................................................................................................................39

BAB V PENUTUP........................................................................................................................40
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................................................40
5.2 Saran .....................................................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................42

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Tujuan Percobaan

Menentukan besarnya koefisien perpindahan massa rata-rata dari lapisan tipis air ke
dalam aliran udara, serta mengamati karakteristik perpindahan massa air-udara pada
suatu dinding kolom yang terbasahi.

Mengamati dan memahami hubungan antara kelembaban udara relative (HR) dan
absolute (H) terhadap laju alir fluida di kolom dinding terbasahi (Wetted Wall
Column).

Mengamati dan memahami laju alir fluida terhadap koefisien perpindahan massa (kG)
dari lapisan tipis air ke dalam aliran udara.

Memahami hubungan antara bilangan Sherwood terhadap koefisien perpindahan


massa (kG) air ke udara dalam wetted wall column.

1.2.

Teori Dasar
Difusi merupakan peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari

bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah secara konstan. Perbedaan
konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi akan terus terjadi
hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan
dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Difusi
yang paling sering terjadi adalah difusi molekuler. Difusi ini terjadi jika terbentuk perpindahan
dari sebuah lapisan (layer) molekul yang diam dari solid atau fluida. Sebagian besar operasi
perpindahan massa digunakan untuk memisahkan komponen-komponen di dalam suatu larutan
dengan jalan mengkontakkan larutan tersebut dengan suatu larutan lain yang tak dapat larut.
Kecepatan larutan masing-masing komponen dari suatu fasa ke fasa lain bergantung pada apa
yang disebut sebagai koefisien perpindahan massa serta gradient konsentrasi kesetimbangannya.
Harga koefisien perpindahan massa bergantung kepada komponen fasa yang ditinjau, kecepatan
aliran kedua fasa, waktu kontak antar kedua fasa, serta keadaan system itu sendiri. Koefisien
perpindahan massa adalah besaran empiris yang diciptakan untuk memudahkan persoalanpersoalan perpindahan massa antar fase, yang akan dibahas disini adalah koefisien perpindahan

Laporan UOP 2 WWC

massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dari sifat-sifat zat untuk menekan. Karakteristik
perpindahan massa pada keadaan laminar akan berbeda dengan perpindahan massa pada keadaan
turbulen. Seperti kita ketahui, aliran pada fluida dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni:
1. Aliran Laminer
Aliran laminer merupakan aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan
lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan yan bergerak secara sejajar dalam
satu arah alir. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam
kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan. Sehingga aliran laminar
memenuhi hukum viskositas Newton yaitu:
=

(1)

2. Aliran transien
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen.

3. Aliran turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel partikel fluida sangat tidak menentu karena
mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan
saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala
yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi
membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan
kerugian kerugian aliran.

Pada dasarnya, proses difusi dapat terjadi melalui dua mekanisme, yakni mekanisme
Secara teoritis proses difusi molekular (molecular diffussion) dan Mekanisme perpindahan massa
konveksi (mass transfer convection). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai keduanya:
Mekanisme difusi molekular (molecular diffussion): Proses ini sering terjadi pada fluida
yang tidak mengalir. Banyak hal yang ada di sekitar kita melibatkan mekanisme difusi jenis ini,
diantaranya adalah gula pasir yang dimasukkan ke dalam air akan melarut dan berdifusi ke dalam
larutan air, begitu juga dengan kasus pakaian basah yang dijemur akan menjadi kering secara
perlahan akibat adanya difusi dari air ke udara.

Laporan UOP 2 WWC

Mekanisme perpindahan massa konveksi (mass transfer convection) adalah mekanisme


perpindahan yang melibatkan adanya konveksi paksaan untuk meningkatkan laju perpindahan.
Contoh: zat pewarna yang diteteskan ke dalam segelas air akan berdifusi secara perlahan-lahan
melalui mekanisme difusi molekular, apabila secara mekanik larutan tersebut diaduk maka akan
terjadi mekanisme perpindahan massa konveksi.
Dalam dinding kolom yang terbasahi (Wetted Wall Column), perpindahan massa terjadi
melalui pengontakkan air dan udara yang saling tidak larut. Dalam hal ini, perpindahan massa
berdasarkan sifat pengontakkan larutannya diklasifikasikan menjadi dua:
1. Operasi perpindahan massa dengan zat-zat pengontaknya secara langsung. Operasi ini
dilakukan jika ingin menghasilkan pemisahan dua fasa dan larutan fasa tunggal
dengan adanya penambahan atau perpindahan panas.
2. Operasi perpindahan massa dengan pengontakan zat-zatnya secara tidak langsung.
Operasi jenis ini memerlukan zat-zat lain yang harus ditambahkan sehingga
pemisahan zatnya dapat lebih sempurna dan dihasilkan produk hasil pemisahan yang
lebih murni.

Dalam dinding kolom yang terbasahi (Wetted Wall Column), prinsip yang digunakan
adalah bahwa pada kenyataannya pada sistem dua fasa beberapa komponen dalam
kesetimbangan memiliki komposisi fasa yang berbeda-beda, sehingga karena dalam fasa
kesetimbangan tidak akan ditemukan komponen murni akibatnya saat dua fasa dikontakkan,
mereka tidak akan mencapai komposisi kesetimbangan. Sistem akan berusaha mencapai
kesetimbangan dengan pergerakan difusif antara molekul yang berkontakkan dan tentunya sesuai
dengan hukum Fick tentang difusi.

1.2.1 Hukum Fick Pertama dan Kedua


Bila ditinjau komponen A bergerak di dalam suatu larutan, maka laju pindah massa A dalam arah
z per-satuan luas (flux A0) didefinisikan sebagai berikut:
=

(2)

Persamaan diatas biasa disebut sebagai Hukum Fick pertama. Hukum Fick Pertama didasarkan
adanya pemahaman mengenai gradien konsentrasi antara dua titik akibat terjadinya difusi
Laporan UOP 2 WWC

molekular (molecular diffusion), yang dapat didefinisikan sebagai proses perpindahan atau
gerakan molekul-molekul secara individual yang terjadi secara acak. DABdisebut sebagai
difusifitas zat A melalui zat B. Jika komponen A dan komponen B bergerak, maka perpindahan
massa harus didefinisikan terhadap suatu posisi yang tertentu, berkas aliran komponen A disebut
NA dan berkas B berharga negatif dan disebut NB. Sehingga berkas aliran total menjadi:
N = NA + NB

(3)

Persamaan ini menunjukkan gerakan berkas molar komponen A yang merupakan jumlah resultan
berkas molar total (molar total flux) yang memiliki fraksi A sebesar xA = CA/C dan pergerakan
komponen A yang dihasilkan dari difusi JA. Persamaan 3 dapat ditulis ulang sebagai berikut:
=

( + )

(4)

Persamaan diatas disebut sebagai Hukum Fick kedua. Pada persamaan Hukum Fick kedua
mekanisme perpindahan massa konveksi mulai diperhitungkan karena fluida mengalami
pergerakan sehingga mempengaruhi proses difusi. Untuk gas ideal berlaku:

= , = , ( ) = ( )

(5)

maka persamaan 4 dapat diturunkan sebagai berikut:


=

( + )

(6)

Pada suatu perpindahan massa WWC, laju perpindahan massa pada lokasi tertentu dapat dihitung
dengan mengintegrasikan persamaan di atas dengan menganggap NA=0 (tidak ada perpindahan
massa udara ke air).

1.2.2 Perpindahan Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi (Wetted Wall Column)
Proses difusi dalam percobaan ini berlangsung pada daerah antar muka (interface) antara
aliran udara dan aliran air. Aliran air yang menyusuri dinding kolom diusahakan membentuk
lapisan tipis atau film yang kemudian akan kontak dengan aliran udara yang mengalir di tengah
kolom.

Laporan UOP 2 WWC

Gambar 1.1 Diagram Perpindahan Massa WWC

Perpindahan massa sangat dipengaruhi dengan waktu kontak antara aliran air dan udara,
selain itu banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan aliran air yang laminer atau
turbulen. Pada percobaan ini divariasikan pula aliran udara dengan merubah laju alirnya dan
variasi laju air dari laminer, transisi, dan turbulen. Hasil perpindahan massa yang terjadi diukur
melalui humiditas (kelembaban) udara yang telah melakukan kontak dengan air.

1.2.3 Neraca Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi (Wetted Wall Column)
Laju perpindahan massa pada lokasi tertentu dapat dihitung dengan mengintegrasikan dan
mengatur ulang persamaan 6 dengan menganggap NA = 0 karena diasumsikan tidak ada
perpindahan massa dari udara ke air.

(

2 =

1 )

(7)

(1 )

= ( ) ( 1 ) = ( 1 )
1

dengan

( )

(8)

(9)
(10)

Persamaan 7 dapat ditulis ulang dengan berdasarkan satuan konstanta perpindahan massa, seperti
NA = ky(yAiyA1) = kG(PAiPA1) = kc(cAi cA1). Dengan ky, kG, kc adalah koefisien perpindahan
massa lokal dengan satuan yang sesuai.

Laporan UOP 2 WWC

Perpindahan massa terjadi sepanjang kolom seperti terlihat pada gambar 3 dibawah, maka
berkas molar NA dapat dituliskan sebagai berikut:
= , ( 1 ) = , ( 1 )

(11)

ky,av dan kG,av adalah koefisien perpindahan massa rata-rata.

Dan dengan:
( 1 ) =

( )( )
( )
[ ( )]

= beda konsentrasi logaritmik

(12)

Gambar 1.2 Perpindahan Massa pada WWC

Neraca massa berdasarkan Gambar 2 diatas adalah:


d (Lx) = d(Gy)
d L = G dy + y dG
dL y dG = G dy

apabila kondisi tunak maka dL= dG, sehingga


dL (1-y) = G dy

Laporan UOP 2 WWC

dL = G dy
=

= = ( ) = ( )
1

diasumsikan

=
(1 )( )

dan yi konstan, maka:


= (1 ) (1)( ) = (1 ) [( 0 ) (1)]

(13)

1.2.4 Bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt


Konstanta perpindahan massa dipengaruhi oleh banyak factor, seperti: jenis fluida,
kecepatan fluida, dan geometri. Untuk itu seringkali dalam percobaan factor-factor ini
dihubungkan dengan menggunakan bilangan tidak berdimensi (dimensionless number) sebagai
berikut:
=

(14)

dengan,
=

(15)
(16)
(17)

Sherwood number merupakan bilangan tak berdimensi yang menyatakan gradient


konsentrasi pada permukaan yang dapat digunakan untuk menghitung konveksi perpindahan
massa. Sherwood number menggambarkan besarnya kemampuan untuk terjadinya perpindahan
massa melalui mekanisme difusi. Besar kecilnya bilangan Sherwood menunjukkan fenomena
perpindahan massa yang terjadi. Bilangan Sherwood merupakan bilangan yang paling berperan
dalam penentuan karakteristik fluida yang diteliti.
Schmidt Number adalah bilangan tak berdimensi yang merupakan perbandingan antara
viskositas kinematik dengan difusivitas massa. Schmidt Number biasanya digunakan untuk
menentukan karakter aliran fluida jika ada momentum secara simultan dan difusi massa selama
proses konveksi.

Laporan UOP 2 WWC

Reynold Number adalah bilangan tak berdimensi yang paling sering dijumpai untuk
menjelaskan kasus mikrofluida. Meskipun demikian, bilangan Reynolds merupakan bilangan
yang paling tidak menarik, karena hampir di setiap kasus mikrofluida nilainya sangat kecil-yang
berarti bahwa gaya inersia tidak berpengaruh pada perilaku sistem, yang dominan adalah gaya
viskosnya. Jika nilai bilangan Reynolds rendah, maka aliran yang terjadi bersifat linear dan dapat
dengan mudah diprediksi. Jika nilai bilangan Reynolds bertambah, maka akan mulai muncul
pengaruh gaya inersia pada aliran tersebut. Fenomena aliran laminar ditandai dengan nilai Re
lebih kecil dari 2100. Untuk nilai Re diatas 10.000 termasuk ke dalam aliran turbulen. Aliran
turbulen terlihat memiliki aliran yang bergejolak. Sedangkan nilai Re antara rentang 210010.000 termasuk kedalam aliran transisi. Dalam percobaan ini, akan diatur alirannya agar
menghasilkan aliran laminar, transisi, dan turbulen.

1.2.5 Dry Bulb & Wet Bulb Temperature


Temperatur dry bulb adalah temperatur yang terukur dengan termometer terkena udara
bebas namun terlindung dari radiasi dan kelembaban. Temperatur dry bulb sering kita sebut
sebagai temperatur udara. Temperatur dry bulb tidak menunjukkan jumlah uap air di udara.
Sedangkan temperatur wet bulb adalah temperatur dalam keadaan steady dan tidak setimbang
yang dicapai oleh sedikit liquida yang dimasukkan pada keadaan adiabatis di dalam aliran gas
yang kontinu.

1.2.6 Kelembaban Udara


Pada dasarnya,

kelembaban merupakan suatu

istilah

yang digunakan untuk

menggambarkan jumlah kandungan air dalam udara atau bisa disebut juga dengan persentasi
jumlah air dalam udara. Kelembaban berhubungan dengan suhu. Semakin rendah suhu,
umumnya akan meningkatkan nilai kelembaban. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam
kelembaban absolut, kelembaban spesifik atau kelembaban relatif.
1. Kelembaban Absolut (Absolute Humidity)
Kelembaban absolute didefinisikan sebagai jumlah kandungan uap air didalam udara
dibanding dengan udara kering. Kelembaban absolute bergantung volume udara.
Meskipun kandungan air sama, kelembaban absolute bisa berbeda.
2. Kelembaban Spesifik

Laporan UOP 2 WWC

Kelembaban Spesifik merupakan masa uap air atau massa total paket udara.
Kelembaban spesifik adalah pengukuran kelembaban yang banyak digunakan dalam
klimatologi.
3. Kelembaban Relatif (Relative Humidity)
Pada dasarnya, kelembaban relatif merupakan perbandingan kandungan uap air aktual
dengan keadaan jenuhnya. Kelembaban ini tidak menunjukkan jumlah uap air yang
sebenarnya di udara. Kelembaban relative tergantung pada suhu udara.

Laporan UOP 2 WWC

10

BAB II
PROSEDUR PERCOBAAN

2.1

Skema Alat
Berikut merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini,antara lain:

Kompresor yang digunakan untuk mengalirkan udara masuk ke dalam sistem, yaitu
menuju ke arah atas melalui sepanjang kolom yang terbasahi.

Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu udara masuk dan keluar kolom, suhu
yang digunakan adalah temperatur kering dan basah. Temperatur basah didapatkan
dengan melapisi pangkal termometer dengan kapas yang dibasahi air.

Relative humidity displaymerupakan alat digital higrometer yang digunakan untuk


mengukur dan menampilkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara.

Kolom panjang, merupakan sarana percobaan berupa dinding bagian dalam kolom akan
dialiri air yang dialirkan melalui selang kecil, kemudian dari bawah akan dialirkan udara
ke atas dengan kompresor.

Gambar 2.1Skema Peralatan Unit WWC

Laporan UOP 2 WWC

11

Air masuk

Air masuk

Udara masuk

Gambar 2.1Skema Sederhana WWC

2.2

Prosedur Percobaan
1. Menghidupkan kompresor untuk mengisi persediaan udara pasokan.
2. Mengalirkan udara ke dalam kolom lalu mengatur kecepatan aliran yang sesuai
dengan menggunakan katup jarum. Mencatat temperatur, tekanan udara dalam kolom.
3. Mengalirkan air ke dalam kolom sesuai dengan kecepatan yang diinginkan (laminer,
transisi, atau turbulen) dan menjaga seluruh kolom dapat terbasahi secara merata.
4. Membiarkan keadaan ini berlangsung sampai keadaan steady tercapai. Kemudian
mencatat temperatur udara masuk, udara keluar, air masuk, air keluar, tekanan operasi
dan kelembaban relatif udara keluar.
5. Mengulangi percobaan dengan mengubah laju alir sebanyak dua kali yaitu untuk
aliran transisi dan turbulen, masing-masing dengan perubahan laju alir udara
sebanyak enam kali. Lalu mencatat senua data yang diperlukan seperti pada poin
empat.

Laporan UOP 2 WWC

12

BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1

Data Pengamatan
Percobaan ini dilakukan dengan kondisi operasi sebagai berikut.

Kolom:
Diameter = 4.825 cm
Panjang = 142 cm

Diameter selang = 1.588 cm

Massa jenis air = 1 gr/ml

Viskositas air = 0.01 gr/cm.det

Berikut data-data yang didapat dari percobaan.


1. Aliran Laminer
Laju alir air = 3 ml/s
Re Number = 792.0567
delta h

Tin dry

Tout dry

Twet

humidity

29,5

28,5

28

64

29,5

28

27,5

64

29,5

27,5

26,5

64

29,5

27,5

26

64

2. Aliran Transisi
Laju alir air = 10 ml/s
Re Number = 2640.2189
delta h

Tin dry

Tout dry

Twet

humidity

29,5

28

26,5

65

29,5

28

27

65

29,5

28

27

65

29,5

27,9

26,9

65

Laporan UOP 2 WWC

13

3. Aliran Turbulen
Laju alir air = 240 ml/det
Re Number = 6336.5253

3.2

delta h

Tin dry

Tout dry

Twet

humidity

29,5

29

28,1

65

29,5

27,9

27,1

65

29,5

27,8

27

65

29,5

27,5

27

65

Pengolahan Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Microsoft Excel sehingga mendapatkan
hasil yang ingin dicari. Parameter yang ingin dicari nilainya adalah sebagai berikut.
1. Mencari Tbulkdan Tint
+
2

=
=

ln ( )

2. Menghitung kelembaban absolut aliran udara masuk (HA0), kelembaban absolut aliran
udara keluar (HAL) dan kelembaban absolut aliran udara pada suhu interface (Hint).
Langkah-langkah:
a. Pada psychometric chart, Twet dtarik vertikal ke atas sampai bertemu garis
kelembaban 100%. Dari titik temu ini, kemudian dibuat garis yang sejajar dengan
garis adiabatic saturation curve.
b. Mencari titik potong dengan menarik Tin

dry

secara vertikal ke atas sampai

berpotongan dengan garis sejajar yang telah dibuat di atas. Kemudian tarik garis
horizontal ke kanan untuk melihat kelembaban absolut HA0.
c. Hal yang sama berlaku untuk HAL dan Hint dimana masing-masing digunakan Tout
dry

dan Tint.

Laporan UOP 2 WWC

14

3. Menghitung fraksi mol uap air (YA0, YAL, YAi)

Dengan MA = 18 gr/mol dan MB = 29 gr/mol

4. Menghitung tekanan parsial (PA0, PAL, PAi)


=

Dengan Pt = tekanan total


5. Menghitung densitas udara, udara
=

Keterangan:

Suhu yang digunakan pada perhitungan densitas adalah Tin dry.

Tekanan yang digunakan pada perhitungan densitas adalah tekanan total, Pt. Di sini
diasumsikan Pt dapat digunakan karena perubahan tekanan yang terjadi adalah kecil.

6. Menghitung laju alir volume udara (Q) dalam mL/detik.

Laju alir udara ditentukan dari grafik yang ada di bagian paling belakang modul
WWC di buku panduan praktikum POT.

Disini diasumsikan bahwa grafik tersebut merupakan hasil kalibrasi dari zat A dan
sudah merupakan laju alir udara ketika melalui kolom, bukan laju alir udara ketika
melewati manometer.

7. Menghitung laju udara, v


=

8. Menghitung laju alir massa udara (G) dalam satuan gmol/detik


=

Laporan UOP 2 WWC

15

9. Menghitung koefisien perpindahan massa (kG)


=

0 1
ln (
)(
)
(1 )
1 0

10. Menghitung Difusivitas air di udara, DAB

D AB

Tint
3.64 x10 4
TCA.TCB

2.334

PCA .PCB 0.5


Pt

.TCA .TCB

2.5

1
1
.

M A M B

0.5

Dengan:
TCA = temperatur kritis air = 647.35 K
TCB = temperatur kritis udara = 132.45 K
PCA = tekanan kritis air = 218.29 atm
PCB = tekanan kritis udara = 37.2465 atm
Pt = tekanan total (atm)
11. Menghitung PBM
PBM

PBL PBi
P
ln BL
PBi

Dimana: PBL = (Pt PAL) dan PBi = (Pt - PAi)

12. Menghitung bilangan Sherwood (Sh)

Sh

k G .PBM .R.Tint .d
Pt .D AB

13. Menghitung bilangan Reynold (Re)


=

14. Menghitung bilangan Schmidt (Sc)


=

Dengan persamaan-persamaan di atas, didapatkan hasil pengolahan data di bawah ini.

Laporan UOP 2 WWC

16

a) Untuk Aliran Laminar


delta h

Tin dry

Tout dry

Twet

humidity out

Tbulk

Tint

HA0

HAL

HInt

YA0

YAL

YAi

1
2
3
4

29,5
29,5
29,5
29,5

28,5
28
27,5
27,5

28
27,5
26,5
26

64
64
64
64

29,00
28,75
28,50
28,50

28,50
28,12
27,49
27,23

0,0234
0,0225
0,0207
0,0199

0,0241
0,0232
0,0216
0,0207

0,0234
0,0226
0,0207
0,0198

0,03633
0,03498
0,03227
0,03107

0,03738
0,03603
0,03363
0,03227

0,03633
0,03507
0,03227
0,03090

G
0,0383
0,0544
0,0745
0,0906

kG
1,077E-04
6,387E-05
1,829E-04
9,265E-05

delta P

Pt

PA0

PAL

PAi

udara

980,0
1960,0
2940,0
3920,0

1,00007
1,00015
1,00022
1,00030

0,03633
0,03499
0,03228
0,03107

0,03738
0,03604
0,03364
0,03228

0,03633
0,03507
0,03227
0,03091

1,1679
1,1680
1,1681
1,1682

Sh

b) Untuk Aliran Transisi

Re

Qudara
950
1350
1850
2250
Sc

5,45E-10

1.578,73

6,994E-12

3,244E-10

2.243,62

7,014E-12

9,342E-10

3.074,82

7,049E-12

4,744E-10

3.739,92

7,063E-12

v udara
52,0
73,9
101,2
123,1
log Sh
9,2632
8
9,4889
2
9,0295
7
9,3238
1

log Re

Log Sc

3,198306
6

-11,155

3,350948
9

-11,154

3,487819
1

-11,152

3,572862

-11,151

DAB
2,272E+10
2,265E+10
2,254E+10
2,249E+10

PBM
0,9632
0,9646
0,9673
0,9687

Tin dry
(oC)

Tout wet (oC)

Tout dry
(oC)

humidity (%)

Tbulk
(oC)

Tint
(oC)

HA0

HAL

HInt

28.8

29.8

29

61

29.30

29.15

0.0152

0.0253

0.0086

0.02390 0.03916 0.01372

28.5

29.5

28.8

61

29.00

28.90

0.0149

0.025

0.0088

0.02344 0.03872 0.01404

28

29.1

28.6

60

28.55

28.57

0.0142

0.0248

0.0091

0.02237 0.03842 0.01451

27.5

29

28.5

60

28.25

28.37

0.0138

0.0246

0.0093

0.02175 0.03812 0.01476

Pt
(atm)

PA0
(atm)

PAL
(atm)

PAi
(atm)

udara
(gr/l)

Qudara
(ml/det)

vudara
(cm/det)

G
kG
(gmol/det) (gmol/cm2.det.atm)

YA0

YAL

YAi

DAB
(cm2/det)

PBM

1.00007 0.02391

0.0392

0.01372 1.17053

51.9828

950

0.0383

1.683E-05

2.283E+10

0.9736

1.00015 0.02345

0.0387

0.01404 1.17170

73.8702

1350

0.0545

2.521E-05

2.279E+10

0.9737

1.00022 0.02237

0.0384

0.01452 1.17364

101.2296

1850

0.0749

3.989E-05

2.273E+10

0.9737

1.00030 0.02176

0.0381

0.01476 1.17560

123.1171

2250

0.0912

5.264E-05

2.269E+10

0.9738

Laporan UOP 2 WWC

Sh

Re

Sc

log Sh

log Re

log Sc

8.588E-11 1,582.27 6.943E-12 -10.066125 3.19928 -11.1585

1.288E-10 2,250.72 6.950E-12 -9.8899909 3.35232

2.041E-10 3,089.44 6.956E-12 -9.6901556 3.48988 -11.1576

2.696E-10 3,763.68 6.956E-12 -9.5693122 3.57561 -11.1576

-11.158

18

c) Untuk Aliran Turbulen


h

Tin dry
(oC)

Tout wet (oC)

Tout dry
(oC)

humidity (%)

Tbulk
(oC)

Tint
(oC)

HA0

HAL

HInt

29

30.3

29.5

60

29.65

29.57

0.0151

0.0261

0.0090

0.02375 0.04035 0.01424

28.75

30.1

29.2

60

29.43

29.31

0.0149

0.0255

0.0087

0.02344 0.03946 0.01385

26

30

29

59

28.00

28.50

0.0124

0.0252

0.0076

0.01959 0.03902 0.01208

25

29.5

28.5

59

27.25

27.87

0.0117

0.0244

0.0071

0.01850 0.03782 0.01131

udara
(gr/l)

Qudara
(ml/det)

vudara
(cm/det)

0.02375 0.04036 0.01424

1.1698

51.9828

950

0.0383

1.0001

0.02345 0.03947 0.01385

1.1707

73.8702

1350

1.0002

0.01959 0.03902 0.01208

1.1815

101.2296

1.0003

0.01851 0.03784 0.01131

1.1855

123.1171

Pt
(atm)

1.0001

PA0
(atm)

PAL
(atm)

Laporan UOP 2 WWC

PAi
(atm)

Sh

Re

Sc

YAL

YAi

DAB
(cm2/det)

PBM

1.856E-05

2.291E+10

0.9727

0.0545

2.564E-05

2.286E+10

0.9734

1850

0.0754

4.602E-05

2.271E+10

0.9746

2250

0.0920

5.727E-05

2.260E+10

0.9757

log Sh

G
kG
(gmol/det) (gmol/cm2.det.atm)

YA0

log Re

log Sc

9.443E-11 1,581.22 6.925E-12 -10.024867 3.19899

-11.1596

1.307E-10 2,248.86 6.934E-12 -9.8835808 3.35196 -11.15904

2.357E-10 3,110.10 6.914E-12 -9.6275716 3.49277 -11.16025

2.945E-10 3,795.24 6.925E-12 -9.5308945 3.57924 -11.15956

19

Menghitung Nilai k, a, b dari Hubungan antara Sh, Re dan Sc


a) Untuk Aliran Laminar

Sh

Re

Sc

5,45E-10

1.578,73

6,994E-12

3,244E-10

2.243,62

7,014E-12

9,342E-10

3.074,82

7,049E-12

4,744E-10

3.739,92

7,063E-12

log Sh
9,2632
8
9,4889
2
9,0295
7
9,3238
1

log Re

Log Sc

3,198306
6

-11,155

3,350948
9

-11,154

3,487819
1

-11,152

3,572862

-11,151

Untuk Sc konstan, diperoleh grafik sebagai berikut.

Sedangkan untuk Re konstan, diperoleh grafik sebagai berikut.

Laporan UOP 2 WWC

20

Dengan mengasumsikan Sc konstan maka,


log = log + (log + log )
Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut
= 1 + 1
Dari grafik hubungan log Sh dan log Re, didapat:
1 = 1.15
1 = 13.93
Dengan mengasumsikan Re konstan:
log = log + (log + log )
Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut
= 2 + 2
Dari grafik hubungan log Sh dan log Sc, didapat:
2 = 49.94
2 = 547.2
Kedua persamaan di atas disubstitusikan menjadi:
log log = 1 2

1 2
log = log +

Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut


= 3 + 3

Laporan UOP 2 WWC

21

Dari grafik hubungan log Sc dan log Re, didapat:


3 = 0.0018
3 = 11.193
Dari hubungan-hunbungan persamaan di atas, dapat ditarik kesimpulan:
1 2
3 =

1 2 (13.925) (547.22)
=
=
= 50.2683
3
11.193

= 3 = (0.0014) (50.6283) = 0.0704


3 =

Sehingga dapat dicari harga k dengan persamaan:


=
=

(1.0615 1010 )
(2693.54442)0.0704 (6.943 1012 )50.6283

Karena nilai Sc sangat kecil, maka ketika dipangkatkan dengan b hasilnya akan sangat
kecil (mendekati nol). Oleh karena itu, perhitungan dengan Ms. Excel tidak akan
memberikan nilai (#DIV/0!). Pada percobaan ini, nilai k tidak bisa dicari.

Laporan UOP 2 WWC

22

b) Untuk Aliran Transisi


Sh
9,803E11
3,090E10
4,234E10
5,791E10

Re

Sc

1.578,61

7,042E-12

2.243,29

7,029E-12

3.074,13

7,030E-12

3.738,81

7,034E-12

log Sh
10,008663
9,5100904
9,3732525
9,2372684

log Re
3,19827
3,35088
3,48772
3,57273

Log Sc
11,1523
11,1531
11,1531
11,1528

Untuk Sc konstan, diperoleh grafik sebagai berikut.

Sedangkan untuk Re konstan, diperoleh grafik sebagai berikut.

Dengan mengasumsikan Sc konstan maka,


log = log + (log + log )

Laporan UOP 2 WWC

23

Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut


= 1 + 1
Dari grafik hubungan log Sh dan log Re, didapat:
1 = 1.9837
1 = 16,282
Dengan mengasumsikan Re konstan:
log = log + (log + log )
Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut
= 2 + 2
Dari grafik hubungan log Sh dan log Sc, didapat:
2 = 531.61
2 = 5921.9
Kedua persamaan di atas disubstitusikan menjadi:
log log = 1 2

1 2
log = log +

Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut


= 3 + 3
Grafik Hubungan Log Sc dan Log Re pada Aliran Transisi
-11,1522
-11,1523

3,1

3,2

3,3

3,4

3,5

3,6

-11,1524

log Sc

-11,1525
-11,1526
-11,1527
-11,1528
-11,1529
-11,153
-11,1531
-11,1532
log Re

y = -0,0014x - 11,148
R = 0,354

Dari grafik hubungan log Sc dan log Re, didapat:


3 = 0.0014
3 = 11.148
Dari hubungan-hunbungan persamaan di atas, dapat ditarik kesimpulan:
1 2
3 =

Laporan UOP 2 WWC

24

1 2 (14.327) (5921.9)
=
= 669,9159
3
11.166

= 3 = (0.0023) (531.63416) = 1.54


3 =

Sehingga dapat dicari harga k dengan persamaan:

=
=

(1.721 1010 )
(2671.529)1.2228 (6.951 1012 )531.6342

Karena nilai Sc sangat kecil, maka ketika dipangkatkan dengan b hasilnya akan sangat
kecil (mendekati nol). Karena itu perhitungan dengan Ms. Excel tidak akan
memberikan nilai (#DIV/0!). Pada percobaan ini, nilai k tidak bisa dicari.

c) Untuk Aliran Turbulen


Sh
6,099E11
7,106E10
8,439E10
4,931E10

Re
1.578,61
2.243,29
3.074,13
3.738,81

Sc
6,985E12
7,028E12
7,032E12
7,037E12

log Sh
10,214753
9,1483547
9,0737229
9,3070755

log Re

Log Sc
3,19827 11,15585
3,35088 -11,1532
3,48772 11,15291
3,57273 11,15263

Untuk Sc konstan, diperoleh grafik sebagai berikut.

Grafik Hubungan Log Sh dan Log Re pada Aliran Turbulen


-8,8

log Sh

-9

3,1

3,2

3,3

3,4

3,5

3,6

-9,2
-9,4
-9,6
-9,8
-10
y = 2,4439x - 17,751
R = 0,5752

-10,2
-10,4
log Re

Laporan UOP 2 WWC

25

Sedangkan untuk Re konstan, diperoleh grafik sebagai berikut.


Grafik Hubungan Log Sh dan Log Sc pada Aliran Turbulen

log Sh

-11,157

-11,156

-11,155

-11,154

-11,153

-9
-11,152
-9,2
-9,4

y = 338,42x + 3765,2
R = 0,9062

-9,6
-9,8
-10
-10,2
-10,4
log Sc

Dengan mengasumsikan Sc konstan maka,


log = log + (log + log )
Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut
= 1 + 1
Dari grafik hubungan log Sh dan log Re, didapat:
1 = 2,439
1 = 17,751
Dengan mengasumsikan Re konstan:
log = log + (log + log )
Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut
= 2 + 2
Dari grafik hubungan log Sh dan log Sc, didapat:
2 = 338,42
2 = 3765,2
Kedua persamaan di atas disubstitusikan menjadi:
log log = 1 2

1 2
log = log +

Persamaan di atas ekivalen denga persamaan garis berikut


= 3 + 3

Laporan UOP 2 WWC

26

Grafik Hubungan Log Sc dan Log Re pada Aliran Turbulen


-11,152
-11,1525

3,1

3,2

3,3

3,4

3,5

3,6

log Sc

-11,153
-11,1535
-11,154

y = 0,0082x - 11,182
R = 0,8211

-11,1545
-11,155
-11,1555
-11,156
-11,1565
log Re

Dari grafik hubungan log Sc dan log Re, didapat:


3 = 0.0082
3 = 11.156
Dari hubungan-hunbungan persamaan di atas, dapat ditarik kesimpulan:
1 2
3 =

1 2 (14.373) (2262.6)
=
=
= 335,201
3
11.156

= 3 = (0.001) (201.5263) = 0.335


3 =

Sehingga dapat dicari harga k dengan persamaan:


=

(1.889 1010 )
=
(2683.854)0.20153 (6.924 1012 )201.5263
Karena nilai Sc sangat kecil, maka ketika dipangkatkan dengan b hasilnya akan sangat
kecil (mendekati nol). Karena itu perhitungan dengan Ms. Excel tidak akan
memberikan nilai (#DIV/0!). Pada percobaan ini, nilai k tidak bisa dicari.

Laporan UOP 2 WWC

27

BAB IV
ANALISIS

4.1

Analisis Percobaan
Percobaan ini memiliki tujuan menentukan besarnya koefisien perpindahan massa

rata-rata dari lapisan air yang mengalir secara turbulen ke dalam aliran udara serta mengamati
karakteristik perpindahan massa air-udara pada suatu dinding kolom yang terbasahi. Pada
percobaan WWC ini fluida yang digunakan untuk dikontakkan satu dengan yang lainnya
adalah udara dan air. Kedua fluida tersebut akan dikontakkan melalui kolom atau dalam pipa
transparan. Percobaan kali ini dilakukan pada tiga jenis aliran, aliran laminar, transisi, dan
turbulen. Selain itu, peristiwa yang terjadi antara dua jenis aliran tersebut merupakan
perpindahan massa, yaitu perpindahan air dari kolom ke udara. Peristiwa ini terjadi karena
adanya molekul air yang berdifusi ke dalam udara sehingga mengakibatkan air berpindaah ke
udara dan kandungan air pada udara jadi meningkat.
Proses difusi yang terjadi pada persitiwa dalam dua aliran tersebut adalah difusi
molekular dimana proses difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi. Sehingga Pada
percobaan ini yang menjadi variabel bebas adalah besar perbedaan tekanan (h), yaitu
bernilai 1 cm, 2 cm, 3 cm, dan 4 cm. Tujuannya ialah untuk melihat pengaruhnya terhadap
proses perpindahan massa. Pengaturan tekanan dilakukan dengan mengatur tekanan dari
kompresor (laju alir udara) dengan melihat perbedaan ketinggian cairan dalam manometer.
Kompresor dinyalakan terlebih dahulu dan digunakan untuk mengalirkan udara ke
kolom.Setelah itu, air dialirkan dari atas kolom hingga melapisi seluruh dinding kolom secara
merata dan membentuk suatu lapisan film pada kolom. Untuk menentukan jenis aliran yang
digunakan dalam percobaanialahaliran laminar, transisi, atau turbulen, bukaan valve untuk
mengalirkan air diatur besar bukaannya. Setelah besar bukaan valve diatur, dihitung volume
air yang keluar tiap detik dan dari sana dapat dihitung laju alir air dengan membagi volume
dengan luas permukaan di mana d = 4,825 cm. Jika sudah diketahui laju alir air, maka dapat
dihitung besar bilangan Reynoldnya. Bilangan Reynold (Re) ini dapat digunakan untuk
mengetahui jenis aliran air yang digunakan.
Pada percobaan ini, variabel yang diamati adalah suhu udara masuk (Tin

dry),

suhu

udara keluar (Tout dry), Twet, dan kelembaban udara (H). Tin dry merupakan suhu udara kering
sebelum berinteraksi dengan air (sebelum masuk kolom) sedangkan Tout dry merupakan suhu
udara setelah berinteraksi dengan air (keluaran kolom). Twet merupakan suhu yang dianggap

Laporan UOP 2 WWC

28

sebagai referensi dimana pada Twet, kelembaban relatifnya diasumsikan bernilai 100%. Proses
perpindahan massa yang terjadi diamati dari perubahan kelembaban udaranya.

4.2

Analisis Hasil dan Perhitungan

4.2.1 Aliran Laminar


Pada analisis perhitungan yang pertama dilakukan adalah pada laju aliran laminar. Hal
ini dilakukan dengan mengukur volue air yang keluar kolom dalam waktu yang ditentukan.
Suhu udara masuk dan suhu pada aliran keluar diukur. Serta suhu pada termometer yang
dibasahi. . Tin dry merupakan suhu udara kering sebelum berinteraksi dengan air, sedangkan
Tout dry merupakan suhu udara kering setelah berinteraksi dengan air dan Twet merupakan suhu
yang dianggap mewakili keadaan dengan kelembaban relatif 100%. Pada data percobaan bisa
dilihat Tout dry> Twet> Tin dry, seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini.

Temperature (0C)

Laju Udara vs Temperatur


30
29
28
27
26
25
24
23
22
21
20

T-in Dry
T-out Dry
T-wet

0,0

25,0

50,0

75,0

100,0

125,0

150,0

Laju Udara (cm/det)

Gambar 4.1Hubungan laju alir udara dengan temperatur pada aliran laminar
Secara teoritikalnya untuk h tertentu temperatur yang dihasilkan Tin

dry>

Tout

dry>

Twet, hal ini terjadi karena kontak antara udara dengan air didalam kolom, yang menyebabkan
suhu udara air keluaran kolom memiliki suhu yang lebih rendah karena adanyan perpindahan
kalor dari aliran udara kepada aliran air. Sedangkan untuk Twet (temperatur yang
menunjukkan asumsi keadaan pada saat humidity 100 %) yang berarti kadar air yang di udara
mencapai titik jenuhnya. Asumsi tersebut berarti kandungan air di udara lebih banyak, maka
semakin banyak kalor yang berpindah dari udara ke air, sehingga terjadi kesetimbangan yang
lebih kecil daripada ke air, sehingga terjadi kesetimbangan yang lebih kecil daripada Tin dry

Laporan UOP 2 WWC

29

dan Tout dry. Namun, grafik yang didapat menunjukkan bahwa untuk setiap h tertentu, maka
Tout dry> Twet > Tin dry. Berarti praktikan telah melakukan percobaan dengan benar.

Laju Udara vs Difusivitas


Difusivitas (cm2/det)

2,275E+10
2,270E+10
2,265E+10
2,260E+10
Difusivitas

2,255E+10
2,250E+10
2,245E+10
0,0

25,0

50,0

75,0 100,0 125,0 150,0

Laju Udara (cm/det)

Gambar 4.2Hubungan Laju Alir Udara dengan Difusifitas

Pada grafik diatas dapat terlihaat bahwa, semakin besar laju alir udara maka konstanta
difusivitas semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh besar kecepatan udara kontak udara dengan
air semakin cepat sehingga menyebabkan semakin sedikitnya air yang akan berdifusi keudara
jadi nilainya menjadi kecil. Kemudian, untuk aliran air yang laminar, nilai DAB relatif konstan
untuk setiap kecepatan udara yang berbeda karena kondisi pengamatan pada keadaan yang
belum steady sehingga perbedaannya tidak terlalu terlihat.

Laju Udara vs KG

KG

2,000E-04
1,800E-04
1,600E-04
1,400E-04
1,200E-04
1,000E-04
8,000E-05
6,000E-05
4,000E-05
2,000E-05
0,000E+00

Koefisien
Perpindahan
Massa

0,0

25,0

50,0

75,0

100,0 125,0 150,0

Laju Udara (cm/det)

Laporan UOP 2 WWC

30

Gambar 4.3Hubungan Laju Alir Udara dengan Koefisien Pindah Massa

Dengan penjelasan yang sama, Pada saat prosesnya semakin cepat kecepatan aliran
udara semakin sedikir waktu kontak antara air dan udara sehingga interaksi menjadi lebih
singkat. Akibatnya proses kesetimbangan sulit untuk tercapai dan perpindahan massa air dari
fasa cair ke gas menjadi semakin sedikit. Keadaan tersebut ditunjukkan dengan semakin
menurunnya nilai KG.Akan tetapi, terdapat beberapa titik yang tidak sesuai dengan analisis
tersebut yang nanti akan dijelaskan faktor penyebabnya pada analisis kesalahan.Pada grafik
terlihat bahwa saat Sc (bilangan schmidt) konstan Sh (bilangan sherwood) akan semakin kecil
seiring dengan kenaikan Re (bilangan reynold). Kemudian pada saat Re konstan kenaikan Sh
akan menyebabkan penurunan nilai Sc. Dan ada juga saat dimana nilai perpindahan massa
menjadi sangat tinggi. Ketidakakuratan alat dalam menunjukkan harga humiditas maupun
temperatur menyebabka terjadinya sedikit error.
Pada percobaan ini, nilai k tidak bisa dicari karena terlalu kecil (pangkat pada
penyebut terlalu besar) ~ 0. Niliai K ini dicari dengan rumus K = Sh/(ReaScb). Hal ini
menunjukan semakin besar nilai a dan b maka Nilai K akan semakin kecil. Nilai K akan
sebanding dengan nilai bilangan Sherwood (Sh) dan berbanding terbalik dengan bilangan
Schmidt (Sc) dan bilangan Reynold (Re).

Sh

Laju Udara vs Bilangan Sherwood


1E-09
9E-10
8E-10
7E-10
6E-10
5E-10
4E-10
3E-10
2E-10
1E-10
0

Bilangan
Sherwood

0,0

25,0

50,0

75,0

100,0 125,0 150,0

Laju Udara (cm/det)

Gambar 4.4Hubungan Laju Alir Udara dengan Bilangan Sherwood

Pada grafik di atas terlihat bahwa bilangan Sh berbanding terbalik dengan nilai laju
alir udara. Bilangan Sherwood merupakan bilangan tak berdimensi yang menunjukkan
Laporan UOP 2 WWC

31

besarnya kemampuan terjadinya perpindahan massa melalui proses difusi. Bilangan


Sherwood (Sh) dinyatakan dengan hubungan:
=

Pada persamaan di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbandingan antar koefisien
transfer massa dengan nilai difusivitas dari air ke udara. Bilangan Sherwood adalah suatu
angka yang menunjukkan besarnya perpindahan massa yang terjadi. Jika nilai dari koefisien
perpindahan massa kG besar, menunjukkan bahwa perpindahan massa yang terjadi pada
sistem juga besar. Nilai kG yang besar akan menyebabkan bilangan Sh yang besar.
Sebelumnya juga telah diketahui dari percobaan bahwa nilai kGberbanding terbalik dengan
nilai laju alir udara. Jadi, angka Sh yang besar menunjukkan lebih banyak massa yang
berpindah antar sistem (dalam percobaan ini yaitu dari air ke udara).
Hubungan bilangan Sherwood dengan bilangan Reynold dan Schmidt adalah sebagai
berikut:
Sh = k Rea Scb
dengan k, a, dan b adalah suatu konstanta.

Re vs Sc
6,960E-12

Sc

6,950E-12

6,940E-12

Re vs Sc

6,930E-12
0,00

1.000,00

2.000,00

3.000,00

4.000,00

Re)

Gambar 4.5Kurva Bilangan Reynold vs Bilangan Schmidt

Semakin besar laju alir udara maka alirannya semakin turbulen sehingga nilai
bilangan Reynoldnya semakin besar dan nilai bilangan Schmidt semakin besar. Bilangan
Schmidt menunjukkan hubungan karakteristik fluida dengan kemampuannya berdifusi.
Ketika aliran udara semakin cepat maka waktu kontak antara air dan udara semakin sedikit
sehingga kemampuan berdifusi air ke udara semakin kecilsesuai dengan rumus berikut:

Laporan UOP 2 WWC

32

Sehingga, didapat hubungn bilangsan schmidt dengan koefisien difusivitas bahwa


mereka berbanding terbalik. , semakin besar laju alir udara akan meningkatkan nilai bilangan
Schmidt. Dengan meningkatnya bilangan Reynold dan Schmidt maka bilangan Sherwoodnya
juga akan semakin meningkat sehingga dapat diketahui dengan meningkatnya laju alir udara,
bilangan Sherwoodnya juga akan cenderung semakin meningkat.
4.2.2 Aliran Transisi
Hampir sama dengan praktikum sebelumnya, hanya saja jenis aliran divariasikan lagi.
Sehingga banyak faktor-faktor perhitungan yang berbeda yang harus dilakukan pada
percobaan aliran transisi. Kontak antara air dan udara secara counter current flow diikuti oleh
adanya transfer massa antara air dan udara yang diidentifikasi oleh menggambarkan harga
koefisien perpindahan massa. Koefisien perpindahan massa (kG) dapat diidentifikasi
tergantung dari faktor yang mempengaruhi perpindahan massa itu sendiri. Bila perpindahan
massa dipandang sebagai akibat pengaruh laju alir (h), maka koefisen perpindahan massa
disimbolkan dengan kG. Bila dipandang sebagai akibat pengaruh konsentrasi dari fluida yang
dikontakkan maka koefisien perpindahan massanya disimbolkan dengan kc (untuk gas) dan kL
(untuk liquid). Bila transfer massa dipengaruhi oleh fraksi mol konstituen yang berkontakkan
maka disimbolkan dengan ky (gas) atau kL (liquid).

Laju Alir Udara vs KG


1,200E-04
1,000E-04

KG

8,000E-05
Koefisien
Perpindahan
Massa

6,000E-05
4,000E-05
2,000E-05
0,000E+00
0,0000

50,0000

100,0000

150,0000

Laju Alir Udara (cm/detik)

Gambar 4.6Hubungan Laju Alir Udara dengan Koefisien Pindah Massa

Dalam percobaan ini koefisien perpindahan massa disimbolkan dengan kG karena


transfer massa diakibatkan oleh beda tekanan (P) antara air dan udara. Secara teori, semakin

Laporan UOP 2 WWC

33

kecil laju alir air maka harga kG semakin besar. Hal ini terjadi karena pada laju alir yang
kecil, kontak antara air dan udara akan semakin besar, yang mempermudah transfer massa
antara keduanya sehingga koefisien transfer massanya pun besar.
Bilangan Sherwooddapat didefinisikan sebagai:
=

Bilangan ini menggambarkan besarnya kemampuan terjadinya perpindahan massa melalui


mekanisme difusi. Besar kecilnya bilangan Sherwood menunjukkan fenomena perpindahan
massa yang terjadi (dalam percobaan ini antara air dan udara). Bilangan Sherwood
merupakan gabungan dari bilangan Reynold dan bilangan Schmidt.
Bilangan Reynold merupakan bilangan

yang berperan dalam menentukan

karakteristik fluida yang diteliti, apakah fluida tersebut bersifat laminer, transisi atau turbulen
dan diformulasikan dengan:
=

Sh vs Re
4.000,00
3.500,00
3.000,00

Re

2.500,00
2.000,00

Sh vs Re

1.500,00
1.000,00
500,00
0,00
0,000E+00 2,000E-10 4,000E-10 6,000E-10 8,000E-10
Sh

Gambar 4.7Hubungan Bilangan Sherwood dengan Bilangan Reynold

Sedangkan bilangan Schmidt merupakan bilangan yang menghubungkan karakteristik


fluida yang mengalir dengan kemampuan berdifusinya. Bilangan Schmidt diformulasikan
sebagai:
=

Laporan UOP 2 WWC

34

Sh vs Sc

Sc

6,960E-12

6,950E-12

Sh vs Sc

6,940E-12
0,000E+00

1,000E-10

2,000E-10

3,000E-10

Sh

Gambar 4.8Hubungan Bilangan Sherwood dengan Bilangan Schmidt

Bilangan Sherwood menjadi penghubung transfer massa dalam percobaan ini di mana
Bilangan Sherwood akan merefleksikan fenomena transfer massa yang terjadi, yaitu untuk
laju alir yang rendah menghasilkan transfer massa yang besar dengannilai bilangan Sherwood
yang besar. Bilangan Sherwood sendiri merupakan kombinasi dari bilangan Schmidt dan
Reynold dengan kostanta tertentu. Semakin besar bilangan Reynold maka akan semakin
turbulen alirannya. Semakin turbulennya suatu aliran, maka laju perpindahan massanya
meningkat sehingga bilangan Schmidtnya akan semakin tinggi bila dibandingkan dengan
laminer. Sherwood akan lebih besar pada aliran turbulen bila dibandingkan dengan aliran
laminer sebab bilangan Reynold dan bilangan Schmidt juga meningkat.

Re vs Sc

Sc

6,960E-12

6,950E-12

Re vs Sc

6,940E-12
0,00

1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00


Re

Laporan UOP 2 WWC

35

Gambar 4.9Hubungan Bilangan Reynold dengan Bilangan Schmidt

Bilangan Reynold yang terjadi dalam percobaan bervariasi. Mekanisme transfer


massa yang terjadi karena bilangan reynold hanya mengidentifikasikan karakteristik aliran
fluida yang terjadi. Untuk aliran fluida yang cenderung tidak bergelombang dan mempunyai
bilangan Reynold kecil dari 2100 disebut fenomena aliran laminer. Sedangkan aliran transisi
memiliki bilangan Reynold antara 2100 sampai 3000, dan untuk Re lebih besar dari 3000
dikatakan fenomena aliran turbulen.
Bilangan Schmidt dalam percobaan sangat bergantung pada mekanisme kontak dan
transfer massa yang terjadi serta karakteristik aliran fluida sehingga untuk laju alir udara dan
laju alir yang semakin tinggi bilangan Schmidt cendserung semakin menurun. Begitu pula
sebaliknya.
Konstanta penghubung dalam bilangan Sherwood (k, a, dan b dilakukan dengan
menentukan bilangan Sherwood, Reynold, dan Schmidt secara terpisah). Untuk mendapatkan
nilai k digunakan persamaan:
=

4.2.3 Aliran Turbulen


Secara teoritikal pada percobaan ini aliran yang turbulen menyebabkan aliran yang
lebih memiliki ruang untuk air berkontak dengan udara. Sehingga dapat menyebabkan
tingginya konsentrasi air yang berpindah ke udara.

Laju Udara vs KG
1,800E-04
1,600E-04
1,400E-04

KG

1,200E-04

Koefisien
Perpindahan
Massa

1,000E-04
8,000E-05
6,000E-05
4,000E-05
2,000E-05
0,000E+00
0,0000

50,0000
100,0000
Laju Udara (cm/detik)

150,0000

Gambar 4.10Hubungan Laju Alir Udara dengan Koefisien Pindah Massa

Laporan UOP 2 WWC

36

Dari grafik terlihat bahwa laju alir udara berbanding lurus dengan koefisien
perpindahan massa. Namun pada beberapa titik akhir terjadi penurunan, hal ini dijelaskan
pada analisis kesalahan. Seharusnya, Semakin banyak udara yang dialirkan ke dalam kolom,
semakin tinggi koefisien perpindahan massa yang berarti semakin tinggi pula konsentrasi air
yang berpindah ke udara. Hal ini disebabkan oleh tingginya gradien konsentrasi air dan udara
sehingga air akan cenderung untuk berpindah ke udara sampai dicapai konsentrasi
kesetimbangan. Selain itu, pada laju alir yang semakin turbulen, maka arus eddy juga
semakin banyak terjadi. Hal ini menyebabkan permukaan kontak udara-air pada lapisan film
tipis semakin luas sehingga jumlah air yang berpindah dari fasa cair ke fasa gas semakin
banyak.
Setelah didapat nilai dari koefisien perpindahan massa dari masing-masing laju alir
(pada bagian ini aliran turbulen), langkah berikutnya ialah menghitung bilangan-bilangan
yang tidak berdimensi untuk aliran turbulen, seperti bilangan Schmidt (Sc), Sherwood (Sh),
dan Reynold (Re). Ketiga bilangan tersebut memiliki hubungan satu sama lain melalui
persamaan-persamaan matematis yang sudah ada. Kemudian dibuat grafik (basis log) untuk
mengetahui hubungan antara ketiganya, yaitu grafik hubungan bilangan sherwood dan
bilangan reynold untuk aliran turbulen, grafik hubungan bilangan sherwood dan bilangan
schmidt untuk aliran turbulen, dan grafik hubungan bilangan reynold dan bilangan schmidt
untuk aliran turbulen.
Bilangan Sherwood merupakan bilangan tak berdimensi yang menggambarkan
besarnya kemampuan terjadinya perpindahan massa melalui mekanisme difusi.Bilangan
Sherwood merefleksikan fenomena transfer massa yang terjadi, untuk laju alir yang rendah
menghasilkan transfer massa yang besar dan direfleksikan oleh bilangan Sherwood yang
besar. BilanganReynold merupakan bilangan yang paling berperan dalam penentuan
karakteristik fluida yaitu fluida alir bersifat turbulen, transisi atau laminar. Sedangkan
bilangan Schmidt merupakan bilangan yang menghubungkan karakteristik fluida yang
mengalir dengan kemampuan berdifusinya. Bilangan Schmidt dalam percobaan sangat
bergantung pada mekanisme kontak dan transfer massa yang terjadi juga pada karakteristik
aliran fluida sehingga untuk laju alir udara dan laju alir yang rendah bilangan Schmidt
cenderung semakin besar. Begitu pula sebaliknya. Konstanta penghubung dalam bilangan
Sherwood (k, a, dan b dilakukan dengan menentukan bilangan Sherwood, Reynold, dan
Schmidt secara terpisah). Dari hasil perhitungan di atas nilai konstanta k pada jenis aliran

Laporan UOP 2 WWC

37

turbulen tidak didapatkan nilainya dikarenakan data yang diperoleh tidak menunjukan hasil
yang baik.

Laju Udara vs Sh
9,000E-10
8,000E-10
7,000E-10
6,000E-10

Sh

5,000E-10

Bilangan Sh

4,000E-10
3,000E-10
2,000E-10
1,000E-10
0,000E+00
0,0000

50,0000
100,0000
Laju Udara (cm/detik)

150,0000

Gambar 4.11Hubungan Laju Alir Udara dengan Bilangan Sherwood

Untuk memperoleh nilai a, b, dan K digunakan persamaan bilangan Sherwood. Jika


dilihat pada data maupun grafik, nilai bilangan Schmidt cenderung konstan. Bilangan
Schmidt merupakan bilangan yang berbanding terbalik dengan difusivitas.

Re vs Sc
6,940E-12

6,930E-12

Sc

Re vs Sc
6,920E-12

6,910E-12
0,00

1.000,00

2.000,00
Re

3.000,00

4.000,00

Gambar 4.12Hubungan Bilangan Reynold dengan BilanganSchmidt

4.3

Analisis Kesalahan

Laporan UOP 2 WWC

38

Beberapa kesalahan yang mungkin dilakukan pada percobaan ini sehingga didapat
hasil perhitungan yang kurang baik:

Kesalahan dari peneliti karena membacanya kurang teliti pada temperatur termometer,
saat mengatur manometer, serta menentukan volume air pada gelas.

Humidity yang ditunjukkan pada alat kadang berubah-ubah tidak konstan. Oleh
karena itu, hasil-hasil dr beberapa praktikum akan berbeda dan hasilnya kurang tepat.

Praktikan terlalu terburu-buru sehingga proses yang dilakukan belum dalam keadaan
steady state.sehingga data yang didapat belum pada kondisi setimbang.

Perubahan suhu yang terjadi sangat kecil dan sulit diamati (ketelitian dari alat
pengukur yang digunakan sebesar 0,5oC) sehingga data yang diperoleh menjadi
kurang akurat dan tentunya hal ini akan mempengaruhi hasil perhitungan.

Laporan UOP 2 WWC

39

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
1. Bilangan Reynold semakin meningkat seiring dengan peningkatan laju alir udara,
semakin turbulen alirannya maka semakin besar bilangan Reynoldnya.
2. Konsentrasi mengalami perpindahan dari konsentrasi tingi ke konsentrasi yang
rendah atau dengan kata lain perpindahan dari air ke udara. Hal ini membuktikan
bahwa peristiwa perpindahan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi.
3. Bilangan Sherwood, Schmidt, dan Reynold berhubungan satu sama lainnya
melalui persamaan, dan hal ini dibuktikan dalam pengolahan data.
4. Bilangan Sherwood ialah sebuah bilangan tak berdimensi yang menggambarkan
besarnya kemampuan terjadinya perpindahan massa melalui mekanisme difusi.
5. Bilangan Reynold merupakan bilangan tak berdimensi yang paling sering
dijumpai untuk menjelaskan kasus mikrofluida dari segi alirannya.
6. Bilangan Schmidt merupakan bilangan tak berdimensi yang merupakan
perbandingan antara viskositas kinematik dengan difusivitas massa.
7. Berikut merupakan hasil perhitungan nilai Sh, Re dan Sc untuk percobaan kali ini:

Nilai Sh,Re,dan Sc untuk aliran laminer:


h
1
2
3
4

Sh
5,45E-10

Re

Sc

1.578,73 6,994E-12

3,244E-10 2.243,62 7,014E-12


9,342E-10 3.074,82 7,049E-12
4,744E-10 3.739,92 7,063E-12

Nilai Sh,Re,dan Sc untuk aliran transisi:


h
1
2
3
4

Laporan UOP 2 WWC

Sh

Re

Sc

9,803E-11 1.578,61 7,042E-12


3,090E-10 2.243,29 7,029E-12
4,234E-10 3.074,13 7,030E-12
5,791E-10 3.738,81 7,034E-12

40

Nilai Sh,Re,dan Sc untuk aliran turbulen:


h
1
2
3
4

Sh

Re

Sc

6,099E-11 1.578,61 6,985E-12


7,106E-10 2.243,29 7,028E-12
8,439E-10 3.074,13 7,032E-12
4,931E-10 3.738,81 7,037E-12

8. Kelembaban udara memiliki nilai yang bervariasi. Peristiwa perpindahan terjadi


pada saat udara dialirkan ke atas melalui kolom yang terbasahi oleh aliran air dari
atas kolom. Hal ini dibuktikan dengan bervariasinya hasil pengukuran kelembaban
udara pada udara yang keluar dari kolom.
9. Semakin besar kecepatan udaranya maka konstanta difusivitasnya semakin kecil.

5.2

Saran
1. Sebelum praktikan sebaiknya praktikan dipastikan terlebih dahulu mengetahui
kecenderungan data yang akan didapat. Hal ini untuk meminimalisasi data yang
terlalu menyimpang, sehingga praktikan bisa mengulangi percobaan jika ada data
yang dirasa terlalu jauh menyimpang karena berbagai macam faktor.
2. Termometer yang digunakan lebih baik digital agar perubahan suhu bisa dipantau
dengan lebih teliti.

Laporan UOP 2 WWC

41

DAFTAR PUSTAKA
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 1999. Perrys Chemical Engineers Handbook 7th ed.
New York: McGraw-Hill.
Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operation 3rd ed. Tokyo: McGraw-Hill.

Laporan UOP 2 WWC

42

Anda mungkin juga menyukai